Selasa, 11 Maret 2014

MEMAHAMI SUBTANSI UU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA


           
   MEMAHAMI SUBTANSI UU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

Oleh: Turiman Fachturahman Nur

             Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 telah menetapkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.  Dalam konsideran UU tersebut diisampaikan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
         Kemudian bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera
         Jika kita pahami dari konstruksi hukum terhadap struktur pemerintahan desa, sebenarnya masih menggunakan konstruksi hukum yang diterapkan selama ini. Hal ini dapat kita telusuri dari teks hukum pada pasal 1 angka UU No 6 Tahun 2014 yang menyatakan, bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
           Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apa yang dimaksudkan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, karena disini ada dua konsep, yakni pertama, penyelenggaraan urusan pemerintahan, kedua, kepentingan masyarakat setempat.
             Untuk memahami ini, harus dipahami lebih dahulu apa yang dimaksud dengan desa, apabila memperhatikan secara cermat teks hukum UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 1 angka 1 memberikan batasan tentang desa berikut ini.
             Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
             Berdasarkan rumusan pasal 1 angka 1, terjawablah, bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah “untuk mengatur”, untuk mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat.
           Dasar yang digunakan adalah berdasarkan (1) prakarsa masyarakat, (2) berdasarkan hak asal usul atau hak tradisional. Pertanyaan siapa yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat ? Pertanyaan ini dijawab dalam rumusan pada Pasal 1 angka 3 yang menyatakan, bahwa  Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
        Jadi yang berwenang adalah pemerintah desa, yakni Kepala Desa dibantu perangkat desa, sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa. Ini artinya disamping Kepala desa dan perangkat desa ada unsur lain penyelenggara pemerintahan desa. Siapakah unsur lain dimaksud dalam UU No 6 Tahun 2014 ?
        Pasal 1 angka 4 UU No 6 Tahun 2014 menjawab yang dimaksudkan unsur lain, yakni  Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
          Kata kuncinya adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan. Pertanyaannya adalah karena kedua lembaga Kepala desa dan BPD sama-sama melaksanakan fungsi pemerintahan, yakni pemerintahan desa, maka perlu diajukan siapakah yang dimaksud PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA  berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 ?
      Pasal 23 UU No 6 Tahun 2014 memberikan penegasan, yakni Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Jelas terjawab siapakah yang dimaksud pemerintah desa, maka dikembalikan pada pasal 1 angka 3 UU No 6 Tahun 2014, yakni  Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Jika demikian BPD kedudukannya adalah hanya lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis . Hal ini ditegaskan juga pada Pemerintah Desa
           Pasal 25 bahwa Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain
          Berdasarkan konstruksi hukum yang demikian, jelas Kepala Desa memiliki kedudukan yang strategis sebagai PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA. Namun ketika melaksanakan kewenangan desa dua lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang sama, yakni Kepala Desa dan BPD.
         Untuk memahami, perlu dipahami konstruksi hukum terhadap  KEWENANGAN DESA sebagaimana dimaksud  Pasal 18 UU no 6 Tahun 2014, Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
        Pasal 19  Kewenangan Desa meliputi:
a.  kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b.  kewenangan lokal berskala Desa;
c.  kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah  Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     Pasal 20 :
Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa.
       Pasal 21 :
Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa.
      Pada teks hukum Pasal 19 perlu dipahami konstruksi  hukumnya, bahwa ada kewenangan yang diurus oleh desa dan ada kewenangan yang berasal dari penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota.
     Pertanyaannya kewenangan yang berasal dari penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota meliputi apa saja ? Jika kita mengacu pada UU No 6 Tahun 2014, hal tersebut ditegaskan pada pasal  Pasal 22 yang menyatakan:
(1) Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2)  Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya.
      Berdasarkan Pasal 22 ada empat penugasan yang bisa datang dari pemerintah, dan atau pemerintah daerah (bisa Pemerintaha Daerah Provinsi, bisa Pemerintah daerah Kabupaten Kota) yakni;
Pertama, penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Kedua , pelaksanaan Pembangunan Desa
Ketiga, pembinaan kemasyarakatan Desa
Keempat, pemberdayaan masyarakat Desa.
        Keempat hal tersebut penugasaan disertai biaya, pertanyaannya dari mana biayanya ? Untuk memahami perlu dipahami oleh Kepala desa dan pembantu serta BPD apa yang dimaksud keempat penugasan tersebut diatas konsepnya? Berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 hanya ada dua konsep yang diberikan batasan dalan Ketentuan Umum Pasal 1, yakni: Pembangunan Desa dan Pemberdayaan desa sebagaimana pernyataan berikut ini: Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. (pasal 1 angka 8) dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. (pasal 1 angka 12)
         Siapa yang melaksanakan keempat hal tersebut di atas, berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 pada Pasal 26  ayat (1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
         Pertanyaaan selanjutnya kewenangan apa yang dimiliki oleh Kepala Desa dalam menyelenggaraka  keempat hal tersebut diatas ? Pasal 26 ayat (2) menyatakan, bahwa Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang:
a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d. menetapkan Peraturan Desa;
e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
f. membina kehidupan masyarakat Desa;
g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
i.  mengembangkan sumber pendapatan Desa;
j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l.  memanfaatkan teknologi tepat guna;
m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
           Berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh kepala desa, maka secara hukum memiliki tanggung jawab yang besar, oleh karena itu untuk efektif harus ada pendelegasian kewenangan kepada para pembantunya atau memberikan mandat. Oleh karena itu dalam melaksanakan kewenangan Kepala Desa diberikan sebagaimana ditegaskan pada pasal 26 ayat (3) UU No 6 Tahun 2014, yaitu : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak:
a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
