MEMAHAMI
HAM TERHADAP KEKERASAN ANAK
Oleh: Turiman
Fachturahman Nur
Email:qitriaincenter@yahoo.co.id
HP 08125695414
1. Untuk memahami HAM dibidang pendidikan dan kekerasan anak, maka perlu mengetahui
dahulu tentang definisi
pendidikan dalam perspektif kebijakan, secara normatif kita telah
memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.(Pasal 1 angka 1)
2.
Berdasarkan definisi di atas, penulis
menemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama yang terkandung di dalamnya,
yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3)
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat
ketiga pokok pikiran tersebut.
3.
Usaha sadar dan terencana. Pendidikan
sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah
proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual).
Oleh karena itu, di setiap level manapun, kegiatan pendidikan harus
disadari dan direncanakan, baik dalam tataran nasional
(makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik),
institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses
pembelajaran oleh guru).
4.
Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti
terbatas), pada dasarnya setiap kegiatan pembelajaranpun harus
direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas
RI No. 41 Tahun 2007. Menurut Permediknas ini bahwa
perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar
kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
5.
Mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
Pada pokok pikiran yang kedua ini penulis melihat adanya pengerucutan
istilah pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas
mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal
semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna
ini, pada pokok pikiran kedua ini, penulis menangkap pesan bahwa pendidikan
yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental)
dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak
pembentukan yang bergaya behavioristik. Selain itu, penulis juga
melihat ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan
suasana belajar, dan (b) mewujudkan proses
pembelajaran.
6.
Mewujudkan suasana belajar
Berbicara tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan
dari upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya mencakup:
(a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan
lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya
belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi,
kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional
lainnya, yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.
Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya
didesan agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap
potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak
jelas bahwa keterampilan guru dalam mengelola kelas (classroom
management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran
guru lebih diutamakan sebagai fasilitator belajar siswa .
7.
Mewujudkan proses pembelajaran
Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan
kondisi dan pra kondisi agar siswa belajar, sedangkan proses
pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran
yang dilakukan guru, maka guru dituntut untuk dapat mengelola
pembelajaran (learning management), yang mencakup perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas
RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru
lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP
19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini penulis lebih suka menggunakan istilah manajer
pembelajaran, dimana guru bertindak sebagai seorang planner,
organizer dan evaluator pembelajaran.Sama seperti dalam
mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun seyogyanya
didesain agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan
segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan
strategi pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru
sebagai fasilitator belajar.
8.
Memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Pokok pikiran
yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan sekaligus
menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita , yang
menurut hemat saya sudah demikian lengkap. Di sana tertera tujuan
yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya,
pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan
individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang
mencari keseimbangan diantara ketiga dimensi tersebut.
9.
Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan
karakter, dengan melihat pokok pikiran yang ketiga dari definisi
pendidikan ini maka sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit
dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru. Selanjutnya tujuan-tujuan
tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan di bawahnya (tujuan
level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian
tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti yang
strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
10. Berdasarkan
uraian di atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang
tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya tidak hanya sekedar
menggambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan implikasi
yang luas tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa
peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang
ingin dicapai oleh pendidikan.
11. Dalam
kaitan dengan HAM diberikan warning pada Pasal 4 ayat (1) Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
12. Ketika
berbicara HAM , maka yang perlu dipahami adalah apa yang menjadi Hak Peserta
didik. Didalam UU Nomor 20 Tahun 2003, pada BAB V diatur hak peserta Pasal
12 ayat (1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b.
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang
tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
d.
mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang
tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e.
pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan
pendidikan lain yang setara;
f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan
kecepatan belajar masing-masingdan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu
yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13.Hak
dan Kewajiban Peserta Didik Pada Pendidikan Dasar, diatur dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1990
Tentang Pendidikan Dasar dapat diperhatikan pada Pasal 16: (1) Siswa
mempunyai hak:
1.mendapat perlakuan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya;
2.memperoleh pendidikan agama sesuai
dengan agama yang dianutnya;
3.mengikuti
program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik
untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat
pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
4.mendapat
bantuan fasilitas belajar, bea siswa, atau bantuan lain sesuai dengan
persyaratan yang berlaku;
5.pindah ke
sekolah yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan
persyaratan penerimaan siswa pada sekolah yang hendak dimasuki
6. memperoleh
penilaian hasil belajarnya;
7. menyelesaikan
program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
8. mendapat
pelayanan khusus bilamana menyandang cacat.
(2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 17 (1) Setiap siswa
berkewajiban untuk:
1.
ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali siswa yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2.
mematuhi
ketentuan peraturan yang berlaku;
3.
menghormati
tenaga kependidikan;
4.
ikut
memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan
sekolah yang bersangkutan.
5.
Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri
14.Lingkup Penyelenggaraan Perlindungan Anak
Upaya
penyelenggaraan perlindungan anak di kota Pontianak meliputi hal-hal yang bersifat pencegahan, deteksi dan intervensi
dini, dan tindakan penanggulangan untuk memenuhi hak anak atas perlindungan
dari segala bentuk tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi,
penelantaran, dan diskriminasi. Termasuk
di dalamnya mencegah atau menindak pihak-pihak yang mengganggu atau menghalangi
anak dalam mendapatkan atau menikmati hak-hak asasinya yang lain.
