Jumat, 04 September 2015

PROMOSI JABATAN TERBUKA TIDAK SAMA DENGAN “LELANG JABATAN”

PROMOSI JABATAN TERBUKA  TIDAK SAMA DENGAN “LELANG JABATAN”

oleh: Turiman Fachturahman Nur

        
          Pertanyaan yang  menjadi topik diskusi di harian Pontianak Post 7 Sepetember 2015 adalah apakah model promosi jabatan terbuka efektif dan selaras dengan Good Governance ? Apakah Promosi jabatan Terbuka  (open binding) sama dengan Lelang Jabatan?
         Menurut saya menyamakan promosi jabatan terbuka  dengan lelang jabatan adalah salah kaprah, mengapa saya nyatakan salah kaprah, karena promosi jabatan terbuka ini hanyalah salah satu bagian dari manajemen ASN UU Nomor 5 Tahun 2014 memberikan batasan, pada pasal 1 angka 3, bahwa  Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang  profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.  Pertanyaan bagaimana konsep manajemen ASN. Pasal 52 Manajemen ASN meliputi Manajemen PNS dan Manajemen PPPK. Oleh itu lelalng jabatan adalah salah kaprah, karena kata lelang konmotasi negatif  Kata ‘lelang’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ”penjualan barang/benda di hadapan orang banyak yang dipimpin pejabat lelang, dengan penawaran, siapa yang paling tinggi maka dia sebagai pemenang.”
            Pertanyaannya adalah bagaimana konsep manajemen ASN untuk PNS baik di daerah mapun di pusat, yaitu menggunakan SISTEM MERIT
Pertanyaan selanjutnya apakah yang dimaksud sistem merit ? Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada: 1.kualifikasi, 2.kompetensi, dan 3.kinerja secara   adil   dan   wajar   dengan   tanpa membedakan  latar belakang : politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.(pasal 1 angka 22 UU No 5 Tahun 2014
           Jadi berkaitan dengan sistem merit ini dilakukan salahs atunya adalah promosi jabatan secara terbuka yang diatur dari pasal 69 sampai dengan pasal 74 UU NO 5 tahun 2014, namun perlu diperhatikan secara hukum kepegawaian pernyataan Pasal 74 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 73 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
           Kemudian  keadaan mendesak sebelum keluarnya peraturan pemerintah menteri mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Tinggi secara Terbuka Di Lingkungan Instansi Pemerintah, sebagaimana dalam konsideran  Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan pimpinan tinggi sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, maka instansi pemerintah perlu melakukan promosi jabatan pimpinan tinggi secara terbuka;
            Apa yang dimakud jabatam tinggi dalam UU ASN  Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah. (pasal 1 angka 7) Pasal 19  UU ASN  (1) Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a.  jabatan pimpinan tinggi utama;b.  jabatan pimpinan tinggi madya; dan c.  jabatan   pimpinan tinggi pratama.Lagi lagi pada ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan      syarat kompetensi,  kualifikasi, kepangkatan,  pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
            Jadi  keberadaan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Tinggi secara Terbuka Di Lingkungan Instansi Pemerintah secara hukum ada terobosan hukum dan sebagai peraturan kebijakan
           Persoalan apakah efektif  dan selaras dengan prinsip-prinsip good governance ? Menurut saya bahwa promosi jabatan terbuka selama mengikuti asas asas Pasal 2 yang menyatakan Penyelenggaraan    kebijakan    dan    Manajemen    ASN  berdasarkan pada asas: a.  kepastian hukum; b.  profesionalitas; c.  proporsionalitas; d.  keterpaduan; e.  delegasi; f.   netralitas; g.  akuntabilitas; h.  efektif dan efisien; i.   keterbukaan; j.   nondiskriminatif; k.  persatuan dan kesatuan; l.   keadilan dan kesetaraan; dan m. kesejahteraan.
         Pertanyaan ini memberikan pemahaman kepada kita, bahwa ada salah persepsi tentang promosi jabatan terbuka dan lelang jabatan. Adalah menarik untuk dikemukan pernyataan Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional menegaskan bahwa istilah lelang jabatan yang dimaksudkan sebagai sistem rekrutmen terbuka bagi pejabat publik, salah kaprah.
         Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional Erry Riyana Hardjapamekas menjelaskan, bahwa sistem pengangkatan, penempatan dan mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai pejabat di instansi Pemerintah Pusat dan Daerah perlu dilakukan secara terbuka dan kompetitif.
        Sehingga, lanjut dia, yang diangkat adalah para pejabat yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan yang hendak diisi. Atau istilahnya yakni 'the right man on the right place'.
           Dia menambahkan, salah satu langkah perbaikan yang ditempuh Pemerintah adalah dengan memberlakukan sistem rekrutmen terbuka. Yang dimaksud dengan rekrutmen terbuka, sambung dia, adalah menjaring aparatur sipil negara dari mana saja, dengan kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan oleh instansi yang membutuhkanya.
           "Belakangan ini dalam pidato resmi pejabat, pemberitaan, maupun dalam diskusi dan seminar muncul istilah baru, yaitu 'lelang jabatan' untuk menamakan proses penyeleksian calon pejabat secara terbuka dan kompetif," ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Sudirman, Jakarta, Selasa (17/9/2013).
            Reformasi birokrasi pemerintahan diartikan sebagai penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan dalam bentuk penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi pemerintahan untuk mengubah tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian tujuan pembangunan.
 Secara normatif didalam Peraturan MENPAN No. PER/15/M.PAN/7/2009, Tentang: Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi adalah upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan SDM aparatur.
Disebutkan pula bahwa : Reformasi Birokrasi adalah langkah-langkah strategis untuk membangun aparatur Negara agar lebih berdayaguna dan berhasilguna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
           Keluarnya UU No 5/ 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) seakan menjadi babak baru dalam sistem administrasi kepegawaian di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyak perubahan mendasar dan prinsip dalam sistem administrasi kepegawaian yang baru ini. Sesuatu hal sangat menarik untuk diperbincangkan di daerah pada saat ini tentunya terkait dengan sistem seleksi pengisian jabatan pada pemerintah daerah. Berbagai tanggapan telah bermunculan dari berbagai unsur khususnya dari pegawai negeri sipil (calon pejabat) di daerah terkait dengan pengisian jabatan ini. 
               Ada yang bersikap sangat antusias, ada yang bersikap lesu darah, ada yang diam-diam saja seakan tanpa masalah, dan ada juga yang bertanya-tanya kebingungan dengan sistem rekrutmen jabatan yang baru ini. Apalagi mengingat belum adanya peraturan pemerintah lainnya yang dikeluarkan terkait dengan teknis operasional dari implementasi UU ASN ini, baru dalam bentuk Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No13/ 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah.
             Secara substansi, asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada pasal 2 UU ASN adalah sebagai berikut; kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralisir, akuntabilitas, efektif dan efisien, keterbukaan, nondiskriminatif, persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan, dan kesejahteraan.
           Salah satu subtansi pasal 2 UU ASN (UU No 5 tahu  2014) adalah adanya keterbukaan atau dikenal dalam  good governance adalah transparansi.
          Pertanyaannya siapakah yang melaksanakan asas penyelenggaraan kebijakandan manajemen ASN  dipusat dan di daerah  ?
             Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud memberikan rekomendasi usulan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansi masing-masing. “Pejabat yang Berwenang mengusulkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing,” bunyi Pasal 54 Ayat (4) UU ini. Manajemen PNS pada Instansi Pusat, menurut UU No. 5/2014 ini, dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sementara Manajemen PNS pada Instansi Daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
           Pasal 56 UU ini menegaskan, setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan    jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan. Berdasarkan penyusunan kebutuhan ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menetapkan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS secara nasional. Adapun dalam hal pengadaan, ditegaskan Pasal 58 UU No.5/2014 ini, bahwa pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan Jabatan Administrasi dan/atau Jabatan Fungsional dalam suatu Instansi Pemeirntah, yang dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri PAN-RB. “Pengadaan PNS sebagaimana dimaksud dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS,” bunyi Pasal 58 Ayat (4) UU No. 5/2014 ini.
Disebutkan dalam UU ini, setiap Instansi Pemerintah mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat adanya kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon PNS, dan setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS setelah memenuhi persyaratan.
Adapun penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS harus dilakukan melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan oleh jabatan. Penyelenggaraan seleksi sebagaimana dimaksud terdiri dari 3 (tiga) tahap, meliputi seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang “Peserta yang lolos seleksi diangkat menjadi calon PNS, dan pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian,” bunyi Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
         Selain itu UU ini menegaskan, calon PNS wajib menjalani masa percobaan, yang dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi, untuk membangunan integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetenti bidang.“Masa percobaan sebagaimana dimaksud bagi calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun, dan selama masa percobaan, Instansi Pemerintah wajib memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon PNS,” b unyi Pasal 64 Ayat (1,2) UU ini.
           Menurut UU No. 5/2014 ini, Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi persyaratan: a. Lulus pendidikan dan pelatihan; dan b. Sehat jasmani dan rohani. Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan diangkat menjadi PNS oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, dan calon PNS yang tidak memenuhi diberhentikan sebagai calon PNS.
           Berkaitan dengan Pangkat dan Jabatan Pasal 68 UU ini menegaskan, PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi Pemerintah berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. PNS juga dapat diangkat dalam jabatan tertentu pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan pangkat atau jabatan yang disesuaikan dengan pangkat dan jabatan di lingkungan instansi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
         Adapun pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kulifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah, yang dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas. Sementara promosi PNS dilakukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama, kreativitas, dan pertimbangan dari tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah, tanpa membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan. “Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi, yang dilakukan oleh Pejabat pembina Kepegawaian setelah mendapat pertimbangan tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah,” bunyi Pasal 72 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
           Patut disadari, bahwa  UU ASN merupakan produk hukum yang cukup kompleks dan membutuhkan penafsiran yang komprehensif.  Oleh karena itu dengan terbitnya UU ASN, yakni UU No 5 Tahun 2014 diharapkan.dalam penjabaran peraturan pelaksanaannya jangan sampai multitafsir, oleh karena itulah, dibutuhkan banyak masukan dari berbagai pihak agar penafsiran UU ASN, yang nantinya termanifestasi dalam PP/Perpres-nya, tidak menjadi salah sasaran atau jauh dari harapan kolektif atas perubahan dalam manajemen SDM aparatur.
           Jika kita membaca nomenklatur judul UU ini adalah, yaitu aparatur sipil negara. Dalam Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa aparatur sipil negara adalah “profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah”. Sementara itu, pada butir 2 disebutkan bahwa pegawai ASN adalah "PNS dan PPPK yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
             Selanjutnya pada pasal 3 UU ASN ini dinyatakan dengan tegas bahwa; ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip sebagai berikut; nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, komitmen, integritas moral, dan tanggungjawab pada pelayanan publik, kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi akademik, jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan profesionalitas jabatan.
             Berdasarkan pasal 51 UU No5/ 2014 tentang ASN dinyatakan dengan jelas bahwa; ?Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan sistem merit?,  yang dimaksudkan dengan sistem merit berdasarkan pasal 1 ayat (22) UU ASN adalah sebagai berikut; ?kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan?.
                Sehubungan dengan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan dan manajemen ASN dalam penerimaan pegawai dan seleksi jabatan didasarkan kepada; kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
               Apabila diperhatikan secara seksama dasar pemikiran dan manajemen dari UU ASN ini memang sangat objektif dan transparan dalam merekrut pegawai dan pejabat pemerintah yang lebih berkualitas dan profesional sesuai dengan asas dan prinsip UU ASN tersebut, namun apabila diperhatikan dan dianalisis lebih dalam dengan berbagai fenomena yang ada, maka masih terlihat adanya dilema-dilema yang terkait dengan proses dan prosedur dalam rekrutmen jabatan pada pemerintah daerah ini. Bisa saja hal ini nantinya akan dapat membuat berbagai permasalahan baru dalam implementasi UU ASN ini, khususnya dalam proses dan prosedur rekrutmen jabatan pada pemerintah daerah.
              Beberapa dilema yang dapat terlihat dalam  proses penerapan UU ASN maupun dalam penerapan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No13/ 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan Instansi pemerintah, diantaranya adalah sebagai berikut;[1]
Pertama, masih belum terlihatnya aturan mengenai batasan yang jelas tentang berapa jumlah maksimal jabatan yang dapat diikuti oleh seorang calon pejabat dalam proses lelang jabatan tersebut. Apakah hanya melamar pada satu jabatan atau dapat melamar pada beberapa jabatan.

