Senin, 30 Mei 2011

PRISMATIKA HUKUM PANCASILA

PRISMATIKA HUKUM PANCASILA

(SUATU ANALISIS "BENANG MERAH" ANTARA HAM, GLOBALISASI DENGAN IDEOLOGI PANCASILA)

Turiman Fachturahman Nur

email:qitriaincenter@yahoo.co.id

Abstrak

Gagasan tentang kebangsaan, perikemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan dan prinsip Ketuhanan atau sekarang sesuai dengan urutan sila sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan adalah core values –nya bangsa dan menjadi sumber inspirasi dan solusi manakala kelima masalah kebangsaan itu muncul kembali. Prinsip prinsip Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan ini penting untuk diketahui, dimengerti dan dipahami oleh segenap elemen bangsa. Pada konteks inilah kita berbicara bagaimana nilai-nilai dasar Pancasila dapat diterima dan disosialisasikan kepada semua warganegara baik warganegara biasa (rakyat) dan terlebih lagi warganegara yang sedang menjalankan pemerintahan (pejabat negara). Nilai dasar yang dihayati warganegara ini nantinya bisa menjadi norma etik bernegara yang dapat dijadikan acuan bagi penyelesaian masalah kebangsaan dan kenegaraan.

Dalam pemaknaan yuridis, nilai dasar Pancasila yang terimplementasikan ke dalam hukum dasar negara maupun perundang – undangan negara bisa mengarahkan hukum Indonesia agar sesuai dengan cita hukum Indonesia. Pancasila pada konteks hukum adalah sebagai cita hukum yang memiliki dua fungsi yaitu; a) fungsi regulatif artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak adil bagi masyarakat b) fungsi konstitutif artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum Norma –norma hukum yang meliputi pelbagai peraturan perundangundangan negara Indonesia yang berpuncak pada UUD 1945 inilah yang mengatur tertib penyelenggaraan bernegara termasuk kehidupan warganegara. Berkaitan dengan hal ini maka yang diperlukan adalah kesadaran hukum warganegara baik rakyat negara ataupun penyelenggara negara untuk terlibat yang meliputi; mentaati peraturan perundangan yang berlaku, memberi masukan bagi proses penyusunan hukum dan mengawasi termasuk memberi penilaian terhadap hukum yang berlaku. Agar kesadaraan hukum ini menguat maka diperlukan sosialisasi yang luas pula pada segenap elemen bangsa.

Paparan Kajian ini mensimpulkan bahwa pelaksanaan Pancasila termasuk penjabarannya dalam konteks kehidupan bernegara Indonesia mencakup dua hal. Pertama, menjabarkannya nilai dasar Pancasila itu kedalam norma etik bernegara yang berisikan seperangkat lima gagasan dasar yang bisa menjadi sumber inspirasi dan solusi bagi masalah kebangsaan Indonesia. Kedua, menjabarkan lima nilai dasar Pancasila itu kedalam norma hukum bernegara yaitu aturan perundangan-undangan negara dimana isi materinya tidak bertentangan dengan Pancasila itu sendiri. Untuk berjalannya kedua itu dibutuhkan pemahaman yang luas pada segenap warganegara baik rakyat maupun penyelenggara negara melalui proses sosialisasi termasuk proses pendidikan Pancasila.

Kata Kunci : Prismatika Hukum, HAM, Globalisasi dan Ideologi Pancasila.

A.Pendahuluan

Membaca judul makalah diatas, ada empat variabel yang perlu dikemukakan lebih dahulu, Prismatika Hukum, HAM, Globalisasi dan Pancasila, keempat varibel ide tersebut merupakan satu kesatuan yang terbedakan tetapi tak dapat dipisahkan satu sama lain.

Prismatik Hukum merupakan tata nilai hukum yang khas, yakni yang membedakan sistem hukum Indonesia dengan sistem hukum lainnya sehingga muncul istilah hukum Pancasila yang jika dikaitkan dengan literatur tentang kombinasi antara lebih dari satu pilihan nilai sosial disebut sebagai pilihan nilai prismatik yang karenanya dalam konteks hukum dapat disebut sebagai hukum prismatik.

Konsep Prismatik merupakan kombinasi atas nilai sosial paguyuban dan nilai sosial patembayan. Dua nilai sosial ini saling mempengaruhi warga masyarakat, yakni kalau nilai sosial paguyuban lebih menekankan pada kepentingan bersama dan nilai sosial patembayan lebih menekankan kepada kepentingan dan kebebasan individu. Nilai prismatik diletakan sebagai dasar untuk membangun hukum yang penjabarannya dapat disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang bersangkutan.

