Selasa, 14 Mei 2013

PERANAN ADAT ISTIADAT DALAM MEMPERKUAT OTONOMI DESA


Oleh; Turiman Fachturahman Nur
                                                                 HP 08125695414
                                                Email; qitriaincenter@yahoo.co.id
           Blogs di Google:  RAJAWALI GARUDA PANCASILA
1.      Apa pengertian adat istiadat ? Jawaban atas pertanyaan ini menjadi penting, karena untuk menyatukan kesepahaman. Jika kita mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007, Pasal 1 angka 5 memberikan batasan sebagai berikut: Adat istiadat adalah serangkaian tingkah laku yang terlembaga dan mentradisi dalam masyarakat yang berfungsi mewujudkan nilai sosial budaya ke dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Berdasarkan teks norma hukum dalam PERMENDAGRI nomor 52 tahun 2007 pada pasal 1 angka 5 di atas, maka ada tiga kata kunci, yakni (1) terlembaga, (2) mentradisi (3) berfungsi mewujudkan nilai sosial budaya ke dalam  kehidupan sehari- hari. Ketiga kata kunci tersebut berkaitan dengan nilai sosial budaya dan adanya pranata.
3.      PERMENDAGRI Nomor 52 Tahun 2007 memberikan batasan tentang kedua konsep yaitu nilai sosial dan pranata, yaitu Nilai Sosial Budaya adalah konsepsi idealis tentang baik buruk dan benar alah mengenai hakikat hidup manusia dalam lingkup hubungan manusia dengan pencipta, sesama manusia, alam, dimensi ruang dan waktu dan dalam memaknai hasil karya mereka. Pranata adalah aturan-aturan yang dibakukan oleh masyarakat atau suatu lembaga sehingga mengikat bagi masyarakat dan anggotanya. (Pasal 1 angka 6 dan 7)
4.      Nilai Sosial Budaya dan Pranata itulah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan, berkaitan dengan ini PERMENDAGRI Nomor 52 Tahun 2007 memberikan batasan terhadap apa yang dimaksud dengan pelestarian dan pengembangan, yakni Pelestarian adalah upaya untuk menjaga dan memelihara adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama nilai-nilai etika, moral, dan adab yang merupakan inti dari adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, dan lembaga adat agar keberadaannya tetap terjaga dan berlanjut. Sedangkan Pengembangan adalah upaya yang terencana, terpadu, dan terarah agar adat  istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dapat berkembng mengikuti perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang sedang berlangsung.
5.  Pertanyaannya adalah apa dan maksud tujuan pemerintah untuk melestarikan dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat ? Pasal 2 ayat (1) Pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dimaksudkan untuk memperkokoh jati diri individu dan masyarakat dalam mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Ayat (2) Pelestarian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mendukung pengembangan budaya nasional dalam mencapai peningkatan kualitas ketahanan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6.   Pada konteks Pasal 2 PERMENDAGRI No 52 Tahun 2007 inilah adanya korelasi antara pelestarian adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dengan negara, dalam hal ini mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
7. Jika demikian maksud dari Pemerintah, tentunya dibutuhkan sebuah konsep pemberdayaan masyarakat, namun perlu dipahami bersama, PERMENDAGRI Nomor 52 Tahun 2007 memberikan batasan apa yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat, yaitu : Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (pasal 1 angka 9)
8.   Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana konsep pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya persepsi pemerintah ? Pasal 3 PERMENDAGRI Nomor 52 Tahun 2007 menyatakan, bahwa Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat dilakukan dengan : a. konsep dasar; program dasar; dan strategi pelaksanaan.
9.      Apa yang dimaksud dengan konsep dasar Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya ? Pasal 4 PERMENDAGRI Nomor 52 Tahun 2007 menyatakan , bahwa konsep dasar meliputi : a. pengakomodasian keanekaragaman lokal untuk memperkokoh kebudayaan nasional; b. penciptaan stabilitas nasional, di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama maupun pertahanan dan keamanan nasional; c. menjaga, melindungi dan membina adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; d. penumbuhkembangan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan; e. partisipasi, kreatifitas, dan kemandirian masyarakat; f. media menumbuhkembangkan modal sosial; dan g terbentuknya komitmen dan kepedulian masyarakat yang menjunjung tinggi nilai sosial budaya.
10.  Untuk melaksanakan konsep dasar tersebut, maka dilaksanakan dengan program dasar, dimaksud meliputi : a. penguatan kelembagaan; b peningkatan sumber daya manusia; dan pemantapan ketatalaksanaan. (Pasal 5 PERMENGRI Nomor 52 Tahun 2007