Kedua, bagaimana seorang calon pejabat dapat menentukan pilihan jabatannya yang dianggap sesuai dengan kompetensi dirinya nya? Karena tawaran jabatan yang ditawarkan/dilelang tidak dijelaskan kompetensi apa yang diperlukan oleh suatu jenis jabatan yang dilelang tersebut. 
Ketiga, apabila suatu jabatan diminati oleh banyak orang, sedangkan pejabat yang akan ditetapkan menduduki jabatan tersebut hanya satu orang, bagaimana tindaklanjut dari beberapa pejabat yang lain tidak dapat didudukkan di jabatan tersebut? Padahal mungkin saja mereka juga berstatus layak untuk duduk pada jabatan tinggi tersebut, apakah para pejabat ini harus membuat permohonan atau melamar kembali untuk jabatan yang lain pada tingkatan jabatan yang sama?
Keempat, apakah calon pejabat tinggi ini harus melamar pada jabatan yang sedang didudukinya pada saat ini? Atau pada jabatan lain yang dianggap sesuai dengan kompetensinya, hal ini tidak ada penjelasan yang lebih jelas dari lembaga yang berwenang dengan implementasi ASN ini. 
Kelima, apakah calon pejabat yang tidak memenuhi syarat baik dari sisi kualifikasi maupun kompetensinya untuk duduk pada jabatan tinggi dapat melamar pada jabatan yang lebih rendah atau jabatan administrasi?
Keenam, belum jelasnya batasan kewenangan dari tim seleksi jabatan ini, apakah sampai pada penentuan tempat suatu jabatan? Atau hanya sampai pada menentukan layak atau tidak layaknya seorang calon pejabat pada tingkatan dan jenis jabatan seperti yang telah diatur dalam UU ini. Apabila kewenangan tim seleksi sampai pada tahapan penentuan jabatan maka bagaimana pula kapasitas kepala daerah yang juga memiliki penilaian tersendiri terhadap para pejabat di lingkungan kerjanya sebagai atasan langsung? Sehingga apakah kepala daerah juga memiliki kewenangan untuk memiliki pandangan yang tidak berbeda dengan rekomendasi tim seleksi? Sehingga bagaimana tindaklanjutnya apabila kepala daerah memiliki pandangan yang berbeda dengan hasil rekomendasi tim seleksi jabatan?
Ketujuh, apakah tim seleksi jabatan pada pemerintah daerah telah memahami betul tentang UU ASN yang terdiri dari 15 bab dan 141 pasal tersebut? Hal ini mengingat latar belakang pendidikan dari tim seleksi yang juga berbeda-beda dan bahkan mungkin saja ada yang anggota tim seleksi yang belum pernah belajar tentang administrasi kepegawaian dengan berbagai dinamikanya. Karena organisasi pemerintahan tidak sama dengan organisasi bisnis dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. Dengan kondisi tersebut tentunya akan bisa terjadi perbedaan penafsiran terhadap substansi dan filosofis dari UU ASN tersebut. 
            Sehingga apabila kita lihat berbagai fenomena yang terjadi pada proses rekrutmen calon pejabat tersebut, maka masih banyak hal yang menjadi dilema dalam penerapan UU ASN ini khususnya pada pelaksanaan rekrutmen jabatan di daerah, sehingga apabila hal ini tidak dicarikan solusi dan tindaklanjutnya tentu akan menimbulkan masalah baru dalam  pelaksanaan administrasi kepegawaian di Indonesia khususnya administrasi kepegawaian di daerah. Oleh karena itu, dalam penerapan UU ASN ini, khususnya dalam hal rekrutmen calon pejabat tersebut, khususnya pejabat di daerah perlu dilakukan: Pertama, perlu persamaan persepsi terhadap substansi dan implementasi dari UU ASN tersebut baik dari sisi unsur penyelenggara seperti tim seleksi, kepala daerah, legislatif, para stakeholder lainnya, maupun para calon pejabat yang akan diseleksi.
Kedua, perlu aturan-aturan lainnya atau kebijakan pemerintah lainnya sebagai suatu batasan untuk menutupi berbagai kekosongan aturan yang ada pada UU ASN ini terkait dengan kondisi realita dinamika implementasi UU ASN tersebut. Ketiga, perlu dilakukan sosialisasi kepada para calon pejabat peserta lelang jabatan yang lebih intesif terkait dengan permasalahan yang lebih teknis dengan proses dan prosedur dari rekrutmen jabatan ini.
Keempat, perlu secepatnya keperluan kompetensi jabatan yang ditawarkan disampaikan kepada para calon pejabat yang akan mengikuti lelang jabatan tersebut, sehingga para calon pejabat tersebut tidak salah dalam memilih jabatan yang sesuai dengan kompetensi dirinya.
Keenam, surat edaran penawaran jabatan ini perlu disampaikan kepada seluruh calon pejabat yang memenuhi persyaratan, sehingga tidak hanya terbatas kepada para pejabat yang sedang memegang jabatan pada saat ini saja, agar asas transparansi sebagai salah satu asas dalam UU ASN ini dapat direalisaskan sebagaimana mestinya.
           Diharapkan dapat dicarikan solusi yang terbaik dalam menjawab berbagai dilema yang terjadi dalam penerapan UU ASN ini.


