Rabu, 18 Juni 2014

MEMAHAMI HAM TERHADAP KEKERASAN ANAK


     MEMAHAMI  HAM TERHADAP KEKERASAN ANAK 


Oleh: Turiman Fachturahman Nur
Email:qitriaincenter@yahoo.co.id
HP 08125695414
1.     Untuk memahami HAM dibidang pendidikan dan kekerasan anak, maka perlu mengetahui dahulu tentang  definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, secara normatif kita telah memiliki rumusan formal dan   operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.(Pasal 1 angka 1)
2.        Berdasarkan definisi di atas, penulis menemukan 3 (tiga) pokok pikiran  utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.
3.        Usaha sadar dan terencana. Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual).  Oleh karena itu, di setiap level manapun,  kegiatan pendidikan harus  disadari dan direncanakan, baik dalam tataran  nasional (makroskopik),  regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun  operasional (proses pembelajaran  oleh guru).
4.        Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas),  pada dasarnya setiap kegiatan  pembelajaranpun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI  No. 41 Tahun 2007.  Menurut Permediknas ini bahwa  perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
5.        Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya Pada pokok pikiran yang kedua ini penulis melihat adanya pengerucutan istilah pendidikan menjadi pembelajaran.  Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata (persekolahan).  Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini, penulis menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik.  Selain itu, penulis juga  melihat  ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan  suasana  belajar, dan (b) mewujudkan  proses pembelajaran.
6.        Mewujudkan  suasana  belajar Berbicara tentang  mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar,  diantaranya  mencakup: (a)  lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar. Baik lingkungan  fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan guru  dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan sebagai fasilitator  belajar siswa .
7.        Mewujudkan  proses pembelajaran Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan  pra kondisi  agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana  mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru dituntut  untuk dapat mengelola pembelajaran (learning management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian  pembelajaran (lihat  Permendiknas RI  No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini penulis lebih suka menggunakan istilah manajer pembelajaran, dimana guru bertindak  sebagai seorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran.Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran,  proses pembelajaran pun seyogyanya  didesain agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi  pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator  belajar.
8.        Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan sekaligus  menggambarkan  pula  tujuan pendidikan nasional kita , yang  menurut hemat saya sudah  demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan  diantara ketiga dimensi tersebut.
9.        Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat pokok pikiran yang ketiga  dari definisi pendidikan  ini  maka sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru. Selanjutnya  tujuan-tujuan  tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan  di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan  pembelajaran yang  dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan  pada tataran operasional  memiliki arti yang strategis  bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
10.    Berdasarkan  uraian di atas,  kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang  tertuang  dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya  tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu,  tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas tentang  siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa  peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.
11.    Dalam kaitan dengan HAM diberikan warning pada Pasal 4  ayat (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
12.    Ketika berbicara HAM , maka yang perlu dipahami adalah apa yang menjadi Hak Peserta didik. Didalam UU Nomor 20 Tahun 2003, pada BAB V diatur hak peserta Pasal 12 ayat (1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a.     mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b.        mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c.  mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
d.        mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e.         pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f.   menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masingdan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a.  menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b.  ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang  dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13.Hak dan Kewajiban Peserta Didik Pada Pendidikan Dasar, diatur dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Dasar dapat diperhatikan pada Pasal 16: (1) Siswa mempunyai hak:
1.mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
2.memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya;
3.mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
4.mendapat bantuan fasilitas belajar, bea siswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
5.pindah ke sekolah yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan siswa pada sekolah yang hendak dimasuki
6. memperoleh penilaian hasil belajarnya;
7. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
8. mendapat pelayanan khusus bilamana menyandang cacat.
              (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 17 (1) Setiap siswa berkewajiban untuk:
1.        ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali siswa yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.        mematuhi ketentuan peraturan yang berlaku;
3.        menghormati tenaga kependidikan;
4.        ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan sekolah yang bersangkutan.
5.        Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri
   14.Lingkup Penyelenggaraan Perlindungan Anak Upaya penyelenggaraan perlindungan anak di kota Pontianak meliputi hal-hal yang  bersifat pencegahan, deteksi dan intervensi dini, dan tindakan penanggulangan untuk memenuhi hak anak atas perlindungan dari segala bentuk tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, penelantaran, dan diskriminasi.  Termasuk di dalamnya mencegah atau menindak pihak-pihak yang mengganggu atau menghalangi anak dalam mendapatkan atau menikmati hak-hak asasinya yang lain.
