PEMILAHAN/PENENTUAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERSIFAT BESCHIKKING (PENETAPAN) DAN REGELING
(PENGATURAN)*)
Oleh: Turiman Fachturahman Nur,SH,MH
Email: qitriaincenter@yahoo.co.id
Blog/Web: Rajawali Garuda Pancasila.
HP 081310651414
1.
Materi yang diberikan kepada saya selaku narasumber adalah “pemilahan/penentuan
Peraturan perundang-undangan yang bersifat beschikking (penetapan) dan regeling (pengaturan)”.
Materi ini berisi tiga konsep, yakni: a. Peraturan Perundang-Undangan, b. Penetapan
(Beschikking), c. Pengaturan (Regeling), namun
untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dalam kegiatan Sosialisasi
Produk-Produk Hukum Kementerian Agama RI, maka perlu dipaparkan secara jelas
hal –hal yang mendasar berkaitan dengan materi tersebut.
2.
Untuk
memberikan paparan yang jelas materi disusun secara sistimatika sebagaimana
berikut ini;
a.
Pengertian
Peraturan Perundang-Undangan secara yuridis normatif.
b.
Hirarki
Peraturan Perundang-Undangan.
c.
Pengertian
Ketetapan (Keputusan) dalam tataran perundang-undangan.
d.
Perbedaan
antara Peraturan Perundang-undangan yang bersifat penetapan dengan yang
bersifat pengaturan.
e.
Contoh
pemetaan berkaitan dengan point d.
3. Berkaitan dengan pengertian peraturan
perundang-undangan, pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah yang
dimaksud peraturan perundang-undangan? Secara yuridis normatif didalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini ada dua pengertian peraturan
perundang-undangan, yaitu didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
- Pengertian Peraturan Perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 dapat diacu pada rumusan normatif pasal 1 angka 2, yang
menyatakan bahwa Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan. Sedangkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat
secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah, serta semua
semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik ditingkat pusat
maupun daerah, yang juga mengikat secara umum.
- Berdasarkan dua konsep pengertian peraturan perundang-undangan
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 5 tahun
1986. pengertian dasar dari peraturan
perundang-undangan adalah:
a.
semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum
b.
peraturan tertulis
c.
yang memuat norma hukum yang mengikat secara uuum
d.
dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang,
e.
semua semua keputusan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik ditingkat pusat maupun daerah.
6. Berdasarkan kedua pengertian di atas tentunya para aparatur sipil negara/birokrat lebih
lanjut perlu memahami jenis peraturan
perundang-undangan dan memahami konsep
hierarki peraturan perundang-undangan, karena keduanya sangat penting
untuk melakukan pemilahan terhadap peraturan perundang-undangan yang bersifat
penetapan (beschiking) dan yang
bersifat pengaturan (regeling) dan
membedakan subtansi materi muatan antara
keduanya.
7. Pertanyaan yang perlu diajukan bagaimana
kita bisa membedakan antara jenis peraturan perundang-undangan dengan hierarki
peraturan perundang-undangan? Pemahaman
yang paling cermat adalah dengan memahami pengertian materi muatan peraturan
perundang-undangan itu sendiri. Adapun yang dimaksud dengan Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan
Perundang-undangan sesuai dengan jenis,
fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.(pasal 1 angka 13)
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011)
8. Untuk memahami jenis peraturan perundang-undangan, didalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 diatur khusus pada BAB III yang bernomenklatur JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN. Berkaitan dengan jenis peraturan perundang-undangan pada
pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 dinyatakan secara tegas bahwa Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi;
dan
g. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Memperhatikan jenis peraturan perundang-undangan diatas, maka pasal 7
ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 mengatur dua hal, yaitu pertama mengatur
jenis dan kedua mengatur tentang hierarki peraturan
perundang-undangan. Selanjutnya bila dicermati peraturan menteri atau
disingkat PERMEN jelas tidak ada didalam hierarki peraturan perundang-undangan
pada pasal 7 ayat (1) di atas, sementara dalam tataran praktek penyelenggaran
urusan pemerintahan keberadaan PERMEN sangat penting untuk menjabarkan kebijakan
Pemerintah atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Apakah
peraturan menteri (PERMEN) bukan jenis peraturan perundang-undangan ?