[1] Rahyunir Rauf, Dilema Rekrutmen Jabatan Pemda, Riau, Pos, 14 Maret  2015

 

  

 


»»  Baca Selengkapnya...

Kamis, 03 September 2015

ILMU NEGARA SEBAGAI PENGANTAR MEMAHAMI TEORI KENEGARAAN

ILMU  NEGARA SEBAGAI PENGANTAR
MEMAHAMI TEORI KENEGARAAN

Oleh;Turiman Fachturahman Nur

               Salah satu mata kuliah pengantar difakultas hukum adalah mata kuliah Ilmu Negara dan untuk memahami mata kuliah ini patut dipahami dahulu oleh mahasiswa fakultas hukum, bahwa terdapat dua konsep yang melekat secara terminologi atau istilah yaitu ilmu dan negara, oleh karena itu perlu dipahami dahulu apa yang dimaksud dengan ilmu atau yang dikatakan ilmiah, sebab hal ini mendasar bagi mahasiswa semester I fakultas hukum. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah ilmu itu ? dan apakah syarat syarat ketika sesuatu disebut ilmu pengetahuan ? Lebih lanjut apakah yang dimaksud dengan ilmu negara ?

1.    Pengertian Ilmu

Apakah ilmu itu? Moh. Nazir, Ph.D (1983:9) mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Sedangkan Ahmad Tafsir (1992:15) memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris. Sementara itu, Sikun Pribadi (1972:1-2) merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa:
“Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.”
Di lain pihak, Lorens Bagus (1996:307-308) mengemukakan bahwa ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis.
Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain)


2. Syarat-Syarat Ilmu :
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut
1.      ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
2.      ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi.Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan hipotesa, (e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya : (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, (b) peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif, (d) mementingkan proses maupun produk, (e) mencari makna, (f) mengutamakan data langsung, (g) triangulasi, (h) menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i) mengutama- kan perspektif emic, (j) verifikasi, (k) sampling yang purposif, (l) menggunakan audit trail, (m)partisipatipatif tanpa mengganggu, (n) mengadakan analisis sejak awal penelitian, (o) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
3.      Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,)
3. Karakteristik Ilmu
Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh Sadulloh,1994:44).
Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal
Sementara itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut : (1)obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif, (2) koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6)akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat melakukan prediksi;
ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.