15.Prinsip Pemandu Penyelenggaraan Perlindungan Anak Penyelenggaraan perlindungan anak dilandasi pemikiran bahwa masa anak adalah masa pembelajaran dan pembentukan menuju kematangan atau pencapaian status dewasa, dan bahwa setiap pengalaman dan perlakuan yang terjadi akan mempengaruhi proses tersebut. Oleh karena itu, untuk melindungi kualitas proses tersebut, maka empat prinsip pemandu sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi Hak Anak harus menjadi bagian dari setiap upaya Penyelenggaraan Perlindungan Anak dan perlu dituangkan secara jelas arti tiap prinsip dan kaitan antara tiap prinsip dengan isu hak anak lainnya sesuai logika konvensi.
    a.Prinsip Kepentingan terbaik untuk anak.
Bahwa di dalam setiap keputusan yang diambil  atau perlakuan atau tindakan yang ditujukan terhadap anak maka pertimbangan utamanya adalah demi kepentingan terbaik untuk anak. Ini berlaku dalam pembuatan kebijakan pemerintah ( langkah-langkah legislasi, administrative atau program ), dan perlu mendapat perhatian khusus dalam setiap keputusan yang berdampak pada pemisahan anak dari pengasuhan orangtua/keluarga, ketika pemerintah menjalankan kewajiban membantu keluarga yang tidak mampu dalam mengasuh/melindungi anak, pelaksanaan adopsi, pelaksanaan peradilan anak, atau dalam penanganan pengungsi anak.
   b.Prinsip Pemenuhan Hak Hidup, Tumbuh-kembang, dan Kelangsungan Hidup Anak
  Bahwa  di dalam setiap keputusan yang diambil  atau perlakuan atau tindakan yang ditujukan terhadap anak merupakan bagian dari atau melibatkan juga upaya sungguh-sungguh untuk semaksimal mungkin menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh-kembang anak secara penuh, baik aspek fisik, mental, sosial, dan moral. Dan bahwa hal yang diputuskan atau dilakukan tersebut tidak mengakibatkan terganggunya atau terhalanginya perkembangan seluruh aspek atau salah satu aspek tumbuh-kembang anak.
   c.Prinsip Non-diskriminatif
  Bahwa  setiap keputusan yang diambil  atau perlakuan atau tindakan yang ditujukan terhadap anak ditetapkan atau dijalankan tanpa adanya pertimbangan diskriminatif  karena latar belakang jenis kelamin anak; kecatatan atau perbedaan kondisi fisik dan mental anak; agama, etnisitas, kebangsaan, kemampuan ekonomi, kelas sosial, atau pandangan politis anak dan orangtua/pengasuh anak; termasuk juga perlakuan diskriminatif akibat pandangan salah dan stigmatisasi yang berkembang di masyarakat untuk anak-anak yang berada dalam situasi khusus seperti korban kekerasan, eksploitasi seksual, berkonflik dengan hukum, terinfeksi HIV/AIDs, dll.
  Bahwa upaya khusus perlu dilakukan untuk memastikan anak-anak yang rentan mengalami perlakuan diskriminatif karena menjadi korban masalah perlindungan anak di atas tetap memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pemenuhan hak-haknya.
  C.Prinsip Menghargai Pendapat Anak
  Bahwa  di dalam setiap keputusan yang diambil  atau perlakuan atau tindakan yang ditujukan terhadap anak, sedapat mungkin disertai dengan pertimbangan atas pandangan atau pendapat yang disampaikan oleh anak sesuai dengan tingkat kematangan usianya.
Anak adalah aktor penting dalam penyelenggaraan perlindungan anak, sehingga perlu dikembangkan upaya untuk membangun faktor pelindung pada diri anak, sehingga mampu mencegah atau menghindarkannya dari situasi pelanggaran terhadap hak-haknya.