9. Berkaitan dengan jenis peraturan perundang-undangan pada pasal 7 ayat (1)
UU Nopmor 12 tahun 2011 diatas, perlu dipahami bersama oleh para birokrat bagaimana
kekuatan hukum mengikat secara umum terhadap jenis peraturan perundang-undangan
di atas ?
Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan, bahwa kekuatan hukum Peraturan
Perundang-undangan sesuai dengan
hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Hal ini artinya kekuatan hukum
yang terdapat dalam subtansi pasal 7 ayat (1) di atas terhadap berbagai jenis
peraturan perundang-undangan di atas adalah dengan mengunakan konsep hukum
yaitu hierarki peraturan
perundang-undangan. Bagaimana yang diluar
hierarki peraturan perundang-undangan ?
10. Untuk memahami jawaban atas pertanyaan tersebut diatas, maka perlu diajukan
pertanyaan apakah yang dimaksud dengan hierarki peraturan
perundang-undangan? Penjelasan Pasal
7 ayat 2 UU Nomor 12 Tahun 2011
menjelaskan bahwa dalam ketentuan ini yang
dimaksud dengan “hierarki” adalah perjenjangan
setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas
bahwa Peraturan Perundang-undangan yang
lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi.
11.
Kemudian apa materi muatan masing-masing jenis peraturan perundang-undangan yang
terdapat dalam hierarki peraturan perundang-undangan di atas ? Pengertian
masing-masing jenis peraturan perundang-undangan dinyatakan secara tegas pada
pasal 1 angka 3 sampai dengan angka 8 UU
nomor 12 Tahun 2011, yaitu:
a. Undang-Undang adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
persetujuan bersama Presiden,
b. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
c. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
d. Peraturan Presiden adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.
e. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dengan persetujuan bersama Gubernur.
f. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.
12. Kemudian penjabaran subtansi materi muatan lebih lanjut diatur dalam Pasal
10 s/d pasal 15 UU Nomor 12 Tahun 2011, yakni:
1) Materi muatan
yang harus diatur dengan Undang-Undang
berisi:
a. pengaturan lebih
lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. perintah suatu
Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. pengesahan
perjanjian internasional tertentu;
d. tindak lanjut
atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e. pemenuhan
kebutuhan hukum dalam masyarakat.
2) Materi muatan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.
3) Materi muatan Peraturan
Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya.
4)Materi muatan Peraturan
Presiden berisi materi yang
diperintahkan oleh Undang-Undang, materi
untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
5) Materi muatan Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota berisi materi muatan
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
13. Sebagaimana dinyatakan dalam hierarki peraturan perundang-undangan di
atas, Peraturan Menteri (PERMEN)
tidak ada didalam hierarki peraturan perundang-undangan, kemudian apakah
peraturan menteri tidak termasuk jenis peraturan perundang-undangan ? jika
dilakukan pemilahan secara cermat ternyata secara tegas keberadaan peraturan
menteri, sebagaimana disebutkan pada subtansi Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun
2011, bahwa jenis Peraturan
Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang
atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
14. Berdasarkan pasal 8 ayat (1) diatas jelaslah bahwa salah satu jenis
peraturan perundang-undangan diluar hierarki peraturan perundang-undangan
adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri atau dikenal denga nama Peraturan Menteri disingkat PERMEN. Pertanyaan bagaimana kekuatan hukum berlakunya atau kekuatan hukum mengikatnya
jenis peraturan perundang-undangan diluar hierarki peraturan perundang-undangan
sebagai dirumuskan pada pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011? Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011
menyatakan, bahwa Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Jadi
keberadaan dan kekuatan hukum mengikatnya tidak mendasarkan pada konsep hukum
hierarki peraturan perundang-undangan, tetapi didasarkan kepada dua konsep
hukum, pertama, sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi dan kedua, atau
dibentuk berdasarkan kewenangan.
