Minggu, 15 Juni 2014

ANALISIS SEMIOTIKA HUKUM LAMBANG NEGARA INDONESIA ELANG RAJAWALI-GARUDA PANCASILA


ANALISIS SEMIOTIKA HUKUM LAMBANG NEGARA INDONESIA ELANG RAJAWALI-GARUDA PANCASILA

Oleh: Turiman Fachturahman Nur
Email:qitriaincenter@yahoo.co.id
HP 08125695414

Lambang Negara Indonesia saat ini adalah gambar Elang Rajawali
            Lambang Negara yang bentuk gambar seperti sekarang ini adalah Elang Rajawali Garuda Pancasila, merupakan jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia.  simbol tersebut menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, lambang negara, bukan hanya sekadar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia.
     Mengapa penulis menggunakan istilah Elang Rajawali Garuda Pancasila?, karena berdasarkan hasil penelusuran dan penelitian penulis, memang demikian nama lambang negara Republik Indonesia. Perhatikan pernyataan Presiden Soekarno dalam penyebutan lambang negara Republik Indonesia yang bentuk gambarnya seperti sekarang ini ? Presiden Soekarno dalam Pidato Kenegaraan 22 Juli 1958 menyatakan secara tegas: Saudara-saudara, Lihatlah Lambang Negara kita dibelakang ini alangkah megahnya, alangkah hebat dan cantiknya. Burung Elang Rajawali, garuda yang sayap kanan dan sayap kirinya berelar  17 buah, ekor yang berelar 8 buah, tanggal 17, bulan 8 dan berkalungkan perisai yang diatas perisai itu tergambar Pancasila.....”[1]
      Presiden Soekarno menyebut lambang negara dengan nama Burung Elang Rajawali. Bahkan Muhammad Yamin sendiri sebagai bekas Ketua Panitia Lambang Negara 1950 dalam bukunya Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945, halaman 144 yang menyatakan: [2]
"Jadi Burung sakti Elang Rajawali sebagai lambang pembangunan dan pemelihara diseluruh bangsa Indonesia...."Seperti diperhatikan maka latar lambang itu terbagi atas tiga bagian, yaitu lukisan Elang Rajawali, perisai Pancasila dan seloka Empu Tantular.
Burung sakti Elang Rajawali dilukiskan dengan 17 sayap terbang, 8 helai sayap emudi dan 45 helai buku sayap sisik pads tubuh. Perlambangan ketiga angka itu ialah lukisan cendra sengkala: 17 Agustus 1945, yaitu hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
      Penelusuran dari literatur akademik yang lain Soediman Kartohadiprojo, juga menyatakan:[3]
“Lambang Ngara kita terdiri dari tiga bagian: (1) Candra Sengkala, (2) Perisai Pancasila, (3) Seloka  Bhinneka Tunggal Ika. Candra Sengkala ini terdapat dalam “burung sakti Elang Rajawali (cetak tebal dari penulis) yang bulu sayapnya 17 helai jumlahnya, bulu sayap kemudinya 8  helai, sedangkan bulu sayap sisiknya pada batang tubuhnya berjumlah 45 ini melukiskan hari diproklamasikan Republik Indonesia.”
  Sultan Hamid II kepada wartawan Solichin Salam, 15 April 1967 :[4]
"..Akhirnya setelah penolakan itu saja mengambil inisiatif pribadi untuk memperbandingkan dengan lambang-lambang negara luar, khususnja negara negara Arab, seperti Yaman, Irak, Iran, Mesir ternjata menggunakan figur burung Elang Radjawali, djuga seperti negara Polandia jang sudah lama ratusan tahun  djuga menggunakan burung Elang Radjawali seperti jang saja djelaskan di atas dalam kemiliterannja, setelah saja selidiki ternjata bendera perang Sadjina Ali r.a ternjata memakai pandji-pandji simbol burung Elang Radjawali, untuk itulah saja putuskan mengubah figur burung dari mitologi garuda ke figur burung elang Radjawali..."
"...latar belakang gambar jang saja tjiptakan pertama mengambil figur burung Garuda memegang perisai Pantja-Sila berubah mendjadi figur Burung Elang Radjawali yang dikalungkan perisai Pantja-Sila agar proses bangsa ini djangan melupakan peradaban bangsanja dari mana dia berasal/djangan sampai melupakan sedjarah puntjak-puntjak peradabannja, seperti pesan Paduka Jang Mulia"

