ILMU NEGARA SEBAGAI PENGANTAR
MEMAHAMI
TEORI KENEGARAAN
Oleh;Turiman
Fachturahman Nur
Salah satu mata kuliah pengantar difakultas hukum
adalah mata kuliah Ilmu Negara dan untuk memahami mata kuliah ini patut
dipahami dahulu oleh mahasiswa fakultas hukum, bahwa terdapat dua konsep yang
melekat secara terminologi atau istilah yaitu ilmu dan negara, oleh karena itu
perlu dipahami dahulu apa yang dimaksud dengan ilmu atau yang dikatakan ilmiah,
sebab hal ini mendasar bagi mahasiswa semester I fakultas hukum. Pertanyaan
yang perlu diajukan adalah apakah ilmu itu ? dan apakah syarat syarat ketika
sesuatu disebut ilmu pengetahuan ? Lebih lanjut apakah yang dimaksud dengan
ilmu negara ?
1.
Pengertian Ilmu
Apakah
ilmu itu? Moh. Nazir, Ph.D (1983:9) mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari
suatu pengetahuan, baik natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta
tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Sedangkan Ahmad Tafsir
(1992:15) memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti
empiris. Sementara itu, Sikun Pribadi (1972:1-2) merumuskan pengertian ilmu
secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa:
“Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan
metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan
berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan
sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum
logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis,
induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi
kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem
tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan
integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.”
Di lain pihak, Lorens Bagus (1996:307-308)
mengemukakan bahwa ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek
(atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis.
Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh
gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal
dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan
dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode
yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai,
studi kasus dan lain-lain)
2.
Syarat-Syarat Ilmu :
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila
dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut
1.
ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik
yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia
(Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus
(1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek
material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak
ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap
ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek
material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
2.
ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di
dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan
istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa
metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran
yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah
untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode
ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan
menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939)
mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975)
berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk
memperoleh sesutu interrelasi.Selanjutnya pada bagian lain
Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif
penelitian kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari
prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan hipotesa,
(e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan
kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam
penelitian kualitatif, diantaranya : (a) sumber data ialah situasi yang wajar
atau natural setting, (b) peneliti sebagai instrumen
penelitian, (c) sangat deskriptif, (d) mementingkan proses maupun produk, (e)
mencari makna, (f) mengutamakan data langsung, (g) triangulasi, (h) menonjolkan
rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama
dengan peneliti, (i) mengutama- kan perspektif emic, (j) verifikasi, (k)
sampling yang purposif, (l) menggunakan audit trail, (m)partisipatipatif tanpa mengganggu, (n) mengadakan analisis
sejak awal penelitian, (o) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
3.
Pokok permasalahan(subject matter atau focus
of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji.
Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah
Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika
masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah
yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah
dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana
menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah
itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang
diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan
perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga
pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat
Ilmu,)
3. Karakteristik Ilmu
Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu
memiliki pula karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall
dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu
bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya
tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung
pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan
Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum,
dan akumulatif (Uyoh Sadulloh,1994:44).
Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus
(1996:307-308) tentang pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu
sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan
berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan
sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh
dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat
ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan
kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula.
Bahkan dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal
Sementara
itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut :
(1)obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan
tidak berdasarkan pada emosional subyektif, (2) koheren;
pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable;
produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat
keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara
memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan
(validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki
generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6)akurat;
penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat
melakukan prediksi;
ilmu
dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
3.Ilmu negara
Kelahiran dan keberadaan Ilmu
Negara tidak dapat lepas dari jasa George Jellinek, seorang pakar hukum dari
Jerman yang kemudian dikenal sebagai bapak Ilmu Negara, pada tahun 1882 ia
telah menerbitkan buku dengan judul Allgemeine Staatslehre (Ilmu Negara Umum),
buku ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Ilmu Negara. Istilah Ilmu Negara
dikenal dengan beberapa istilah, antara lain:
- di
Belanda dikenal dengan istilah Staatsleer,
- di
Jerman dikenal dengan istilah Staatslehre,
- di
Perancis dikenal dengan istilah Theorie d’ etat, sedangkan
- di
Inggris dikenal dengan istilah Theory of State, The General Theory of
State, Political Science, atau Politics.
Dalam menyusun bukunya Allgeimeine
Staaslehre George Jellinek menggunakan methode van systematesering (metode
sistematika), dengan cara mengumpulkan semua bahan tentang ilmu negara yang ada
mulai zaman kebudayaan Yunani sampai pada masanya sendiri (sesudah akhir abad
ke-19 atau awal abad ke-20 dan bahan-bahan itu kemudian disusunnya dalam suatu
sistem.