3.Ilmu negara  
              Kelahiran dan keberadaan Ilmu Negara tidak dapat lepas dari jasa George Jellinek, seorang pakar hukum dari Jerman yang kemudian dikenal sebagai bapak Ilmu Negara, pada tahun 1882 ia telah menerbitkan buku dengan judul Allgemeine Staatslehre (Ilmu Negara Umum), buku ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Ilmu Negara. Istilah Ilmu Negara dikenal dengan beberapa istilah, antara lain:
  1. di Belanda dikenal dengan istilah Staatsleer,
  2. di Jerman dikenal dengan istilah Staatslehre,
  3. di Perancis dikenal dengan istilah Theorie d’ etat, sedangkan
  4. di Inggris dikenal dengan istilah Theory of State, The General Theory of State, Political Science, atau Politics.
             Dalam menyusun bukunya Allgeimeine Staaslehre George Jellinek menggunakan methode van systematesering (metode sistematika), dengan cara mengumpulkan semua bahan tentang ilmu negara yang ada mulai zaman kebudayaan Yunani sampai pada masanya sendiri (sesudah akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 dan bahan-bahan itu kemudian disusunnya dalam suatu sistem.
            Berkaitan dengan perbedaan penyelidikan objek antara Ilmu Negara dengan Ilmu Lain yang pembahasan sama, yaitu Negara, bahwa Hukum Tata Negara RI dan Ilmu Politik Kenegaraan memandang objeknya, yaitu negara dari sifatnya atau pengertiannya yang konkret, artinya objeknya itu sudah terikat pada tempat, keadaan dan waktu, jadi telah mempunyai objek yang pasti, misalnya negara Republik Indonesia, negara Inggris, negara Jepang dan seterusnya. Kemudian, dari negara dalam pengertiannya yang konkret itu diselidiki atau dibicarakan lebih lanjut susunannya, alat-alat perlengkapannya. Wewenang serta kewajiban daripada alat-alat perlengkapan tersebut dan seterusnya.
           Sedangkan Ilmu Negara memandang objeknya itu, yaitu Negara, dari sifat atau pengertiannya yang abstrak, artinya objeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat, keadaan dan waktu, belum mempunyai ajektif tertentu, bersifat abstrak-umum-universal.

1.Pengertian Negara dan Unsur-unsurnya
Istilah negara sudah dikenal sejak zaman Renaissance, yaitu pada abad ke-15. Pada masa itu telah mulai digunakan istilah Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia, yang kemudian menjelma menjadi L’etat’ dalam bahasa Perancis, The State dalam bahasa Inggris atau Deer Staat dalam bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian negara seperti dikemukakan oleh Aristoteles, Agustinus, Machiavelli dan Rousseau.
Sifat khusus daripada suatu negara ada tiga, yaitu sebagai berikut.
1
Memaksa
Sifat memaksa perlu dimiliki oleh suatu negara, supaya peraturan perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat dapat dicapai, serta timbulnya anarkhi bisa dicegah. Sarana yang digunakan untuk itu adalah polisi, tentara. Unsur paksa ini dapat dilihat pada ketentuan tentang pajak, di mana setiap warga negara harus membayar pajak dan bagi yang melanggarnya atau tidak melakukan kewajiban tersebut dapat dikenakan denda atau disita miliknya.
2
Monopoli
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Negara berhak melarang suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu hidup dan disebarluaskan karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3
Mencakup semua
Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa, kecuali untuk mendukung usaha negara dalam mencapai masyarakat yang dicita-citakan. Misalnya, keharusan membayar pajak.
Hal yang dimaksud unsur-unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada. Unsur-unsur negara terdiri dari:
  1. Wilayah, yaitu batas wilayah di mana kekuasan itu berlaku. Adapun wilayah terbagi menjadi tiga, yaitu darat, laut, dan udara.
  2. Rakyat, adalah semua orang yang berada di wilayah negara itu dan yang tunduk pada kekuasaan negara tersebut.
  3. Pemerintah, adalah alat negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya dan merupakan alat dalam mencapai tujuan.
  4. Pengakuan dari negara lain. Unsur ini tidak merupakan syarat mutlak adanya suatu negara karena unsur tersebut tidak merupakan unsur pembentuk bagi badan negara melainkan hanya bersifat menerangkan saja tentang adanya negara. Jadi, hanya bersifat deklaratif bukan konstitutif. Pengakuan dari negara lain dapat dibedakan dua macam, yaitu pengakuan secara de facto dan pengakuan secara de jure.
2.Teori Tujuan Negara dan Teori Asal Mula Negara
               Setiap negara mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Tujuan negara merupakan masalah yang penting sebab tujuan inilah yang bakal menjadi pedoman negara disusun dan dikendalikan sesuai dengan tujuan itu. Mengenai tujuan negara itu ada beberapa teori, yaitu menurut Lord Shang, Nicollo Machiavelli, Dante, Immanuel Kant, menurut kaum sosialis dan menurut kaum kapitalis.
              Ada beberapa paham tentang teori tujuan negara, yaitu teori fasisme, individualisme, sosialisme dan teori integralistik.
Kemudian, mengenai teori asal mula terjadinya negara selain dapat dilihat berdasarkan pendekatan teoretis, juga dapat dilihat berdasarkan proses pertumbuhannya.
Asal mula terjadinya negara dilihat berdasarkan pendekatan teoretis ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut.
1
Teori Ketuhanan
Menurut teori ini negara terbentuk atas kehendak Tuhan.
2
Teori Perjanjian
Teori ini berpendapat, bahwa negara terbentuk karena antara sekelompok manusia yang tadinya masing-masing hidup sendiri-sendiri, diadakan suatu perjanjian untuk mengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama.
3
Teori Kekuasaan
Kekuasaan adalah ciptaan mereka-mereka yang paling kuat dan berkuasa
4
Teori Kedaulatan
Setelah asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu didaulat menjadi penguasa (pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi:

a
Teori Kedaulatan Tuhan
Menurut teori ini kekuasaan tertinggi dalam negara itu adalah berasal dari Tuhan.
b
Teori Kedaulatan Hukum
Menurut teori ini bahwa hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan.
c
Teori Kedaulatan Rakyat
Teori ini berpendapat bahwa rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya kepada suatu badan, yaitu pemerintah.
d
Teori Kedaulatan negara
Teori ini berpendapat bahwa negara merupakan sumber kedaulatan dalam negara. Kemudian, teori asal mula terjadinya negara, juga dapat dilihat berdasarkan proses pertumbuhannya yang dibedakan menjadi dua, yaitu terjadinya negara secara primer dan teori terjadinya negara secara sekunder.