11.  Berkaitan dengan penguatan kelembagaan, hal-hal apa yang dilakukan ? Penguatan kelembagaan meliputi: a. perencanaan;, b. pengorganisasian; c administrasi dan operasional; dan d pengawasan. (pasal 5 ayat (2)
12.  Berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia hal-hal apa yang harus dilakukan ? Pasal 5 ayat (3) PERMENGRI Nomor 52 Tahun 2007 menyatakan. Bahwa Peningkatan Sumber Daya Manusia dilaksanakan melalui : a. fasilitasi secara berjenjang kepada aparatur di daerah; b. pengembangan kapasitas aparatur pusat dan daerah dalam penyusunan program dan kebijakan berbasis budaya masyarakat; c. sosialiasi program dan kebijakan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat kepada aparat pemerintah pusat dan daerah; dan d. internalisasi program dan kebijakan berbasis budaya masyarakat kepada aparat pemerintah pusat dan daerah.
13Kemudian hal  apa yang berkaitan  dengan program dasar pemantapan ketatalaksanaan ? Pasal 5 ayat (4) menyatakan yakni Pemantapan ketatalaksanaan dilaksanakan melalui pengembangan : a. metode peningkatan kapasitas kelembagaan, sumber daya manusia dan tatalaksana pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; b prosedur dalam pelaksanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat; dan c. mekanisme koordinasi dalam pelaksanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat
14.Bagaimana strategi pelaksanaan dalam pelestarian adat istiadat dan nilai sosial budaya? meliputi:
a.  identifikasi nilai-nilai budaya yang masih hidup dan potensial untuk dilestarikan dan dikembangkan;
b.        penyusunan langkah-langkah priorits;
c.         pengkajian pranata sosial yang masih ada, diakui dan diterima oleh masyarakat;
d.        pelembagaan forum-forum aktualisasi adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dalam even-even strategis daerah dan masyarakat;
e.         pengembangan/pembentukan jaringan lintas pelaku melalui penguatan kerjasama antar kelembagaan adat istiadat dimasing-masing kabupaten/kota maupun lintas daerah dan pengembangan jaringan kerjasama lintas pelaku;
f.         pengembangan model koordinasi antara pemerintah daerah dengan kelembagaan adat istiadat yang bersifat berkelanjutan;
g.        pengembngan, penyebarluasan dan pemanfaatan nilai sosial budaya masyarakat;
h.        pemeliharaan norma, nilai dan sistem sosial yang positif didalam masyarakat; dan
i.          internalisasi nilai sosial budaya esensial yang ada dan mentransformasikan menjadi nilai sosial budaya kekinian menuju terciptanya masyarakat madani
15.  Bagaimana cara pemberdayaan masyarakat desa terhadap adat istiadat dan nilai budaya ? Didalam PERMENDAGRI Nomor 52 Tahun 2007 diberikan cara, yakni dalam Pasal 7 ayat(1) Dalam rangka fasilitasi dan pembinaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dapat dibentuk Kelompok Kerja di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. (2) Untuk pelaksanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat, dapat dibentuk Satuan Tugas (Satgas) di Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
16.  Bagaimana  caranya satuan tugas Satuan Tugas (Satgas) di Kecamatan dan Desa/Kelurahan pelaksanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat, yaitu dengan memberdayakan masyarakat dilaksanakan secara koordinatif dan terpadu dengan program pemberdayaan masyarakat yang ada dengan prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas serta mencerminkan nilai-nilai budaya lokal yang ada dan berkembang di masyarakat. (pasal 8 Pemendagri No 52 Tahun 2007).
17.  Bagaimana dengan pendanaan program dasar untuk pelaksanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat ? Pasal 12 menyatakan, bahwa Pendanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat bersumber dari:
a.         Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b.        Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c.         Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
d.        Swadaya masyarakat; dan
e.         Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
18.  Bagaimana program dasar pelestarian adat istiadat dan nilai budaya sosial memperkuat Otonomi Desa ?  Otonomi desa adalah ide yang ditempelkan pada fakta bahwa desa merupakan sebuah entitas masyarakat otonom. Pertanyaan dasarnya adalah, manakah yang lebih dulu ada: masyarakat otonom ataukah otonomi desa? Guna menjawab pertanyaan sederhana ini, penting kemudian penemuan makna dasar dari kedua kata yang digunakan secara bergantian untuk konteks yang seringkali berbeda satu sama lain.  Otonomi adalah kata benda yang berasal dari kata bahasa Yunani autonomia (αὐτονομία). Kata autonomia dibentuk dari kata sifat autonomos (αὐτονόμος). Kata autonomos dibentuk dari dua kata yaitu auto (αὐτο) yang berarti sendiri, dan nomos (νόμος) yang berarti hukum atau aturan. Dengan demikian, maka autonomos atau otonom memiliki makna berhukum sendiri atau mempunyai aturan sendiri. Otonom berarti suatu kondisi dimana kemerdekaan dan kebebasan hadir sebagai identitas.