Berkaitan dengan perbedaan penyelidikan objek antara Ilmu Negara dengan
Ilmu Lain yang pembahasan sama, yaitu Negara, bahwa Hukum Tata Negara RI dan
Ilmu Politik Kenegaraan memandang objeknya, yaitu negara dari sifatnya atau
pengertiannya yang konkret, artinya objeknya itu sudah terikat pada tempat,
keadaan dan waktu, jadi telah mempunyai objek yang pasti, misalnya negara
Republik Indonesia, negara Inggris, negara Jepang dan seterusnya. Kemudian,
dari negara dalam pengertiannya yang konkret itu diselidiki atau dibicarakan
lebih lanjut susunannya, alat-alat perlengkapannya. Wewenang serta kewajiban
daripada alat-alat perlengkapan tersebut dan seterusnya.
Sedangkan Ilmu Negara memandang
objeknya itu, yaitu Negara, dari sifat atau pengertiannya yang abstrak, artinya
objeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat, keadaan dan waktu, belum
mempunyai ajektif tertentu, bersifat abstrak-umum-universal.
1.Pengertian Negara dan Unsur-unsurnya
Istilah negara sudah dikenal sejak zaman
Renaissance, yaitu pada abad ke-15. Pada masa itu telah mulai digunakan istilah
Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia, yang kemudian menjelma menjadi
L’etat’ dalam bahasa Perancis, The State dalam bahasa Inggris atau Deer Staat
dalam bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian
negara seperti dikemukakan oleh Aristoteles, Agustinus, Machiavelli dan
Rousseau.
Sifat khusus daripada suatu negara ada
tiga, yaitu sebagai berikut.
1
|
Memaksa
|
Sifat
memaksa perlu dimiliki oleh suatu negara, supaya peraturan perundang-undangan
ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat dapat dicapai, serta timbulnya
anarkhi bisa dicegah. Sarana yang digunakan untuk itu adalah polisi, tentara.
Unsur paksa ini dapat dilihat pada ketentuan tentang pajak, di mana setiap
warga negara harus membayar pajak dan bagi yang melanggarnya atau tidak
melakukan kewajiban tersebut dapat dikenakan denda atau disita miliknya.
|
|
2
|
Monopoli
|
Negara
mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Negara
berhak melarang suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu hidup
dan disebarluaskan karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
|
|
3
|
Mencakup
semua
|
Semua
peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa, kecuali untuk
mendukung usaha negara dalam mencapai masyarakat yang dicita-citakan.
Misalnya, keharusan membayar pajak.
|
Hal yang dimaksud unsur-unsur negara
adalah bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada. Unsur-unsur negara terdiri
dari:
- Wilayah, yaitu batas wilayah di mana kekuasan itu
berlaku. Adapun wilayah terbagi menjadi tiga, yaitu darat, laut, dan
udara.
- Rakyat, adalah semua orang yang berada di wilayah
negara itu dan yang tunduk pada kekuasaan negara tersebut.
- Pemerintah, adalah alat negara dalam
menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya dan merupakan alat dalam
mencapai tujuan.
- Pengakuan dari negara lain. Unsur ini tidak
merupakan syarat mutlak adanya suatu negara karena unsur tersebut tidak
merupakan unsur pembentuk bagi badan negara melainkan hanya bersifat
menerangkan saja tentang adanya negara. Jadi, hanya bersifat deklaratif
bukan konstitutif. Pengakuan dari negara lain dapat dibedakan dua macam,
yaitu pengakuan secara de facto dan pengakuan secara de jure.
2.Teori Tujuan Negara dan Teori
Asal Mula Negara
Setiap negara mempunyai tujuan
yang berbeda-beda. Tujuan negara merupakan masalah yang penting sebab tujuan
inilah yang bakal menjadi pedoman negara disusun dan dikendalikan sesuai dengan
tujuan itu. Mengenai tujuan negara itu ada beberapa teori, yaitu menurut Lord
Shang, Nicollo Machiavelli, Dante, Immanuel Kant, menurut kaum sosialis dan
menurut kaum kapitalis.
Ada beberapa paham tentang teori
tujuan negara, yaitu teori fasisme, individualisme, sosialisme dan teori
integralistik.
Kemudian, mengenai teori asal mula
terjadinya negara selain dapat dilihat berdasarkan pendekatan teoretis, juga
dapat dilihat berdasarkan proses pertumbuhannya.
Asal mula terjadinya negara dilihat
berdasarkan pendekatan teoretis ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut.
1
|
Teori
Ketuhanan
|
Menurut
teori ini negara terbentuk atas kehendak Tuhan.
|
|
2
|
Teori
Perjanjian
|
Teori ini
berpendapat, bahwa negara terbentuk karena antara sekelompok manusia yang
tadinya masing-masing hidup sendiri-sendiri, diadakan suatu perjanjian untuk
mengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama.
|
|
3
|
Teori
Kekuasaan
|
Kekuasaan
adalah ciptaan mereka-mereka yang paling kuat dan berkuasa
|
|
4
|
Teori
Kedaulatan
|
Setelah
asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu didaulat menjadi
penguasa (pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi:
|
a
|
Teori
Kedaulatan Tuhan
|
Menurut
teori ini kekuasaan tertinggi dalam negara itu adalah berasal dari Tuhan.
|
|
b
|
Teori
Kedaulatan Hukum
|
Menurut
teori ini bahwa hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran
hukum manusia dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan.