15.Prinsip
Pemandu Penyelenggaraan Perlindungan Anak Penyelenggaraan perlindungan anak
dilandasi pemikiran bahwa masa anak adalah masa pembelajaran dan pembentukan
menuju kematangan atau pencapaian status dewasa, dan bahwa setiap pengalaman
dan perlakuan yang terjadi akan mempengaruhi proses tersebut. Oleh karena itu,
untuk melindungi kualitas proses tersebut, maka empat prinsip pemandu
sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi Hak Anak harus menjadi bagian dari setiap
upaya Penyelenggaraan Perlindungan Anak dan perlu dituangkan secara jelas arti
tiap prinsip dan kaitan antara tiap prinsip dengan isu hak anak lainnya sesuai
logika konvensi.
a.Prinsip Kepentingan terbaik untuk anak.
Bahwa
di dalam setiap keputusan yang diambil
atau perlakuan atau tindakan yang ditujukan terhadap anak maka
pertimbangan utamanya adalah demi kepentingan terbaik untuk anak. Ini berlaku
dalam pembuatan kebijakan pemerintah ( langkah-langkah legislasi,
administrative atau program ), dan perlu mendapat perhatian khusus dalam setiap
keputusan yang berdampak pada pemisahan anak dari pengasuhan orangtua/keluarga,
ketika pemerintah menjalankan kewajiban membantu keluarga yang tidak mampu
dalam mengasuh/melindungi anak, pelaksanaan adopsi, pelaksanaan peradilan anak,
atau dalam penanganan pengungsi anak.
b.Prinsip Pemenuhan Hak Hidup,
Tumbuh-kembang, dan Kelangsungan Hidup Anak
Bahwa
di dalam setiap keputusan yang diambil
atau perlakuan atau tindakan yang ditujukan terhadap anak merupakan
bagian dari atau melibatkan juga upaya sungguh-sungguh untuk semaksimal mungkin
menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh-kembang anak secara penuh, baik aspek
fisik, mental, sosial, dan moral. Dan bahwa hal yang diputuskan atau dilakukan
tersebut tidak mengakibatkan terganggunya atau terhalanginya perkembangan
seluruh aspek atau salah satu aspek tumbuh-kembang anak.
c.Prinsip Non-diskriminatif
Bahwa
setiap keputusan yang diambil
atau perlakuan atau tindakan yang ditujukan terhadap anak ditetapkan
atau dijalankan tanpa adanya pertimbangan diskriminatif karena latar belakang jenis kelamin anak;
kecatatan atau perbedaan kondisi fisik dan mental anak; agama, etnisitas,
kebangsaan, kemampuan ekonomi, kelas sosial, atau pandangan politis anak dan
orangtua/pengasuh anak; termasuk juga perlakuan diskriminatif akibat pandangan
salah dan stigmatisasi yang berkembang di masyarakat untuk anak-anak yang
berada dalam situasi khusus seperti korban kekerasan, eksploitasi seksual,
berkonflik dengan hukum, terinfeksi HIV/AIDs, dll.
Bahwa upaya khusus perlu dilakukan untuk
memastikan anak-anak yang rentan mengalami perlakuan diskriminatif karena
menjadi korban masalah perlindungan anak di atas tetap memiliki kesempatan yang
sama untuk mengakses pemenuhan hak-haknya.
C.Prinsip Menghargai Pendapat Anak
Bahwa
di dalam setiap keputusan yang diambil
atau perlakuan atau tindakan yang ditujukan terhadap anak, sedapat
mungkin disertai dengan pertimbangan atas pandangan atau pendapat yang
disampaikan oleh anak sesuai dengan tingkat kematangan usianya.
Anak adalah aktor penting dalam
penyelenggaraan perlindungan anak, sehingga perlu dikembangkan upaya untuk
membangun faktor pelindung pada diri anak, sehingga mampu mencegah atau
menghindarkannya dari situasi pelanggaran terhadap hak-haknya.
16.Bentuk-bentuk
Masalah perlindungan anak yang perlu diantisipasi
Masalah
perlindungan anak yang ada di Kab/Kota yang perlu diantisipasi kemunculannya terutama
adalah:
a. Kekerasan
& perlakuan salah terhadap anak diyakini mengancam keselamatan, kesehatan,
serta perkembangan fisik, mental dan moral anak-anak yang berada dalam
pengasuhan di luar lingkungan rumahnya orangtua/keluarga; anak yang hidup dan
bekerja di jalan; anak yang menjadi korban semua bentuk eksploitasi seksual
anak; anak yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga; anak yang
berkonflik dengan hukum; anak dengan kemampuan berbeda (difabel);
b.