15. Dengan
demikian apa yang dimaksud dengan
peraturan menteri dan apa yang dimaksud dengan dibentuk berdasarkan kewenangan?
Penjelasan Pasal 8 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan
“Peraturan Menteri” adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam
pemerintahan. Kemudian penjelasan pasal 8 ayat (2) menjelaskan, bahwa yang
dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan. Kata kuncinya adalah klasul “sesuai dengan
peraturan perundang-undangan” pahami kembali pengertian peraturan
perundang-undangan pada point sebelumnya.
16. Berdasarkan pemilahan peraturan perundang-undangan yang ada didalam
hierarki maupun yang diluar hierarki peraturan perundang-undangan apakah
semua bersifat beschiking (penetapan) atau semua bersifat regeling? Apabila
kita kembali kepada pengertian peraturan perundang-undangan baik berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, maka
ada dua bentuk peraturan perundang-undangan yang diacu baik yang bersifat
pengaturan (regeling) maupun yang
bersifat penetapan (beschikking).
Karena menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana dirumuskan pada
Pasal 1 angka 2 bahwa Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk
atau ditetapkan
oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.
17. Klasul
hukum yang digunakan terdapat dua istilah hukum yaitu pertama dibentuk
dan kedua atau ditetapkan. Jadi
secara yuridis normatif peraturan perundang-undangan secara prosedur
pembentukannya ada yang dibentuk dan
ada pula yang ditetapkan. Oleh
karena itu untuk membedakan kedua peraturan perundang-undangan yang memiliki
kedua sifat tersebut, yaitu bersifat pengaturan (regeling) dan bersifat penetapan (beschikking), maka secara yuridis normatif pembedaan, yaitu (1)
jika peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur, materi muatannya
lazimnya dibagi menjadi BAB, Bagian dan pasal-pasal serta ayat-ayat, maka
dikatagorikan sebagai pengaturan (regeling)
yang kekuatan hukumnya mengikat secara
umum, artinya tidak ditujukan kepada perorangan
dalam arti kongkrit, individual, final,
sedangkan peraturan perundang-undangan yang bersifat penetapan (beschikking) jenisnya Keputusan yang
ditetapkan oleh Pejabat Yang Berwenang dalam hal ini yang dimaksud adalah
Pejabat Tata Usaha Negara atau
mengacu pada pengertian Peraturan Perundang-Undangan didalam penjelasan pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dinyatakan dengan klasul hukum “semua keputusan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik ditingkat pusat maupun daerah, yang juga
mengikat secara umum”.(penjelasan pasal 1 angka 2). Keputusan Tata
Usaha Negara adalah suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit,
individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata (pasal 1 angka 3 UU Nomor 5 Tahun 1986). Ingat kata kuncinya
klasul “berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”
18. Dengan demikian dapat dipahami oleh para birokrat atau aparatur sipil
negara atau mahasiswa fakultas hukum, bahwa secara umum peraturan
perundang-undangan mulai dari UUD negara RI 1945 sampai dengan Peraturan Daerah
Provinsi dan Kota/Kabupaten dan mencakup pula peraturan yang ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat
yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat sebagaimana terdapat dalam pasal
7 ayat (1) dan pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah
peraturan perundang-undangan yang dikatagorikan bersifat mengatur (regeling).
19. Kapan Peraturan
Perundang-undangan dikatagorikan bersifat penetapan (Bechikking) ?, yakni jenis peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 80 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah, seperti dinyatakan pada Pasal
1 bahwa Pedoman Tata Naskah Dinas
Instansi Pemerintah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini. Kemudian Pasal 2 Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan acuan bagi seluruh instansi pemerintah dalam menyelenggarakan tata
naskah dinas. Dalam lampiran pada bagian pengertian dinyatakan, bahwa
Naskah Dinas adalah komunikasi tulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang dibuat dan/atau dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di
lingkungan instansi pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan.