Ada empat hal supaya prismatika hukum dapat diwujudkan, pertama, Pancasila memadukan unsur yang baik dari paham Individualisme dan kolektivisme. Kedua, Pancasila mengintegrasikan negara hukum yang menekankan pada civil law dan kepastian hukum serta konsepsi negara hukum the rule of law yang menekankan pada common law dan rasa keadilan. Ketiga, Pancasila menerima hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat (law as tool of social enginering) sekaligus hukum sebagai cermin ras keadilan yang hidup dalam masyarakat (living law). Keempat, Pancasila menganut paham relegious nation state, tidak mengendalikan agama tertentu (karena bukan negara agama), tetapi juga bukan hampa agama. Di sini negara harus melindungi semua pemeluk agama tanpa diskriminasi.

Prof Satjipto Rahardjo yang menyatakan, bahwa negara hukum yang dibentuk pada Tahun 1945 itu ibarat rumah yang belum selesai benar. Negara hukum ada bukan untuk negara hukum itu sendiri, melainkan untuk menjadi rumah yang membahagiakan bagi penghuninya. Negara hukum Indonesia perlu terus menerus menegaskan identitasnya, yang belum tuntas dipikirkan oleh para bapak kemerdekaan kita dan menjadi tugas kitalah untuk lebih menegaskan indentitas tersebut.[1]

Mengacu pada pada pernyataan Prof Tjip diatas sepertinya ada "kegelisahan", bahwa kita sebenarnya belum selesai menegaskan identitas atau arah negara hukum Indonesia, bersamaan belum selesai menegaskan identitas itu Indonesia dilanda gelombang gerakan penegakan HAM dan Globalisasi, sehingga ketika berbicara HAM, Globalisasi dalam hubungannya dengan pembaharuan hukum di Indonesia, sesungguhnya tidak hanya mencari "benang merah" tetapi para ilmuwan khusus para penstudi hukum tetapi juga dituntut untuk menemukan "benang merah" antara HAM, Globalisasi dan Pancasila sebagai "Recht Ide" Indonesia.

Diera reformasi dan globalisasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya. Sungguh suatu ironi sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“.

Jadi sulit untuk dielakkan jika sekarang ini muncul "pendeskreditan" atas Pancasila. Pancasila ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak perlu untuk membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang yang berbicara Pancasila dianggap ingin kembali ke masa lalu. Anak muda menampakkan kealpaan bahkan phobia-nya apabila berhubungan dengan Pancasila. Salah satunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3 Maret 2008, bahwa kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Pernyataan ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh aktivis gerakan nasionalis tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5 persen responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara[2]

Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk “malu-malu” terhadap Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai pernyataan dari pejabat negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata Pancasila. Hal ini jauh berbeda dengan masa Orde Baru yang hampir setiap pernyataan pejabatnya menyertakan kata – kata Pancasila Menarik sekali pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim Reformasi ini masih memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila? Dinyatakan bahwa Rezim Reformasi tampaknya ogah dan alergi bicara tentang Pancasila. Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri mempraktikkan Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti dua rezim sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan untuk melegitimasikan kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru[3]

Saat ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila dan menjadikannya sebagai wacana publik. Beberapa istilah baru diperkenalkan untuk melihat kembali Pancasila. Kuntowijoyo memberikan pemahaman baru yang dinamakan radikalisasi Pancasila[4]. Azyumardi Azra menggunakan istilah rejuvenasi Pancasila[5]. Koento Wibisono mengatakan perlunya reposisi dan reorientasi Pancasila (Makalah Pelatihan Nasional Dosen Pancasila . 2004). Simposium Hari Lahir Pancasila di Kampus FISIP UI Depok tanggal 31 Mei 2006 menggunakan istilah restorasi Pancasila. Ada pula yang menggunakan istilah “dekontruksi” Pancasila[6]

Jika menyimak istilah-istilah yang dipakai di atas, nampaknya Pancasila ingin diberlakukan “kembali” (re/de) tetapi dengan pemahaman yang boleh dikatakan baru atau tidak lagi seperti masa lalu. Wacana ini menjadi penanda bahwa Pancasila bukanlah yang pantas ikut disalahkan tetapi lumrah untuk terus dibicarakan. Sekaligus pula mengimplikasikan adanya kesamaan pandangan bahwa Pancasila dengan pemaknaan baru itu perlu dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Istilah lain yang muncul adalah bagaimana selanjutnya Pancasila itu dioperasionalkan, dipraktekkan, difungsikan atau dikebumikan.

Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi terhadap Pancasila tidak sepenuhnya benar. Pernyataan tegas dari negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah dikeluarkannya ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Pada pasal 1 Ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

Dokumen kenegaraan lainnya adalah Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Salah satu kutipan dari dokumen tersebut menyatakan bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali Indonesia, bangsa Indonesia ke depan perlu secara bersama-sama memastikan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak lagi diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan ini, Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya yang bertajuk "Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila" dalam rangka 61 tahun hari lahir Pancasila meminta semua pihak untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara, karena berdasarkan Tap MPR No XVIII/MPR/1998, telah menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar negara.[7]

Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian pula negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam bangunan negara Indonesia. Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek kehidupan bernegara atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan demikian memunculkan masalah yang menarik yaitu bagaimana melaksanakan Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.

Permasalahan ini menarik tetapi juga membosankan oleh karena ada kesan diulang-ulang bahkan sejak Orde Baru yang dengan masif-nya menggelorakan perlunya Pancasila dilaksanakan, diamalkan dan dihayati oleh segenap elemen bangsa. Akhirnya orang menjadi bosan dengan retorika pengamalan Pancasila. Namun demikian permasalahan ini penting untuk diketahui karena memang Pancasila tetap dibutuhkan dalam kehidupan bernegara. Orde sekarang tidak ingin kembali pada pengamalan Pancasila orde sebelumnya yang telah dianggap gagal tetapi juga belum menemukan bentuk pengamalan lain yang dirasakan cocok dengan pemaknaan baru atas Pancasila sekarang ini. Jadi sekarang ini dibutuhkan bentuk-bentuk pelaksanaan baru atas Pancasila dalam kehidupan bernegara dengan mensyaratkan tidak menjadikan Pancasila “berlebih-lebihan” tetapi juga tidak menjadikannya “terdeskreditkan” secara jauh. Pancasila hendaknya dilaksanakan secara wajar dan benar dalam kehidupan bernegara Indonesia .

Makalah ini ingin menggambarkan sekaligus mengusulkan bagaimana melaksanakan Pancasila secara wajar sesuai dengan konteks pemaknaan Pancasila dan dalam konteks kehidupan bernegara Indonesia era reformasi dan globalisasi. Tulisan juga berupaya menyajikan bagaimana bentuk keterlibatan warganegara dalam pelaksanaan Pancasila itu, "ending" dari deskripsi makalah ini adalah dalam rangka menemukan "benang merah" antara HAM, Globalisasi dan Pancasila.

B. Pembahasan

1. Konsep HAM, Globalisasi.

Untuk memahami "benang merah itu" maka perlu dianalisis dua konsep terlebih dahulu, yaitu HAM dan Globalisasi. Istilah Hak Azasi Manusia merupakan istilah yang relatif baru, khususnya semenjak perang dunia ke II dan melakukan perjalanan panjang dan menarik rangkuman yang disampaikan Prof Paulus Hadisuprapto[8], bahwa secara singkat dapat dinyatakan: (1) Konsep HAM berkembang melalui jalan panjang hingga terbentuknya konsep HAM sekarang ini; (2) Konsep HAM bermula dari "Natural rights". Hak-hal alam yang bersumber dari hukum alam, (3) Konsep HAM berkembang mulai dari konsep-konsep yang berlandaskan hukum alam, dengan segala aspek pemahaman dan penjabarannya menuju konsep-konsep yang lebih kongkrit berdasarkan hukum buatan manusia.(4) Konsep HAM pada alhirnya mengkristal menjadi berbagai dokumen HAM –Bill of Right – Universal Declaration of Human Right. (5) Konsep HAM yang sudah mengkristal itu ternyata dalam penerapannya masih harus menghadapi dua kutup pandang teori universalisme dan teori relatifvisme budaya.