Bentuk-bentuk
eksploitasi di mana anak dipekerjakan atau dimanfaatkan dengan cara dan atau
dalam situasi yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak, pembatasan atau
penghilangan kesempatan anak mengakses hak-hak dan (yang) beresiko mengganggu
atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara perkembangan fisik,
mental dan moral, yang banyak dialami oleh anak-anak yang bekerja di jalanan;
pekerja anak; anak yang dipekerjakan di industri sepatu atau industri lain yang
berbahaya bagi anak; anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang;
anak yang menjadi korban atau dilibatkan dalam usaha layanan seksual, termasuk
pornografi dan pornoaksi; anak yang menjadi korban atau dilibatkan dalam
penyalahgunaan dan usaha peredaran narkotika dan bahan adiktif terlarang; anak
yang dipekerjakan sebagai pembantu rumahtangga.
c.
Penelantaran
atau pengabaian pemenuhan hak anak yang rentan dialami oleh anak yang tinggal di luar pengasuhan orangtua
(keluarga asuh, keluarga angkat, lembaga pengasuhan anak atau panti asuhan,
asrama, atau bentuk lain); anak yang ditempatkan dalam pusat
rehabilitasi/kesehatan; anak yang tak terdampingi atau hidup sendiri; anak
dalam situasi darurat pengungsian, anak yang hidup dan bekerja di jalan; anak
dalam keluarga yang gagal menjalankan fungsi pengasuhan karena kemiskinan,
disharmoni atau karena sebab lain; anak yang menjadi korban tindak pidana
perdagangan orang; anak yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga; anak
yang menjadi korban eksploitasi seksual; pekerja anak; anak yang memiliki
kebutuhan khusus karena kecacatan atau perbedaan kemampuan (difabel); anak yang
berhadapan dengan hukum;
17. Upaya
penanganan
a.
Pengembangan
kemampuan dan mekanisme di tingkat pemerintah kota dalam membangun kemampuan
“masyarakat” Kota/Kab dalam menciptakan kondisi yang dapat mencegah terjadinya
masalah perlindungan anak.
i. Membangun
Kesadaran dan Sikap Masyarakat,
yaitu upaya untuk membangun masyarakat kota/Kab menjadi masyarakat yang secara
kolektif memiliki kesadaran tinggi dan kesiapan bertindak terhadap masalah
perlindungan anak.
ii. Kebijakan,
Program, & Mekanisme, bagian ini
untuk memastikan adanya konsistensi dan upaya sistematis dalam penyiapan model
dan pemenuhan standar layanan perlindungan anak di Kota/Kab
iii. Pengembangan
Partisipasi Anak, yaitu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterlibatan
anak dalam pembangunan lingkungan yang lebih mampu melindungi mereka.
b.
Upaya
untuk memastikan kesiapan Pemerintah dan masyarakat Kota dalam melakukan
intervensi awal atau deteksi dini, segera dan memberikan perlindungan terhadap
anak (dan keluarganya) yang berada dalam situasi beresiko mengalami berbagai
bentuk tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran.
i.
Kebijakan,
Program, dan Mekanisme, yaitu upaya yang dilakukan secara terencana untuk menciptakan layanan dan kemampuan masyarakat
dalam mengembangkan aksi perlindungan terhadap anak (dan keluarganya) yang
berada dalam situasi beresiko mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan,
perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran.
ii.
Peningkatan
Kesadaran, yaitu upaya-upaya untuk memastikan adanya langkah yang mampu
meningkatkan pengetahuan masyarakat dan lembaga yang terlibat dalam upaya
perlindungan anak
iii.
Pelibatan Masyararakat, yaitu upaya untuk
melibatkan warga masyarakat dan anak itu sendiri dalam menciptakan lingkungan
yang protektif bagi anak.
iv. Kelembagaan/Manajemen, yaitu upaya untuk
mensistematisasikan, memperlancar dan memastikan langkah perlindungan anak
berjalan sesuai dengan tujuan.
v. Layanan, yaitu jenis dan bentuk layanan yang
perlu dibangun dan dikembangkan untuk mewujudkan perlindungan anak di Kota.Kab.
vi. Koordinasi, Bagian ini
merupakan upaya untuk memastikan setiap aksi perlindungan anak yang dilakukan
oleh pemerintah dan masyarakat berjalan secara maksimal dan terhindar dari
tumpang tindih. Penting untuk secara tegas ditetapkan penugasan kepada lembaga
atau team atau badan tersendiri atau komite yang diberi mandat/kewenangan
melakukan koordinasi. Contoh pada UU dan perda lainnya yaitu, UU Sisdiknas/Perda Pendidikan : yang
bertanggung jawab adalah Dinas Pendidikan, UU Kesehatan/Perda Kesehatan : yang
bertanggung jawab adalah Dinas Kesehatan, UU Adminduk/Perda Adminduk yang
bertanggung jawab adalah Dinas Kependudukan dan Capil.
c.