|
|
c
|
Teori
Kedaulatan Rakyat
|
Teori ini
berpendapat bahwa rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya kepada
suatu badan, yaitu pemerintah.
|
|
d
|
Teori
Kedaulatan negara
|
Teori ini
berpendapat bahwa negara merupakan sumber kedaulatan dalam negara. Kemudian,
teori asal mula terjadinya negara, juga dapat dilihat berdasarkan proses
pertumbuhannya yang dibedakan menjadi dua, yaitu terjadinya negara secara
primer dan teori terjadinya negara secara sekunder.
|
3.Fungsi Negara dan Tipe-tipe
Negara
Hal yang dimaksud fungsi
negara adalah tugas daripada organisasi negara untuk di mana negara itu
diadakan. Mengenai fungsi negara ini ada bermacam-macam pendapat, seperti
Montesquieu, Van Vallenhoven, dan Goodnow. Negara terlepas dari ideologinya itu
menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang mutlak perlu, yaitu sebagai
berikut.
1
|
Melaksanakan
penertiban
|
Negara
dalam mencapai tujuan bersama dan untuk mencegah bentrokan-bentrokan dalam
masyarakat harus melaksanakan penertiban. Jadi, dalam hal ini negara
bertindak sebagai stabilitator.
|
|
2
|
Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
|
Setiap
negara selalu berusaha untuk mempertinggi kehidupan rakyatnya dan
mengusahakan supaya kemakmuran dapat dinikmati oleh masyarakatnya secara adil
dan merata.
|
|
3
|
Pertahanan
|
Pertahanan
negara merupakan soal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu
negara. Untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar diperlukan pertahanan
maka dari itu negara perlu dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
|
|
4
|
Menegakkan
keadilan
|
Keadilan
bukanlah suatu status melainkan merupakan suatu proses. Keadilan dilaksanakan
melalui badan-badan pengadilan.
|
Tipe negara dibagi menjadi dua golongan,
yaitu tipe negara menurut sejarahnya dan tipe negara ditinjau dari sisi hukum.
Tipe negara menurut sejarahnya, dibagi menjadi berikut ini.
1. Tipe negara Timur Purba.
2. Tipe negara Yunani Kuno/Purba.
3. Tipe negara Romawi Kuno/Purba.
4. Tipe negara abad pertengahan.
5. Tipe negara modern.
1. Tipe negara Timur Purba.
2. Tipe negara Yunani Kuno/Purba.
3. Tipe negara Romawi Kuno/Purba.
4. Tipe negara abad pertengahan.
5. Tipe negara modern.
Sedangkan tipe negara ditinjau dari sisi
hukum dibedakan menjadi berikut ini.
1. Tipe negara Polisi (Polizei Staat)
2. Tipe negara hukum, yang dibagi 3 macam, yaitu sebagai berikut.
a. Tipe negara hukum liberal.
b. Tipe negara hukum formil.
c. Tipe negara hukum materiel.
a. Tipe negara hukum liberal.
b. Tipe negara hukum formil.
c. Tipe negara hukum materiel.
3. Tipe negara Kemakmuran
Konsep Negara
Konsep merupakan kemponen
terpenting untuk tercapainya suatu teori. Konsep lahir dalam pikiran (mind)
manusia sehingga bersifat abstak.
Berikut ini akan diuraikan sejumlah konsep
negara dari para ilmuan, filosof, dan teolog tempo dulu.
1. Organisasi kebiasaan bersama (public
good)
Socrates (469-399 S.M.)
Socrates menjedi kiblat pemikiran karena
sering di sebut olah plato dalam karya-karyanya. Ada pun pemikiran socrates
tentang negara adalah bahwa negara bukanlah organisasi yang dapat dibuat oleh
manusia untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi merupakan jalan susunan
objektif berdasarkan pada hakikat manusia sehingga bertugas menjalankan
peraturan-peraturan yang objektif mengandung keadilan dan kebaikan umum, tidak
hanya melayani kebutuhan penguasa yang berganti-ganti orangnya.
Plato (429-347 S.M.)
Plato adalah murid setia socrates yng
banyak memperoleh tradisi keilmuan filsafat gurunya. Sebagai pemikir reputasi
plato barangkali melebihi reputasi gurunya.
Reputasi pemikiran Plato dapat diketahui
dari hasil karyanya yaitu :
-
Politeia ( Negara)
-
Politicos ( ahli Negara)
-
Nomea (undang-undang)
Menurut Plato Negara itu adalah merupakan
lembaga atau organisasi yang mementingkan kebajikan (pengetahuan) umum atau kebaikan
bersama.
Aristoteles (384-322 S M)
Walaupun Aristoteles merupakan murid dari
Plato tapi dalam pemikirannya mengenai Negara sangatlah berbeda. Aristoteles
membahas konsep-konsep dasar ilmu politik, melalui asal mula Negara, Negara
ideal, warga Negara ideal, pembagian kekuasaan politik, keadilan dan
kedaulatan, dan lain sebagainya. Aristoteles mengatakn bahwa Negara adalah
lembaga politik yang paling berdaulat meskipun bukan berarti Negara tidak
memiliki batas kekuasaan. Negara memiliki kekuasaan tertinggi hanya karena ia
merupakan lembaga politik yang memiliki tujuan yang paling tinggi dan mulia.