Menarik dipaparkan pada butir kelima rangkuman tersebut, beliau menyimpulkan bahwa salah satu perbantahan sekitar universalisme versus cultular relalitifvisme merupakan kenyataan yang tak dapat dibantah. Hal terpenting yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal ini ialah, bagaimana upaya merekonsialisasi perbedaan-perbedaan antara universalisme dan relativisme budaya[9]

Pada sisi lain Globalisasi lebih dekat ke arah universalisme, tetapi apa sebenarnya Globalisasi, jika kita terjemahkan dengan konsep Indonesia, mungkin yang paling mendekati adalah diartikan "mendunia" dan bila dicermati, maka globalisasi ternyata memiliki karakteristik yang secara tidak langsung dapat dijadikan para meter kapan telah terjadi globalisasi. Adapun ciri-ciri atau karakterstik globalisasi adalah: [10]

a. Perubahan konsep ruang dan waktu- internet komunikasi global super cepat.

b. Pasar dan Produk ekonomi saling bergantung akibat pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional & dominasi World Trade Organization (WTO).

c. Peningkatan interaksi kultural, perkembangan media massa (berkat teknologi komunikasi) melintas ragam budaya (Fashion, literatus, kuliner)

d. Peningkatan masalah bersama, lingkungan hidup (Global warming), krisis multi nasional (krisis keuangan Amerika dampaknya kemana-mana), Peter Duker menyatakan " Globalisasi adalah jaman transformasi sosial"

Kemudian dalam rangkuman Prof Paulus menyatakan beberapa pokok pikiran: (1) Globalisasi merupakan fakta sekaligus proses, (2) Fakta karena orang penghuni bumi dan bangsa-bangsa di bumi merasa saling ketergantungan satu sama lain dibandingkan era-era sebelumnya, (3) Proses, karena diera Globalisasi terjadi proses teknologi dan kemanusiaan, (4) Teknologi, sistem informasi global dan komunikasi global membentuk dan menghubungkan agen-agen globalisasi, (5) Kemansian, globalisasi ditarik oleh kehendak konsumen dan didorong oleh kehendak manager untuk melayanani pelanggannya dan memperoleh kekuasaan (6) Globalisasi memberikan janji-janji efisiensi dalam penyebarluasan barang-barang kebutuhan hidup bagi mereka yang dulunya sulit menjangkaunya. (7) Penghayatan dan pengamalan nilai-nilai etika global perlu karena pada hakekatnya globalisasi memiliki dua wajah sekaligus "convergence" and "integration" namun juga "conflik and integration"

2. Menemukan "Paradigma" Ilmu Hukum yang selaras dengan Globalisasi.

Pertanyaan akademisnya adalah apa dampaknya HAM dan Globalisasi bagi perkembangan studi Ilmu Hukum, inilah yang penulis maksudkan menemukan benang merah antara HAM,. Globalisasi dan Pembaharuan Hukum Indonesia, menurut penulis pembaharuan hukum di Indonesia tidak terlepas dari pergeseran "paradigma ilmu hukum secara global" tetapi apakah para penstudi hukum di Indonesia telah bersepakat tentang paradigma ilmu hukum yang selalas dengan Recht Ide Pancasila, analisis berikut ini memaparkan.

Menjelang tahun 2000, para ilmuwan hukum di Indonesia semakin terdorong dan bersikap pro aktif mengkonstelasikan pendapat-pendapat, asas-asas, konsep, dan teori hukum ke bentuk metateoretis ilmu hukum yang disebut "paradigma". Apakah "Hukum" dan "Hukum" itu memang memiliki "Paradigma"?[11]

Jawaban terhadap persoalan tersebut memang belum tuntas (berkembang terus menerus), bahkan sampai kini di kalangan ilmuwan hukum dan para pakar ilmu pengetahuan lainnya masih banyak yang meragukan tentang ada tidaknya teori-teori di dalam ilmu hukum. Apalagi yang menyangkut eksistensi paradigma ilmu hukum. Kondisi yang demikian itu, tentunya mendorong para ilmuwan hukum, khususnya di Indonesia untuk berfikir pro aktif mendalami ulang filsafat-filsafat, asas-asas, konsep-konsep, pendapat-pendapat-pendapat para ahli hukum termuka, dan berbagai indikator lainnya yang diasumsikan berfungsi sebagai teori hukum, seraya menghubungkannya juga dengan pemahaman-pemahaman mengenai teori dan paradigma yang berkembang di bidang ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.