3.Fungsi Negara dan Tipe-tipe Negara
                 Hal yang dimaksud fungsi negara adalah tugas daripada organisasi negara untuk di mana negara itu diadakan. Mengenai fungsi negara ini ada bermacam-macam pendapat, seperti Montesquieu, Van Vallenhoven, dan Goodnow. Negara terlepas dari ideologinya itu menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang mutlak perlu, yaitu sebagai berikut.
1
Melaksanakan penertiban
Negara dalam mencapai tujuan bersama dan untuk mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat harus melaksanakan penertiban. Jadi, dalam hal ini negara bertindak sebagai stabilitator.
2
Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Setiap negara selalu berusaha untuk mempertinggi kehidupan rakyatnya dan mengusahakan supaya kemakmuran dapat dinikmati oleh masyarakatnya secara adil dan merata.
3
Pertahanan
Pertahanan negara merupakan soal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu negara. Untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar diperlukan pertahanan maka dari itu negara perlu dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4
Menegakkan keadilan
Keadilan bukanlah suatu status melainkan merupakan suatu proses. Keadilan dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan.
Tipe negara dibagi menjadi dua golongan, yaitu tipe negara menurut sejarahnya dan tipe negara ditinjau dari sisi hukum.
Tipe negara menurut sejarahnya, dibagi menjadi berikut ini.
1. Tipe negara Timur Purba.
2. Tipe negara Yunani Kuno/Purba.
3. Tipe negara Romawi Kuno/Purba.
4. Tipe negara abad pertengahan.
5. Tipe negara modern.
Sedangkan tipe negara ditinjau dari sisi hukum dibedakan menjadi berikut ini.
1. Tipe negara Polisi (Polizei Staat)
2. Tipe negara hukum, yang dibagi 3 macam, yaitu sebagai berikut.
a. Tipe negara hukum liberal.
b. Tipe negara hukum formil.
c. Tipe negara hukum materiel.
3. Tipe negara Kemakmuran


Konsep Negara
             Konsep merupakan kemponen terpenting untuk tercapainya suatu teori. Konsep lahir dalam pikiran (mind) manusia sehingga bersifat abstak.
Berikut ini akan diuraikan sejumlah konsep negara dari para ilmuan, filosof, dan teolog tempo dulu.
1.  Organisasi kebiasaan bersama (public good)
Socrates (469-399 S.M.)
Socrates menjedi kiblat pemikiran karena sering di sebut olah plato dalam karya-karyanya. Ada pun pemikiran socrates tentang negara adalah bahwa negara bukanlah organisasi yang dapat dibuat oleh manusia untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi merupakan jalan susunan objektif berdasarkan pada hakikat manusia sehingga bertugas menjalankan peraturan-peraturan yang objektif mengandung keadilan dan kebaikan umum, tidak hanya melayani kebutuhan penguasa yang berganti-ganti orangnya.
Plato (429-347 S.M.)
Plato adalah murid setia socrates yng banyak memperoleh tradisi keilmuan filsafat gurunya. Sebagai pemikir reputasi plato barangkali melebihi reputasi gurunya.
Reputasi pemikiran Plato dapat diketahui dari hasil karyanya yaitu :
-          Politeia ( Negara)
-          Politicos ( ahli Negara)
-          Nomea (undang-undang)
Menurut Plato Negara itu adalah merupakan lembaga atau organisasi yang mementingkan kebajikan (pengetahuan) umum atau kebaikan bersama.
Aristoteles (384-322 S M)
Walaupun Aristoteles merupakan murid dari Plato tapi dalam pemikirannya mengenai Negara sangatlah berbeda. Aristoteles membahas konsep-konsep dasar ilmu politik, melalui asal mula Negara, Negara ideal, warga Negara ideal, pembagian kekuasaan politik, keadilan dan kedaulatan, dan lain sebagainya. Aristoteles mengatakn bahwa Negara adalah lembaga politik yang paling berdaulat meskipun bukan berarti Negara tidak memiliki batas kekuasaan. Negara memiliki kekuasaan tertinggi hanya karena ia merupakan lembaga politik yang memiliki tujuan yang paling tinggi dan mulia. Tujuan dibentuknya Negara adalah yejahtrakan seluruh warga Negara, atau hamper sama dengan tujuan hidup manusia. Ini artinya, Negara merupalan organisasi politik yang bertujuan menggapai kebahagiaan bersama, berbentuk kebahagiaan dengan jumlah yang besar dengan itu kebahagiaan individu akan tercapai dengan tersendirinya.

2. Organisasi teokrasi
Santo Agustinus
Pemikiran Agustinus tentang Negara, pertama Negara terdiri dari dua bentuk  yaitu : Negara Tuhan dan Negara Iblis atau Negara keduniawian.
Dalam Negara tuhan (the city of Good daalm bhs inggris) terdapat kejujuran, keadilan, keluhuran, dan kesejatraan. Sedangkan Negara Iblis (civitas terena (yunani) ) diliputi nafsu, penghianatan, kemaksiatan, kejahatan, dan kebobrokan. Dalam Negara Tuhan tidak dikenal kekuasaan politik, yang ada hanyalah kepatuhan terhadap Tuhan sebagai implpomentasi langsung dari kedaulatan Tuhan. Keadilan adalah nilai fundamental dalam Negara Tuhan.
Negara Tuhan ditandain oleh Imam, ketaatan, dan kasih Tuhan, menjunjung tinggi nilai moralitas terpuji seperti : kejujuran, keadialan, keluhuran budi, keindahan dan lain-lain. Negara tuhan diciptakan sebelum adanya manusia, bahkan telah ada sebelum semesta diciptakan.

Ibn Abu Rabi
Berdasarkn interprensi terhadap pemikiran dan gagasan Ibn Abu Rabi mengenai proses terbentuknya Negara, cara pemilihan kepala Negara, dan pemberhentian kepala Negara. Disini dijelaskan bahwa manusia adalah jenis mahluk yang saling memerlukan satu sama lainnya untuk mencapai segala kebutuhannya. Keinginan mencukupi kebutuhan agar bertahan hidup, dan untuk memperolehnya diperlukan kerjasama, mendorong mereka berkumpul disuatu tempat, agar mereka bisa saling menolong dan memberi. Proses inilah yang menyebabkan terbentuknya kota-kota dan ahirnya menjadi Negara.
Untuk mendirikan Negara diperlukan 5 unsur dan dandi yaitu :
1.      wilayah yang terdiri dari sumberdaya alam seperti air bersih, tanah yang subur, tempat mata pencarian, terhindar dari serangan musuh, jalan-jalan raya, tempat shalat ditengah kota, pagar yang menelilingi kota dan pasar-pasar.
2.      Raja atau penguasa sebagai pengeloela Negara yang akan menyelenggarakan urusan Negara dan rakyat. Penguasa bertugas melindungi rakyatnya dari tindakan aniaya dan kejahatan yang tibul dari mereka sendiri dan dari luar.
3.      Rakyat, dibagi dalam tujuh kelompok yaitu :
1.      Orang-orang zuhud, yaitu kelompok rakyat atau masyarakat yang lebih mementingkan ibadah,
2.      hukama 9 golongan candikiawan), yaitu mereka yang mengambil profesi sebagai ilmuan di bidang ilmu pengetahuan umum,
3.      ulama, yaitu mereka yang berpengetahuan agama,
4.      keluarga raja,
5.      mil;iter sebagai pengawal Negara,
6.      para pedagang,
7.      penduduk desa.
4.      keadilan, merupakan unsur yang penting dari suatu Negara. Keadilan merupakan hukum Allah di muka bumi dan mencakup pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
5.      pengelolaan Negara, penjelmaan dan perwujudan hubungan kuat antara raja dan massa rakyat, raja tidak mungkin mampu sendirian mengelola urusan kerajaan. Ia membutuhkan orang-orang untuk membantunya, seperti menteri yang berkemampuan dan berpengalamamn, sekretaris yang arif bijaksana, qadi yang warak, hakim yang adil, pegawai yang professional, harta yang banyak, militer yang kuat, dan candikiawan yang berpengalaman.