Tujuan dibentuknya Negara adalah yejahtrakan seluruh warga Negara, atau hamper
sama dengan tujuan hidup manusia. Ini artinya, Negara merupalan organisasi politik
yang bertujuan menggapai kebahagiaan bersama, berbentuk kebahagiaan dengan
jumlah yang besar dengan itu kebahagiaan individu akan tercapai dengan
tersendirinya.
2. Organisasi teokrasi
Santo Agustinus
Pemikiran Agustinus tentang Negara,
pertama Negara terdiri dari dua bentuk yaitu : Negara Tuhan dan Negara
Iblis atau Negara keduniawian.
Dalam Negara tuhan (the city of Good daalm
bhs inggris) terdapat kejujuran, keadilan, keluhuran, dan kesejatraan.
Sedangkan Negara Iblis (civitas terena (yunani) ) diliputi nafsu, penghianatan,
kemaksiatan, kejahatan, dan kebobrokan. Dalam Negara Tuhan tidak dikenal
kekuasaan politik, yang ada hanyalah kepatuhan terhadap Tuhan sebagai
implpomentasi langsung dari kedaulatan Tuhan. Keadilan adalah nilai fundamental
dalam Negara Tuhan.
Negara Tuhan ditandain oleh Imam,
ketaatan, dan kasih Tuhan, menjunjung tinggi nilai moralitas terpuji seperti :
kejujuran, keadialan, keluhuran budi, keindahan dan lain-lain. Negara tuhan
diciptakan sebelum adanya manusia, bahkan telah ada sebelum semesta diciptakan.
Ibn Abu Rabi
Berdasarkn interprensi terhadap pemikiran
dan gagasan Ibn Abu Rabi mengenai proses terbentuknya Negara, cara pemilihan
kepala Negara, dan pemberhentian kepala Negara. Disini dijelaskan bahwa manusia
adalah jenis mahluk yang saling memerlukan satu sama lainnya untuk mencapai
segala kebutuhannya. Keinginan mencukupi kebutuhan agar bertahan hidup, dan
untuk memperolehnya diperlukan kerjasama, mendorong mereka berkumpul disuatu
tempat, agar mereka bisa saling menolong dan memberi. Proses inilah yang
menyebabkan terbentuknya kota-kota dan ahirnya menjadi Negara.
Untuk mendirikan Negara diperlukan 5 unsur
dan dandi yaitu :
1. wilayah yang terdiri
dari sumberdaya alam seperti air bersih, tanah yang subur, tempat mata
pencarian, terhindar dari serangan musuh, jalan-jalan raya, tempat shalat
ditengah kota, pagar yang menelilingi kota dan pasar-pasar.
2. Raja atau penguasa
sebagai pengeloela Negara yang akan menyelenggarakan urusan Negara dan rakyat.
Penguasa bertugas melindungi rakyatnya dari tindakan aniaya dan kejahatan yang
tibul dari mereka sendiri dan dari luar.
3. Rakyat, dibagi dalam
tujuh kelompok yaitu :
1. Orang-orang zuhud,
yaitu kelompok rakyat atau masyarakat yang lebih mementingkan ibadah,
2. hukama 9 golongan
candikiawan), yaitu mereka yang mengambil profesi sebagai ilmuan di bidang ilmu
pengetahuan umum,
3. ulama, yaitu mereka
yang berpengetahuan agama,
4. keluarga raja,
5. mil;iter sebagai
pengawal Negara,
6. para pedagang,
7. penduduk desa.
4. keadilan, merupakan
unsur yang penting dari suatu Negara. Keadilan merupakan hukum Allah di muka
bumi dan mencakup pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah
dan Rasul-Nya.
5. pengelolaan Negara,
penjelmaan dan perwujudan hubungan kuat antara raja dan massa rakyat, raja
tidak mungkin mampu sendirian mengelola urusan kerajaan. Ia membutuhkan
orang-orang untuk membantunya, seperti menteri yang berkemampuan dan
berpengalamamn, sekretaris yang arif bijaksana, qadi yang warak, hakim yang
adil, pegawai yang professional, harta yang banyak, militer yang kuat, dan
candikiawan yang berpengalaman.
Al-Ghazali (1058-1111 M.)
Menurut Al-Ghazali manusia adalah mahluk
sosial. Manusia diciptakan oleh Allah tidak bisa hidup sendiri, ia butuh
berkumpul bersama yang lain dengan mahluk sejenisnya. Ada dua factor yang
membuat manusia tidak bisa hiidup sendiri yaitu:
1. Faktor kebutuhan akan
keturunan demi kelangsungan hidup manusia. Hal itu hanya mungkin melalui
pergaulan antara laki-laki dan perempuan serta keluarga.
2. Faktor saling
membantu dalam penyediaan bahan makanan, pakian, dan pendidikan anak.