 16.Bentuk-bentuk Masalah perlindungan anak yang perlu diantisipasi
Masalah perlindungan anak yang ada di Kab/Kota  yang perlu diantisipasi kemunculannya terutama adalah:
a.         Kekerasan & perlakuan salah terhadap anak diyakini mengancam keselamatan, kesehatan, serta perkembangan fisik, mental dan moral anak-anak yang berada dalam pengasuhan di luar lingkungan rumahnya orangtua/keluarga; anak yang hidup dan bekerja di jalan; anak yang menjadi korban semua bentuk eksploitasi seksual anak; anak yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga; anak yang berkonflik dengan hukum; anak dengan kemampuan berbeda (difabel);   
b.             Bentuk-bentuk eksploitasi di mana anak dipekerjakan atau dimanfaatkan dengan cara dan atau dalam situasi yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak, pembatasan atau penghilangan kesempatan anak mengakses hak-hak dan (yang) beresiko mengganggu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara perkembangan fisik, mental dan moral, yang banyak dialami oleh anak-anak yang bekerja di jalanan; pekerja anak; anak yang dipekerjakan di industri sepatu atau industri lain yang berbahaya bagi anak; anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang; anak yang menjadi korban atau dilibatkan dalam usaha layanan seksual, termasuk pornografi dan pornoaksi; anak yang menjadi korban atau dilibatkan dalam penyalahgunaan dan usaha peredaran narkotika dan bahan adiktif terlarang; anak yang dipekerjakan sebagai pembantu rumahtangga.
c.              Penelantaran atau pengabaian pemenuhan hak anak yang rentan dialami oleh anak  yang tinggal di luar pengasuhan orangtua (keluarga asuh, keluarga angkat, lembaga pengasuhan anak atau panti asuhan, asrama, atau bentuk lain); anak yang ditempatkan dalam pusat rehabilitasi/kesehatan; anak yang tak terdampingi atau hidup sendiri; anak dalam situasi darurat pengungsian, anak yang hidup dan bekerja di jalan; anak dalam keluarga yang gagal menjalankan fungsi pengasuhan karena kemiskinan, disharmoni atau karena sebab lain; anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang; anak yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga; anak yang menjadi korban eksploitasi seksual; pekerja anak; anak yang memiliki kebutuhan khusus karena kecacatan atau perbedaan kemampuan (difabel); anak yang berhadapan dengan hukum;  
   17. Upaya penanganan
a.       Pengembangan kemampuan dan mekanisme di tingkat pemerintah kota dalam membangun kemampuan “masyarakat” Kota/Kab dalam menciptakan kondisi yang dapat mencegah terjadinya masalah perlindungan anak. 
                                  i.     Membangun Kesadaran dan Sikap Masyarakat, yaitu upaya untuk membangun masyarakat kota/Kab menjadi masyarakat yang secara kolektif memiliki kesadaran tinggi dan kesiapan bertindak terhadap masalah perlindungan anak.
                                ii.     Kebijakan, Program, & Mekanisme, bagian ini untuk memastikan adanya konsistensi dan upaya sistematis dalam penyiapan model dan pemenuhan standar layanan perlindungan anak di Kota/Kab
                              iii.     Pengembangan Partisipasi Anak, yaitu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterlibatan anak dalam pembangunan lingkungan yang lebih mampu melindungi mereka.

b.      Upaya untuk memastikan kesiapan Pemerintah dan masyarakat Kota dalam melakukan intervensi awal atau deteksi dini, segera dan memberikan perlindungan terhadap anak (dan keluarganya) yang berada dalam situasi beresiko mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran.
                             i.          Kebijakan, Program, dan Mekanisme, yaitu upaya yang dilakukan secara terencana untuk  menciptakan layanan dan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan aksi perlindungan terhadap anak (dan keluarganya) yang berada dalam situasi beresiko mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran.
                           ii.          Peningkatan Kesadaran, yaitu upaya-upaya untuk memastikan adanya langkah yang mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat dan lembaga yang terlibat dalam upaya perlindungan anak
                         iii.          Pelibatan Masyararakat, yaitu upaya untuk melibatkan warga masyarakat dan anak itu sendiri dalam menciptakan lingkungan yang protektif bagi anak.
                         iv.     Kelembagaan/Manajemen, yaitu upaya untuk mensistematisasikan, memperlancar dan memastikan langkah perlindungan anak berjalan sesuai dengan tujuan.
                           v.     Layanan, yaitu jenis dan bentuk layanan yang perlu dibangun dan dikembangkan untuk mewujudkan perlindungan anak di Kota.Kab.