Pengembangan
mekanisme ditingkat kota/kab untuk memastikan dilakukannya respon berupa
penanganan secara segera oleh pemerintah
kota terhadap setiap anak yang menjadi korban dari berbagai bentuk tindak
kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran. Penanganan dimulai
dari identifikasi, penyelamatan, rehabilitasi dan reintegrasi.
i. Identifikasi dan reporting, yaitu Upaya yang
dilakukan oleh pemerintah kota untuk secara dini mengidentifikasi dan mengenali
keberadaan anak-anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, eklpoitasi
dan penelantaran.
ii. Penarikan/
Rescue, yaitu Upaya penyelamatan terhadap anak-anak yang berada dalam situsi
mendapatkan kekerasan, perlakuan salah, ekploitasi dan penelantaran
iii. Rehabilitasi,
yaitu upaya pemerintah kota dalam memastikan setiap anak yang menjadi korban
kekerasan, perlakuan salah, ekploitasi dan penelantaran mendapatkan
dukungan rehabilitasi yang mencakup ;
rescue (penyelamatan), kesehatan, pendidikan, psiko-sosial, ekonomi, dan legal
iv. Reintegrasi,
yaitu berupa dukungan layanan lanjutan pasca rehabilitasi untuk anak-anak korban kekerasan, perlakuan
salah, ekploitasi dan penelantaran untuk memberikan jaminan agar anak bisa
diterima/ kembali bersatu dengan
keluarga dan lingkungannya serta
terjamin tumbuh kembangnya dimasa mendatang.
v. Manajemen
Layanan, yaitu upaya dalam membangun dan memperkuat sistem layanan, peningkatan
koordinasi serta membangun keberpihakan layanan terhadap anak-anak.
18. Berkaitan
dengan HAM pada anak pada Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 Tentang HAM, yaitu pada Bagian Kesepuluh Hak Anak Pasal 52 ayat
(1)Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
dan negara. ayat(2)Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya
hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Pasal 53(1)Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2)Setiap anak sejak
kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan.
Pasal 54 Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya
negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 55
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas
dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.
Pasal 56(1)Setiap anak
berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri.(2)Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan
memelihara anaknya dengan baik sesuai dengan Undang-undang ini, maka anak
tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
57(1)Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik,
diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2)Setiap anak berhak
untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan
apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.(3)Orang tua angkat atau
wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menjalankan kewajiban sebagai
orang tua yang sesungguhnya.
Pasal 58(1)Setiap anak berhak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental,
penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan
orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan anak tersebut.(2)Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan
bentuk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan
terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan
hukuman.
Pasal 59 (1)Setiap
anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan
kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang
menunjukkan bahwa pemisahan itu demi kepentingan terbaik bagi anak.(2)Dalam
keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hak anak untuk tetap bertemu
langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin
oleh Undang-undang.
Pasal
60(1)Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya.(2)Setiap anak berhak
mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat
intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan
nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 61 Setiap
anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,
berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya
demi pengembangan dirinya.
Pasal 62 Setiap
anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara
layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.
Pasal 63 Setiap
anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa
bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur
kekerasan.
Pasal 64 Setiap
anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan
setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu
pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
Pasal 65 Setiap
anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan
pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Pasal 66 (1)Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan
sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.(2)Hukuman
mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak
pidana yang masih anak. (3)Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya
secara melawan hukum.(4)Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya
boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan
sebagai upaya terakhir.(5)Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan
pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali
demi kepentingannya.(6)Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh
bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya
hukum yang berlaku. (7)Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk
membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan
tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
19. Terdapat banyak sekali definisi yang
menjabarkan atau memberikan batasan mengenai siapakah yang disebut dengan
”anak” ini. Masing-masing definisi ini memberikan batasan yang berbeda
disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Pasal 1 Children Rights
Convention (CRC) atau Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia
pada tahun 1990, mendefinisikan bahwa anak adalah:“………..Setiap manusia yang
berusia di bawah 18 tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi
anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal”. (C.De Rover, 2000:369)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak merumuskan dalam pasal 1 nomor 1 bahwa : “Anak adalah
seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak dalam
kandungan” Di antara undang-undang yang lain, Undang-undang perlindungan anak
ini lebih rigid dan limitatif dalam membatasi pengertian anak dengan memasukkan
anak yang dalam kandungan sebagai kategori anak juga. Dalam Pasal 1 nomor 2
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan anak disebutkan bahwa
“anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
kawin”. Dan, yang terakhir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan dalam
pasal 1 nomor 1 bahwa: “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah
mencapai umur delapan tahun, tetapi belum mencapai umur 18 tahun danbelum
pernah kawin”. Dari beberapa perundang-undangan pidana Indonesia, penulis dapat
menggarisbawahi tiga hal yang signifikan, yaitu: (1) Batasan yang digunakan
oleh masing-masing undang-undang yang telah disebutkan di atas untuk memaknai
siapakah yang disebut anak tersebut, umumnya berdasarkan batasan umur; (2) KUHP
sebagai peraturan induk dari keseluruhan peraturan hukum pidana di Indonesia,
sama sekali tidak memberikan batasan yuridis mengenai anak. Pasal 45 KUHP yang
selama ini dianggap sebagai batasan anak yang dalam KUHP, sesungguhnya bukan
merupakan definisi anak, melainkan batasan kewenangan hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan sebelum berumur 16 (enam
belas) tahun; (3) Dari perundang-undangan pidana seperti yang telah disebut di
atas, nampak adanya ketidakseragaman definisi antara undang-undang yang satu
dengan yang lainnya dalam hal memaknai siapakah yang disebut anak tersebut.
Ketidak seragaman tersebut dilatarbelakangi dengan adanya perbedaan tujuan dan
sasaran dari masing-masing undang-undang tersebut. Meskipun tidak dipungkiri,
adanya perbedaan definisi ini akan menyulitkan para penegak hukum dalam
memberlakukan hukum yang sesuai terhadap anak.
20. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
Anak) juga mencatat selama tahun 2006 ada 1.124 kasus kekerasan yang dilakukan
terhadap anak. Sebanyak 247 kasus di antaranya kekerasan fisik, 426 kekerasan
seksual, dan 451 kekerasan psikis,Ketua Komnas Anak Seto Mulyadi.Pada tahun
2008 kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan ibu kandung mencapai 9,27
persen atau sebanyak 19 kasus dari 205 kasus yang ada. Sedangkan kekerasan yang
dilakukan ayah kandung 5,85 persen atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus
atau 0,98 persen), ayah tiri (2 kasus atau 0,98 persen). Dalam sehari
Komnas Anak menerima 20 laporan kasus, termasuk kasus anak yang belum
terungkap. adi pada tahun 2008 masih meningkat lagi kasus kekerasan pada anak
menjadi 1.626 kemudian masih tetap naik lagi menjadi 1.891 kasus pada tahun
2009. Dari 1.891 kasus pada tahun 2009 ini terdapat 891 kasus kekerasan di
lingkungan sekolah, sumber : Direktur Nasional World Vision Indonesia.
Ketua KPAI Badriyah Fayumi mengatakan, pada 2012 terdapat 746 kasus. Jumlah ini
meningkat 226 persen dari tahun sebelumnya, dengan jumlah kasus sebanyak 329
kasus. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, dalam kurun waktu Januari
hingga Oktober terdapat 2.792 kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah itu,
1.424 adalah kasus kekerasan, termasuk 730 kekerasan seksual. Sebagai perbandingan, tahun 2012 lalu, Komnas
PA mencatat 1.381 pengaduan dalam kurun waktu yang sama.
20. Kata kunci pelanggaran HAM dalam UU No 39 Tahun
1999 adalah ada penyiksaa dan tindakan diskriminasi, Pertanyaannya apa yang
dimaksud dengan diskriminasi dan penyiksaan dalam teks hukum negara UU No 39
Tahun 1999: Pasal 1 angka 3 dan 4 diberikan batasan tentang hal tersebut ,
yaitu :.Diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan
politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan,
pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam
kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.(pasal 1 angka 3). Penyiksaan
adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan
rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmasi maupun rohani, pada
seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang
ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau
diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu
alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau
penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan,
atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.(Pasal 1 angka 4), kemudian
bagaimana Contoh kasus
pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
1. Guru
membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan, kepintaran, kekayaan,
atauperilakunya).
2. Guru
memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik
(dijewer, dicubit,ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di
tengah lapangan).
3. Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4. Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5. Siswa
melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa
darisekolah yang lain. (sumber : edukasi.net)
22. Secara umum kekerasan terhadap anak marak
terjadi di Indonesia, apa sebenarnya yang keliru, di masyarakat kita ? Data
berikut ini dapat memberikan gambaran permasalahan tersebut: Tahun
2013, yang sebelumnya diprediksi bakal jadi tahun "darurat kekerasan
terhadap anak", benar-benar terjadi. Angka kekerasan terhadap anak
meningkat tajam di 2013. Parahnya lagi, kebanyakan pelakunya adalah orang
terdekat. Orang yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anak.
Berikut beberapa kasus kekerasan terhadap
anak di tahun 2013: (hasil mapping penulis)
a.
18 Desember 2013: Bocah 3 Tahun Dibanting Hingga Tewas
Sudah menjadi kewajiban orangtua untuk
melindungi anak. Bahkan dengan nyawanya sendiri. Tapi tidak bagi Rosalina dan
Achen. Mereka justru jadi 'pencabut nyawa' anaknya.
Rizky, bocah tiga tahun itu meninggal
dunia di Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah. Matanya lebam, kepala dan
lehernya memar, saat dibawa kedua orangtuanya ke rumah sakit.
Kepada pihak rumah sakit, orangtua Rizky
beralasan, anaknya terjatuh dan membentur tembok saat mati lampu. Tapi pihak
rumah sakit tak begitu saja percaya. Kepolisian Sektor Batu Aji langsung
dihubungi.
Kedua orangtua durjana itu tak bisa
mengelak saat diinterogasi. Rizky babak belur karena disiksa. Dia dipukul dan ditendang.
Bahkan didorong hingga tersungkur.
Masalahnya sepele. Rizky yang saat itu
sedang sakit, terus rewel dan tak mau makan. [Baca selengkapnya: Kronologi Penyiksaan Bocah 3 Tahun Hingga Tewas]
b.
15 Desember 2013. : Bocah 7 Tahun Disiksa dan Dibuang ke
Kebun Sawit
Raditya Atmaja Ginting ditemukan di
bawah pohon sawit milik PT Perkebunan Nusantara V di Rokun Hulu, Riau. Saat ditemukan, tubuh Adit sangat kurus,
berdarah, mengalami luka di sekujur tubuhnya. Bocah tujuh tahun itu mengaku
disiksa oleh ibu tiri dan ayah kandungnya sendiri. Warga yang tak tega melihat kondisi Adit,
langsung membawanya ke rumah sakit. Dokter yang menangani Adit menyebutkan,
sebagian besar luka di tubuh bocah itu akibat pukulan benda tumpul dan tajam.
