Selasa, 13 Desember 2016

KONSTRUKSI HUKUM TENTANG PROSEDUR PENERBITAN HAK HAK LAMA BERDASARKAN HUKUM AGARIA

KONSTRUKSI HUKUM
TENTANG PROSEDUR PENERBITAN HAK HAK LAMA
BERDASARKAN HUKUM AGARIA

Oleh: Turiman,SH,MHum

1.    Bagaimana Terjadinya Hak Milik ?

Melalui 3 (tiga)  cara disebutkan dalam Pasal 22 UUPA:
Pasal 22
(1)  Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)  Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena:
        a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan;
        b.dengan Peraturan Pemerintah;
        c. ketentuan Undang-undang.
Penjelasannya:
1.        Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat-Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan   hutan) atau terjadi karena timbulnya lidah tanah (Aanslibing).
2.        Hak milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah-Hak milik atas tanah yang terjadi disini berasal dari tanah Negara. Hak milik atas tanah ini terjadi kerena permohonan pemberian hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh BPN.
3.        Hak milik atas tanah terjadi kerena ketentuan undang-undang-hak milik atas tanah ini terjadi karena undang-undanglah yang menciptakannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1, Pasal II, dan pasal III dan pasal VII ayat(1) Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

2.Bagaimana Status Hukum Tanah Swapraja ?
a.         Tanah bekas swaparja sudah dihapus dengan Terbitnya UUPA 24 September 1961. DIKTUM KEEMPAT UUPA : A. Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada pada. waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara. B. Hal-hal yang bersangkutan dengan ketentuan dalam huruf A di atas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
b.        Sampai saat ini Peraturan Pemerintah Yang dimaksud belum ada diterbitkan, hanya berkaitan  tentang Pendaftaran Pertama kembali berdasarkan PP No 10 Tahun 1961 yang mulai berlaku sejak 23 Maret 1961 dan telah berakhir diperpanjangan waktu pendaftaran pertama sampai dengan tanggal 24 September  1980 sesuai pasal  1 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 dengan kata lain status hukum tanah bekas swapraja terhapus kemudian berubah statusnya sebagai tanah negara.
c.         Dalam konsideran Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 bagian  menimbang huruf  a. bahwa dalam rangka menyelesaikan masalah yang ditimbulkan karena berakhirnya jangka waktu hak-hak atas tanah asal konversi Hak Barat pada selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980, sebagaimana pada diktum IV yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, karena tanah bekas swaparaja dikatagorikan sebagai hak-hak tanah barat sebagai produk Pemerintah Kerajaan atau menurut wewenang Agrarische Ambtenaar.           
d.        Kemudian ditegaskan lagi pada Pasal 1 ayat (1) Tanah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai asal konversi hak Barat, jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah   dikuasai langsung oleh Negara.

3.Bagaimana Pembuktian hak-hak lama berdasarkan PP No 24 Tahun 1997?

a.        Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1997 dibuka kembali dengan persyaratan alat bukti hak tertulis yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 angka 9 Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang BELUM terdaftar berdasarkan  Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini
b.        Tanah-tanah bekas hak Barat termasuk tanah bekas swapraja, maka berdasarkan Bagian II Pendaftaran Pemindahan Hak, Pemberian Hak Baru, Penggadaian Hak, Pemberian Hak Tanggungan Dan Perwarisan
A. Kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dengan pendaftaran.
Pasal 19 PP No 10 Tahun 1961 Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : penjabat). Akta tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria
c.         Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 BAB IV PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI
        Pasal 23  Untuk keperluan pendaftaran hak:
a.       hak atas tanah baru dibuktikan dengan :
1.      penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan;
2.      asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima. hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik;
Paragraf 2 Pembuktian Hak Lama
Pasal 24 ayat (1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Penjelasan Pasal 24 Ayat (1) Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.
Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat, berupa:

Huruf c surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau

Huruf f. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau

Huruf g. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau

Pasal 24 ayat (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya, dengan syarat :
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
(1) Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
(2) Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri.

Peraturan KBPN No 3 Tahun 1997
Pasal 60 ayat (1)  Alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah berupa alat bukti untuk pendaftaran hak baru dan pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud masing-masing dalam Pasal 23 dan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Pasal 60 ayat (2) Alat bukti tertulis yang digunakan untuk pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan lengkap apabila dapat ditunjukkan kepada Panitia Ajudikasi dokumen-dokumen sebagai berikut: antara lain

Huruf c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang ber-sangkutan, atau

Huruf g. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan.