Siapakah Sang Perancang Gambar Lambang Negara Indonesia ?
           Siapakah sang perancang lambang negara. Lambang Negara yang dipakai sekarang ini atau yang menjadi lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini, adalah rancangan yang dibuat oleh Sultan Hamid II, sebagaimana gambar resminya terlampir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara atau sebagaimana pernyataan Muhammad Hatta, 1978. Lambang Negara hasil rancangan Sultan Hamid II  pada awalnya dimaksudkan sebagai Lambang Negara Republik Indonesia Serikat.(RIS) berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Konstitusi RIS 1949. Kemudian figur burung yang dipilih oleh negara secara semiotika hukum adalah berbentuk gambar burung elang Rajawali seperti bentuk gambarnya sekarang ini. Dan sekarang gambar lambang negara dimaksud menjadi lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia  setelah amandemen kedua UUD Neg RI, 1945, Pasal 36 A, karena sebelumnya hanya mengacu pada lampiran gambar lambang Negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara yang mendasarkan pada Pasal 3 ayat (3) UUD Sementara (UUDS) 1950, berdasarkan Dekrit 5 Juli 1959 atau berdasarkan aturan Peralihan Pasal II UUD Neg 1945 sebelum amandemen.
 Fakta sejarah hukum membuktikan ada dua tahap Perancangan lambang negara Republik Indonesia yang dibuat oleh Sultan Hamid II, yaitu rancangan tahap pertama, 8 Februari 1950 mengambil figur burung Garuda yang digali dalam mitologi bangsa Indonesia berdasarkan bahan dasar yang dikirim Ki Hajar Dewantoro tanggal 26 Januari 1950  dari sketsa garuda berbagai candi –candi di Jawa. Gambar lambang negara dimaksud sudah dikritisi oleh Panitia Lambang Negara. Rancangan tahap kedua 10 Februari 1950 mengambil figur burung Elang Rajawali setelah Sultan Hamid II melakukan penyempurnaan dan perbandingan dengan negara lain yang menggunakan figur Elang Rajawali. Kemudian ditetapkan menjadi Lambang Negara Republik Indonesia Serikat 11 Februari 1950 dan masuk Berita Negara/ichtisar Parlemen RIS 17 Februari 1950 Nomor 2, yang selanjutnya diperbaiki terus menerus oleh Sultan Hamid II berdasarkan saran Presiden Soekarno, dan perbaikan final kemudian disposisi/disetujui oleh Presiden Soekatrno 20 Maret 1950 dan disempurnakan untuk terakhir kalinya oleh Sultan Hamid II dengan menambah skala ukuran dan tata warna lambang negara yang selanjutnya gambar lambang negara tersebut menjadi lampiran resmi Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 6.
Lambang Negara Republik Indonesia secara semiotika adalah visualisasi ide Pancasila sebagai filsafat dasar negara dan konsep pembacaan Perisai Pancasila dengan model pembacaan “Berthawaf” sejak 1950 atau pembacaan melingkar berlawanan dengan arah jarum jam berdasarkann transkrip Sultan Hamid II, 15 April 1967. Secara historis yuridis hal ini berbeda dengan rumusan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang menggunakan  pembacaan Pancasila konstruksinya melingkar searah dengan arah jarum jam atau “gilir balik”. Kemudian direvisi pada pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, yakni secara semiotika hukum pembacaan Pancasila konstruksinya melingkar berlawanan dengan arah jarum jam atau sesuai Perisai Pancasila dalam Lambang Negara sejak tahun 1950.
Sejak pernyataan Muhammad Hatta 1978 sampai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, ternyata negara belum tegas terhadap siapa perancang lambang negara Republik Indonesia. Hal ini  terlacak didalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, yakni pada teks hukum negara pasal 48 tidak mencantumkan nama perancang lambang negara, sedangkan pasal 58 tentang lagu kebangsaan menyebutkan nama perancangnya. Hal ini merupakan diskriminasi hukum dari sisi perlindungan hukum hak cipta sebagaimana ditentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Pada pasal 24 jo Pasal 7 UUHC 2002, bahwa nama Pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya sebagai hak moral. Karena Sultan Hamid II ketika merancang lambang negara dalam kedudukan sebagai Menteri negara, tetapi secara pribadi Sultan Hamid II adalah perancang gambar lambang negara yang diterima rancangan oleh negara dan ditetapkan sebagai lambang negara RIS, 11 Februari 1950 sebagaimana pernyataan Muhammad Hatta, 1978 dan disahkan parlemen RIS, 17 Februari 1950 dan gambarnya dilampirkan dalam ichtisar Parlemen RIS nomor 2 Tahun 1950. Kemudian gambarnya disempurnakan oleh Sultan Hamid II melalui sketsa D.Rhul. J.R, dan dilukis oleh Dullah, kemudian hasil penyempurnaan itu disposisi oleh Presiden Soekarno, 20 Maret 190 sebagai gambar lambang negara final dan kemudian untuk terakhir kalinya dilakukan tindakan seperlunya oleh Sultan Hamid II dengan menambah skala ukuran dan tata warna kemudian oleh negara  menjadi gambar lambang negara pada lampiran resmi Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 (pasal 6),
  Fakta sejarah, bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Soekarno kepada Sultan Hamid II dan dimaksudkan sebagai perpaduan dua paham kenegaraan, yaitu paham federalis dan unitaris, karena fakta sejarah hukum, lambang negara ini dimaksudkan pada awalnya sebagai lambang negara RIS. Bhinneka Tunggal Ika secara hermenuetika hukum bermakna, bahwa Bhinneka artinya keragaman dan Tunggal artinya satu, sedangkan ika artinya itu, jadi maknanya beraneka ragam satu itu, dan yang satu itu beranekaragam, atau menurut Soediman Kartohadiprojo adalah persatuan dalam keragaman dan keragaman dalam persatuan, atau menurut Soekarno adalah Bhina Ika, Tunggal Ika dalam pidato kenegaraan 22 Juli 1958.
            Lambang negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang beragam sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagaimana dan dimana Pengaturan Lambang Negara Indonesia ?
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah mengatur berbagai hal yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dalam Pasal 35 disebutkan bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Pasal 36 menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pasal 36A menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selanjutnya Pasal 36B menyebutkan bahwa Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Pasal-pasal tersebut merupakan pengakuan sekaligus penegasan secara resmi oleh Negara tentang penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruh bentuk simbol kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
           Peraturan perundang-undangan yang selama ini mengatur tentang bendera, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, antara lain:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang hanya mengatur tentang kejahatan (tindak pidana) yang menggunakan Bendera Sang Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh mereka yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada Pasal 52a; Pasal 142a; Pasal 154a; dan Pasal 473.
2.      Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang- Undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 Nomor 80), Undang-Undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara;
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1958 No.68);
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 No.69);
6.      Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan;
7.      Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara;
8.      Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; dan
9.      Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan.
  Pertanyaannya setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, bagaimana kedudukan peraturan perundang-undangan tersebut diatas ?  Pasal 72 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 menyatakan secara tegas, bahwa pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