Bagi Al-Ghazali dunia adalah ladang untuk mengumpulkan perbekalan bagi
kehidupan di ahirat nanti, dunia ialah wahana untuk mencari rida Tuhan bagi
mereka yang menganggap sebagai wahana serta jabatan, dan bukan tempat tinggal
tetap dan terakhir. Sedangkan pemanfaatan dunia untuk tujuan ukarawi itu hanya
mungkin kalau terdapat ketertiban, keamanan, dan kesejahtraan yang merata
didunia. Kewajiban mengangkat seorang kepala Negara atau pemimpin Negara tidak
berdasarkan rasio, tetapi berdasarkan keharusan agama. Hal ini disebabkan
persiapan untuk kesejahtraan ukhrawi harus dilakukan melalui pengalaman dan penghayatan
ajaran agama secara benar. Hal itu baru nyata dalam suatu dunia yang tertib,
aman, dan tentram. Untuk itu, diperlukan pemimpin atau kepala Negara yang
ditaati. Dalam hal ini Al-Ghazali menganalogikan agama dan raja sebagai dua
anak kembar. Agama adalah suatu pendasi, sedangkan raja adalah penjaganya.
Sesuatu tanpa pondasi akan mudah runtuh dan suatu pondasi tanpa penjaga akan
hilang. Keberadaan
Dalam memenuhi berbagai
kehidupan rakyat, seperti keamanan, ketertiban, dan kesejahtraan, Negara
memerlukan sejumlah unsur yang menjamin tegaknya Negara, yaitu pertanian,
untuk menghasilkan bahan makanan; pengembalaan, untuk menghasilkan
binatang ternak, perburuan dan pertambangan, untuk
menghasilkan binatang buruan dan barabg tambang yang tersimpan di dalam perut
bumi, pemintalan untuk menghasilkan pakaian; pembangunan, untuk
menghasilkan tempat tinggal, politik yang berkaitan dengan
pengelolaan Negara, pengaturan kerja sama antar warga Negara untuk menjamin
kepentingan bersama.
Dalam bidang politik Negara memerlukan
pertama ahli pengukur tanah, untuk mengetahui ukutan tanah milik rakyat dan
pembagian secara adil, kedua, militer untuk memelihara keamanan dan pertahanan
Negara; ketiga, kehakiman untuk menyelesaikan perselisihan dan pertikaian
antara warga Negara; keempat, hukum, yakni undang-undang yang memelihara moral
yang harus mereka patuhi agar tidak terjadi perselisihan dan pelanggaran hak.
Kekuasaan kepala Negara sultan
atau raja tidak datang atau berasal dari rakyat, tetapi dari Allah, yang
diberikan hanya kepada sejumlah kecil hamba pilihan oleh karena itu kekuasaaan
kepada Negara adalah suci (muqaddas), juga sebagai bayangan dari Allah di muka
bumi.
Syarat untuk menjadi kepala Negara adalah
:
1. Dewasa
atau aqil balik
2. Otak yang
sehat
3. Merdeka
dan bukan budak
4. Laki-laki
5. Keturunan
quraisy
6.
Pendengaran dan pengelihatah yang sehat
7. Kekuasaan
yang nyata
8. Hidayah
9. Ilmu
pengetahuan
10. wara (kehiidupan yang bersih
degan kemampuan mengendalikan diri, tidak berbuat hal-hal yang bterlarang dan
tercela.
3. Organisasi Kekuasaan
Niccolo Machiavelli (1469-1527 M)
Pemikiran Machiavelli mengenai hubungan
Negara sebagai organisasi kekuasaan yaitu :
1. kekuasaan dan Negara
hendaknya dipisahkan dari moralitas dan Tuhan
2. kekuasaan sebagai
tujuan, bukan instrunen untuk mempertahankan nilai-nilai moralitas dan agama
3. penguasan yang baik
harus mengejar kejayaan dan kekayaan karena keduanya merupakan nasib mujur yang
dimiliki oleh penguasa
4. kekuasaan merupakan raison
d,entre Negara. Negara merupakan simbolis kekuasaan politik tertinggi
yang bersipat mencakup bersama.
5. dalam mempertahankan
kekuasaan setelah merebutnya dibagi menjadi dua yaitu :
-
memusnahkan, membumianguskan seluruh Negara, dan membunuh seluruh
keluarga penguasa lama.
-
Melakukan kolonisasi dan menjalin baik dengan Negara tetangga dekat
6. kekuasaan yang
didapat secara keji dan jahat bukan merupakan nasib baik. Jika ia melakukan
kekejamann hendaknya mengiringinya dengan tindakan simpati, kasi sayang kepada
rakyat, dan menciptakan kebergantungan rakyat kepadanya untuk menghindari
pembrontakan.
7. seorang penguasa
perlu mempelajari sifat yang terpuji maupun yang tidak terpuji. Ia harus berani
melakukan tindakan yang kejam, bengis, kikir, dan khianat asalkan baik bagi
Negara dan kekuasaan. Untuk mencapai tujuan, cara apapun dapat dilakukan.
Penguasa tidak perlu takut untuk dicintai asalkan ia tidak di bencu rakyat.