Huruf h akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

Berdasarkan pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Kepala BPN No 3 tahun 1997
Untuk tanah-tanah hak-hak lama seperti bekas tanah swapraja, apabila digunakan untuk
Pendaftaran untuk Pertama kali (PP No 10 Tahun 1961) –pasal 1 angka 9 yang belum  didaftar berdasarkan PP No 10 Tahun 196, maka prosedurnya adalah :
1.      Tanda bukti hak yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang ber-sangkutan
2.      Jika sudah ada pemindahan hak atas tanah harus dibuat sebelum berlakunya PP Nomor 24 Tahun 1997 berlaku.
3.      Akta Pemindahan hak atas tanah harus dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan.
Apabila dilihat dari fakta yuridis, bahwa ternyata tanah bekas swapraja dalam perkara ini belum pernah terdaftar untuk pertama kali dan dikonversi berdasarkan PP No 10 Tahun 1961. Jadi yang dimaksud pasal 23 dan 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah hak-hak lama yang sudah terdaftar pertama kali berdasarkan PP No 10 Tahun 1961, karena yang dimaksudkan Pendaftaran Pertama kali dalam PP Nomor 24 tahun 1997 adalah Pendaftaran untuk Pertama Kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang  BELUM didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini. (Pasal 1 angka 9 PP No 24 Tahun 1997), dan apabila kemudian ada pengembalian batas, maka yang dimaksudkan adakah pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendataranm daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang kemudian, (Pasal 1 angka 12 PP No 24 tahun 1997).

4.Bagaimana Tentang Syarat Sah Sebuah Keputusan Administrasi Negara ?

Analisis Hukum Tata Usaha Negara terhadap SK BPN terhadap tanah bekas    swapraja
Analisis Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Pontianak Nomor 112-520.1.41.1.2010  Tentang Pemberian Hak milik atas nama Idris Atas Tanah di Kota Pontianak, yang dikeluarkan pada tanggal 10-5-2010 terhadap perkara ini, maka pertanyaannya adalah  atas dasar prosedur peraturan perundang-undangan dan  sumber kewenangan peraturan perundang-undangan yang mana ?

Parameter analisisnya secara umum dengan UU Nomor 30  Tahun 2014.
a.       Bahwa berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, dan UU ini adalah hukum materil dari HAN/PTUN mengatur secara tegas tentang syarat sahnya sebuah Keputusan Administrasi Negara//TUN diatur: BAB IX KEPUTUSAN PEMERINTAHAN Bagian Kesatu Syarat Sahnya Keputusan

Pasal 52 (1) Syarat sahnya Keputusan meliputi:
a. ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
b. dibuat sesuai prosedur; dan
c. substansi yang sesuai dengan objek Keputusan.
Ayat (2)  Sahnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada k        etentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.

Pasal 53
(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan           

b.      Analisis ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
Siapakah yang berwenang menetapkan tanah bekas swapraja menjadi hak milik ?
Pada tataran hirarki Peraturan Perundang-Undangan (Pasal 7 ayat UU Nomor 12 Tahun 2011)

1.         Pada tataran UNDANG-UNDANG
UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) diterbitkan Bagian  Kedua ketentuan-ketentuan konversi Diktum Keempat UUPA menyatakan bahwa: A.Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari swapraja atau bekas swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara. B.Hal-hal lain yang bersangkutan dengan ketentuan huruf A diatas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Beralih kepada siapa kewenangannya ?
Berdasarkan UU No 25 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur
                   BAGIAN XI UU No 25 Tahun 1956 Ketentuan Lain-lain
 Pasal 80 Hal-hal lain yang dalam ketentuan-ketentuan undang-undang ini belum dapat dinyatakan sebagai tugas-tugas termasuk urusan rumah-tangga dan kewajiban Propinsi-propinsi Kalimantan-Barat, Kalimantan-Selatan atau Kalimantan-Timur, seperti yang mengenai misalnya: 1. urusan agraria, 2. urusan perburuhan, 3. urusan penerangan dan seterusnya. pun pula yang mengenai urusan-urusan tersebut dalam Bagian-bagian II sampai dengan IX, Bab II Undangundang ini, dan perubahan- perubahan ketentuan-ketentuan dalam Bagian-bagian tersebut tadi, dapat ditambahkan atau diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tanah-tanah yang semula dikuasai oleh pemerintah swapraja dengan hak penguasaan yang bersifat publik, menjadi tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara, seperti tanah-tanah dalam daerah pemerintahan langsung. Sedangkan tanah-tanah yang dikuasai dengan hak yang bersifat Perdata, tetap dalam penguasaan bekas kepala swapraja, yang umumnya masih menggunakan sebutan lama sebagai kepala swapraja, Sunan, Sultan atau Raja sebagai kepala keluarga kerajaan.

