MEMAHAMI SUBTANSI UU NOMOR 6 TAHUN
2014 TENTANG DESA
Oleh: Turiman Fachturahman Nur
Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 telah
menetapkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam konsideran UU tersebut
diisampaikan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan
cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
Kemudian bahwa dalam perjalanan
ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk
sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri,
dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera
Jika kita pahami dari konstruksi hukum
terhadap struktur pemerintahan desa, sebenarnya masih menggunakan konstruksi
hukum yang diterapkan selama ini. Hal ini dapat kita telusuri dari teks hukum
pada pasal 1 angka UU No 6 Tahun 2014 yang menyatakan, bahwa Pemerintahan Desa
adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pertanyaan yang perlu diajukan
adalah apa yang dimaksudkan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat, karena disini ada dua konsep, yakni pertama, penyelenggaraan
urusan pemerintahan, kedua, kepentingan masyarakat setempat.
Untuk memahami ini, harus dipahami
lebih dahulu apa yang dimaksud dengan desa, apabila memperhatikan secara cermat
teks hukum UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 1 angka 1 memberikan
batasan tentang desa berikut ini.
Desa adalah desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan rumusan pasal 1 angka
1, terjawablah, bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud penyelenggaraan
urusan pemerintahan adalah “untuk mengatur”, untuk mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat.
Dasar yang digunakan adalah
berdasarkan (1) prakarsa masyarakat, (2) berdasarkan hak asal usul atau hak
tradisional. Pertanyaan siapa yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat ? Pertanyaan ini dijawab dalam rumusan pada Pasal 1 angka 3 yang
menyatakan, bahwa Pemerintah Desa
adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Jadi yang berwenang adalah pemerintah
desa, yakni Kepala Desa dibantu perangkat desa, sebagai unsur penyelenggaran
pemerintahan desa. Ini artinya disamping Kepala desa dan perangkat desa ada
unsur lain penyelenggara pemerintahan desa. Siapakah unsur lain dimaksud dalam
UU No 6 Tahun 2014 ?
Pasal 1 angka 4 UU No 6 Tahun 2014
menjawab yang dimaksudkan unsur lain, yakni Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa
berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Kata kuncinya adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan. Pertanyaannya
adalah karena kedua lembaga Kepala desa dan BPD sama-sama melaksanakan fungsi
pemerintahan, yakni pemerintahan desa, maka perlu diajukan siapakah yang
dimaksud PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA
berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 ?
Pasal 23 UU No 6 Tahun 2014 memberikan penegasan,
yakni Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Jelas terjawab
siapakah yang dimaksud pemerintah desa, maka dikembalikan pada pasal 1 angka 3
UU No 6 Tahun 2014, yakni Pemerintah
Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat
Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Jika demikian BPD kedudukannya
adalah hanya lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis . Hal ini ditegaskan juga pada Pemerintah Desa
Pasal 25 bahwa Pemerintah Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan
nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama
lain
Berdasarkan konstruksi hukum yang demikian,
jelas Kepala Desa memiliki kedudukan yang strategis sebagai PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA. Namun
ketika melaksanakan kewenangan desa dua lembaga tersebut mempunyai kedudukan
yang sama, yakni Kepala Desa dan BPD.
Untuk memahami, perlu dipahami konstruksi
hukum terhadap KEWENANGAN DESA sebagaimana dimaksud Pasal 18 UU no 6 Tahun 2014, Kewenangan Desa meliputi
kewenangan di bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan
adat istiadat Desa.
Pasal 19 Kewenangan Desa meliputi:
a.
kewenangan
berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. kewenangan lain
yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal
20 :
Pelaksanaan
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a
dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa.
Pasal 21 :
Pelaksanaan
kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa.
Pada teks hukum Pasal 19 perlu dipahami
konstruksi hukumnya, bahwa ada
kewenangan yang diurus oleh desa dan ada
kewenangan yang berasal dari penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota.
Pertanyaannya
kewenangan yang berasal dari penugasan
dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota
meliputi apa saja ? Jika kita mengacu pada UU No 6 Tahun 2014, hal tersebut
ditegaskan pada pasal Pasal 22 yang
menyatakan:
(1) Penugasan dari
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya.
Berdasarkan Pasal 22 ada empat penugasan
yang bisa datang dari pemerintah, dan atau pemerintah daerah (bisa Pemerintaha
Daerah Provinsi, bisa Pemerintah daerah Kabupaten Kota) yakni;
Pertama,
penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
Kedua
, pelaksanaan Pembangunan Desa
Ketiga,
pembinaan kemasyarakatan Desa
Keempat, pemberdayaan
masyarakat Desa.