        Khusus pengaturan tentang lambang negara dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentan Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsan  menegaskan pada BAB IV LAMBANG NEGARA Bagian Kesatu Umum, merumuskan pada Pasal 46 : Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Analisis Semiotika Hukum Lambang Negara Indonesia
         Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud dengan “berbentuk Garuda Pancasila”? Penjelasan Pasal 46 Undang-Undang No,mor 24 Tahun 2009 menyatakan : “ Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
          Penegasan semiotika dapat dipahami melalui  teks hukum negaradalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara pada penjelasan Pasal 3 Burung garuda, yang digantungi perisai itu, ialah lambang tenaga pembangun (creatif vermogen) seperti dikenal pada peradaban Indonesia. Burung garuda dari mythologi menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali. Burung itu dilukiskan dicandi Dieng, Prambanan dan Panataran. Ada kalanya dengan memakai lukis berupa manusia dengan berparuh burung dan bersayap (Dieng); dicandi Prambanan dan dicandi Jawa Timur rupanya seperti burung, dengan berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar. Lihatlah lukisan garuda dicandi Mendut, Prambanan dan dicandi-candi Sukuh, Kedal di Jawa Timur. Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan dan mythologi Indonesia.Lencana garuda pernah dipakai oleh perabu Airlangga pada abad kesebelas, dengan bernama Garudamukha. Menurut patung Belahan beliau dilukiskan dengan mengendarai seekor garuda. Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai panji-panji sayap garuda yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8 (bulan 8 = Agustus).
           Bandingkan dengan teks hukum Pemerintah pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara. Pemerintah membagi struktur lambang negara menjadi tiga bagian, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1. Lambang Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian, yaitu : 1. Burung Garuda, yang menengok dengan kepalanya lurus kesebelah kanannya; 2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda; 3. Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.  Kemudian Pasal 4 menyatakan ditengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator).
           Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara menjelaskan secara rinci, burung garuda yang dikalungkan perisai, sebagaimana penjelasan Pasal 4 Perisai atau tameng dikenal oleh kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai senjata dalam perjuangan mencapai tujuan dengan melindungi diri. Perkakas perjuangan yang sedemikian dijadikan lambang; wujud dan artinya tetap tidak berubah-ubah, yaitu lambang perjuangan dan perlindungan. Dengan mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia berhubungan langsung dengan peradaban Indonesia Asli.
            Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 menjelaskan burung garuda yang dikalungkan Perisai, penjelasan Pasal 46, bahwa  yang dimaksud dengan “perisai” adalah tameng yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
            Pasal 46 Undang –Undang Nomor 24 Tahun 2009, menyatakan; “semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.Penjelasan Pasal 46 menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
          Bandingkan dengan teks hukum pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada  Pasal 5 menyatakan :Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi : BHINNEKA TUNGGAL IKA. Kemudian penjelasan Pasal 5. Perkataan Bhinneka itu ialah gabungan dua perkataan: bhinna dan ika. Kalimat seluruhnya itu dapat disalin : berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Pepatah ini dalam sekarang artinya, karena menggambarkan persatuan atau kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan perbedaan atau perlainan. Kalimat itu telah tua dan pernah dipakai oleh pujangga ternama Empu Tantular dalam arti : di antara pusparagam adalah kesatuan.
         Kemudian makna garis hitam tebal pada perisai Pancasila dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 48 ayat (1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa Penjelsan Pasal 48 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa” adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa
        Sedangkan Pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Pasal 4. Ditengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator). Penjelasan Pasal 4 menjelaskan, bahwa Dengan garis yang melukiskan katulistiwa (aequator) itu, maka ternyatalah bahwa Republik Indonesia satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat dipermukaan bumi berhawa-panas; garis katulistiwa melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Di daerah Kongo, di kepulauan Pasifik dan Amerika Selatan tidak-lah (belumlah) terbentuk negara penduduk Asli. Jadi garis tengah itu menimbulkan perasaan, bahwa Republik Indonesia ialah satusatunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat, terletak di katulistiwa dipermukaan bumi.
         Mengapa menggunakan simbol hewan ? Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada Pasal 1 menjelaskan, bahwa mengambil gambaran hewan untuk Lambang-Negara bukanlah barang yang ganjil. Misalnya untuk lambang Republik India diambil lukisan singa, lembu, kuda dan gajah, seperti tergambar pada tiang Maharaja Priyadarsi Asyoka berasal dari Sarnath dekat Benares.
         Kemudian dijelaskan secara semiotika dari mana asal lukisan garuda dalam peradaban bangsa Indonesia ? Lukisan garuda diambil dari benda peradaban Indonesia, seperti hidup dalam mythologi, symbologi dan kesusastraan Indonesia dan seperti pula tergambar pada beberapa candi sejak abad ke 6 sampai ke-abad ke 16. Demikian pula makna semiotika terhadap perisai,  bahwa Perisai adalah asli, sedangkan arti semboyan yang dituliskan dengan huruf latin berbahasa Jawa-kuno menunjukkan peradaban klassik.        
         Kemudian didalam lambang negara terdapat perisai, pada pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 dinyatakan :” perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda”. Apa makna semiotika perisai ? dalam teks hukum penjelasan pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 menyatakan: “ Yang dimaksud dengan “perisai” adalah tameng yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
        Bandingkan dengan teks hukum negara oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada Pasal 3. Garuda yang digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan cakar mewujudkan lambang tenaga pembangun. Demikian juga penjelasan Pasal 3 menjelaskan : Burung garuda, yang digantungi perisai itu, ialah lambang tenaga pembangun (creatif vermogen), seperti dikenal pada peradaban Indonesia. .
        Selanjutnya terdapat seloka tertulis diatas pita, penjelasan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009menyatakan, bahwa Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
          Pasal 47 ayat (1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. Ayat (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.      
          Apa semiotika teks yang menyatakan “berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45. ? Makna semiotikanya ditegaskan pada penjelasan Pasal 45 Ayat (2) Yang dimaksud dengan “sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
 Pasal 48 ayat (1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa. Pasal 48 Ayat (2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut: a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai; c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai; d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai; dan e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai.
           Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) terdapat teks yang menyatakan, “sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa, apa makna semiotika pernyataan ini ? Penjelasan  Pasal 48 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa” adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa. Pada Pasal 48 ayat (2) Huruf b, menyatakan tali rantai bermata bulatan dan persegi, apa makna semiotikanya ? Mata rantai bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8 melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu sambung menyambung tidak terputus yang melambangkan unsur generasi penerus yang turun temurun Kemudian pada pasal 48 ayat (2) huruf e  menyatakan lambang dengan kapas dan padi, apa makna semiotikanya, pada penjelasan pasal 48 ayat (1) huruf e, menjelaskan, makna semiotika, yakni Kedua tumbuhan kapas dan padi sesuai dengan hymne yang menempatkan pakaian (sandang) dan makanan (pangan) sebagai simbol tujuan kemakmuran dan kesejahteraan.
            Bagaimana tata warna lambang negara Indonesia? Pasal 49 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 menyatakan ; Pasal 49 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
            Apa makna semiotika warna kuning emas, Penjelasan Pasal 49 Huruf c menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “warna kuning emas” adalah warna kuning keemasan secara digital memunyai kadar MHB: merah 255, hijau 255, dan biru 0. Warna kuning emas melambangkan keagungan bangsa atau keluhuran Negara.
 Bandingkan dengan makna semiotika warna lambang neagara pada penjelasan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951. Warna-kemegahan emas bermaksud kebesaran bangsa atau keluhuran Negara. Warna-warna pembantu dilukiskan dengan hitam atau meniru seperti yang sebenarnya dalam alam.
          Mengapa perisai yang berbentung jantung berisi semiotika sila ke satu Pancasila menggunakan warna hitam ? Penjelasan Pasal 49 hurud d menyatakan; Yang dimaksud dengan “warna hitam” adalah warna hitam yang secara digital mempunyai kadar MHB: merah 0, hijau 0, biru 0. Warna hitam menggambarkan siklus dan jalinan kehidupan umat manusia dari awal mula penciptaan hingga akhir kehidupan. Kemudian apa yang dimaksud warna alam untuk seluruh lambang ? Penjelasan pasal 49  Huruf e, bahwa yang dimaksud dengan “warna alam” adalah warna-warna yang menyerupai warna benda dan makhluk hidup yang ada di alam. Warna-warna itu menggambarkan semangat dan dinamika kehidupan di alam semesta ini.
         Jika kita bandingkan dengan makna tata warna lambang negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1961 Tentang Lambang Negara, menyatakan pada  Pasal 2. Perbandingan-perbandingan ukuran adalah menurut gambar tersebut dalam pasal 6. Warna terutama yang dipakai adalah tiga, yaitu Merah, Putih dan Kuning emas, sedang dipakai pula warna hitam dan warna yang sebenarnya dalam alam. Warna emas dipakai untuk seluruh burung Garuda, dan Merah-Putih didapat pada ruangan perisai di tengah-tengah.
        Kemudian bagaimana tata cara penggunaan lambang negara dalam praktek kenegaraan ? Penggunaan lambang negara diatur pada Pasal 51 Undang-Undang Npmor 24 Tahun 2009 yang menyatakan, bahwa Lambang Negara wajib digunakan di:a. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan; b. luar gedung atau kantor; c. lembaran negara, tambahan  lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara; d. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; e. uang logam dan uang kertas; atau f. materai.
          Pasal 52 Lambang Negara dapat digunakan: a. sebagai cap atau kop surat jabatan; b. sebagai cap dinas untuk kantor; c. pada kertas bermaterai; d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan; e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi; g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah; h. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau i. di rumah warga negara Indonesia.
Pasal 53 ayat (1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung, kantor atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada: a. gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil Presiden; b. gedung dan/atau kantor lembaga negara; c. gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan d. gedung dan/atau kantor lainnya. Pasal 53 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor” adalah untuk menunjukkan kewibawaan negara yang penggunaannya dibatasi hanya pada kantor dinas.
           Penjelasan Pasal 53 Huruf b Yang dimaksud dengan “lembaga negara” antara lain: Presiden dan Wakil Presiden, Menteri dan pejabat setingkat menteri, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan.Kemudian Penjelasan Pasal 53 Huruf d Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor lain” adalah gedung sekolah, kantor perusahaan swasta, organisasi dan lembaga-lembaga
Pasal 53 ayat (2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan d. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat. Penjelasan Pasal 53 Ayat (2) Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor” adalah penggunaan Lambang Negara sebagai lambang keistimewaan yang penggunaannya ditempatkan di muka sebelah luar pada rumah jabatan (ambtswoning) yang disediakan khusus untuk pejabat negara.
Pasal 53 ayat (3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu. Penjelasan Pasal 53 Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tempat tertentu” adalah tempat yang pantas, menarik perhatian orang, mudah dilihat, dan tampak baik bagi pandangan mata semua orang yang datang dan berada di gedung atau kantor tersebut
Pasal 53 ayat  (4) Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen.
Pasal 53 ayat (5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.
           Pasal 54 ayat (1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; Pasal 54 ayat (1) Huruf e Yang dimaksud dengan “badan peradilan” antara lain Mahkamah Konstitusi f. Badan Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undangundang.
Pasal 54 ayat (2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan untuk kantor: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; f. Badan Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undangundang.
Pasal 54 ayat (3) Lambang Negara sebagai lencana atau atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. (4) Lambang Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas.
           Pasal 55 ayat (1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan: a. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara. Pasal 55 ayat (2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding, Lambang Negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden.
            Pasal 56 ayat (1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Pasal 56 ayat (2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dibuat dari bahan yang kuat. Penjelasan Pasal 56 Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Lambang Negara dibuat dari bahan yang kuat” adalah bahwa Lambang Negara harus dibuat dari bahan cor semen, metal, campuran besi atau campuran bahan lain yang liat dan kuat, sehingga bentuk Lambang Negara terlihat kokoh dan kuat, dapat digunakan untuk waktu yang lama, tidak mudah patah, hancur ataupun tidak cepat rusak.
           Apa saja Larangan penggunaan lambang negara ? Pasal 57 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 ? menyatakan,  Setiap orang dilarang: a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.   
           Bagaimana sanksi Pelanggaran Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, khususnya berkaitana dengan laranan penggunaan lambang negara yang tidak sesuai dengan undang-undang ini ? Pasal 69 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: a. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
           Pasal 68 Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah.
         Berikut ini analisis semiotika hukum lambang negara Republik Indonesia dalam bentuk tabulasi sebagai berikut:

Tabel Semiotika Lambang Negara Berdasarkan Teks Hukum Negara

Kode Semiotika
 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
   Makna Semiotika Masing Unsur Dalam Lambang Negara
Simbol Garuda
Pasal 1. Lambang Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian, yaitu : 1. Burung Garuda, yang menengok dengan kepalanya lurus kesebelah kanannya; 2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda; 3. Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.  Kemudian Pasal 4 menyatakan ditengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator).
Pasal 3 Burung garuda, yang digantungi perisai itu, ialah lambang tenaga pembangun (creatif vermogen) seperti dikenal pada peradaban Indonesia. Burung garuda dari mythologi menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali. Burung itu dilukiskan dicandi Dieng, Prambanan dan Panataran. Ada kalanya dengan memakai lukis berupa manusia dengan berparuh burung dan bersayap (Dieng); dicandi Prambanan dan dicandi Jawa Timur rupanya seperti burung, dengan berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar. Lihatlah lukisan garuda dicandi Mendut, Prambanan dan dicandi-candi Sukuh, Kedal di Jawa Timur. Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan dan mythologi Indonesia.Lencana garuda pernah dipakai oleh perabu Airlangga pada abad kesebelas, dengan bernama Garudamukha. Menurut patung Belahan beliau dilukiskan dengan mengendarai seekor garuda. Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai panji-panji sayap garuda yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8 (bulan 8 = Agustus).