19.  Bagaimana teks hukum negara mempersepsi tentang otonomi desa ? Di dalam Penjelasan Umum UU. Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah “keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat”, yang dapat dipahami sebagai berikut:  Keanekaragaman, memiliki makna bahwa “istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, seperti Nagari, Kampung, Pekon, Lembang, Pamusungan, Huta, Bori, dan Marga. Hal ini berarti bahwa pola penyelenggaraan Pemerintahan Desa akan menghormati sistem nilai yang berlaku dalam adat-istiadat dan budaya masyarakat setempat, namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
1.        Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat, agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga Desa;
2.        Otonomi Asli, memiliki makna bahwa kewenangan Pemerintahan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat, namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan modern;
3.        Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa.
4. Pemberdayaan Masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa diabdikan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
20.  Peraturan Perundang-Undangan apa saja yang berkaitan dengan Pemerintahan Desa  ?
1.   Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa
2.   Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa/Kelurahan
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 34 Tahun 2007 Tentang Pedoman Administrasi Kelurahan dan Lampirannya
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 35 Tahun 2007 Tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
10Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Kerjasama Desa
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pasar Desa
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Pembangunan  Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 32 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil
17Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 67 Tahun 2007 Tentang Pendataan Program Pembangunan Desa/Kelurahan
19.Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil.
21. Apa yang  dimaksud dengan desa? Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia  (Pasal 1 angka 5 PP No 72 Tahun 2005 Tentang Desa)
22. Apa yang  dimaksud dengan pemerintahan desa dan pemerintah desa? Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 angka  6 PP No 72 Tahun 2005) Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. . (Pasal 1 angka  7 PP No 72 Tahun 2005)
23.Apa yang  dimaksud dengan Badan Permusyawartan desa Dan lembaga kemasyarakatan ?
       Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. . (Pasal 1 angka  8 PP No 72 Tahun 2005)
       Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. . (Pasal 1 angka  9 PP No 72 Tahun 2005)
24. Apa hakekat desentralisasi Desa ?
       Desentralisasi Desa Pada Hakekatnya adalah Untuk Membangun Otonomi Desa
Pertama, secara substantif, otonomi desa adalah kemandirian desa dihadapan pemerintah supradesa, yaitu kemandirian mengelola pemerintahan sendiri yang berbasis masyarakat (self governing community), mengambil keputusan sendiri dan mengelola sumberdaya lokal berbasis masyarakat.
Kedua, membuat struktur pemerintah secara non-hierarkis, sehingga menghilangkan self-governing community.
Ketiga, memastikan kebijakan dan tindakan subsidiarity kepad desa. Subsidiarity dipahami sbg lokalisasi pengambilan keputusan dan penggunaan kewenangan oleh struktur dilevel bawah.
Membawa desentralisasi fiskal sampai ke desa yang dijamin secara tegas melalui UU dan PP.
         25.Bagaimana secara konsep  hukum kewenangan desa?
     Kewenangan generik, sering disebut hak atau kewenangan asal-usul yang melekat pada desa sebagai satu kesatuan masyarakat hukum (self governing community).
     Kewenangan Devolutif, yaitu kewenangan yang melekat kepada desa karena posisinya ditegaskan sebagai pemerintahan lokal (local self government).
     Kewenangan distributif, yaitu kewenangan bidang pemerintahan yang dibagi oleh pemerintah kepada desa.
     Kewenangan negatif, yaitu kewenangan desa menolak tugas pembantuan dari pemerintah jika tdk disertai pendukungnya atau tugas tsb tidak sesuai dengan kondisi masyarakat setempat
        26. Apa Kewenangan Desa ?
 BAB III KEWENANGAN DESA
            Pasal 7
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a.urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
b.urusan    pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c.tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d.urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-­undangan diserahkan kepada desa.
 