Sikap pro aktif ilmuwan hukum Indonesia tersebut yang diekspresikan dan diaktualisasikan melalui berbagai seminar, kajian dan penelitian ilmiah ternyata cukup berdampak positif untuk membuat terang dan jelas tentang keberadaan teori dan paradigma di dalam khasanah ilmu hukum. Hasil-hasil yang sudah dicapai dari kajian ilmiah ilmu hukum itu, tentunya dapat dipertajam dan dikembangkan terus oleh para aktor dan ilmuwan hukum lainnya yang menggeluti disiplin ilmu hukum, baik berposisi sebagai akademis, praktisi, pembentuk, maupun pelaksana hukum. Terlebih khusus lagi, bila dikaitkan dengan kondisi kehidupan hukum Indonesia masa kini yang tampaknya semakin ruwet dan memunculkan tantangan-tantangan baru ke depan untuk membangkitkan kembali citra negara Hukum Indonesia yang diharapkan semakin par excellent.

Para ilmuwan hukum Indonesia, tampaknya sudah sampai kepada suatu kesimpulan mendasar, bahwa bukan hanya ilmu-ilmu kealaman dan ilmu-ilmu sosial di luar hukum saja yang layak memiliki kekayaan teori dan paradigma, tetapi ilmu hukum pun sesungguhnya memiliki kekayaan teori dan paradigma yang tidak kalah par excellent-nya dengan teori-teori dan paradigma-paradigma dari disiplin ilmu pengetahuan lainnya. Hanya saja, disadari ataupun tidak selama era pemerintahan orde baru para ilmuan hukum Indonesia seakan-akan terkungkung oleh "Paradigma Ideologis Pancasila" yang distigma sedemikian rupa ke arah komando monoloyalitas, pendekatan keamanan dan upaya mempertahankan "status quo", sehingga dirasakan menghambat upaya mentematikkan teori-teori dan paradigma ilmu hukum secara dinamis dan obyektif sebagaimana layaknya yang telah dikembangkan oleh para pakar ilmu-ilmu kealaman dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

Jika ditelusuri semionikanya, paradigma bersumber dari akar kata bahasa Yunani "Para" "Deigma". Para artinya "di samping" atau "berdampingan" dan deigma bermakna "Contoh", "Model" atau "Pola" (Thomas Kuhn, 1970). Kombinasi kedua akar kata tersebut dapat diartikan sebagai "model yang mendampingi" atau"pola yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik dan pemikiran tertentu". Pengertian yang demikian itu, belumlah mencerminkan pengertian konsep keilmuan, melainkan sekadar indikasi awal menemukan akar katanya.[12]

Paradigma sebagai konsep keilmuan sesungguhnya sudah muncul dan berkembang secara simultan dengan pemikiran filosofis dan keilmiahan. Simultan berarti dapat muncul dan dikembangkan bersamaan, berbarengan, tersurat, tersirat, dan berkohesif dengan model pembentukan dan pengembangan asumsi, postulat, asas, konsep, teori, dalil, dan logika yang dihasilkan oleh pemikiran filosofis dan keilmiahan. Malahan untuk lebih memperkuat bangunan sebuah kerangka pemikiran rasional kerapkali diinterplaykan dengan ajaran-ajaran keagamaan yang berasal dari wahyu illahi sebagaimana terdapat di dalam kitab-kitab suci keagamaan. Ini merupakan langkah nyata dari upaya manusia untuk mencerdaskan dan mengakhlaqkan dirinya guna menemukan jejak-jejak kebenaran otentik secara makro maupun mikro dengan mencermati eksistensi alam semesta beserta segala isinya. Juga menunjukkan, bahwa daya tangkap indrawi, perasaan dan pikiran manusia untuk mengungkap sebuah kebenaran otentik amatlah terbatas. Apalagi mengungkapkan misteri-misteri ketuhanan, kealaman dan kemanusiaan yang serta transendental. Oleh karena itu, pemikiran dan penalaran akal budi manusia perlu diinterplaykan, dikoherensikan dan dikorespondensikan dengan jejak-jejak kebenaran trasendental otentik yang telah diwahyukan oleh Allah SWT di dalam kitab-kitab suci.

Kegiatan pengamatan dan studi dimaksud tentunya memerlukan metode tertentu yang diawali dengan asumsi-asumsi, postulat, hipotesis, konsep, dan teori oleh para aktor pemikirnya. Disusun berdasarkan hasil pengamatan indrawi atau hasil studi berkelanjutan, maka berkembanglah aneka proposisi paradigma dari bentuknya yang paling sederhana sampai kerumusannya yang lebih rumit dan kompleks. Kerapkali berubah menurut kurun waktu tertentu, dari paradigma lama menuju ke paradigma baru saling melengkapi dan menyempurnakan. Sebagai buktinya, di bidang ilmu fisika sampai kini terus dikembangkan berbagai macam paradigma antara lain paradigma "Mekanika" Newton, "Eletrodinamika" Maxwell, "Four Dimentional Space Time" Einstein, "Determinisme" David Bohm & Ruger Penrose, "Probabilisme" Stephen Hawking, dan "Elementary Particles" Fritjof Capra [13]