                         vi.      Koordinasi, Bagian ini merupakan upaya untuk memastikan setiap aksi perlindungan anak yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat berjalan secara maksimal dan terhindar dari tumpang tindih. Penting untuk secara tegas ditetapkan penugasan kepada lembaga atau team atau badan tersendiri atau komite yang diberi mandat/kewenangan melakukan koordinasi. Contoh pada UU dan perda lainnya yaitu,  UU Sisdiknas/Perda Pendidikan : yang bertanggung jawab adalah Dinas Pendidikan, UU Kesehatan/Perda Kesehatan : yang bertanggung jawab adalah Dinas Kesehatan, UU Adminduk/Perda Adminduk yang bertanggung jawab adalah Dinas Kependudukan dan Capil.
c.       Pengembangan mekanisme ditingkat kota/kab untuk memastikan dilakukannya respon berupa penanganan secara segera  oleh pemerintah kota terhadap setiap anak yang menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran. Penanganan dimulai dari identifikasi, penyelamatan, rehabilitasi dan reintegrasi.
                      i.     Identifikasi dan reporting, yaitu Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota untuk secara dini mengidentifikasi dan mengenali keberadaan anak-anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, eklpoitasi dan penelantaran.
                 ii.       Penarikan/ Rescue, yaitu Upaya penyelamatan terhadap anak-anak yang berada dalam situsi mendapatkan kekerasan, perlakuan salah, ekploitasi dan penelantaran
         iii.     Rehabilitasi, yaitu upaya pemerintah kota dalam memastikan setiap anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, ekploitasi dan penelantaran mendapatkan dukungan  rehabilitasi yang mencakup ; rescue (penyelamatan), kesehatan, pendidikan, psiko-sosial, ekonomi, dan legal
              iv.     Reintegrasi, yaitu berupa dukungan layanan lanjutan pasca rehabilitasi  untuk anak-anak korban kekerasan, perlakuan salah, ekploitasi dan penelantaran untuk memberikan jaminan agar anak bisa diterima/ kembali bersatu dengan  keluarga  dan lingkungannya serta terjamin tumbuh kembangnya dimasa mendatang.
          v.     Manajemen Layanan, yaitu upaya dalam membangun dan memperkuat sistem layanan, peningkatan koordinasi serta membangun keberpihakan layanan terhadap anak-anak.

18.  Berkaitan dengan HAM pada  anak pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, yaitu pada Bagian Kesepuluh Hak Anak Pasal 52 ayat (1)Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. ayat(2)Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
       Pasal 53(1)Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2)Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan.
       Pasal 54 Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 55 Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.
        Pasal 56(1)Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.(2)Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik sesuai dengan Undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57(1)Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2)Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.(3)Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menjalankan kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhnya.
Pasal 58(1)Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.(2)Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan bentuk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 59 (1)Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu demi kepentingan terbaik bagi anak.(2)Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin oleh Undang-undang.
Pasal 60(1)Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.(2)Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 61 Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.
Pasal 62 Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.
Pasal 63 Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.
Pasal 64 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
Pasal 65 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Pasal 66 (1)Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.(2)Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak. (3)Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.(4)Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.(5)Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.(6)Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. (7)Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
 19.  Terdapat banyak sekali definisi yang menjabarkan atau memberikan batasan mengenai siapakah yang disebut dengan ”anak” ini. Masing-masing definisi ini memberikan batasan yang berbeda disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Pasal 1 Children Rights Convention (CRC) atau Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, mendefinisikan bahwa anak adalah:“………..Setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal”. (C.De Rover, 2000:369)
       Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak merumuskan dalam pasal 1 nomor 1 bahwa : “Anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak dalam kandungan” Di antara undang-undang yang lain, Undang-undang perlindungan anak ini lebih rigid dan limitatif dalam membatasi pengertian anak dengan memasukkan anak yang dalam kandungan sebagai kategori anak juga. Dalam Pasal 1 nomor 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan anak disebutkan bahwa “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin”. Dan, yang terakhir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan dalam pasal 1 nomor 1 bahwa: “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun, tetapi belum mencapai umur 18 tahun danbelum pernah kawin”. Dari beberapa perundang-undangan pidana Indonesia, penulis dapat menggarisbawahi tiga hal yang signifikan, yaitu: (1) Batasan yang digunakan oleh masing-masing undang-undang yang telah disebutkan di atas untuk memaknai siapakah yang disebut anak tersebut, umumnya berdasarkan batasan umur; (2) KUHP sebagai peraturan induk dari keseluruhan peraturan hukum pidana di Indonesia, sama sekali tidak memberikan batasan yuridis mengenai anak. Pasal 45 KUHP yang selama ini dianggap sebagai batasan anak yang dalam KUHP, sesungguhnya bukan merupakan definisi anak, melainkan batasan kewenangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan sebelum berumur 16 (enam belas) tahun; (3) Dari perundang-undangan pidana seperti yang telah disebut di atas, nampak adanya ketidakseragaman definisi antara undang-undang yang satu dengan yang lainnya dalam hal memaknai siapakah yang disebut anak tersebut. Ketidak seragaman tersebut dilatarbelakangi dengan adanya perbedaan tujuan dan sasaran dari masing-masing undang-undang tersebut. Meskipun tidak dipungkiri, adanya perbedaan definisi ini akan menyulitkan para penegak hukum dalam memberlakukan hukum yang sesuai terhadap anak.