20. Bentuk Naskah Dinas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 80 Tahun 2012 adalah:
a. Naskah Dinas Pengaturan. Naskah dinas
yang bersifat pengaturan terdiri atas peraturan,
pedoman, petunjuk pelaksanaan, Standar Operasional Prosedur (SOP), dan surat
edaran. Subtansinya berisi:
Peraturan
Ketentuan lebih lanjut tentang pengertian, kewenangan, format, dan tata cara
penulisan peraturan diatur dengan peraturan perundangundangan.1) Pengertian
Pedoman adalah naskah dinas yang memuat acuan yang bersifat umum di lingkungan instansi pemerintah yang perlu
dijabarkan ke dalam petunjuk operasional dan penerapannya disesuaikan dengan
karakteristik instansi/organisasi yang bersangkutan. 2) Wewenang Penetapan dan
Penandatanganan Pedoman dibuat dalam rangka menindaklanjuti kebijakan yang
lebih tinggi dan pengabsahannya ditetapkan dengan peraturan pejabat yang
berwenang.
b.
Naskah
Dinas Penetapan (Keputusan) Jenis naskah dinas penetapan hanya ada satu macam, yaitu Keputusan, a.
Pengertian Keputusan adalah naskah dinas yang memuat kebijakan yang bersifat
menetapkan, tidak bersifat mengatur,
dan merupakan pelaksanaan kegiatan, yang digunakan untuk: 1) menetapkan/
mengubah status kepegawaian/personal/ keanggotaan/ material/ peristiwa; 2)
menetapkan/mengubah/membubarkan suatu kepanitiaan/tim; 3) menetapkan pelimpahan
wewenang. b. Wewenang Penetapan dan Penandatanganan Pejabat yang berwenang
menetapkan dan menandatangani Keputusan adalah pejabat yang bewenang berdasarkan
lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
c. Naskah Dinas Penugasan terdiri dari: Pertama, Instruksi 1) Pengertian Instruksi adalah naskah dinas yang memuat
perintah atau arahan untuk melakukan pekerjaan atau melaksanakan tugas yang
bersifat sangat penting. 2) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan Pejabat yang
berwenang menetapkan dan menandatangani instruksi adalah pejabat pimpinan tertinggi instansi pemerintah. Kedua, Surat Perintah 1) Pengertian Surat
perintah adalah naskah dinas dari atasan atau pejabat yang berwenang yang
ditujukan kepada bawahan atau pegawai lainnya yang berisi perintah untuk
melaksanakan pekerjaan tertentu. 2) Wewenang Pembuatan dan Penandatangan Surat
perintah dibuat dan ditandatangani oleh atasan atau pejabat yang berwenang berdasarkan
lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
d. Surat Tugas, 1) Pengertian Surat tugas
adalah naskah dinas dari atasan atau pejabat
yang berwenang yang ditujukan kepada bawahan atau pegawai lainnya yang
berisi penugasan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsi.
2) Wewenang Pembuatan dan Penandatangan Surat tugas dibuat dan ditandatangani
oleh atasan atau pejabat yang bewenang
berdasarkan lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
21. Untuk memahami peraturan perundang-undangan yang bersifat penetapan,
perlu dipahami apa yang dimaksud dengan Keputusan dalam hal ini Keputusan
Tata Usana Negara, pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9
Tahun 2004 merumuskan bahwasanya “Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
22. Berdasarkan
pengertian keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat
3 UU Nomor 5 Tahun 1986, ditemukan unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Penetapan tertulis;
2. Dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
4.
Bersifat konkret, individual dan final;
5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
23. Penetapan tertulis, Apa yang dimaksud Penetapan tertulis
? Istilah
“penetapan tertulis” terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk
keputusan yang dikeluakan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan
itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk
formalnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan
tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu sebuah
memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan
suatuu Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini
apabila sudah jelas : a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang
mengeluarkannya; b. maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu; c. kepada siapa
tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetap-kan di dalamnya.
24. Dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Siapakah
yang dimaksud Pejabat Tata Usaha Negara? Yang dimaksud adalah Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku (pasal 1 angka 2 UU No 5 tahun 1986) dan yang dimaksud dengan
“urusan pemerintahan” ialah kegiatan yang bersifat eksekutif.
- Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan; Penjelasan Pasal 1 angka 3
disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan “tindakan hukum Tata Usaha Negara” adalah perbuatan hukum Badan atau
Pejabat tata Usaha Negara yang bersumber pada ketentuan hukum Tata Usaha
Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain. Atau
dengan perkataan lain, tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah tindakan
dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang dilakukan atas dasar
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menimbulkan akibat hukum
mengenai urusan pemerintahan terhadap seseorang atau badan hukum perdata.
Karena tindakan hukum dari Badan atau pejabat Tata Usaha Negara tersebut
atas dasar peraturan perundang-undangan menimbulkan akibat hukum mengenai
urusan pemerintahan, maka dapat dikatakan tindakan hukum dari Badan atau
pejabat Tata Usaha Negara itu selalu merupakan tindakan hukum publik
sepihak. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak selalu tindakan hukum dari
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara merupakan tindakan hukum Tata Usaha
Negara, tetapi hanya tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan saja
yang merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara.
26. Apa yang dimaksud dengan bersifat konkrit,
individual, dan final adalah sebagai berikut:
1.
Bersifat
konkrit, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu
tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya
keputusan mengenai pembongkaran rumah si A, izin usaha bagi si B, pemberhentian
si A sebagai pegawai negeri.
2.
Bersifat
individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditunjukkan untuk
umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju
itu lebih dari seorang, maka tiap tiap nama orang yang terkena keputusan itu
disebutkan, misalnya keputusan tentang pembuatan atau pelebaran jalan dengan
lampiran yang menyebutkan nama-nama yang terkena keputusan tersebut.
3.
Bersifat
final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.
Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain
belum bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau
kewajiban pada pihak yang bersangkutan, misalnya keputusan pengangkatan seorang
pegawai negeri memerlukan persetujuan dari Badan Kepegawaian Negara.
27. Yang dimaksud dengan “menimbulkan akibat hukum” adalah menimbulkan akibat hukum Tata
Usaha Negara, karena penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha yang menimbulkan akibat hukum tersebut adalah berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara. Akibat hukum Tata Usaha Negara tersebut dapat
berupa:
1.
Menguatkan
suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada (declaratoir), misalnya surat keterangan dari Pejabat
Pembuat Akta Tanah yang isinya menyebutkan antara A dan B memang telah terjadi
jual beli tanah atau surat keterangan dari Kepala Desa yang isinya menyebutkan
tentang asal-usul anak yang akan nikah.
2.
Menimbulkan
suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang baru (constitutief),
misalnya Keputusan Jaksa Agung tentang pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil
atau Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang sisinya menyebutkan
suatu Perseroan Terbatas diberikan izin mengimpor suatu jenis barang.
3.
Menolak
untuk menguatkan hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada, misalnya
Keputusan Jaksa Agung tentang penolakan untuk mengangkat calon Pegawai Negeri
Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil atau Keputusan Badan Pertahanan Nasional
tentang penolakan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha;
28. Berdasarkan pemahaman di atas, dapat dibedakan antara peraturan dengan keputusan
untuk memudahkan berikut ini dipetakan secara tabel :
Perbedaan PERATURAN dengan KEPUTUSAN.
No.
|
Uraian
|
Peraturan
|
Keputusan
|
1.
|
Sifat
|
Regulatif (mengatur) atau Regeling
(pengaturan)
|
Konstitutif (Menetapkan) atau Beschiking
(Penetapan)
|
2.
|
Rumusan norma
|
ü
1. Bersifat umum -abstrak
ü
2. Lazim disusun dalam bentuk pasal-ayat.
3.kekuatan hukum Mengikat
umum
4. Berlaku secara
terus menerus selama belum ada peraturan setingkat yang menyatakan bahwa
tidak berlaku
5. Rumusan Norma jika bertentangan dengan
peraturan di atas dilakukan pengujian (yudisial review)
|
1.
Bersifat khusus - kongkrit
2.