Dibidang ilmu-ilmu sosial, terutama ilmu sosiologi, antropologi dan politik juga berkembang bermacam-macam paradigma. Dalam bukunya "The Structure of Scientific Revolution" 1970, Thomas Kuhn sebenarnya sudah memperingatkan agar pembentukan dan pengembangan paradigma disiplin ilmu-ilmu sosial hendaknya berhati-hati dan tidak gegabah menyontek begitu saja paradigma yang sudah eksis di lingkungan disiplin ilmu alam. Sebab, apabila suatu disiplin ilmu sosial memang tidak cukup valid memiliki paradigmatikanya, maka pembentukan dan pengembangan paradigma di bidang ilmu-ilmu sosial justru dapat menimbulkan kerancuan ilmiah yang amat mendasar.

Menurut Thomas Kuhn, paradigma adalah: "...university recognized scientific achievement that for a time provide model problems and solution to a community of practitioners" (1970:VII). Berfungsi sebagai "pemandu bagi para ilmuwan ketika melakukan kegiatan penelitian ilmiah" (reseach guidance) melalui "pola konstruksi masalah dan perancangan solusinya". Atau merupakan "the central coqnitif resource for scientist activity" [14].

Dipengaruhi oleh ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, sejarah dan politik, ternyata ilmu hukum sebagai salah satu disiplin ilmu pengetahuan (humaniora) menjadi ikut terpengaruh oleh paradigma yang berkembang di lingkungan kelima disiplin ilmu sosial dimaksud. Terutama terhadap cabang ilmu hukum yang bernuansa positivisme seperti "Sosiologi Hukum, Antropologi Hukum, Sejarah Hukum, Perbandingan Hukum, dan Psikologi Hukum", Kelima bidang disiplin ilmu hukum tersebut memang sarat dengan intervensi konsep-konsep nilai ilmu sosial di luar bidang ilmu hukum yang diyakini oleh penganut aliran positivisme hukum memang saling berpengaruh dengan nilai-nilai norma hukum.

Satjipto Rahardjo[15], mahaguru sosiologi hukum di Indonesia mengkonstruksikan masyarakat merupakan "tatanan normatif" yang tercipta dari proses interaksi sosial dan menciptakan berbagai "kearifan nilai sosial". Kearifan nilai sosial itu ada yang bersifat rasional dan irasional yang "ditransformasikan" membentuk "tatanan masyarakat normatif" melalui "proses normativisasi hukum" sehingga menjadi publik dan positif.

Konstruksi sosial positivistik seperti itu, menempatkan "kearifan" sebagai "konstituen dasar" dari "tatanan masyarakat normatif" yang dinamis. Kearifan, dimaknakan "wawasan", "visi" atau "cara pandang" tentang "hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan makhluk sosial yang memiliki hubungan vertikal dengan Tuhannya dan interaksi sosial horisontal antar individu dan kelompok sesamanya". Berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada lingkungan strategis lokal, nasional, regional ataupun global. Dari sini lahir berbagai landasan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, etik, moral, dan hukum yang didalamnya mengandung asas, konsep, teori, serta norma-norma kemasyarakatan tertentu untuk kemudian dikonstruksikan menjadi "paradigma". Oleh karena itu, paradigma menurut disiplin ilmu sosial dan konsep perubahan sosial memiliki pengertian yang lebih luas daripada sekadar sebuah asas, konsep, teori, dan norma tertentu, bahkan diposisikan sebagai "metateoretis". Mansour Fakih menjelaskan, bahwa paradigma ialah "konstelasi teori, pertanyaan, pendekataan serta prosedur yang dipergunakan oleh suatu nilai dan pemikiran tertentu" (1995, CSIS, Tahun XXIV, No.6:441), ia juga mengutip pendapat Herbermas, yang membedakan tiga macam aliran paradigma, yaitu "instrumental knowledge", "hermeneutic knowledge" dan "emancipatory knowledge", sebagaimana disitir Markus Lukman[16]

Aliran instrumental berbasis pada filsafat positivisme yang mengikuti cara pandang, metode, teknik, atau model ilmu alam. Tema sentralnya memahami realitas sosial secara universal dan mengeneralisasi melalui mekanisme deterministik, obyektif, rasional serta empirikal positif. Berdasarkan tema sentralnya itu, penelitian ilmu sosial diposisikan harus bebas nilai yang mensyaratkan pemisahan fakta dengan nilai (values) menuju pemahaman realitas sosial yang obyektif rasional.