20.  Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) juga mencatat selama tahun 2006 ada 1.124 kasus kekerasan yang dilakukan terhadap anak. Sebanyak 247 kasus di antaranya kekerasan fisik, 426 kekerasan seksual, dan 451 kekerasan psikis,Ketua Komnas Anak Seto Mulyadi.Pada tahun 2008 kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan ibu kandung mencapai 9,27 persen atau sebanyak 19 kasus dari 205 kasus yang ada. Sedangkan kekerasan yang dilakukan ayah kandung 5,85 persen atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98 persen), ayah tiri (2 kasus atau 0,98 persen).  Dalam sehari Komnas Anak menerima 20 laporan kasus, termasuk kasus anak yang belum terungkap. adi pada tahun 2008 masih meningkat lagi kasus kekerasan pada anak menjadi 1.626 kemudian masih tetap naik lagi menjadi 1.891 kasus pada tahun 2009. Dari 1.891 kasus pada tahun 2009 ini terdapat 891 kasus kekerasan di lingkungan sekolah, sumber : Direktur Nasional World Vision Indonesia. Ketua KPAI Badriyah Fayumi mengatakan, pada 2012 terdapat 746 kasus. Jumlah ini meningkat 226 persen dari tahun sebelumnya, dengan jumlah kasus sebanyak 329 kasus. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, dalam kurun waktu Januari hingga Oktober terdapat 2.792 kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah itu, 1.424 adalah kasus kekerasan, termasuk 730 kekerasan seksual.  Sebagai perbandingan, tahun 2012 lalu, Komnas PA mencatat 1.381 pengaduan dalam kurun waktu yang sama.
20.  Kata kunci pelanggaran HAM dalam UU No 39 Tahun 1999 adalah ada penyiksaa dan tindakan diskriminasi, Pertanyaannya apa yang dimaksud dengan diskriminasi dan penyiksaan dalam teks hukum negara UU No 39 Tahun 1999: Pasal 1 angka 3 dan 4 diberikan batasan tentang hal tersebut , yaitu :.Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.(pasal 1 angka 3). Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmasi maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.(Pasal 1 angka 4), kemudian bagaimana Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
1.    Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan, kepintaran, kekayaan, atauperilakunya).
2.    Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara    fisik (dijewer, dicubit,ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur  di tengah lapangan).
3.    Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4.    Siswa memalak    atau menganiaya siswa yang lain.
5.    Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya  ataupun dengan siswa darisekolah yang lain. (sumber : edukasi.net)
  22. Secara umum kekerasan terhadap anak marak terjadi di Indonesia, apa sebenarnya yang keliru, di masyarakat kita ? Data berikut ini dapat memberikan gambaran permasalahan tersebut: Tahun 2013, yang sebelumnya diprediksi bakal jadi tahun "darurat kekerasan terhadap anak", benar-benar terjadi. Angka kekerasan terhadap anak meningkat tajam di 2013. Parahnya lagi, kebanyakan pelakunya adalah orang terdekat. Orang yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anak.
       Berikut beberapa kasus kekerasan terhadap anak di tahun 2013: (hasil mapping penulis)
a.         18 Desember 2013: Bocah 3 Tahun Dibanting Hingga Tewas
Sudah menjadi kewajiban orangtua untuk melindungi anak. Bahkan dengan nyawanya sendiri. Tapi tidak bagi Rosalina dan Achen. Mereka justru jadi 'pencabut nyawa' anaknya.
Rizky, bocah tiga tahun itu meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah. Matanya lebam, kepala dan lehernya memar, saat dibawa kedua orangtuanya ke rumah sakit.
Kepada pihak rumah sakit, orangtua Rizky beralasan, anaknya terjatuh dan membentur tembok saat mati lampu. Tapi pihak rumah sakit tak begitu saja percaya. Kepolisian Sektor Batu Aji langsung dihubungi.
Kedua orangtua durjana itu tak bisa mengelak saat diinterogasi. Rizky babak belur karena disiksa. Dia dipukul dan ditendang. Bahkan didorong hingga tersungkur.