Al-Ghazali (1058-1111 M.)
Menurut Al-Ghazali manusia adalah mahluk sosial. Manusia diciptakan oleh Allah tidak bisa hidup sendiri, ia butuh berkumpul bersama yang lain dengan mahluk sejenisnya. Ada dua factor yang membuat manusia tidak bisa hiidup sendiri yaitu:
1.      Faktor kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan hidup  manusia. Hal itu hanya mungkin melalui pergaulan antara laki-laki dan perempuan serta keluarga.
2.      Faktor saling membantu dalam penyediaan bahan makanan, pakian, dan pendidikan anak.
          Bagi Al-Ghazali dunia adalah ladang untuk mengumpulkan perbekalan bagi kehidupan di ahirat nanti, dunia ialah wahana untuk mencari rida Tuhan bagi mereka yang menganggap sebagai wahana serta jabatan, dan bukan tempat tinggal tetap dan terakhir. Sedangkan pemanfaatan dunia untuk tujuan ukarawi itu hanya mungkin kalau terdapat ketertiban, keamanan, dan kesejahtraan yang merata didunia. Kewajiban mengangkat seorang kepala Negara atau pemimpin Negara tidak berdasarkan rasio, tetapi berdasarkan keharusan agama. Hal ini disebabkan persiapan untuk kesejahtraan ukhrawi harus dilakukan melalui pengalaman dan penghayatan ajaran agama secara benar. Hal itu baru nyata dalam suatu dunia yang tertib, aman, dan tentram. Untuk itu, diperlukan pemimpin atau kepala Negara yang ditaati. Dalam hal ini Al-Ghazali menganalogikan agama dan raja sebagai dua anak kembar. Agama adalah suatu pendasi, sedangkan raja adalah penjaganya. Sesuatu tanpa pondasi akan mudah runtuh dan suatu pondasi tanpa penjaga akan hilang. Keberadaan
                Dalam memenuhi berbagai kehidupan rakyat, seperti keamanan, ketertiban, dan kesejahtraan, Negara memerlukan sejumlah unsur yang menjamin tegaknya Negara, yaitu pertanian, untuk menghasilkan bahan makanan; pengembalaan, untuk menghasilkan binatang ternak, perburuan dan pertambangan, untuk menghasilkan binatang buruan dan barabg tambang yang tersimpan di dalam perut bumi, pemintalan untuk menghasilkan pakaian; pembangunan, untuk menghasilkan tempat tinggal, politik yang berkaitan dengan pengelolaan Negara, pengaturan kerja sama antar warga Negara untuk menjamin kepentingan bersama.
                Dalam bidang politik Negara memerlukan pertama ahli pengukur tanah, untuk mengetahui ukutan tanah milik rakyat dan pembagian secara adil, kedua, militer untuk memelihara keamanan dan pertahanan Negara; ketiga, kehakiman untuk menyelesaikan perselisihan dan pertikaian antara warga Negara; keempat, hukum, yakni undang-undang yang memelihara moral yang harus mereka patuhi agar tidak terjadi perselisihan dan pelanggaran hak.
              Kekuasaan kepala Negara sultan atau raja tidak datang atau berasal dari rakyat, tetapi dari Allah, yang diberikan hanya kepada sejumlah kecil hamba pilihan oleh karena itu kekuasaaan kepada Negara adalah suci (muqaddas), juga sebagai bayangan dari Allah di muka bumi.
Syarat untuk menjadi kepala Negara adalah :
1.      Dewasa atau aqil balik
2.      Otak yang sehat
3.      Merdeka dan bukan budak
4.      Laki-laki
5.      Keturunan quraisy
6.      Pendengaran dan pengelihatah yang sehat
7.      Kekuasaan yang nyata
8.      Hidayah
9.      Ilmu pengetahuan
10.  wara (kehiidupan yang bersih degan kemampuan mengendalikan diri, tidak berbuat hal-hal yang bterlarang dan tercela.

3. Organisasi Kekuasaan
Niccolo Machiavelli (1469-1527 M)
Pemikiran Machiavelli mengenai hubungan Negara sebagai organisasi kekuasaan yaitu :
1.      kekuasaan dan Negara hendaknya dipisahkan dari moralitas dan Tuhan
2.      kekuasaan sebagai tujuan, bukan instrunen untuk mempertahankan nilai-nilai moralitas dan agama
3.      penguasan yang baik harus mengejar kejayaan dan kekayaan karena keduanya merupakan nasib mujur yang dimiliki oleh penguasa
4.      kekuasaan merupakan raison d,entre Negara. Negara merupakan simbolis kekuasaan politik tertinggi yang bersipat mencakup bersama.
5.      dalam mempertahankan kekuasaan setelah merebutnya dibagi menjadi dua yaitu :
-          memusnahkan, membumianguskan seluruh Negara, dan membunuh seluruh  keluarga penguasa lama.
-          Melakukan kolonisasi dan menjalin baik dengan Negara tetangga dekat
6.      kekuasaan yang didapat secara keji dan jahat bukan merupakan nasib baik. Jika ia melakukan kekejamann hendaknya mengiringinya dengan tindakan simpati, kasi sayang kepada rakyat, dan menciptakan kebergantungan rakyat kepadanya untuk menghindari pembrontakan.
7.      seorang penguasa perlu mempelajari sifat yang terpuji maupun yang tidak terpuji. Ia harus berani melakukan tindakan yang kejam, bengis, kikir, dan khianat asalkan baik bagi Negara dan kekuasaan. Untuk mencapai tujuan, cara apapun dapat dilakukan. Penguasa tidak perlu takut untuk dicintai asalkan ia tidak di bencu rakyat.
8.      penguasa Negara dapat menggunakan cara binatang dalam menghadapi lawan-lawan politiknya. Seorang penguasa dapat mencontoh peringai singa yang menggretak di suatu saat dan perangai ruba yang tidak bisa dijebak di saat lain.
9.      sseorng penguasa yang mempunyai sikap yang jelas apakah sembagai musuh atau kawan akan lebih dihargai daripada bersikap netral.