Pasal 46 : Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. yang dimaksud dengan “berbentuk Garuda Pancasila”? Penjelasan Pasal 46 Undang-Undang No,mor 24 Tahun 2009 menyatakan : “ Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat

PP No 66 Tahun 1951
1.Burung garuda dari mythologi menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali

 UU No 24 Tahun 2009 1.Garuda Pancasila” adalah lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali.

PP No 66 Tahun 1951

2.Burung garuda, yang digantungi perisai itu, ialah lambang tenaga pembangun (creatif vermogen)

UU No 24 Tahun 2009
Garuda digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat

PP No 66 Tahun 1951
Menyatakan Garuda dari mythologi, Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan dan mythologi

UU No 24 Tahun 2009 menyatakan
burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno
Simbol Bulu Sayap, ekor  17, 8
Pasal 3.
Garuda yang digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan cakar
mewujudkan lambang tenaga pembangun.
Sayap Garuda berbulu 17 dan ekornya berbulu 8.

Pasal 47
(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
mewujudkan lambang tenaga pembangunan.
(2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.Penjelasan Pasal 47 Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang
tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu
pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
PP No 66 Tahun 1951 Tidak menjelaskan makna bulu ekor 8 dan sayap 17. Hanya menjelaskan berkaitan dengan Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai panji-panji sayap garuda
yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan garis. Sayap
garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8 (bulan 8 = Agustus).

UU No 12 Tahun 2009
Yang dimaksud dengan “sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang
tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu
pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Simbol Perisai
Pasal 1. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda; Pasal 4
Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Panca Sila
Pasal 4.
Perisai atau tameng dikenal oleh kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai
senjata dalam perjuangan mencapai tujuan dengan melindungi diri Perkakas
perjuangan yang sedemikian dijadikan lambang; wujud dan artinya tetap tidak
berubah-ubah, yaitu lambang perjuangan dan perlindungan.
Dengan mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia berhubungan
langsung dengan peradaban Indonesia Asli.
Pasal 46 perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai
pada leher Garuda. Pasal 48 Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar
Pancalisa.
Penjelasan Pasal 46 Yang dimaksud dengan “perisai” adalah tameng yang telah dikenal
lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian
senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk
mencapai tujuan
PP No 66 Tahun 1951 menjelasakan
bahwa Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Panca Sila

UU No 24 Tahun 2009
Menjelaskan lima buah ruang yang mewujudkan dasar
Pancalisa.

PP No 66 Tahun 1951
Menjelaskan makna perisai sebagai senjata adalah melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk
mencapai tujuan diri dan Dengan mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia berhubungan
langsung dengan peradaban Indonesia Asli.
UU No 24 Tahun 2009 hanya menjelaskan, bahwa“perisai” adalah tameng yang telah dikenal
lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian
senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk
mencapai tujuan
Simbol Garis Hitam ditengah Perisai
Pasal 4.
Ditengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis
hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator) Penjelasan Pasal 4 Dengan garis yang melukiskan katulistiwa (aequator) itu, maka ternyatalah
bahwa Republik Indonesia satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat
dipermukaan bumi berhawa-panas; garis katulistiwa melewati Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Di daerah Kongo, di kepulauan Pasifik dan
Amerika Selatan tidak-lah (belumlah) terbentuk negara penduduk Asli. Jadi
garis tengah itu menimbulkan perasaan, bahwa Republik Indonesia ialah satu-satunya
Negara Asli yang merdeka-berdaulat, terletak di katulistiwa
dipermukaan bumi
Pasal 48
(1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang
melukiskan katulistiwa. Penjelasan Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “garis hitam tebal yang melukiskan
katulistiwa” adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan
berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa.
PP No 66 Tahun 1951 menjelaskan bahwa terdapat sebuah garis
hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator). Jadi
garis tengah itu menimbulkan perasaan, bahwa Republik Indonesia ialah satu-satunya
Negara Asli yang merdeka-berdaulat, terletak di katulistiwa
dipermukaan bumi

UU No 24 Tahun 2009.
Yang dimaksud dengan “garis hitam tebal yang melukiskan
katulistiwa” adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan
berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa.
Simbol Sila Kesatu
Pasal 4 Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Panca Sila :
I. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa terlukis dengan Nur Cahaya di ruangan
tengah berbentuk bintang yang bersudut lima
Pasal 48 ayat (2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar
Pancasila sebagai berikut:
a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan
dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk
bintang yang bersudut lima;
PP No 66 Tahun 1951 menggunakan istilah  semiotika Nur Cahaya di ruangan
tengah berbentuk bintang yang bersudut lima