Masalahnya sepele. Rizky yang saat itu sedang sakit, terus rewel dan tak mau makan. [Baca selengkapnya: Kronologi Penyiksaan Bocah 3 Tahun Hingga Tewas]
b.         15 Desember 2013. : Bocah 7 Tahun Disiksa dan Dibuang ke Kebun Sawit
Raditya Atmaja Ginting ditemukan di bawah pohon sawit milik PT Perkebunan Nusantara V di Rokun Hulu, Riau.  Saat ditemukan, tubuh Adit sangat kurus, berdarah, mengalami luka di sekujur tubuhnya. Bocah tujuh tahun itu mengaku disiksa oleh ibu tiri dan ayah kandungnya sendiri.   Warga yang tak tega melihat kondisi Adit, langsung membawanya ke rumah sakit. Dokter yang menangani Adit menyebutkan, sebagian besar luka di tubuh bocah itu akibat pukulan benda tumpul dan tajam. Luka parah yang diderita Adit adalah luka robek di mulut, lidah, dan luka bakar di punggung belakang akibat disetrika. Ervina alias Vina (36 tahun), sang ibu tiri, mengakui perbuatannya. Dia beralasan kerap menyiksa Adit karena anak tirinya itu nakal. Rupanya, Vina tidak hanya menyiksa Adit, tapi juga Andre, kakak Adit. Andre mengaku kerap disiksa ketika tinggal bersama dengan ibu tirinya itu. Bahkan Andre mengaku kakinya pernah dibakar oleh ibu tirinya. [Baca: Kakak Adit Ungkap Kekejaman Ibu Tirinya]
Berdasarkan pemeriksaan oleh tim psikolog Polda Riau, Vina tidak mengalami gangguan jiwa. Namun, dia diduga adalah seorang psikopat. [Baca Polisi: Ibu Tiri Penyiksa Adit Seorang Psikopat]
c.    11 Desember 2013: Bocah 6 Tahun Disiram Air Keras oleh Ayahnya
Perbuatan Hariyanto (29 tahun), sungguh biadab. Warga Desa Patihan, Kecamatan Karangrejo, Magetan, Jawa Timur itu tega menyiram air keras ke anak tirinya, Samuel Christian Sone Besa, hingga mengalami luka parah. Bukan hanya disiram, bocah enam tahun itu juga dicekoki air keras.  Aksi kejam Hariyanto terjadi Rabu pagi. Bermula ketika ribut dengan istrinya, Ismiyatun. Saat itu Ismiyatun menanyakan kepada Hariyanto kapan gajian. Rupanya Hariyanto tidak senang, hingga terjadi cekcok. Mendengar suara berisik, Samuel yang sedang sakit terbangun dan menangis. Hariyanto kemudian mendatangi kamar Samuel. Bukannya menenangkan, Hariyanto malah menyiram anaknya dan mencekokinya dengan air keras. Sungguh biadab. Disiram air keras, tangisan Samuel semakin menjadi. Dia meronta-ronta merasakan sakit yang teramat sangat. Sang ibu, nenek dan kakeknya kaget dan bingung melihat kondisi tubuh Samuel yang melepuh.
Dibantu sejumlah tetangga, Samuel dilarikan ke rumah sakit. Kemudian Ismiyatun melaporkan peristiwa itu ke polisi. Tak berselang lama, anggota Kepolisian Sektor Karangrejo berhasil menangkap Hariyanto. Hariyanto langsung ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Magetan, Ajun Komisaris Wasno menyatakan, Hariyanto tidak mengalami gangguan jiwa. "Psikologisnya tidak perlu dites, dia sadar saat menyiramkan air keras ke korban," kata Wasno. [Lihat
VIDEO: Sadis! Kesal ke Istri, Bapak Siram Anaknya Pakai Air Keras.


d.      Desember 2013 : Bayi 1,5 Tahun Tewas Dianiaya Ayah Kandung
Entah apa yang ada di benak Lambertus Langun (25 tahun). Warga Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur ini, tega menganiaya buah hatinya, Azzahra yang masih berusia 1,5 tahun hingga tewas. Peristiwa memilukan itu terjadi lantaran Labertus, yang dikenal tempramental, kesal karena anaknya terus menangis. Puncaknya, Senin 1 Desember, saat dia sedang memberi makan anaknya. Sang anak tak mau makan dan terus menangis. Lambertus naik pitam. Anaknya dipukul, dicubit dan dibanting di atas kasur.Melihat peristiwa itu, sang istri, Fatimah, langsung memarahi Lambertus hingga terjadi cekcok. Bukannya membawa anaknya keluar, suami-istri itu malah meninggalkan Azzahra di dalam rumah.