Aliran hermeneutic atau interpretative, berbasis pada filsafat "phenomenology" berusaha memahami realitas sosial sebagai obyek pengamatan studi yang bersifat fenomenologis dan berubah-ubah sesuai faktanya. Jadi fakta sosial berbicara untuk dirinya sendiri menurut fenomenanya masing-masing pada ruang, tempat dan kurun waktu tertentu. Ilmu Etnography dan Antropologi merupakan contoh nyata dua buah disiplin ilmu sosial yang menganut aliran paradigma hermenuetic.

Aliran emancipatory (critical emancipatory) menggunakan pendekatan holistik. Menurut aliran ini, tidak mungkin ilmu pengetahuan melepaskan diri sepenuhnya dari pengaruh nilai-nilai etika dan moral. Fakta tidaklah bersifat netral, melainkan menyatu dengan suatu nilai. Konsekuensinya, harus ada paradigma nilai berupa etik, moral atau ideologi tertentu yang diyakini kebenarannya sebagai sarana penguji universal terhadap epistimologi dan aksiologi ilmu pengetahuan sosial.

Epistemologinya berbasis pada filsafat hukum sebagai salah satu cabang dari filsafat moral (moral philosophy) yang mengkaji persoalan hukum secara menyeluruh, radikal, spekulatif, dan rasional sejauh apa yang mungkin dipikirkan oleh manusia tentang eksistensi hukum. Pada dasarnya, terdapat dua aliran (mazhab) utama di bidang filsafat hukum, yakni aliran Hukum Alam (rasional-rasional) dan Positivisme Hukum (rasional). Aliran hukum alam, menggunakan pola pikir deduktif ke induktif, sebaliknya aliran positivisme hukum dari induktif ke deduktif dan/atau kombinasi antar keduanya. Kedua pola pikir ini, langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keberadaan metode-metode penelitian hukum konservatif seperti : metode historis, metode dogmatig, metode pembandingan, metode interpretasi, metode sistematisasi, metode konstruksi, dan metode sosiologis, yang kemudian dimodernisasi (rangkuman) menjadi, Metode Penelitian Hukum Normatif, Metode Penelitian Hukum Sosiologis dan Jurimetri.

Tentang aksiologi ilmu hukum, jelas memiliki kegunaan yang "par excellent", yakni mutu baku ilmiah terapan bagi kebutuhan pemecahan masalah hukum masa kini (ius constitutum) maupun mutu baku ilmiah murni bagi pengembangan cita hukum ke masa depan (iuscontituendum). Persoalan pokoknya, tinggal bagaimana mengembangkan paradigma-paradigma ilmu hukum yang sudah ada dan menemukan paradigma-paradigma hukum baru melalui penelitian hukum berdasarkan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Disinilah para aktor dan ilmuwan hukum dituntut agar mampu berkreasi menciptakan paradigma-paradigma hukum baru di lingkungannya masing-masing, baik sebagai akademisi, praktisi, legislator, maupun yudikator hukum.

Para aktor dan ilmuwan hukum diharuskan mampu memahami bangunan hukum modern secara komprehensif integral. Bangunan hukum modern bukanlah semata-mata "realitas yuridis" tetapi juga "realitas sosiologis" yang saling mempengaruhi dan tidak mensterilkan. Kenyataan tersebut, memparadigmakan bahwa bangunan hukum modern memiliki struktur sosial yang sahih dalam "tatanan masyarakat normatif modern". Kesahihan ini mengedepankan manakalah para aktor dan ilmuwan hukum mempersoalkan tentang asal usul lahirnya norma hukum. Norma hukum tidaklah bebas dari nilai "etik" dan "moral" sebagaimana didoktrinkan oleh Hans Kelsen dengan teori murni tentang hukum (reine rechtsiehre), melainkan pada batas-batas tertentu memang harus terikat kepada nilai etik dan moral, sebab norma hukum pada hakikatnya memang dibangun berdasarkan nilai etik dan moral.