Bagian II. Tanah, bangunan, gedung dan lain-lain sebagainya
Pasal 85 (1) Tanah, bangunan, gedung dan barang-barang tidak bergerak lainnya milik Pemerintah, yang dibutuhkan oleh Propinsi yang bersangkutan untuk menyelenggarakan urusan rumah-tangga dan kewajibannya menurut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, diserahkan kepada Propinsi dalam hak milik atau diserahkan untuk dipakai atau diserahkan dalam pengelolaan guna kepentingannya, terkecuali tanah, bangunan, gedung dan lain-lain sebagainya, yang dikuasai oleh Kementerian Pertahanan.

2.             Pada tingkat  PERATURAN PEMERINTAH
Karena Bagian kedua Diktum IV UUPA Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari swapraja atau bekas swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara atau sebelumnya dikenal tanah negara, dimana dasar hukum tanah negara ?

PP No. 8 Tahun 1953 Tentang Penguasaan Tanah-tanah negara, Pasal 1 huruf a. tanah negara, ialah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara.  Menurut Pasal 2, Kecuali jika penguasaan atas tanah Negara dengan undang-undang atau peraturan lain pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini, telah diserahkan kepada sesuatu Kementrian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka penguasaan atas tanah Negara ada pada Menteri Dalam Negeri.
Menurut Pasal 3, ayat  (1)  Di dalam hal penguasaan tersebut dalam Pasal 2 ada pada Menteri Dalam Negeri, maka ia berhak:
a.       menyerahkan penguasaan itu kepada sesuatu Kementrian, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk keperluan-keperluan tersebut dalam Pasal 4;
b.      mengawasi agar supaya tanah Negara tersebut dalam sub a dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan bertindak menurut ketentuan tersebut dalam Pasal 8.
Menurut Pasal 3 ayat (2)  Di dalam hal penguasaan atas tanah Negara pada waktu mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah diserahkan kepada sesuatu Kementrian, Jawatan atau Daerah Swatantra sebagai tersebut dalam Pasal 2, maka Menteri Dalam Negeri pun berhak mengadakan pengawasan terhadap penggunaan tanah itu dan bertindak menurut ketentuan dalam Pasal 8.
Menurut Pasal 4,  Penguasaan sebagai dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 sub a diserahkan kepada:
                                       i.     sesuatu Kementrian atau Jawatan untuk melaksanakan kepentingan tertentu dari Kementrian atau Jawatan itu,
                                     ii.     sesuatu Daerah Swatantra untuk menyelenggarakan kepentingan daerahnya, satu dan lain dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang diadakan oleh Menteri Dalam Negeri.
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan diatas, bahwa pejabat yang berwenang penguasaan terhadap tanah bekas swapraja adalah jawatan pendaftaran tanah dibawah kendali menteri Dalam Negeri, tidak dalam kekuasaan kewenangan kementerian pertanahan.




3.        Tentang Batas waktu Pendaftaran hak-hak lama
Berdasarkan Pasal Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014, Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahwa dilihat dari batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Status hukum tanah bekas swapraja untuk didaftarkan dan dikonversi menjadi hak milik berakhir ketika bukti pemilihan hak atas tanah yang dikeluarkan berdasarkan peraturan swapraja tidak didaftarkan atau dikonversi sesuai UU Nomor 5 Tahun 1960, atau sejak Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah sesuai amanah Pasal 19, Pasal 26 dan Pasal 52 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA No 5 Tahun 1960), yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang berlaku sejak 23 Maret 1961,
Jadi secara logika hukum bahwa pendaftaran tanah berdasarkan prosedur PP Nomor 10 Tahun 1961 mulai berlaku sejak 23 Maret 1961 dan  berakhir pada tanggal 24 September  1980 sesuai pasal  1 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 dengan kata lain status hukum tanah bekas swapraja terhapus kemudian berubah statusnya sebagai tanah negara.
Dalam konsideran Menimbang huruf  a. bahwa dalam rangka menyelesaikan masalah yang ditimbulkan karena berakhirnya jangka waktu hak-hak atas tanah asal konversi Hak Barat pada selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980, sebagai yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dipandang perlu untuk digariskan pokok-pokok kebijaksanaan yang mengarah kepada usaha untuk menunjang kegiatan pembangunan pada umumnya dan pembangunan di bidang ekonomi khususnya
Kemudian ditegaskan lagi pada Pasal 1 ayat (1) Tanah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai asal konversi hak Barat, jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah dikuasai langsung oleh Negara.