UU No 24 Tahun 2009 meenggunakan istilah semiotika dilambangkan
dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk
bintang yang bersudut lima
Simbol Sila Kedua
Pasal 4 Dasar Peri Kemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan
dan persegi. Penjelasan Pasal 4 Mata bulatan dalam rantai menunjukkan bahagian perempuan dan digambar
berjumlah 9; mata pesagi yang digambar berjumlah 8 menunjukkan bahagian
laki-laki.
Rantai yang bermata 17 itu sambung menyambung tidak putus-putusnya, sesuai
dengan manusia yang bersifat turun-temurun.
Pasal 48 ayat (2) huruf  b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan
dan persegi di bagian kiri bawah perisai; Penjelasan Pasal 48 Huruf b
Mata rantai bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur
perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8
melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu
sambung menyambung tidak terputus yang melambangkan
unsur generasi penerus yang turun temurun.
PP No 66 Tahun 1951
Menyebut simbol Dasar Kemanusian
Menjelaskan makna simbol mata rantai bulatan 9 dan persagi 8 yang simbol laki-laki dan perempuan. Rantai yang bermata 17 itu sambung menyambung tidak putus-putusnya, sesuai
dengan manusia yang bersifat turun-temurun.

UU No 24 Tahun 2009
Menyebut dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Menjelaskan Makna simbol Mata rantai bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur
perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8
melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu
sambung menyambung tidak terputus yang melambangkan
unsur generasi penerus yang turun temurun.
Simbol Sila Ketiga
Pasal 4 Dasar Kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin, tempat berlindung
Pasal 48 c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan
pohon beringin di bagian kiri atas perisai;
PP No 66 Tahun 1951 menyebut Dasar Kebangsaan

UU No 24 Tahun 2009 menyebut dasar Persatuan Indonesia
Simbol Sila Keempat
Pasal 4 Dasar Kerakyatan dilukiskan Kepala Banteng sebagai lambang tenaga
rakyat
d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dilambangkan dengan kepala banteng di bagian
kanan atas perisai; dan
PP No 66 Tahun 1951 menyebut Dasar Kerakyatan dan menjelaskan makna sebagai lambang tenaga rakyat

UU No 24 Tahun 2009
Menyebut dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan


Simbol Sila Kelima
Pasal 4 Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda
tujuan kemakmuran. Penjelasan Pasal 4
Kedua tumbuhan kapas dan padi itu sesuai dengan hymne yang memuji-muji
pakaian (sandang) dan makanan (pangan).
Pasal 48 Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda
tujuan kemakmuran. Penjelasan Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda
tujuan kemakmuran
PP No 66 Tahun 1951 menyebut Dasar Keadilan Sosial Dasar Keadilan Sosial.
Makna simbol padi kapas sebagai tanda
tujuan kemakmuran dan hymne yang memuji-muji
pakaian (sandang) dan makanan (pangan).

UU No 24 Tahun 2009
Dasar Keadilan Sosial dan menjelaskan kapas dan padi, sebagai tanda
tujuan kemakmuran
Simbol Tulisan Bhinnka Tunggal Ika
Pasal 5.
Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa
Jawa-Kuno, yang berbunyi :
BHINNEKA TUNGGAL IKA. Penjelasan Pasal 5.
Perkataan Bhinneka itu ialah gabungan dua perkataan:
bhinna dan ika. Kalimat seluruhnya itu dapat disalin : berbeda-beda tetapi
tetap satu jua.
Pepatah ini dalam  artinya, karena menggambarkan persatuan atau
kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan
perbedaan atau perlainan. Kalimat itu telah tua dan pernah dipakai oleh
pujangga ternama Empu Tantular dalam arti : di antara pusparagam adalah
kesatuan
Pasal 46 semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Penjelasan Pasal 48 Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah
pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu
Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan
ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika
diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu
kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan
kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
PP No 66 Tahun 1951 memaknai Bhinneka Tunggal Ika untuk menggambarkan persatuan atau
kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan
perbedaan atau perlainan

UU No 24 Tahun 2009 Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan
kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Makna Warna
Pasal 2 Warna terutama yang dipakai adalah tiga, yaitu Merah, Putih dan
Kuning emas, sedang dipakai pula warna hitam dan warna yang sebenarnya
dalam alam.
Warna emas dipakai untuk seluruh burung Garuda, dan Merah-Putih didapat
pada ruangan perisai di tengah-tengah. Penjelasan pasal 2 Pasal 2.
Warna-kemegahan emas bermaksud kebesaran bangsa atau keluhuran Negara.
Warna-warna pembantu dilukiskan dengan hitam atau meniru seperti yang
sebenarnya dalam alam.
Pasal 49 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
 Apa makna semiotika warna kuning emas, Penjelasan Pasal 49 Huruf c menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “warna kuning emas” adalah warna kuning keemasan secara digital memunyai kadar MHB: merah 255, hijau 255, dan biru 0. Warna kuning emas melambangkan keagungan bangsa atau keluhuran Negara
PP No 66 Tahun 1951
Warna emas dipakai untuk seluruh burung Garuda. Makna semiotikanya adalah Warna-kemegahan emas bermaksud kebesaran bangsa atau keluhuran Negara.