Hendrik, adik Lambertus yang datang ke rumah mendapati dua keponakannya sedang menangis tanpa ada orangtuanya. Dia mengaku sempat menggendong dan menyuruh kedua bocah itu makan. Bahkan Hendrik sempat mencari keberadaan ibu korban yang juga tak ditemukan.Setelah membereskan perabot rumah tangga yang berserakan di rumah, Hendrik menemukan Azzahra sudah tak bernapas.
Kepada polisi, Lambertus mengaku telah menganiaya darah dagingnya itu. Dia mengaku khilaf saat menganiaya anaknya. Berdasarkan hasil visum, polisi menemukan luka baru dan lama akibat pukulan. Bahkan ada luka bekas luka sundutan rokok.
e.       12 November 2013: Anak Diperkosa Ayah Kandung Hingga Melahirkan
Siswi salah satu SMK di Batam, Kepulauan Riau, berinisial Yu, 17 tahun, melahirkan bayi perempuan. Yu melahirkan di RS Camantha Sahidya pada Selasa 12 November 2013. Ironisnya, bayi yang dilahirkan itu adalah darah daging ayah kandung Yu, Srj (40 tahun). Parahnya lagi, perbuatan bejat Srj itu sudah dilakukan sejak Yu masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Perbuatan itu akhirnya terungkap setelah Yu menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada ibunya yang tinggal di Cilacap, Jawa Tengah. Mendengar cerita mengerikan itu, sang ibu langsung melaporkan suaminya ke polisi. Srj dijerat dengan Pasal 81 ayat 1 dan 2, Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 46 Undang-Undang 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan ancaman 17 tahun penjara. [Baca: Anak Diperkosa Ayah Kandung Hingga Melahirkan]
f.       11 Juni 2013: Ayah Perkosa 2 Anak Kandung dan 1 Anak Tiri
Perbuatan RM (52 tahun) sungguh tidak beradab. Warga Pontianak, Kalimantan Barat itu tega memperkosa dua anak kandung dan satu anak tirinya.
LN (17 tahun) adalah korban pertama yang diperkosa sejak kelas III SD, hingga hamil pada saat kelas I SMP. Berikutnya RP, yang diperkosa pada saat LN kelas V sekolah dasar. RP (20 tahun), anak tirinya juga menjadi korban kebiadaban RM. RP hamil saat kelas II SMK. Terakhir, RN (12 tahun), yang juga diperkosa ayah durjana itu.Kasus pemerkosaan itu dilaporkan oleh LN, yang didampingi ibunya, SM, ke Kepolisian Resor Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa 11 Juni 2013. Tak butuh waktu lama, ayah bejat itu ditangkap polisi.
g.      19 Mei 2013: Ayah Perkosa Anak Tiri
Supono (45 tahun), warga Gencong, Jember, Jawa Timur, ditangkap warga saat mencoba memperkosa MN, 16 tahun, anak tirinya. Saat kejadian itu, Raudatun, ibu korban sedang mengikuti pengajian.MN mengaku baru satu minggu lalu ayah tirinya memperkosa dia saat ibunya tengah berbelanja ke pasar. Supono mengancam akan membunuhnya dan menceraikan ibunya jika menolak disetubuhi. MN pun tak bisa berbuat apa-apa.Namun, pada Minggu malam, Supono kembali berniat menyetubuhi MN. Tapi kali ini, MN melawan. Perlawanan MN itu didengar warga sekitar. Supono kemudian ditangkap warga dan diserahkan ke polisi. [Lihat VIDEO: Tak Ingin Diperkosa 2 Kali, Anak Lawan Ayah Tiri]
h.      25 April : Bayi 10 Bulan Lehernya Disayat Ayah Kandung
Sadis. Turmidi (34 tahun), tega menyayat leher anak kandungnya. Putri Zulfiah, bayi 10 bulan disayat Turmidi dengan golok ketika sedang tidur di rumahnya, di Kampung Pangasih, Desa Seuat, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten. Dari pemeriksaan diketahui, Turmidi mengalami gangguan jiwa.