Luka parah yang diderita Adit adalah luka robek di mulut, lidah, dan luka bakar
di punggung belakang akibat disetrika. Ervina alias Vina (36 tahun), sang ibu
tiri, mengakui perbuatannya. Dia beralasan kerap menyiksa Adit karena anak
tirinya itu nakal. Rupanya, Vina tidak hanya menyiksa Adit, tapi juga Andre,
kakak Adit. Andre mengaku kerap disiksa ketika tinggal bersama dengan ibu
tirinya itu. Bahkan Andre mengaku kakinya pernah dibakar oleh ibu tirinya.
[Baca: Kakak Adit Ungkap Kekejaman Ibu Tirinya]
Berdasarkan pemeriksaan oleh tim
psikolog Polda Riau, Vina tidak mengalami gangguan jiwa. Namun, dia diduga
adalah seorang psikopat. [Baca Polisi: Ibu Tiri Penyiksa Adit Seorang Psikopat]
c. 11 Desember 2013: Bocah 6 Tahun
Disiram Air Keras oleh Ayahnya
Perbuatan Hariyanto (29 tahun), sungguh
biadab. Warga Desa Patihan, Kecamatan Karangrejo, Magetan, Jawa Timur itu tega
menyiram air keras ke anak tirinya, Samuel Christian Sone Besa, hingga
mengalami luka parah. Bukan hanya disiram, bocah enam tahun itu juga dicekoki
air keras. Aksi kejam Hariyanto terjadi
Rabu pagi. Bermula ketika ribut dengan istrinya, Ismiyatun. Saat itu Ismiyatun
menanyakan kepada Hariyanto kapan gajian. Rupanya Hariyanto tidak senang,
hingga terjadi cekcok. Mendengar suara berisik, Samuel yang sedang sakit
terbangun dan menangis. Hariyanto kemudian mendatangi kamar Samuel. Bukannya
menenangkan, Hariyanto malah menyiram anaknya dan mencekokinya dengan air
keras. Sungguh biadab. Disiram air keras, tangisan Samuel semakin menjadi. Dia
meronta-ronta merasakan sakit yang teramat sangat. Sang ibu, nenek dan kakeknya
kaget dan bingung melihat kondisi tubuh Samuel yang melepuh.
Dibantu sejumlah tetangga, Samuel dilarikan ke rumah sakit. Kemudian Ismiyatun melaporkan peristiwa itu ke polisi. Tak berselang lama, anggota Kepolisian Sektor Karangrejo berhasil menangkap Hariyanto. Hariyanto langsung ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Magetan, Ajun Komisaris Wasno menyatakan, Hariyanto tidak mengalami gangguan jiwa. "Psikologisnya tidak perlu dites, dia sadar saat menyiramkan air keras ke korban," kata Wasno. [Lihat VIDEO: Sadis! Kesal ke Istri, Bapak Siram Anaknya Pakai Air Keras.
Dibantu sejumlah tetangga, Samuel dilarikan ke rumah sakit. Kemudian Ismiyatun melaporkan peristiwa itu ke polisi. Tak berselang lama, anggota Kepolisian Sektor Karangrejo berhasil menangkap Hariyanto. Hariyanto langsung ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Magetan, Ajun Komisaris Wasno menyatakan, Hariyanto tidak mengalami gangguan jiwa. "Psikologisnya tidak perlu dites, dia sadar saat menyiramkan air keras ke korban," kata Wasno. [Lihat VIDEO: Sadis! Kesal ke Istri, Bapak Siram Anaknya Pakai Air Keras.
d. Desember 2013 : Bayi 1,5 Tahun Tewas
Dianiaya Ayah Kandung
Entah apa yang ada di benak Lambertus
Langun (25 tahun). Warga Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur ini, tega
menganiaya buah hatinya, Azzahra yang masih berusia 1,5 tahun hingga tewas.
Peristiwa memilukan itu terjadi lantaran Labertus, yang dikenal tempramental,
kesal karena anaknya terus menangis. Puncaknya, Senin 1 Desember, saat dia
sedang memberi makan anaknya. Sang anak tak mau makan dan terus menangis.
Lambertus naik pitam. Anaknya dipukul, dicubit dan dibanting di atas
kasur.Melihat peristiwa itu, sang istri, Fatimah, langsung memarahi Lambertus
hingga terjadi cekcok. Bukannya membawa anaknya keluar, suami-istri itu malah
meninggalkan Azzahra di dalam rumah.
Hendrik, adik Lambertus yang datang ke rumah mendapati dua keponakannya sedang menangis tanpa ada orangtuanya. Dia mengaku sempat menggendong dan menyuruh kedua bocah itu makan. Bahkan Hendrik sempat mencari keberadaan ibu korban yang juga tak ditemukan.Setelah membereskan perabot rumah tangga yang berserakan di rumah, Hendrik menemukan Azzahra sudah tak bernapas.
Kepada polisi, Lambertus mengaku telah menganiaya darah dagingnya itu. Dia mengaku khilaf saat menganiaya anaknya. Berdasarkan hasil visum, polisi menemukan luka baru dan lama akibat pukulan. Bahkan ada luka bekas luka sundutan rokok.