         5.      Pada tataran Peraturan KBPN No 3 Tahun 1997
Pasal 60 ayat (1)  Alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah berupa alat bukti untuk pendaftaran hak baru dan pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud masing-masing dalam Pasal 23 dan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Pasal 60 ayat (2) Alat bukti tertulis yang digunakan untuk pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan lengkap apabila dapat ditunjukkan kepada Panitia Ajudikasi dokumen-dokumen sebagai berikut: antara lain

Huruf c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang ber-sangkutan, atau

Huruf g. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan.

Huruf h akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

Berdasarkan pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Kepala BPN No 3 tahun 1997
Untuk tanah-tanah hak-hak lama seperti bekas tanah swapraja, apabila digunakan untuk Pendaftaran untuk Pertama kali (PP No 10 Tahun 1961) –pasal 1 angka 9 yang belum  didaftar berdasarkan PP No 10 Tahun 196, maka prosedurnya adalah:
1.      Tanda bukti hak yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang ber-sangkutan
2.      Jika sudah ada pemindahan hak atas tanah harus dibuat sebelum berlakunya PP Nomor 24 Tahun 1997 berlaku.
3.      Akta Pemindahan hak atas tanah harus dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan.
Apabila dilihat dari fakta yuridis, bahwa ternyata tanah bekas swapraja belum pernah terdaftar dan dikonversi berdasarkan PP No 10 Tahun 1961, maka sejak 24 September 1980 telah terhapus menjadi tanah negara, jika sebelumnya sudah ada pemindahan hak harus dibuat sebelum PP No 24 Tahun 1997 dan apabila belum dibukukan pada buku tanah harus dibuat oleh PPAT.
Jadi yang dimaksud pasal 23 dan 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah hak-hak lama yang sudah terdaftar pertama kali berdasarkan PP No 10 Tahun 1961,, karena yang dimaksudkan Pendaftaran Pertama kali dalam PP Nomor 24 tahun 1997 adalah Pendaftaran untuk Pertama Kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang  BELUM didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini. (Pasal 1 angka 9 PP No 24 Tahun 1997), dan apabila kemudian ada pengembalian batas, maka yang dimaksudkan adakah pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendataranm daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang kemudian, (Pasal 1 angka 12 PP No 24 tahun 1997).

          5.    Pada tataran substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
                      Subtansi obyek putusan, jika dilihat dari obyek putusan, adalah Penetapan Hak Milik oleh Pejabat BPN (Kepala Kantor), subtansi tidak sesuai dengan obyek Putusan, karena tanah yang diterbitkan sertifikat lokasinya sudah terbit penetapan sertifikat hasil konversi PP No 10 Tahun 1961 Pasal 18 yang didaftarkan pertama kali atau atau sudah dihasilkan kegiatan-kegiatan pendaftaran untuk pertama kali yang menurut Pasal 64 PP No 24 Tahun 1997 adalah sah.

Pasal 64 ayat (1) Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomkor 10 Tahun 1961 yang telah ada masih berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 64 ayat (2)  Hak-hak yang didaftar serta hal-hal yang lain dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 TETAP SAH sebagai hasil pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah ini.

6.      Pada tataran berdasarkan Pasal 52 Ayat (2)  UU Nomor 30 Tahun 2014 mengenai sahnya Keputusan yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB

a.    Apakah semua Pasal 52 ayat (1) didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB. Pasal 1 angka 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan secara tegas: Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
b.   Berdasarkan Pasal 1 angka 2 ada klasul kunci secara HAN, yaitu: “pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”. Artinya Pejabat dalam membuat Keputusan haruslah ditetapkan melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
c.    Untuk itulah agar sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, Pejabat yang berwenang diwajibkan untuk memegang teguh asas–asas penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, yaitu mengacu kepada UU Nomor 30 Tahun 2014, yaitu: Pasal 5 Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan: a. asas legalitas; b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan 4  c. AUPB.
d.   Adapun yang dimaksud asas legalitas dan asas perlindungan HAM didalam UU  Nomor 30 Tahun 2014.  dinyatakan dalam penjelasan Pasal 5 huruf a  adalah “Yang dimaksud dengan “asas legalitas” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan”. Makna hukumnya adalah Pejabat dalam membuat keputusan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan.
e.    Dengan demikian harus didasarkan pada asas legalitas yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 yang mulai berlaku efektif  tanggal 8 Oktober 1997, peraturan ini adalah bentuk pelaksanaan dari pendaftaran tanah dalam rangka rechtskadaster yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada proses akhir pendaftaran tersebut berupa Buku Tanah dan Sertifikat Tanah yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur.
f.     Sertifikat hak atas tanah tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana dinyatakan dalam pasal 19 ayat (1) huruf c, pasal 23 ayat (2), pasal 32 ayat (2), dan pasal 38 ayat (2) UUPA. Sertifikat hanya merupakan tanda bukti yang kuat dan bukan merupakan tanda bukti yang mutlak.
g.    Asas Legalitas dimaksud berkaitan dengan penerbitan Sertifikat, yaitu sebagaimana diatur pada Pasal 32 PP No 24 Tahun 1997:
Pasal 32 ayat (1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Pasal 32 ayat (2) Dalam hal atas suatu sebidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu TIDAK DAPAT MENUNTUT  PELAKSANAAN HAK TERSEBUT, apabila dalam lima (5) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu telah tidak mengajukan keberatatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

3.Bagaimana jka dilihat dari Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur Administrasi Pertanahan. ?
a.         Peraturan Menteri Negara Agaria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
b.        Pasal 4 (1) Peraturan Menteri Negara Agaria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.          Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agaria/Kepala BPN Nomor 9   Tahun 1999 syaratnya  prosedurnya adalah
a.      pemohon harus menguasai tanah
b.      Dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik
Kedua hal itu harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kata kuncinya adalah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

d.        Dalam Hukum Tata Usaha Negara yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-Undangan adalah Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. (Pasal 1 angka 2)
e.         Kata kuncinya dalam perkara ini adalah Keputusan Administrasi Negara, dalam hukum Tata Usaha Negara, yang dimaksud Keputusan Administrasi Negara adalah Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan (Pasal 1 angka 7 UU No 30 Tahun 2014)

4.    Bagaimana Pemberian Tanah negara menjadi hak Pakai ?
     Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,  dan Hak Pakai

BAB IV PEMBERIAN HAK PAKAI
Bagian Pertama Subyek Hak Pakai
Pasal 39 Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah :
a. Warga Negara Indonesia; .
Bagian Kedua Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Pakai
Pasal 41 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah :
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak Pengelolaan;
c. Tanah Hak Milik.

Bagian Ketiga Terjadinya Hak Pakai
Pasal 42 (1) Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal (“Kepmen No. 6/1998”), Hak Milik dapat diberikan atas tanah Hak Pakai yang dijadikan rumah tinggal kepunyaan perseorangan WNI yang luasnya 600 m2 atau kurang atas permohonan dari yang bersangkutan (pemegang hak pakai tersebut).

Sesuai Pasal 1 ayat (2) Kepmen No. 6/1998, untuk pemberian Hak Milik tersebut, si penerima hak harus membayar uang pemasukan kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku. Adapun persyaratan lain yang harus dipenuhi untuk meningkatkan status Hak Pakai menjadi Hak Milik adalah dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat disertai dengan lampiran sebagai berikut:
a.    sertifikat tanah yang bersangkutan;
b.    bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa:
1) fotocopy Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan bahwa  bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, atau
2)  surat keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila izin Mendirikan Bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
c.    fotocopy SPPT PBB yang terakhir (khusus untuk tanah yang luasnya 200 m2 atau lebih);
d.   bukti identitas pemohon;
e.    pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang tanah seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 (lima ribu) m2.

Terhadap perkara ini jika mengacu pada peraturan perundang-undangan diatas dan dihubungkan dengan indikator berikut ini:
Peraturan Kepala BPN No 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan
Paragraf 1
Perbuatan Hukum Pertanahan Terhadap Keputusan/Surat Cacat Hukum Administrasi
Pasal 61 Penyelesaian kasus pertanahan di luar pengadilan dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi:
a. pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;
b. pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya; dan
c. penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.
Pasal 62 ayat (1) Sertipikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum administrasi dilakukan pembatalan atau perintah pencatatan perubahan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut peraturan perundang-undangan.
Pasal 61 ayat (2) Cacat hukum administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a.       kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah;
b.      kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau sertipikat pengganti;
c.       kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;
d.      kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;
e.       tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah;
f.       kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan
g.      kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.