i.        16 Maret 2013: Bocah 5 Tahun Tewas Dianiaya Ibu Tiri
Devina Lyra Putri, bocah perempuan berusia lima tahun, meregang nyawa dengan luka lebam di tubuh dan kepala. Dia dianiaya ibu tirinya, Desi Sintia Dewi (18 tahun).Peristiwa sadis itu berawal ketika dia dibangunkan ibu tirinya. Lantaran tak juga bangun sang ibu tiri memukul dan mendorongnya ke kamar mandi hingga terbentur ke tembok dan mengakibatkan korban tidak sadarkan diri. Devina meninggal saat tiba di Rumah Sakit Siloam Karawaci.  Beberapa bulan sebelum kejadian keji itu, Devina kerap mengeluh kesakitan. Hal ini diungkapkan Neni Puspita, guru Devina di sekolah Paud Ashobar. Namun Devina tidak pernah menceritakan kejadian yang menimpanya. Saat ditanya luka lebam di tubuhnya, dia selalu menutupi dengan alasan terjatuh. Kapolresta Tangerang Kombes Pol Bambang Priyo Andogo menuturkan, Agus Warsito, ayah Devina, sebetulnya tahu anaknya sering dipukul oleh Desi. Dan, istrinya itu sering diperingatkan agar tidak memukul anaknya.  Meski begitu, Desi tetap saja berbuat kasar dan kerap memukul anak tirinya itu hingga akhirnya meninggal dunia. [Baca: Ibu Tiri Pembunuh Itu Dikenal Pendiam]
j.        18 Februari 2013  : Ayah Perkosa Anak Kandung Selama 5 Tahun
Sungguh bejat perbuatan DP (42 tahun). Dia tega menyetubuhi anak kandungnya sendiri, PU (18 tahun). Menyedihkan lagi, PU sudah digauli sejak berusia 13 tahun. Awalnya, PU takut untuk melaporkan peristiwa memilukan itu. Karena selalu diancam oleh DP. Namun bertambahnya usia, dia memberanikan diri.
Kepala Unit PPA Polres Jakarta Timur, AKP Endang, Selasa 19 Februari 2013 menuturkan, korban merasa sudah besar. Karena itu ia tidak terima atas perbuatan sang ayah hingga akhirnya mengadukan ke kakeknya. Akhirnya, PU dan keluarga melaporkan perbuatan DP ke polisi.
k.      13 Januari 2013: Ayah Perkosa Anak Kandung
Tak bisa menahan nafsu bejatnya, Ruslan (33 tahun), nekat memperkosa darah dagingnya sendiri, IS (15 tahun). Peristiwa itu bermula ketika Ruslan menjemput sang anak yang bekerja di sebuah tempat hiburan malam. Rupanya, niat mesum Ruslan untuk menggagahi anaknya itu sudah dipendam lama. Otak mesum tak bisa ditahan, Ruslan membawa anaknya itu ke losmen bale-bale PWRI Bojonggede. Belum sempat melakukan hubungan suami-istri, IS berteriak. Warga yang mendengar langsung ke sumber suara. Ruslan dan IS lantas dibawa ke kantor polisi.  "Si pelaku mengancam akan membocorkan pekerjaan IS jika tak dilayani. Si pelaku yang merupakan ayah kandung ini sempat menggerayangi tubuh mungil IS. Pengakuan korban, aksi bejat sang ayah telah berlangsung cukup lama," kata Bambang pada VIVAnews.
l.        6 Januari: Gadis 11 Tahun Diperkosa Ayah Kandung Hingga Tewas
RI (11 tahun), meninggal dunia di RSUP Persahabatan pada 6 Januari 2013 karena infeksi pada dubur dan alat vitalnya. Hingga ajal menjemput, RI tidak menceritakan siapa orang yang merusak masa depannya itu. Akhirnya, setelah melewati berbagai proses, tanda tanya siapa yang memperkosa RI, terjawab. Dia adalah Sunoto. Ayah kandung RI. Sunoto menyetubuhi RI ketika istrinya tengah dirawat di rumah sakit sejak 16 hingga 19 Oktober 2012. "Dia mengaku dua kali mencabuli anaknya. Peristiwa pertama dilakukan 16 Oktober 2012, lalu 19 Oktober 2012. Tempat kejadian di rumahnya sendiri," kata Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno, Jumat 18 Januari 2013. Korban, kata Putut, tidak melawan saat peristiwa laknat itu terjadi. Soalnya, perkosaan ini dilakukan di bawah ancaman. Tangan RI ditekan tersangka. "Korban merasa kesakitan di sekolah, itu pengakuan dari saksi," ujar Putut. Terkait infeksi pada alat kelamin dan dubur RI, itu ditularkan oleh Sunoto. Pria 54 tahun itu diketahui menderita penyakit kelamin Raja Singa. Sunoto mempunyai perilaku seksual yang sangat tinggi. Sebagaimana diakui istrinya, dia sering memuaskan kebutuhan seksual Sunoto dengan cara anal seks. [Baca: Ibunda Bocah RI Minta Suaminya Dihukum Seumur Hidup]



»»  Baca Selengkapnya...