Hendrik, adik Lambertus yang datang ke rumah mendapati dua keponakannya sedang menangis tanpa ada orangtuanya. Dia mengaku sempat menggendong dan menyuruh kedua bocah itu makan. Bahkan Hendrik sempat mencari keberadaan ibu korban yang juga tak ditemukan.Setelah membereskan perabot rumah tangga yang berserakan di rumah, Hendrik menemukan Azzahra sudah tak bernapas.
Kepada polisi, Lambertus mengaku telah menganiaya darah dagingnya itu. Dia mengaku khilaf saat menganiaya anaknya. Berdasarkan hasil visum, polisi menemukan luka baru dan lama akibat pukulan. Bahkan ada luka bekas luka sundutan rokok.
e. 12 November 2013: Anak Diperkosa Ayah
Kandung Hingga Melahirkan
Siswi salah satu SMK di Batam, Kepulauan
Riau, berinisial Yu, 17 tahun, melahirkan bayi perempuan. Yu melahirkan di RS
Camantha Sahidya pada Selasa 12 November 2013. Ironisnya, bayi yang dilahirkan
itu adalah darah daging ayah kandung Yu, Srj (40 tahun). Parahnya lagi,
perbuatan bejat Srj itu sudah dilakukan sejak Yu masih duduk di bangku sekolah
dasar (SD). Perbuatan itu akhirnya terungkap setelah Yu menceritakan kejadian
yang sebenarnya kepada ibunya yang tinggal di Cilacap, Jawa Tengah. Mendengar
cerita mengerikan itu, sang ibu langsung melaporkan suaminya ke polisi. Srj
dijerat dengan Pasal 81 ayat 1 dan 2, Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 46 Undang-Undang 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan ancaman 17 tahun penjara.
[Baca: Anak Diperkosa Ayah Kandung Hingga Melahirkan]
f. 11 Juni 2013: Ayah Perkosa 2 Anak
Kandung dan 1 Anak Tiri
Perbuatan RM (52 tahun) sungguh tidak
beradab. Warga Pontianak, Kalimantan Barat itu tega memperkosa dua anak kandung
dan satu anak tirinya.
LN (17 tahun) adalah korban pertama yang diperkosa sejak kelas III SD, hingga hamil pada saat kelas I SMP. Berikutnya RP, yang diperkosa pada saat LN kelas V sekolah dasar. RP (20 tahun), anak tirinya juga menjadi korban kebiadaban RM. RP hamil saat kelas II SMK. Terakhir, RN (12 tahun), yang juga diperkosa ayah durjana itu.Kasus pemerkosaan itu dilaporkan oleh LN, yang didampingi ibunya, SM, ke Kepolisian Resor Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa 11 Juni 2013. Tak butuh waktu lama, ayah bejat itu ditangkap polisi.
LN (17 tahun) adalah korban pertama yang diperkosa sejak kelas III SD, hingga hamil pada saat kelas I SMP. Berikutnya RP, yang diperkosa pada saat LN kelas V sekolah dasar. RP (20 tahun), anak tirinya juga menjadi korban kebiadaban RM. RP hamil saat kelas II SMK. Terakhir, RN (12 tahun), yang juga diperkosa ayah durjana itu.Kasus pemerkosaan itu dilaporkan oleh LN, yang didampingi ibunya, SM, ke Kepolisian Resor Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa 11 Juni 2013. Tak butuh waktu lama, ayah bejat itu ditangkap polisi.
g. 19 Mei 2013: Ayah Perkosa Anak Tiri
Supono (45 tahun), warga Gencong,
Jember, Jawa Timur, ditangkap warga saat mencoba memperkosa MN, 16 tahun, anak
tirinya. Saat kejadian itu, Raudatun, ibu korban sedang mengikuti pengajian.MN
mengaku baru satu minggu lalu ayah tirinya memperkosa dia saat ibunya tengah
berbelanja ke pasar. Supono mengancam akan membunuhnya dan menceraikan ibunya
jika menolak disetubuhi. MN pun tak bisa berbuat apa-apa.Namun, pada Minggu
malam, Supono kembali berniat menyetubuhi MN. Tapi kali ini, MN melawan.
Perlawanan MN itu didengar warga sekitar. Supono kemudian ditangkap warga dan
diserahkan ke polisi. [Lihat VIDEO: Tak Ingin Diperkosa 2 Kali, Anak Lawan Ayah Tiri]
h. 25 April : Bayi 10 Bulan Lehernya
Disayat Ayah Kandung
Sadis. Turmidi (34
tahun), tega menyayat leher anak kandungnya. Putri Zulfiah, bayi 10 bulan
disayat Turmidi dengan golok ketika sedang tidur di rumahnya, di Kampung
Pangasih, Desa Seuat, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten. Dari
pemeriksaan diketahui, Turmidi mengalami gangguan jiwa.
i.