Keempat
hal tersebut penugasaan disertai biaya, pertanyaannya dari mana biayanya ? Untuk
memahami perlu dipahami oleh Kepala desa dan pembantu serta BPD apa yang
dimaksud keempat penugasan tersebut diatas konsepnya? Berdasarkan UU No 6 Tahun
2014 hanya ada dua konsep yang diberikan batasan dalan Ketentuan Umum Pasal 1,
yakni: Pembangunan Desa dan Pemberdayaan desa sebagaimana pernyataan berikut
ini: Pembangunan
Desa adalah upaya peningkatan kualitas
hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
(pasal 1 angka 8) dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran,
serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan,
dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat Desa. (pasal 1 angka 12)
Siapa yang melaksanakan keempat hal
tersebut di atas, berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 pada Pasal 26 ayat (1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Pertanyaaan selanjutnya kewenangan apa
yang dimiliki oleh Kepala Desa dalam menyelenggaraka keempat hal tersebut diatas ? Pasal 26 ayat
(2) menyatakan, bahwa Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Desa berwenang:
a.
memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b.
mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
c.
memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d.
menetapkan Peraturan Desa;
e.
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
f.
membina kehidupan masyarakat Desa;
g.
membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h. membina dan meningkatkan
perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala
produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
i.
mengembangkan sumber pendapatan Desa;
j. mengusulkan dan
menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa;
k.
mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l.
memanfaatkan teknologi tepat guna;
m.
mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
n. mewakili Desa di dalam dan di
luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o. melaksanakan
wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan yang dimiliki
oleh kepala desa, maka secara hukum memiliki tanggung jawab yang besar, oleh
karena itu untuk efektif harus ada pendelegasian kewenangan kepada para
pembantunya atau memberikan mandat. Oleh karena itu dalam melaksanakan
kewenangan Kepala Desa diberikan sebagaimana ditegaskan pada pasal 26 ayat (3)
UU No 6 Tahun 2014, yaitu : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala Desa berhak:
a.
mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
b.
mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c. menerima
penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah,
serta mendapat jaminan kesehatan;
d.
mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
e.
memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat
Desa.
Patut disadari, bahwa disamping
kewenangan dan hak yang dimiliki Kepala Desa memiliki kewajiban yang ditegaskan
dalam UU No 6 Tahun 2014 pada pasal 26 ayat (4) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban:
a. memegang teguh
dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
c.
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d. menaati dan
menegakkan peraturan perundang-undangan;
e.
melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
f.melaksanakan
prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif
dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
g.
menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
h.
menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
i.
mengelola Keuangan dan Aset Desa;
j. melaksanakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
k.
menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
l.
mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
m.
membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
n.
memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
o.
mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
p. memberikan
informasi kepada masyarakat Desa.
Kewenangan, hak, Kewajiban Kepala
Desa masih dibebani sebuah kewajiban kepada pemerintahan Kabupaten/Kota,
sebagaimana ditegaskan pada Pasal 27 Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak,
dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib:
a. menyampaikan
laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap
akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
b. menyampaikan
laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
c. memberikan
laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun
anggaran; dan
d. memberikan
dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis
kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.
Pasal
28
(1) Kepala Desa
yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4)
dan Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran
tertulis.
(2) Dalam hal
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan,
dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan
pemberhentian.
Agar Kepala Desa tidak “terjebak
pada pelanggaran hukum” maka Kepala Desa diberikan larangan sebagaimana
ditegaskan, Pasal 29 UU no 6 Tahun 2014. Kepala Desa dilarang:
a.
merugikan
kepentingan umum;
b.
membuat
keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain,
dan/atau golongan tertentu;
c.
menyalahgunakan
wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d.
melakukan
tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e.
melakukan
tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f.
melakukan kolusi, korupsi, dan
nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat
memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g.
menjadi
pengurus partai politik;
h.
menjadi
anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i.
merangkap
jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan
perundangan-undangan;
j. ikut
serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala
daerah;
k.
melanggar
sumpah/janji jabatan; dan
l.
meninggalkan
tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal
30
(1)
Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai
sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2)
Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan
dengan pemberhentian.
Berdasarkan kewenangan, hak dan
kewajiban serta larangan, maka perlu dipahamidan dilaksanakan asas-asas
penyelenggaraan pemerintahan desa yang ditegaskan oleh UU No 6 Tahun 2014 pada Pasal 24 Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan
asas:
a.
kepastian hukum;
b.
tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c.
tertib kepentingan umum;
d.
keterbukaan;
e.
proporsionalitas;
f.
profesionalitas;
g.
akuntabilitas;
h.
efektivitas dan efisiensi;
i.
kearifan lokal;
j.
keberagaman; dan
k.
partisipatif.