Lazim disusun dalam bentuk Diktum
3.
Kekuatan hukum mengikat secara individual
4.
Berlaku sekali saja atau enmalig
5.
Digugat di PTUN
Diktum dapat dibatalkan atau batal
dengan demi hukum
|
3.
|
Kaitan dengan peraturan lain
|
Tergantung pada peraturan
perundang-undangan wajib.
|
a.Keputusan adalah naskah dinas yang memuat kebijakan
yang bersifat menetapkan, tidak bersifat mengatur, dan merupakan pelaksanaan
kegiatan, yang digunakan untuk: 1) menetapkan/mengubah status
kepegawaian/personal/ keanggotaan/material/peristiwa; 2)
menetapkan/mengubah/membubarkan suatu kepanitiaan/tim; 3) menetapkan
pelimpahan wewenang.
b. Wewenang Penetapan dan Penandatanganan Pejabat yang
berwenang menetapkan dan menandatangani Keputusan adalah pejabat yang
bewenang berdasarkan lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya
|
4.
|
Diseminasi formal
|
Diundangkan dalam Lembaran Negara
atau Berita Negara atau Lembaran Daera atau Berira Daerah.
|
Tidak dimasukkan dalam Lembaran
Negara atau Berita Negara atau Lembaran Daera atau Berira Daerah.
|
5.
|
Contoh
|
Peraturan Daerah tentang APBD.
|
SK Bupati tentang Panitia Peringatan
Hari kemerdekaan.
|
29. Perbedaan
secara akademis di dalam ilmu perundangundangan, keputusan adalah perihal
putusan sebagai hasil tindakan pejabat yang berwenang dalam rangka menentukan
atau menetapkan kebijakan tertentu yang diinginkan, termasuk mengangkat atau
memberhentikan pejabat di lingkungannya. Keputusan untuk mengangkat atau
memberhentikan pejabat tertentu sering orang menyebut sebagai penetapan (beschikking).Apa perbedaan antara beschikking
dengan regelling (pengaturan), dan beleidsregel
(aturan kebijakan). Untuk memahami secara
akademis perhatikan tabel berikut ini.
Regeling
|
Beleidsregel
|
Beschikking
|
Vonnis
|
1. Bersifat mengatur dan
mengikat secara umum (algemeen bindende).
|
1 Mengikat secara umum.
|
1.
Ditujukan kepada individu (-individu)
tertentu. |
1.Ditujukan
kepada individu (individu) tertentu
|
2.Bersifat abstrak-umum
(tidak ditujukan kepada individu tertentu).
|
2. Bersifat
abstrak-umum atau abstrak-individual.
|
2.
Bersifat final dan
kongkrit, nyata |
2.Bersifat kongkrit
|
3.Bersumber dari kekuasaan
legislatif (legislative power).
|
3.Bersumber dari kekuasaan
eksekutif (executive power).
|
3. Bersumber dari kekuasaan
eksekutif
(executive power). |
3.Bersumber dari kekuasaan
judisial (judicial power).
|
4.Berlaku terus menerus
(dauerhaftig
|
4.Berlaku
terus menerus (dauerhaftig).
|
4..
Berlaku sekali selesai (einmahlig).
|
4.Berlaku
sekali selesai, sesuai dengan waktu yang ditentukan.
|
5. Mempunyai bentuk/format
tertentu (baku).
|
5.
Kadangkala formatnya tidak baku
|
5.Kadangkala
formatnya tidak baku.
|
5.Formatnya
telah dibakukan
|
30. Keputusan
pejabat yang selama ini kita pahami terdiri dari 2 (dua) keluaran yakni
keputusan yang berupa pengaturan dan
keputusan yang berupa penetapan. Pemahaman ini dicetuskan oleh Prof. Dr. A.
Hamid S Attamimi untuk menghindari istilah “peraturan” (sebagai nomenklatur
tersendiri) yang dalam perjalanan sejarah pernah disalahgunakan sebagai produk
kebijakan yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan di atasnya (baca
beberapa Peraturan Presiden tahun 1959-an yang sebagian telah dinyatakan tidak
berlaku).