5.Analisis Terhadap Keputusan SK BPN
Berdasarkan parameter Pasal 61 ayat(2) Peraturan Kepala BPN No 3 Tahun 2011
a.kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah

Pada konsinderan  menimbang huruf b KEP KKP No 1112-520-1-41-2010
“ Bahwa tanah yang dimohonkan adalah tanah negara yang dikuasai pemohon baik secara yuridis maupun fisik sebagaimana diuraikan dalam hasil pemeriksaan Panitia Pemeriksaan Tanah “A” yang dituangan dalam risalah Pemeriksaan Tanah  “A” Nomor 73 -55/M/SEKRE- HT & PT/2010 tanggal 16 Februar 2010.
    Tanah negara dimohonkan untuk menjadi hak milik dipergunakan untuk Bangunan tempat  tinggal, tetapi asal muasal (riwayat pemilikan) adalah tanah milik adat.
Berasal dari tanah Swapraja No 1302 Tanggal 21 Januari 1948, diwariskan (19 Januari 2000), tetapi dalam Surat  Pernyataan Penyerahan 06-04-2009 adalah Tanah milik adat dari peralihan jual beli yang dibeli tahun 1948 dari Aboebakar bin djafar Al Kadrie. Dan Surat Pernyataan penguasaan Tanah 06-04- 2009 juga menyatakan tanah milik adat, kemudian ada klasul point 5 apabila dst belum dimohon hak (surat pernyataan tgl 7-4-2009), pernah terjadi peralihan hak, surat jual beli dibawah tangan, 23 Agustus 1937 No 426 menurut pemeriksaan Agrarische Abtenaar serta poonggawa 27-2-1941, tetapi 15 Januari 2000, pertimbangan Pengaturan Penguasaan tanah BPN No 26/PT/P&PP/2010 -23 Februari 2010 status tanah negara.
  Dengan demikian terjadi kesalahan prosedur, yaitu:
Pasal 61 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No 3 Tahun 2011 adalah Cacat hukum administrasi antara lain:
a.      kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran,  pada perkara ini hak tanah; tanah bekas swapraja berubah jadi tanah negara, tetapi pada sisi lain dinyatakan juga tanah milik adat.
b.      kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau sertipikat pengganti; pada perkara ini  sudah terjadi peralihan hak tanpa PPAT
c.       kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat; pada perkara ini status hukum hak tanah tidak konsisten pada satu pihak tanah negara oleh pemohon dan BPN , sedangkan peralihan haknya ternyata tanah adat.
d.      kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;
e.       tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah; dalam perkara ini melanggar PP No 24 Tahun 1997 Pasal 32 ayat (1),(2)
f.       kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan
g.      kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan. Dalam perkara ini, salah penenerapan pasal 23,24 PP No 24 Tahun 1997 dan Pasal 60 Peraturan BPN No 3 Tahun 1997 dan jika benar tanah bekas swapraja dalam diktum IV UUPA sudah dihapus dan status tanah negara dengan status hak pakai yang  harus dikuasai fisik selama 20 tahun berturut-turut sebagai penggarap dengan izin pemerintah daerah PP No 224 Tahun 1961 dan jika dimohonkan harus melalui pendaftaran pertama dahulu sebelum PP No 24 tahun 1997 berlaku, jika melalui PP No 24 tahun 1997 harus melalui pembuktian hak-hak lama yang jelas, pada kasus ini tidak konsisten antara tanah milik adat atau tanah milik bekas swapraja, jadi asas legalitas pada data yuridis kurang cermat hasil pemeriksaan belum tertib hukum pertanahan dan tertib administrasi pertanahan, sebaiknya diselesaikan diluar pengadilan.

6.Bagaimana Cacat Administrasi Penerbitan Sertifikat ?

Peraturan Menteri Negara Agaria Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Atas Tanah Negara dan hak Pengelolaan

Pasal 104
(1)     Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan keputusan pemberian hak, sertipikat  hak atas tanah keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
(2)     Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertipikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Bagian Kadua Pembatalan Hak Atas Tanah Karena Cacad Hukum Administratif

Pasal 106
(1) Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.
(2) Permohonan pembatalan hak dapat diajukan atau langsung kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan.
Pasal 107 Cacad hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) adalah:
a. Kesalahan prosedur;
b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
c. Kesalahan subjek hak;
d. Kesalahan objek hak;
e. Kesalahan jenis hak;
f.  Kesalahan perhitungan luas;
g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
h. Data yuridis atau data fisik tidak benar; atau
i.  Kesalahan lainnya yang bersifat hukun administratif.




»»  Baca Selengkapnya...