8. penguasa Negara dapat
menggunakan cara binatang dalam menghadapi lawan-lawan politiknya. Seorang
penguasa dapat mencontoh peringai singa yang menggretak di suatu saat dan
perangai ruba yang tidak bisa dijebak di saat lain.
9. sseorng penguasa yang
mempunyai sikap yang jelas apakah sembagai musuh atau kawan akan lebih dihargai
daripada bersikap netral.
Thomas Hobbes 91588-1645 M.)
Hobbes mengibaratkan Negara sebagai leviathan,
yaitu sejenis moster yang ganas, menakutkan dan bengis yang terdapat dalam
kisah perjanjian lama. Pertama asumsi Hobbes adalah :
1. manusia cendrung
mempunyai insting hewani yang kuat;
2. untuk mencapai
tujuannya, manusia cendrung menggunakan instinghewaninya
(leviathan);
3. manusia akan menjadi
serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
4. semua manusia akan
berperang melawan semua (bellum omnium contra omnes); dalam keadaan alamiah
manusia sering membunuh, sesuatu yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh manusia;
5. nalar manusia untuk
berdamai.
Kedua Kontrak Sosial,
Bahwa terbentuknya suatu Negara atau kedaulatan pada hakekatnya
merupakan sebuah kontrak atau perjanjian sosial. Hanya saja perjanjian itu
bukan antara individu atau antara manusia dengan Negara, melainkan
antarindividu saja. Oleh karena itu, Negara berdiri bebas dan tidak terikat
oleh perjanjian. Negara berada diatas individu. Negara bebas melakukan apa saja
yang dikehendakinya, terlepas apakan sesuai atau tidak dengan kehendak
individu.
Ketiga asumsi Negara dan kekuasaan.
Negara perlu kekuatan mutlak untuk
mengatur individu atau manusia. Oleh karena itu, bentuk Negara yang monarki
absolut adalah yang terbaik dan niscaya. Untuk menjunjung kekuasaannya, seorang
penguasa monarki memiliki hak-hak istimewa. Di antaranya, hak menetapakan
seorang pengganti, kelak jika sang penguasa beralangan atau meninggal dunia.
Penguasa boleh menunjuk seseorang untuk menjadi penguasa yang berasal dari
kalangan mana pun termasuk anggota keluarganya sendiri, yang penting adalah
apakah penguasa penggantinyaitu melakukan kewajibannya sebagai penguasa atau
tidak.
4.Organisasi Hukum
Thomas Aquineas (1226-1274 M.)
Kekuasaan dan Negara menurut Thomas tidak
terlepas dari huum kodrat atau hukum alam. Hukum abadi adalah kebijaksanaan dan
akal budi abadi Tuhan. Bertitik tolak dari hukum kodrat tersebut, Thomas
berpendapat bahwa eksitensi Negara bersumber dari sifat alamiah manusia. Salah
satu sifat alamiah manusia adalah wataknya yang bersifat sosial dan
politis.hukum kodrat ialah yang mendasari prilaku dan aspirasi manusia
membentuk Negara. Beberapa argument mengapa manusia membutuhkan Negara :
1. manusia adalah bagian
integral dari alami. Karena itu manusia tidak hanya bergantung dan membutuhkan
manusia lain, melainkan berbagai subtansi alam-hewan, tumbuhan, mineral,
lautan, udara, dan lain-lain.yang berada diatas bumu ini.
2. sisi lain watak
alamiah manusia adalah manusia bertindak sesuai dengan intelegensinya karena
manusia adalah mahluk yang berpikir.
3. seorang manusia
sederajat dengan manusia lainnya. Posisi derajat itu diterima manusia sejak
pertama kalinya manusia dilahirkan ke dunia.
John Locke (1632-1704 M.)
John Locke percaya bahwa akal
senantiasa membuat manusia berperilaku rasional dan tidak merugikan orang lain.
Ini karena akal budi merupakan hukum yang memiliki sifai-sifat sebagai “suara
Tuhan”.
Prinsip pemikiran Locke yaitu :
1.manusia memiliki kemampuan yang sama
untuk mengetahui hukum moral
2. percaya dalam kompetisi kebajikan
merupakan gagasan yang radikal.
Dua macam perjanjian tentang penegakan HAM
dan kekuasaan hukum masyarakat yaitu : pactum unions dan pactum
subjektionis. Pada tahap pertama diadakan pactum unions yaitu
prjanjin antarindinidu untuk membentuk bodypolitik yaitu
Negara. Kemudian, pada bagian keduan para individu yang membentuk body
politik bersama-sama menyerahkan hak untuk mempertahankan kehidupan
dan hak untuk menghukum yang bersumber dari hukum alam.
Jhon Locke membagi kekuasaan menjadi tiga
bentuk yaitu :
1. kekuasaan
pembuat undang-undang atau kekuasaan legislatif (legislative power)
2. kekuasaan
pelaksanaan undang-undang atau kekuasaan eksekutif (executive power)
3. kekuasaan
federatif (federative power)
Montesquieu (1688-1755 M.)