Pasal 8
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat

         27.    Apa saja yang berkaitan dengan keuangan desa?

Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota.(Pasal 1 angka  11 PP No 72 Tahun 2005)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. (Pasal 1 angka  12 PP No 72 Tahun 2005)
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. (Pasal 1 angka  14 PP No 72 Tahun 2005)


         28.    Apa dasar hukum ADD ?
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI  NOMOR 37 TAHUN 2007  TENTANG  PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BAB IX PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA Pasal 18 Alokasi Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen).
         29     Apa Tujuan ADD ?
Pasal 19  Permendagri No 37 Tahun 2007 :
Tujuan Alokasi Dana Desa adalah:
a.    Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
b.    Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat;
c.    Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan;
d.    Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial;
e.    Meningkatkan ketrentaman dan ketertiban masyarakat;
 f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
g.    Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;
h.    Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).

         30.  Bagaimana Pengelolaan Alokasi Dana Desa ?
                Pasal 20 Permendagri No 37 Tahun 2007
(1)c Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa.
(2)   Rumus yang dipergunakan dalam Alokasi Dana Desa adalah:
a. Azas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa yang sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM).
b.   Azas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu, (misalnya Kemiskinan, Keterjangkauan, Pendidikan Dasar, Kesehatan dll), selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
(3)   Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, adalah besarnya ADDM adalah 60% ( enampuluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empatpuluh persen) dari jumlah ADD.