             Patut disadari, bahwa disamping kewenangan dan hak yang dimiliki Kepala Desa memiliki kewajiban yang ditegaskan dalam UU No 6 Tahun 2014 pada pasal 26 ayat (4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
f.melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
i. mengelola Keuangan dan Aset Desa;
j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
l. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
              Kewenangan, hak, Kewajiban Kepala Desa masih dibebani sebuah kewajiban kepada pemerintahan Kabupaten/Kota, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 27 Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib:
a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
c. memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan
d. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 28
(1) Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
            Agar Kepala Desa tidak “terjebak pada pelanggaran hukum” maka Kepala Desa diberikan larangan sebagaimana ditegaskan, Pasal 29 UU no 6 Tahun 2014. Kepala Desa dilarang:
a.       merugikan kepentingan umum;
b.      membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c.       menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d.      melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e.       melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f.       melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g.      menjadi pengurus partai politik;
h.      menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i.     merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j.   ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k.      melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l.        meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 30
(1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
            Berdasarkan kewenangan, hak dan kewajiban serta larangan, maka perlu dipahamidan dilaksanakan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan desa yang ditegaskan oleh UU No 6 Tahun 2014 pada  Pasal 24  Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. tertib kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
g. akuntabilitas;
h. efektivitas dan efisiensi;
i. kearifan lokal;
j. keberagaman; dan
k. partisipatif.
              Agar penyelenggaran Pemerintahan desa terlaksana secara demokratis di desa trerdapat forum yang kemudian dinamakan musyawarah desa. Didalam UU No 6 Tahun 2014 diberikan batasan yang tegas apa yang dimaksud musyawarah desa, yakni pada Pasal 1 angka 5 yang menayatkan, bahwa Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
            Yang berperanan strategis pada musyawarah desa adalah BPD, karena musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD. Oleh karena itu perlu pula dipahami apa tugas BPD berdasarkan UU No 6 Tahun 2014  pada Pasal 55  Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
a.       membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b.      menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c.       melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut BPD diberikan hak pada pasal 61  Badan Permusyawaratan Desa berhak:
a.       mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;
b.       menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
c.       mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Sedangkan anggota diberikan hak dan kewajiban dan larangan sebagai berikut:
Pasal 62 Anggota Badan Permusyawaratan Desa berhak:
a. mengajukan usul rancangan Peraturan Desa;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan/atau pendapat;
d. memilih dan dipilih; dan
e. mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pasal 63 Anggota Badan Permusyawaratan Desa wajib:
a.       memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
b.      penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
c.       menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa;
d.      mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;
e.       menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan
f.       menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa.
Pasal 64 Anggota Badan Permusyawaratan Desa dilarang:
a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa;
b.     melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
c.       menyalahgunakan wewenang;
d.      melanggar sumpah/janji jabatan;
e.       merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f.   merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
g.      sebagai pelaksana proyek Desa;
h.      menjadi pengurus partai politik; dan/atau
i.        menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.
Hal yang penting adalah berkaitan dengan keuangan desa ada pertanyaan yang penting adalah dari mana penghasilan desa  berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 ?   Pasal 66:
(1) Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan.
(2) Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa menerima tunjangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
(4) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang sah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta penerimaan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
        Berkaitan dengan Keungan desa UU Nomor 6 Tahun  2014 memberikan penegasan tersendiri pada BAB VIII KEUANGAN DESA DAN ASET DESA, mulai pasa. 71 s/d 74:
Pasal 71
(1) Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.
Pasal 72
(1) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari:
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
d.alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g. lain-lain pendapatan Desa yang sah.
(2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.
(3) Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah.
(4) Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
(5) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk.
(6) Bagi Kabupaten/Kota yang tidak memberikan alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke Desa.
Pasal 73
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan Desa.
(2) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa.
(3) Sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pasal 74
(1) Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah.
(2) Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa.
         Yang menjadi pertanyaan siapakah pemegang keuanghan desa Pasal 75 UU No 6 Tahun 2014 menyatakan secara tegas  (1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa.  (2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa.  (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah.
         Bagaimana dengan segala peraturan perundangan yang berlaku selama ini, UU No 6 Tahun 2014 memberikan batasan berikut ini, Pasal 119  Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 120  ayat (1) Semua peraturan pelaksanaan tentang Desa yang selama ini ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Ayat (2) Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 121  Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
»»  Baca Selengkapnya...