UU No 24 Tahun 2009
warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; “warna kuning emas” adalah warna kuning keemasan Warna kuning emas melambangkan keagungan bangsa atau keluhuran Negara
Simbol Burung Garuda diambil oleh bangsa Indonesia
Penjelasan Pasal 1 Lukisan garuda diambil dari benda peradaban Indonesia, seperti hidup dalam
mythologi, symbologi dan kesusastraan Indonesia dan seperti pula tergambar
pada beberapa candi sejak abad ke 6 sampai ke-abad ke 16. Dan menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali.
Penjelasan Pasal 46 Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang berupa
burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung
yang menyerupai burung elang rajawali.



           Berdasarkan tabel dekontruksi/pembongkaran makna semiotika lambang negara diatas, menarik untuk dipaparkan, bahwa teks hukum negara menjelaskan bahwa lambang negara Indonesia diambil dari mitologi, symbologi dan kesusastraan Indonesia yaitu burung Garuda menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali atau burungyang menyerupai burung elang rajawali.
           Simbol burung yang menyerupai elang Rajawali itu oleh teks hukum negara dinama Garuda Pancasila berwarna kuning emas, melambangkan kebesaran bangsa melambangkan keagungan bangsa atau keluhuran Negara, sedangkan makna lambang negara secara keseluruhan sebagai lambang tenaga pembangun (creatif vermogen) dan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
          Jumlah sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dan secara historis sebagai simbol pergerakan yang pernah dipakai oleh bangsa Indonesia dalam Pergerakan Indonesia Muda (1928) memakai panji-panji sayap garuda yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8 (bulan 8 = Agustus).
          Burung Elang Rajawali Garuda Pancasila tersebut dikalungi perisai atau tameng yang dikenal oleh kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai senjata dalam perjuangan mencapai tujuan dengan melindungi diri. Perisai adalah perkakas perjuangan yang sedemikian dijadikan lambang; wujud dan artinya tetap tidak berubah-ubah, yaitu lambang perjuangan dan perlindungan. Dengan mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia berhubungan langsung dengan  peradaban Indonesia Asli. Perisai  dalam kebudayaan asli Indonesia adalah sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
           Ditengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator), Garis itu sebagain penanda/kode secara historis ternyatalah bahwa Republik Indonesia satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat dipermukaan bumi berhawa-panas; garis katulistiwa melewati Sumatera,Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Di daerah Kongo, di kepulauan Pasifik dan Amerika Selatan tidak-lah (belumlah) terbentuk negara penduduk Asli. Jadi garis tengah itu menimbulkan perasaan, bahwa Republik Indonesia ialah satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat, terletak di katulistiwa dipermukaan bumi. Garis Katulistiwa itu dilambangkan dengan “garis hitam tebal yang adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa.
          Perisai tersebut memiliki lima ruang yang masing-masing mewujudkan dasar Pancasila
sebagai berikut: Simbol Sila Kesatu Pancasila adalah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; Jika dikorelasikan pada semiotika hukum pada tataran konstitusional adalah dirumuskan menjadi Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
         Simbol Sila Kedua Pancasila adalah dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai yang terdiri dari mata rantai bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8 melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu sambung menyambung tidak terputus atau tidak putus-putusnya yang melambangkan unsur generasi penerus yang turun temurun, sesuai dengan manusia yang bersifat turun-temurun.
          Simbol Sila Ketiga Pancasila adalah dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai, simbola yang dilukiskan dengan pohon beringin, tempat berlindung, Itulah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk republik sebagai negara hukum yang berpaham kedaulatan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (1), (2), (3) UUD Neg RI 1945.
            Simbol Sila Keempat adalah  dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh HikmatKebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai, simbolisasi yang dilukiskan kepala banteng sebagai lambang tenaga rakyat untuk mewujudkan  Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi seluruh rakyat Indosesia yang Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda tujuan kemakmuran. Kedua tumbuhan kapas dan padi itu sesuai dengan hymne yang memuji-muji pakaian (sandang) dan makanan (pangan).
            Semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.  “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pepatah ini dalam  artinya, karena menggambarkan persatuan atau kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan perbedaan atau perlainan. Menurut Soekarno adalah Bhina Ika, Tunggal Ika yang artinya yang di antara pusparagam adalah kesatuan. Atau didalam keragaman itu, Persatuan itu merupakan satu kesatuan yang secara sederhana diartikan bagi bangsa Indonesia saat ini adalah keragaman dalam persatuan dan persatuan dalam keragaman.



[1] Arsip Nasional
[2] Muhammad Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945,  Jakarta : Prapanca,1967, halaman 144.
[3] Soediman Kartohadiprojo, Pancasila  sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Jakarta : Gatra Pustaka, 2010, halaman 229.
[4] Penjelasan dalam Transkrip Sultan Hamid  II kepada Solichin Salam, 15 April 1967 sebagaimana ditulis kembali Max Yusuf Al Kadrie sekretaris Pribadi Sultan Hamid II.
»»  Baca Selengkapnya...