Montesquieu terkenal dengan
karya-karyanya, salah satunay adalah menjadi penyebab kehanycuran bangsa, yaitu
1) kebijakan konstutisional pokok pemerintahan yang silih berganti, dan 2)
semamngat rakyat untuk melakukan perubahan.
Karyanya yang paling menonjol juga adalah
semangat hukum. Dalam bukunya ini banyak memberikan barbagai alternatif politik
yang masuk akal. Seperti halnya buku teori tentang politik, teori buku ini
mempunyai tiga tujuan, antara lain filosofis, histories, dan polemik. Tujuan
filosofis buku ini adalah pemikiran Montesquieu dalam karya ini adalah :
1. Hukum dan bentuk
pemerintahan yang ditentukan oleh banyaknya orang yang berkuasa dan prinsip
nilai yang digunakan. Pemerintah dibagi menjadi tiga yaitu : republik, monarki,
dan despotis.republik biasanya berupa demokrasi, atau aristokrasi.
2. kondisi diatas
mempengaruhi gagasan tentang trias politica yang memisakkan
kekuasaan Negara dalam tiga bentuk kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan
yudikatif). Ide ini muncul karena demi terjaminnya kebebasan politik rakyat,
perlu diadakan pemisahan kekuasaan Negara. Ini bertujuan membatasi kekuasaan
raja dan menghindari kekuasaan mutlak yang sewenang-wenang.
3. Dua factor utama yang
membentuk watak masyarakat, yaitu secara geografis yang mengkibatkan munculnya
mental tertentu. Factor moral juga berpengaruh penting terhadap agama, hukum,
kebiasaan,
4. Masalah undang-undang
ekonomi, yang ia khususkan pada perniagaan, memperbaiki sekaligus merusak tata
karma dan nilai moral. Selain itu, ada hubungan antara perdagangan dan
pemerintah. Bahkan kemiskinan diklasifikasikan dalam dua hal ; karena kekejaman
pemerintah dan karena diri sendiri yang menganggap bahwa kemiskinan merupakan
bagian kebebasan mereka.
5. Organisasi Kedaulatan
Rakyat
Al-mawardi (975-1059 M.)
Manusia menurut mawardi adalah mahluk lemah dan paling banyak
kebutuhannya. Untuk itu manusia memerlukan kerja sama. Allah menciptakan
manusia dengan keadaan lemah dan paling banyak kebutuhan, menurut mawardi,
bertujuan membuat mereka sadar bahwa Dia adalah pencipta dan pemberi rezeki.
Dan yang terpenting dari semua itu adalah agar manusia tidak sombong dan
tekabur. Namun begitu Allah tidak pernah membiarkan manusia menjadfi lemah Dia
membimbing manusia untuk mendaapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Kelemahan
manusia yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebuthan hidupnya sendiri,
dan adanya keragaman dan perbedaan bakat, pembawaan, serta kemampuan, semua itu
mendorong manusia untuk bersatu dan saling membantu, dan akhirnya sepakat untuk
mendirikan Negara.
Menurut mawardi, dari segi politik, Negara
itu memerlukan enam sandi utama, yaitu :
1. Agama
yang dihayati,
2. Penguasa
yang berwibawa,
3. Keadilan
yang menyeluruh,
4. Keamanan
yang merata,
5. Kesuburan
tanah yang berkesinambungan,
6. Harapan
keberlangsungan hidup.
Mawardi berpandangan bahwa kepala Negara
dibentuk untuk menggantikan fungsi kenabian guna memelihara agama dan memgatur
dunia. Ini artinya seorng kepala Negara adalah pemimpin agama di satu pihak dan
pemimpin politik di pihak lain.
Untuk mengangkat kepala Negara terdapat
beberapa cara. Salah satunya adalah cara pemilihan oleh mereka yang berwenang
mengikat dan melepas, yaitu para ulama, candikiawan, dan pemunka masyarakat.
Tugas terpenting anggota lembaga pemilih adalah mengadakan penilaian lebih
dahulu terhadap kandidat kepala Negara apakah dia memenuhi persyaratan. Jika
memenuhu persyaratan, si kandidat diminta kesediaannya lalu ditetapkan sebagai
kepala Negara dengan ijtihad atas dasar rida dan pemilihan yang diikuti dengan
pembaitan.
Dalam pembaitan tidak ada paksaan. Rakyat
yang telah membait harus menaatinya. Namun bila ada diantara pemilih yang tidak
stuju kepada kepala Negara terpilih, karena pengangkatannya atas dasar
persetujuan dan tujuan pemilihan, jabatan kepala Negara harus diserahkan
kepada orang yang dipandang lebih berhak memegang jabatan terhormat itu.
Pengangkatan kepala Negara merupakan persetujuan kedua belah pihak, antara
pemilih dan yang dipilihsebagai suatu hubungan dua pihak dalam mengadakan
perjanjian atas dasar
sukarela. Kesekwensinya, kedua belah pihak
mempunyai kewajiban dan hak secara timbale balik.
J.J Rousseau (1712-1778 M.)
Negara adalah sebuah produk perjanjian
sosial. Individu-individu dalam masyarakat sepakat untuk menyerahkan sebnagian
hak, kebebasan, dan kekuasaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama.