31. Keputusan
yang berupa pengaturan dan penetapan, dilihat dari format dan isi atau
substansi keduanya memang berbeda. Penetapan pada dasarnya tidak termasuk dalam
lingkup peraturan perundang-undangan dalam arti bahwa isi atau substansi
keputusan yang dikeluarkan pejabat tidak mengikat umum, tetapi mengikat
individu atau kelompok tertentu di lingkungan pejabat yang mengeluarkan
keputusan tersebut (itu pun berlaku hanya sekali dan hanya pada saat itu saja).
Sekali lagi, pengikatan individu dan kelompok tertentu tersebut menunjukkan
bahwa keputusan tersebut tidak mengikat umum. Dengan demikian, pengertian kata
“umum” sudah jelas dari gambaran tersebut untuk membedakan peraturan
perundangan –undangan yang bersifat penetapan atau beschiking.
32. Perbedaan Keputusan Dengan Peraturan, suatu keputusan (beschikking)
selalu bersifat individual, kongkret dan berlaku sekali selesai
(enmahlig). Sedangkan, suatu peraturan (regels) selalu bersifat
umum, abstrak dan berlaku secara terus menerus (dauerhaftig).
33. Contoh untuk memilah yang bersifat
pengaturan dengan bersifat penetapan misalnya, Keputusan Presiden (Keppres) berbeda dengan
Peraturan Presiden (Perpres). Keputusan Presiden adalah norma hukum yang
bersifat konkret, individual, dan sekali selesai (contoh: Keppres
No. 6/M Tahun 2000 tentang Pengangkatan Ir. Cacuk Sudarijanto
sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Sedangkan
Peraturan Presiden adalah norma hukum yang bersifat abstrak, umum, dan
terus-menerus (contoh: Perpres No. 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan,
Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi
Jalan).
34. Kecuali untuk Keputusan
Presiden yang sampai saat ini
masih berlaku dan mengatur hal yang umum contohnya Keppres No. 63 Tahun
2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional, maka berdasarkan Pasal
100 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (“UU 12/2011”), Keppres tersebut harus
dimaknai sebagai peraturan. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 100 UU
12/2011 yang berbunyi: “Semua Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau
keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya
mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus
dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.”Jadi, Keputusan Presiden berbeda dengan Peraturan
Presiden karena sifat dari Keputusan adalah konkret,individual, dan sekali
selesai sedangkan sifat dari Peraturan adalah abstrak, umum, dan terus-menerus.
Bila Keppres bersifat mengatur hal yang umum, maka harus dimaknai sebagai
Peraturan.
35. Dilihat dari sesi mengenai kekuatan
hukum dan pemberlakuan suatu Keputusan Presiden, kembali pada materi yang
diatur dalam Keputusan Presiden tersebut. Apabila Keppres tersebut bersifat
konkret, individual, sekali selesai, maka isi
Keppres hanya berlaku dan mengikat kepada orang atau pihak tertentu yang
disebut dan mengenai hal yang diatur dalam Keppres tersebut. Beda halnya
jika Keppres tersebut berisi muatan yang bersifat abstrak, umum, dan terus
menerus, maka Keppres tersebut berlaku untuk semua
orang dan tetap berlaku sampai Keppres tersebut dicabut atau diganti dengan
aturan baru. Jadi, Keppres berbeda dengan Perpres karena sifat-sifat dari
Keputusan Presiden adalah konkret, individual, dan sekali selesai sedangkan sifat dari Peraturan
Presiden adalah abstrak, umum, dan terus-menerus. Isi Keppres berlaku untuk orang atau pihak tertentu yang
disebut dalam Keppres tersebut, sedangkan isi Perpres berlaku untuk umum.
Kecuali bila Keppres memiliki muatan seperti Perpres, maka keberlakuannya juga
sama seperti Perpres.
*) Materi ini
disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Produk-Produk Hukum Kementerian Agama RI
Tanggal 28s/d 30 September 2015 di Asrama Haji Pontianak.