Thomas Hobbes 91588-1645 M.)
Hobbes mengibaratkan Negara sebagai leviathan, yaitu sejenis moster yang ganas, menakutkan dan bengis yang terdapat dalam kisah perjanjian lama. Pertama  asumsi Hobbes adalah :
1.      manusia cendrung mempunyai insting hewani yang kuat;
2.     untuk mencapai tujuannya, manusia cendrung menggunakan instinghewaninya (leviathan);
3.      manusia akan menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
4.      semua manusia akan berperang melawan semua (bellum omnium contra omnes); dalam keadaan alamiah manusia sering membunuh, sesuatu yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh manusia;
5.      nalar manusia untuk berdamai.

Kedua Kontrak Sosial,
            Bahwa terbentuknya suatu Negara atau kedaulatan pada hakekatnya merupakan sebuah kontrak atau perjanjian sosial. Hanya saja perjanjian itu bukan antara individu atau antara manusia dengan Negara, melainkan antarindividu saja. Oleh karena itu, Negara berdiri bebas dan tidak terikat oleh perjanjian. Negara berada diatas individu. Negara bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya, terlepas apakan sesuai atau tidak dengan kehendak individu.

Ketiga asumsi Negara dan kekuasaan.
Negara perlu kekuatan mutlak untuk mengatur individu atau manusia. Oleh karena itu, bentuk Negara yang monarki absolut adalah yang terbaik dan niscaya. Untuk menjunjung kekuasaannya, seorang penguasa monarki memiliki hak-hak istimewa. Di antaranya, hak menetapakan seorang pengganti, kelak jika sang penguasa beralangan atau meninggal dunia. Penguasa boleh menunjuk seseorang untuk menjadi penguasa yang berasal dari kalangan mana pun termasuk anggota keluarganya sendiri, yang penting adalah apakah penguasa penggantinyaitu melakukan kewajibannya sebagai penguasa atau tidak.

4.Organisasi Hukum
Thomas Aquineas (1226-1274 M.)
Kekuasaan dan Negara menurut Thomas tidak terlepas dari huum kodrat atau hukum alam. Hukum abadi adalah kebijaksanaan dan akal budi abadi Tuhan. Bertitik tolak  dari hukum kodrat tersebut, Thomas berpendapat bahwa eksitensi Negara bersumber dari sifat alamiah manusia. Salah satu sifat alamiah manusia adalah wataknya yang bersifat sosial dan politis.hukum kodrat ialah yang mendasari prilaku dan aspirasi manusia membentuk Negara. Beberapa argument mengapa manusia membutuhkan Negara :
1.      manusia adalah bagian integral dari alami. Karena itu manusia tidak hanya bergantung dan membutuhkan manusia lain, melainkan berbagai subtansi alam-hewan, tumbuhan, mineral, lautan, udara, dan lain-lain.yang berada diatas bumu ini.
2.      sisi lain watak alamiah manusia adalah manusia bertindak sesuai dengan intelegensinya karena manusia adalah mahluk yang berpikir.
3.      seorang manusia sederajat dengan manusia lainnya. Posisi derajat itu diterima manusia sejak pertama kalinya manusia dilahirkan ke dunia.


John Locke (1632-1704 M.)
            John Locke percaya bahwa akal senantiasa membuat manusia berperilaku rasional dan tidak merugikan orang lain. Ini karena akal budi merupakan hukum yang memiliki sifai-sifat sebagai “suara Tuhan”.
           Prinsip pemikiran Locke yaitu :
1.manusia memiliki kemampuan yang sama untuk mengetahui hukum moral
2. percaya dalam kompetisi kebajikan merupakan gagasan yang radikal.
Dua macam perjanjian tentang penegakan HAM dan kekuasaan hukum masyarakat yaitu : pactum unions dan pactum subjektionis. Pada tahap pertama diadakan pactum unions yaitu prjanjin antarindinidu untuk membentuk bodypolitik yaitu Negara. Kemudian, pada bagian keduan para individu yang membentuk body politik bersama-sama menyerahkan hak untuk mempertahankan kehidupan dan hak untuk menghukum yang bersumber dari hukum alam.
Jhon Locke membagi kekuasaan menjadi tiga bentuk yaitu :
1.      kekuasaan pembuat undang-undang atau kekuasaan legislatif (legislative power)
2.      kekuasaan pelaksanaan undang-undang atau kekuasaan eksekutif (executive power)
3.      kekuasaan federatif (federative power)


Montesquieu (1688-1755 M.)
Montesquieu terkenal dengan karya-karyanya, salah satunay adalah menjadi penyebab kehanycuran bangsa, yaitu 1) kebijakan konstutisional pokok pemerintahan yang silih berganti, dan 2) semamngat rakyat untuk melakukan perubahan.
Karyanya yang paling menonjol juga adalah semangat hukum. Dalam bukunya ini banyak memberikan barbagai alternatif politik yang masuk akal. Seperti halnya buku teori tentang politik, teori buku ini mempunyai tiga tujuan, antara lain filosofis, histories, dan polemik. Tujuan filosofis buku ini adalah  pemikiran Montesquieu dalam karya ini adalah :
1.      Hukum dan bentuk pemerintahan yang ditentukan oleh banyaknya orang yang berkuasa dan prinsip nilai yang digunakan. Pemerintah dibagi menjadi tiga yaitu : republik, monarki, dan despotis.republik biasanya berupa demokrasi, atau aristokrasi.
2.     kondisi diatas mempengaruhi gagasan tentang trias politica yang memisakkan kekuasaan Negara dalam tiga bentuk kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Ide ini muncul karena demi terjaminnya kebebasan politik rakyat, perlu diadakan pemisahan kekuasaan Negara. Ini bertujuan membatasi kekuasaan raja dan menghindari kekuasaan mutlak yang sewenang-wenang.
3.      Dua factor utama yang membentuk watak masyarakat, yaitu secara geografis yang mengkibatkan munculnya mental tertentu. Factor moral juga berpengaruh penting terhadap agama, hukum, kebiasaan,
4.      Masalah undang-undang ekonomi, yang ia khususkan pada perniagaan, memperbaiki sekaligus merusak tata karma dan nilai moral. Selain itu, ada hubungan antara perdagangan dan pemerintah. Bahkan kemiskinan diklasifikasikan dalam dua hal ; karena kekejaman pemerintah dan karena diri sendiri yang menganggap bahwa kemiskinan merupakan bagian kebebasan mereka.
5.     Organisasi Kedaulatan Rakyat