16 Maret 2013: Bocah 5 Tahun Tewas Dianiaya Ibu Tiri
Devina Lyra Putri, bocah perempuan
berusia lima tahun, meregang nyawa dengan luka lebam di tubuh dan kepala. Dia
dianiaya ibu tirinya, Desi Sintia Dewi (18 tahun).Peristiwa sadis itu berawal
ketika dia dibangunkan ibu tirinya. Lantaran tak juga bangun sang ibu tiri
memukul dan mendorongnya ke kamar mandi hingga terbentur ke tembok dan
mengakibatkan korban tidak sadarkan diri. Devina meninggal saat tiba di Rumah
Sakit Siloam Karawaci. Beberapa bulan
sebelum kejadian keji itu, Devina kerap mengeluh kesakitan. Hal ini diungkapkan
Neni Puspita, guru Devina di sekolah Paud Ashobar. Namun Devina tidak pernah
menceritakan kejadian yang menimpanya. Saat ditanya luka lebam di tubuhnya, dia
selalu menutupi dengan alasan terjatuh. Kapolresta Tangerang Kombes Pol Bambang
Priyo Andogo menuturkan, Agus Warsito, ayah Devina, sebetulnya tahu anaknya
sering dipukul oleh Desi. Dan, istrinya itu sering diperingatkan agar tidak
memukul anaknya. Meski begitu, Desi
tetap saja berbuat kasar dan kerap memukul anak tirinya itu hingga akhirnya
meninggal dunia. [Baca: Ibu Tiri Pembunuh Itu Dikenal Pendiam]
j.
18 Februari 2013 :
Ayah Perkosa Anak Kandung Selama 5 Tahun
Sungguh bejat perbuatan DP (42 tahun).
Dia tega menyetubuhi anak kandungnya sendiri, PU (18 tahun). Menyedihkan lagi,
PU sudah digauli sejak berusia 13 tahun. Awalnya, PU takut untuk melaporkan
peristiwa memilukan itu. Karena selalu diancam oleh DP. Namun bertambahnya
usia, dia memberanikan diri.
Kepala Unit PPA Polres Jakarta Timur, AKP Endang, Selasa 19 Februari 2013 menuturkan, korban merasa sudah besar. Karena itu ia tidak terima atas perbuatan sang ayah hingga akhirnya mengadukan ke kakeknya. Akhirnya, PU dan keluarga melaporkan perbuatan DP ke polisi.
Kepala Unit PPA Polres Jakarta Timur, AKP Endang, Selasa 19 Februari 2013 menuturkan, korban merasa sudah besar. Karena itu ia tidak terima atas perbuatan sang ayah hingga akhirnya mengadukan ke kakeknya. Akhirnya, PU dan keluarga melaporkan perbuatan DP ke polisi.
k. 13 Januari 2013: Ayah Perkosa Anak
Kandung
Tak bisa menahan nafsu bejatnya, Ruslan
(33 tahun), nekat memperkosa darah dagingnya sendiri, IS (15 tahun). Peristiwa
itu bermula ketika Ruslan menjemput sang anak yang bekerja di sebuah tempat
hiburan malam. Rupanya, niat mesum Ruslan untuk menggagahi anaknya itu sudah
dipendam lama. Otak mesum tak bisa ditahan, Ruslan membawa anaknya itu ke
losmen bale-bale PWRI Bojonggede. Belum sempat melakukan hubungan suami-istri,
IS berteriak. Warga yang mendengar langsung ke sumber suara. Ruslan dan IS
lantas dibawa ke kantor polisi. "Si
pelaku mengancam akan membocorkan pekerjaan IS jika tak dilayani. Si pelaku
yang merupakan ayah kandung ini sempat menggerayangi tubuh mungil IS. Pengakuan
korban, aksi bejat sang ayah telah berlangsung cukup lama," kata Bambang
pada VIVAnews.
l.
6 Januari: Gadis 11 Tahun Diperkosa Ayah Kandung Hingga Tewas
RI (11 tahun), meninggal dunia di RSUP
Persahabatan pada 6 Januari 2013 karena infeksi pada dubur dan alat vitalnya.
Hingga ajal menjemput, RI tidak menceritakan siapa orang yang merusak masa
depannya itu. Akhirnya, setelah melewati berbagai proses, tanda tanya siapa
yang memperkosa RI, terjawab. Dia adalah Sunoto. Ayah kandung RI. Sunoto
menyetubuhi RI ketika istrinya tengah dirawat di rumah sakit sejak 16 hingga 19
Oktober 2012. "Dia mengaku dua kali mencabuli anaknya. Peristiwa pertama
dilakukan 16 Oktober 2012, lalu 19 Oktober 2012. Tempat kejadian di rumahnya
sendiri," kata Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno,
Jumat 18 Januari 2013. Korban, kata Putut, tidak melawan saat peristiwa laknat
itu terjadi. Soalnya, perkosaan ini dilakukan di bawah ancaman. Tangan RI
ditekan tersangka. "Korban merasa kesakitan di sekolah, itu pengakuan dari
saksi," ujar Putut. Terkait infeksi pada alat kelamin dan dubur RI, itu
ditularkan oleh Sunoto. Pria 54 tahun itu diketahui menderita penyakit kelamin
Raja Singa. Sunoto mempunyai perilaku seksual yang sangat tinggi. Sebagaimana
diakui istrinya, dia sering memuaskan kebutuhan seksual Sunoto dengan cara anal
seks. [Baca: Ibunda Bocah RI Minta Suaminya Dihukum Seumur Hidup]