Negara berdaulat karena karena adanya
mandat dari rakyat. Negara diberi mandat oleh rakyat untuk mengatur, mengayomi,
dan menjaga keamanan maupun harta benda mereka. Kedaulatan negara akan tetap
absah selama negara tetap menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan kehendak
rakyat. Negara harus selalu berusaha mewujudkan kehendak umum dari segi ini,
konsep negara berdasarkan kontrak sosial merupakan antitensi terhadap hak-hak
ketuhanan, raja dan kekuasaan negara.
6. Organisasi Integralistik
George F. Hegel (1770-1831 M.)
Hegel berpendapat bahwa negara bersifat
unik karena ia memiliki logika, nalar, sistem berpikir, dan berperilaku
tersendiri yang berbeda dengan organ politik apa pun. Karena itu bisa saja
umpamanya negara menegasi kebebasan atau kemerdekaan individu dengan asumsi
bahwa individu tidak memiliki makna dalam totalitas negara. Ia harus labur
dalam kesatuan negara. Dalam persefektip semacam ini, individu tidak mungkin
bisa menjadi kekuatan oposisi berhadapan dengan negara.
Negara juga bertujuan untuk memberikan
kebebasan yang sempurna kepada manusia. Manusia sebagai individu,
terkatung-katung dan diperbudak oleh nalirinya. Dengan dmikian, maka hidup akan
tercipta jika individu menyerahkan diri kpada negara.
Prof. Soepomo
Negara integralistik didasarkan pada
premis bahwa kwhidupan kebengsaan dan kenegaraan terpatri dalam suatu
totalitas. Negara tidak boleh berpihak pada kelompok tertentu atau mayoritas
dan menindas kolompok yang lemah dan minoritas, apalagi hanya membela
kepentingan segelinir orang. Tidak ada diskriminasi sedikit pun dala bentuk apa
pun dalam kehidupan bernegara.
Dua model negaran integralistik yaitu :
Negara Dai Noippon ( jepang), dan Negara Nazi Jerman. Keduanya dinilai
memiliki corak ketimiran yng cocok dengan kondisi Indonesia.
Konsep negara dapat ditarik dalam empat
persepetif atau sudut pandang utama yaitu :
1. Sudut pandang politis.
Titik tolak pandangan ini adalah kekuasaan. Artinya, negara dilihat sebagai
organisasi kekuasaan. Operasional konsep kekuasaan adalah kemungkinan untuk
melaksanakan kehendak sendiri dalam kerangkan suatu hubungan sosial.
2. Sudut pandang sosiologi.
Titik tolak pandangan ini adalah masyarakat. Negara dipahami sebagai organisasi
tertinggi yang dipengruhi kuat oleh keberadaan masyarakat. Operasional konsep
masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh
suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
3. sudut pandang yuridis.
Titik tolak pandangan ini adalah hukum. negara diartikan sebagai bagian dari
tata hukum dan organisasi besar yang harus tunduk pada hukum. Oprasional konsep
hukum adalah segala peraturan yang dibuat untuk mengatur tatatertib kehidupan
bersama.
4. Sudut pandang religi.
Titik tolak pandangan ini adalah agama atau Tuhan. Artinya negara dinyatakan
sebagai fasilitas atau tempat bersemayam Tuhan di bumi. Dalam konsep
operasional agama dimaksudkan sebagai sesuatu kepercayaan yang dianut olae umat
manusia untuk menemukan hakikat hidup dan hubungan denagn Tuhan
KONSEP NEGARA DALAM EMPAT PERSEPEKTIF
UTAMA
No.
|
Perspektif
|
Titik
tolak
|
Oprasional
konsep
|
1.
|
Politis
|
Kekuasaan:
Negara sebagai organisasi kekuasaan
|
Kemungkinan
untuk melaksanakan kehendak sendiori dalam kerangka suatu hubungan sosial
|
2.
|
Sosiologis
|
Masyarakat:
Negara sebagai kenyataan masyarakat
|
Sejarah
manusia dalam arti selua-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang
mereka anggap sama.
|
3.
|
Yuridis
|
Hukum:
negara sebagai organisasi hukum
|
Segala
peraturan yang di buat untuk mengatur tata tertib kehidupan manusia.
|
4.
|
Religis
|
Tuhan:
Negara sebagai implementasi kedaulatan Tuhan di bumi.
|
Suatu
kepercayaan yang dianut oleh umat manusia untuk menemukan hakekat hidup dan
hubungannya dengan Tuhan.
|
Daftar Pustaka
Achmad
Sanusi,.(1998 ), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian :
Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung
:PPS-IKIP Bandung.
Achmad
Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi
Pendidikan,Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Agraha
Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya,
(Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Filsafat_Ilmu,
members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm.
Ismaun,
(2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jujun
S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer,
Jakarta : Sinar Harapan.
Mantiq, media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.
Moh.
Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Muhammad
Imaduddin Abdulrahim, (1988 ), Kuliah Tawhid, Bandung :
Yayasan Pembina Sari Insa