         31  Bagaimana Mekanisme Penyaluran dan Pencairan ADD? 
Pasal 21 Permendagri No 37 Tahun 2007
(1)     Alokasi Dana Desa dalam APBD Kabupaten/Kota dianggarkan pada bagian Pemerintahan Desa;
(2)     Pemerintah Desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala Desa;
(3)     Kepala Desa mengajukan permohonan penyaluran Alokasi Dana Desa kepada Bupati c.q Kepala Bagian Pemerintahan Desa Setda Kabupaten melalui Camat setelah dilakukan verifikasi oleh Tim Pendamping Kecamatan;
(4)     Bagian Pemerintahan Desa pada Setda Kabupaten akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten atau Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD);
(5)     Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKAD akan menyalurkan Alokasi Dana Desa langsung dari kas Daerah ke rekening Desa;
(6)     Mekanisme Pencairan Alokasi Dana Desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupatenjkota.
 32  Bagaimana mensinergikan peranan adat istiadat dengan program dasar pemberdayaan masyarakat desa ?
Saat ini pembangunan tidak lagi berpusat pada pemerintah, tetapi lebih terpusat pada masyarakat. Dan diharapkan mampu menciptakan kemampuan bagi masyarakat untuk membangun diri mereka sendiri melalui Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDL). PSDL merupakan mekanisme perencanaan people centered development yang menekankan pada tekhnologi social learning (proses belajar sosial) dan strategi perumusan program yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengaktualisasikan diri mereka (empowerment) (Tjokroaminoto, 1996).
     33. Bagaimana konsep pemberdayaan masyarakat desa secara akademik ?
Ada beberapa definisi mengenai konsep pemberdayaan. Menurut Ife (dalam Martono, 2011) mendefinisikan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai proses menyiapkan masyarakat dengan berbagai sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan memengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri. Kartasasmita (1995), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Intinya bahwa pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk melahirkan masyarakat yang mandiri dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang. Setiap daerah memiliki potensi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membantu meningkatkan kualitas hidup mereka dan melepaskan diri dari keterbelakangan dan ketergantungan. Masyarakat memiliki peranan penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat tersebut, karena masyarakat merupakan subyek dari pemberdayaan. Jadi pemberdayaan masyarakat tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Proses pemberdayaan tersebut bisa dilakukan melalui tiga fase, yaitu:
a.    Fase Inisiasi, bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari pemerintah dan masyarakat hanya melaksanakan apa yang direncanakan dan diinginkan oleh pemerintah dan tetap tergantung oleh pemerintah.
b.    Fase Partisipatoris, bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi rakyat.
c.    Fase Emansipatoris, proses pemberdayaan berasal dari rakyat dan untuk rakyat dengan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat (Pranaka dan Prijono, 1996).
Pemberdayaan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah. Tetapi yang menjadi subyek dari pemberdayaan adalah masyarakat. Sehingga masyarakat yang harus berperan aktif, dan mengeluarkan aspirasinya demi kelancaran proses pemberdayaan. Usaha pemberdayaan ditujukan untuk menciptakan masyarakat yang mandiri, tidak ketergantungan, dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Pemerintah sebagai fasilitator berkewajiban untuk memberikan pembelajaran dan pengetahuan bagi masyarakat untuk membangun tingkat kemandirian (Wijaya, 2010). Diharapkan masyarakat memiliki pengetahuan tentang konsep pemberdayaan dan memiliki pemikiran yang matang untuk mengembangkan usaha, serta memiliki daya saing.
Pemberdayaan masyarakat berpusat pada masyarakat, oleh sebab itu masyarakatlah yang memiliki peranan aktif dalam upaya pemberdayaan tersebut. Masyarakat memiliki wewenang dan hak untuk menentukan usaha apa yang akan dikembangkan, karena masyarakat lokal lebih mengetahui kondisi dan potensi daerah mereka. Pemerintah sebagai fasilitator berkewajiban untuk memberikan dukungan, pengetahuan, pengajaran, dan penyuluhan kepada masyarakat demi kesuksesan program pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah harus selalu memberikan pendampingan kepada masyarakat agar sumber daya alam dan sumber daya manusianya dapat dikembangkan dengan maksimal. Sumber daya alam di Indonesia banyak yang belum dimanfaatkan dengan baik, untuk itu masyarakat yang dibantu oleh pemerintah harus mampu menggali dan mengoptimalkan potensi yang ada.
Pengetahuan tentang konsep pemberdayaan juga harus dipahami dengan benar oleh masyarakat, agar masyarakat mampu mengembangkan usaha sesuai dengan potensi yang ada didaerahnya dan memiliki daya saing untuk menghadapi pangsa pasar. Pemberdayaan masyarakat yang baik akan menghasilkan masyarakat yang mandiri, bebas dari ketergantungan dan keterbelakangan. Dan mampu menjadi kekuatan ekonomi nasional.
     34 Bagaimanan memperkuat peranana adat istiadat melalui pemberdayaan masyarakat ?
Pemberdayaan merujuk pada pengertian perluasan kebebasan memilih dan bertindak.  Bagi masyarakat miskin, kebebasan ini sangat terbatas karena ketidakmampuan bersuara (voicelessness) dan ketidak berdayaan (powerlessness) dalam hubungannya dengan negara dan pasar. Karena kemiskinan adalah multi dimensi, masyarakat miskin membutuhkan kemampuan pada tingkat individu (seperti kesehatan, pendidikan dan perumahan) dan pada tingkat kolektif (seperti bertindak bersama untuk mengatasi masalah). Memberdayakan masyarakat miskin dan terbelakang menuntut upaya menghilangkan penyebab ketidakmampuan mereka meningkatkan kualitas hidupnya.
Unsur-unsur pemberdayaan masyarakat pada umumnya adalah: (1) inklusi dan partisipasi; (2) akses pada informasi;  (3) kapasitas organisasi lokal; dan (4) profesionalitas pelaku pemberdaya. Keempat elemen ini terkait satu sama lain dan saling mendukung.
Inklusi berfokus pada pertanyaan siapa yang diberdayakan, sedangkan partisipasi berfokus pada bagaimana mereka diberdayakan dan peran apa yang mereka mainkan setelah mereka menjadi bagian dari kelompok yang diberdayakan. Menyediakan ruang partisipasi bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dalam pembangunan adalah memberi mereka otoritas dan kontrol atas keputusan mengenai sumber-sumber pembangunan.
Partisipasi masyarakat miskin dalam menetapkan prioritas pembangunan pada tingkat nasional maupun daerah diperlukan guna menjamin bahwa sumber daya pembangunan (dana, prasarana/sarana, tenaga ahli, dll)  yang terbatas secara nasional maupun pada tingkat daerah dialokasikan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masyarakat miskin tersebut.