Al-mawardi (975-1059 M.)
          Manusia menurut mawardi adalah mahluk lemah dan paling banyak kebutuhannya. Untuk itu manusia memerlukan kerja sama. Allah menciptakan manusia dengan keadaan lemah dan paling banyak kebutuhan, menurut mawardi, bertujuan membuat mereka sadar bahwa Dia adalah pencipta dan pemberi rezeki. Dan yang terpenting dari semua itu adalah agar manusia tidak sombong dan tekabur. Namun begitu Allah tidak pernah membiarkan manusia menjadfi lemah Dia membimbing manusia untuk mendaapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Kelemahan manusia yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebuthan hidupnya sendiri, dan adanya keragaman dan perbedaan bakat, pembawaan, serta kemampuan, semua itu mendorong manusia untuk bersatu dan saling membantu, dan akhirnya sepakat untuk mendirikan Negara.
Menurut mawardi, dari segi politik, Negara itu memerlukan enam sandi utama, yaitu :
1.      Agama yang dihayati,
2.      Penguasa yang berwibawa,
3.      Keadilan yang menyeluruh,
4.      Keamanan yang merata,
5.      Kesuburan tanah yang berkesinambungan,
6.      Harapan keberlangsungan hidup.
Mawardi berpandangan bahwa kepala Negara dibentuk untuk menggantikan fungsi kenabian guna memelihara agama dan memgatur dunia. Ini artinya seorng kepala Negara adalah pemimpin agama di satu pihak dan pemimpin politik di pihak lain.
Untuk mengangkat kepala Negara terdapat beberapa cara. Salah satunya adalah cara pemilihan oleh mereka yang berwenang mengikat dan melepas, yaitu para ulama, candikiawan, dan pemunka masyarakat. Tugas terpenting anggota lembaga pemilih adalah mengadakan penilaian lebih dahulu terhadap kandidat kepala Negara apakah dia memenuhi persyaratan. Jika memenuhu persyaratan, si kandidat diminta kesediaannya lalu ditetapkan sebagai kepala Negara dengan ijtihad atas dasar rida dan pemilihan yang diikuti dengan pembaitan.
Dalam pembaitan tidak ada paksaan. Rakyat yang telah membait harus menaatinya. Namun bila ada diantara pemilih yang tidak stuju kepada kepala Negara terpilih, karena pengangkatannya atas dasar persetujuan dan tujuan  pemilihan, jabatan kepala Negara harus diserahkan kepada orang yang dipandang lebih berhak memegang jabatan terhormat itu. Pengangkatan kepala Negara merupakan persetujuan kedua belah pihak, antara pemilih dan yang dipilihsebagai suatu hubungan dua pihak dalam mengadakan perjanjian atas dasar
sukarela. Kesekwensinya, kedua belah pihak mempunyai kewajiban dan hak secara timbale balik.

J.J Rousseau (1712-1778 M.)
Negara adalah sebuah produk perjanjian sosial. Individu-individu dalam masyarakat sepakat untuk menyerahkan sebnagian hak, kebebasan, dan kekuasaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama.
Negara berdaulat karena karena adanya mandat dari rakyat. Negara diberi mandat oleh rakyat untuk mengatur, mengayomi, dan menjaga keamanan maupun harta benda mereka. Kedaulatan negara akan tetap absah selama negara tetap menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan kehendak rakyat. Negara harus selalu berusaha mewujudkan kehendak umum dari segi ini, konsep negara berdasarkan kontrak sosial merupakan antitensi terhadap hak-hak ketuhanan, raja dan kekuasaan negara.


6. Organisasi Integralistik
George F. Hegel (1770-1831 M.)
Hegel berpendapat bahwa negara bersifat unik karena ia memiliki logika, nalar, sistem berpikir, dan berperilaku tersendiri yang berbeda dengan organ politik apa pun. Karena itu bisa saja umpamanya negara menegasi kebebasan atau kemerdekaan individu dengan asumsi bahwa individu tidak memiliki makna dalam totalitas negara. Ia harus labur dalam kesatuan negara. Dalam persefektip semacam ini, individu tidak mungkin bisa menjadi kekuatan oposisi berhadapan dengan negara.
Negara juga bertujuan untuk memberikan kebebasan yang sempurna kepada manusia. Manusia sebagai individu, terkatung-katung dan diperbudak oleh nalirinya. Dengan dmikian, maka hidup akan tercipta jika individu menyerahkan diri kpada negara.

Prof. Soepomo
Negara integralistik didasarkan pada premis bahwa kwhidupan kebengsaan dan kenegaraan terpatri dalam suatu totalitas. Negara tidak boleh berpihak pada kelompok tertentu atau mayoritas dan menindas kolompok yang lemah dan minoritas, apalagi hanya membela kepentingan segelinir orang. Tidak ada diskriminasi sedikit pun dala bentuk apa pun dalam kehidupan bernegara.
Dua model negaran integralistik yaitu : Negara Dai Noippon  ( jepang), dan Negara Nazi Jerman. Keduanya dinilai memiliki corak ketimiran yng cocok dengan kondisi Indonesia.
Konsep negara dapat ditarik dalam empat persepetif atau sudut pandang utama yaitu :
1.       Sudut pandang politis. Titik tolak pandangan ini adalah kekuasaan. Artinya, negara dilihat sebagai organisasi kekuasaan. Operasional konsep kekuasaan adalah kemungkinan untuk melaksanakan kehendak sendiri dalam kerangkan suatu hubungan sosial.
2.      Sudut pandang sosiologi. Titik tolak pandangan ini adalah masyarakat. Negara dipahami sebagai organisasi tertinggi yang dipengruhi kuat oleh keberadaan masyarakat. Operasional konsep masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
3.       sudut pandang yuridis. Titik tolak pandangan ini adalah hukum. negara diartikan sebagai bagian dari tata hukum dan organisasi besar yang harus tunduk pada hukum. Oprasional konsep hukum adalah segala peraturan yang dibuat untuk mengatur tatatertib kehidupan bersama.
4.       Sudut pandang religi. Titik tolak pandangan ini adalah agama atau Tuhan. Artinya negara dinyatakan sebagai fasilitas atau tempat bersemayam Tuhan di bumi. Dalam konsep operasional agama dimaksudkan sebagai sesuatu kepercayaan yang dianut olae umat manusia untuk menemukan hakikat hidup dan hubungan denagn Tuhan


KONSEP NEGARA DALAM EMPAT PERSEPEKTIF UTAMA
No.
Perspektif
Titik tolak
Oprasional konsep
1.
Politis
Kekuasaan: Negara sebagai organisasi kekuasaan
Kemungkinan untuk melaksanakan kehendak sendiori dalam kerangka suatu hubungan sosial
2.
Sosiologis
Masyarakat: Negara sebagai kenyataan masyarakat
Sejarah manusia dalam arti selua-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
3.
Yuridis
Hukum: negara sebagai organisasi hukum
Segala peraturan yang di buat untuk mengatur tata tertib kehidupan manusia.
4.
Religis
Tuhan: Negara sebagai implementasi kedaulatan Tuhan di bumi.
Suatu kepercayaan yang dianut oleh umat manusia untuk menemukan hakekat hidup dan hubungannya dengan Tuhan.

Daftar Pustaka
Achmad Sanusi,.(1998 ), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung :PPS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan,Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Filsafat_Ilmu, members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm.
Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan.
Mantiq, media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.
Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988 ), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insa


»»  Baca Selengkapnya...