Agar penyelenggaran Pemerintahan
desa terlaksana secara demokratis di desa trerdapat forum yang kemudian
dinamakan musyawarah desa. Didalam UU No 6 Tahun 2014 diberikan batasan yang
tegas apa yang dimaksud musyawarah desa, yakni pada Pasal 1 angka 5 yang
menayatkan, bahwa Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan
Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
Yang berperanan strategis pada
musyawarah desa adalah BPD, karena musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD.
Oleh karena itu perlu pula dipahami apa tugas BPD berdasarkan UU No 6 Tahun
2014 pada Pasal 55 Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
a.
membahas
dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b.
menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c.
melakukan
pengawasan kinerja Kepala Desa.
Untuk melaksanakan fungsi
tersebut BPD diberikan hak pada pasal 61 Badan Permusyawaratan Desa berhak:
a.
mengawasi
dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada
Pemerintah Desa;
b.
menyatakan pendapat atas penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
c.
mendapatkan
biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa.
Sedangkan
anggota diberikan hak dan kewajiban dan larangan sebagai berikut:
Pasal 62 Anggota
Badan Permusyawaratan Desa berhak:
a.
mengajukan usul rancangan Peraturan Desa;
b.
mengajukan pertanyaan;
c.
menyampaikan usul dan/atau pendapat;
d.
memilih dan dipilih; dan
e.
mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pasal 63 Anggota
Badan Permusyawaratan Desa wajib:
a.
memegang
teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
b.
penyelenggaraan
Pemerintahan Desa;
c.
menyerap,
menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa;
d.
mendahulukan
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;
e.
menghormati
nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan
f.
menjaga
norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa.
Pasal 64 Anggota
Badan Permusyawaratan Desa dilarang:
a. merugikan
kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan
warga atau golongan masyarakat Desa;
b.
melakukan
korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak
lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
c.
menyalahgunakan
wewenang;
d.
melanggar
sumpah/janji jabatan;
e.
merangkap
jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f. merangkap
sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam
peraturan perundangan-undangan;
g.
sebagai
pelaksana proyek Desa;
h. menjadi
pengurus partai politik; dan/atau
i.
menjadi
anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.
Hal yang penting adalah berkaitan
dengan keuangan desa ada pertanyaan yang penting adalah dari mana penghasilan
desa berdasarkan UU No 6 Tahun 2014
? Pasal 66:
(1) Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan.
(2) Penghasilan
tetap Kepala Desa dan perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Selain
penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa menerima tunjangan yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
(4) Selain
penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat
Desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang
sah.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai besaran penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta penerimaan lainnya
yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berkaitan dengan Keungan desa UU Nomor 6
Tahun 2014 memberikan penegasan
tersendiri pada BAB VIII KEUANGAN DESA
DAN ASET DESA, mulai pasa. 71 s/d 74:
Pasal 71
(1) Keuangan Desa adalah semua hak
dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa
uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
(2)
Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan,
belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.
Pasal
72
(1)
Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari:
a. pendapatan asli
Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong
royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
b.
alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c.
bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
d.alokasi dana
Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
e. bantuan
keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
f.
hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g.
lain-lain pendapatan Desa yang sah.
(2) Alokasi
anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja
Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan
berkeadilan.
(3) Bagian hasil
pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi
daerah.
(4) Alokasi dana
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
(5) Dalam rangka
pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada
perangkat Desa yang ditunjuk.
(6) Bagi
Kabupaten/Kota yang tidak memberikan alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar
alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya
disalurkan ke Desa.
Pasal
73
(1) Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan
pembiayaan Desa.
(2) Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh Kepala Desa dan
dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa.
(3) Sesuai dengan
hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pasal
74
(1) Belanja Desa
diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam
Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah.
(2) Kebutuhan
pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas
pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan
masyarakat Desa.
Yang menjadi pertanyaan siapakah pemegang
keuanghan desa Pasal 75 UU No 6 Tahun 2014 menyatakan secara tegas (1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan Keuangan Desa. (2) Dalam
melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Keuangan
Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagaimana dengan segala peraturan
perundangan yang berlaku selama ini, UU No 6 Tahun 2014 memberikan batasan
berikut ini, Pasal 119 Semua ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan
pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 120 ayat (1) Semua peraturan pelaksanaan tentang
Desa yang selama ini ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini. Ayat (2) Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan
Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 121 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.