Partisipasi yang keliru adalah melibatkan masyarakat dalam pembangunan hanya untuk didengar suaranya tanpa betul-betul memberi peluang bagi mereka untuk ikut mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang partisipatif tidak selalu harmonis dan seringkali ada banyak prioritas yang harus dipilih, oleh sebab itu mekanisme resolusi konflik kepentingan harus dikuasai oleh pemerintah guna mengelola ketidak-sepakatan.
Ada berbagai bentuk partisipasi, yaitu:
o  secara langsung,
o  dengan perwakilan (yaitu memilih wakil dari kelompok-kelompok masyarakat),
o  secara politis (yaitu melalui pemilihan terhadap mereka yang mencalonkan diri untuk mewakili mereka),
o  berbasis informasi (yaitu dengan data yang diolah dan dilaporkan kepada pengambil keputusan),
o  berbasis mekanisme pasar yang kompetitif (misalnya dengan pembayaran terhadap jasa yang diterima).

DAFTAR PUSTAKA
Kartasasmita, Ginanjar. 1995. Pemberdayaan Masyarakat. Kumpulan Materi Community Development: Pustaka Pribadi Alizar Isna.Msi.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial : Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Press.
Pranaka, A.M.W., dan Onny  S.  Prijono, (eds.).  1996. Pemberdayaan:  Konsep,  Kebijakan  dan  Implementasi. Jakarta: CSIS.
Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996. Pembangunan: Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijaya, Mahendra. 2010. Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Journal of Rural and Development FISIP Universitas Sebelas Maret diakses pada tanggal 27 Oktober 2012.










 


»»  Baca Selengkapnya...