Bagi bangsa Indonesia, Pancasila menjadi "Paradigma Ideologis" tata hukum Indonesia untuk masa kini maupun masa ke depan. Berfungsi sebagai "cita hukum" dan "norma fundamental" Negara. Sebagai cita hukum, Pancasila memberikan arahan ideologis nilai etik dan moral terhadap cita hukum Indonesia ke masa depan. Cita hukum berarti berada pada ruang filsafati, yaitu harapan dan pemikiran ideal yang bersifat abstrak, terbaik, terbenar dan teradil. Upaya mewujudkan cita hukum yang terbaik, terbenar dan teradil tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan sepenuhnya menjelma ideal kualitatif sejauh yang dapat dirasakan kebenarannya oleh hati nurani manusia dan dipikir oleh otak manusia.

Sungguhpun demikian, cita hukum bukanlah khayalan (utopia) belaka tanpa dasar nilai yang konkret, malahan memang terbangun dari nilai-nilai kehidupan konkret faktual. Faktualitasnya adalah "tatanan kehidupan masyarakat" yang terus menerus berproses menghasilkan "nilai-nilai kearifan sosial dan budaya" berkadar "holistik", "deterministik" dan "pragmatik". Kombinasi dari ketiga kadar nilai kearifan sosial itu, mengkristal menjadi "satu kesatuan sistem nilai puncak" yang utuh menyeluruh dan diyakini kebenarannya sepanjang masa.

Satu kesatuan nilai puncak inilah yang menjadi nilai cita, tujuan dan harapan tertinggi ke depan bagi kemaslahatan hidup komunalitas masyarakat manusia yang beradab – individu maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan satu kesatuan sistem nilai puncak (tertinggi) yang dihasilkan oleh kearifan masyarakat Indonesia dan difungsikan sebagai cita hukum dan norma fundamental negaranya.

Pancasila sebagai cita hukum konstantifnya memang berada pada dunia cita, tetapi sebagai norma fundamental negara, nilai-nilai yang dikandungnya sudah berada pada alam pikiran nyata. Ia berfungsi memberikan pedoman umum kepada otoritas publik untuk mewujudkan cita hukum melalui proses pembentukan hukum (regulate) dan pengujian kelayakan berlakunya hukum (justification) sehingga menjadi publik dan positif.

Apabila sudah berlaku publik dan positif, maka hukum berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup bermasyarakat di bidang ketertiban, ketentraman, kebenaran, keadilan dan kepastian hukum yang berproses terus menerus dari waktu ke waktu (pantarei). Proses yang demikian itu, mengakibatkan peranan hukum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap rasa aman, tertib, kebenaran, keadilan dan kepastian hukum tidak selamanya langgeng. Ini merupakan konsekuensi logis dari nilai-nilai hukum yang berkohesif dengan nilai-nilai kehidupan sosial dan selalu berkontraksi dengan nilai-nilai sosial budaya lainnya, baik pada tataran lokal, nasional, regional, maupun global.

Bilamana eksistensi dan ekspresi nilai-nilai sosial lainnya terhadap norma hukum hukum semakin menguat, maka norma hukum yang sedang berlaku cenderung akan akomodatif sampai kepada titik tertentu di mana hukum positif yang berlaku itu dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat yang diaturnya. Di sinilah akan terjadi tuntutan ke arah pembaharuan hukum dari penggunan paradigma lama kepada paradigma baru. Dari paradigma "ideologis holistik" ke paradigma deterministik dan pragmatik, atau sebaliknya sesuai dengan tantangan zaman.

Satjipto Rahardjo[17] yang mengutip konsepsi Robert Merton mengemukakan, tujuan diciptakannya paradigma tiada lain adalah untuk memberikan "a provisional guide for adequate and fruitful functional analysis". Berarti paradigma itu harus berisi: "...the minimum sets of concepts.... as a guide for critical study of existing analysis; "...to lead directly to postulates and assumtions underlaying functional analysis"; dan juga "...seeks to sensitize not only to narraowly scientific implications of various types of functional analysis but also their political and sometimes ideological implications".

Suatu paradigma hukum, tercermin pula pada spiritualisme cita hukum yang berbasis pada perpaduan unsur nilai irrasional dan rasional kearifan sosial. Jika peraturan perundang-undangan dibedah sampai kepada akarnya yang terdalam, akan tampak wujud norma hukum dalam rumusan pasalnya yang mengandung nilai hakiki ataupun temporalistik sosiologis. Dari nilai yang dikandung norma tersebut, para aktor dan ilmuwan hukum dapat menarik kesimpulan timbal balik induktif maupun deduktif tentang konstelasi nilai irasional dan rasional berupa etik, moral, asas, konsep, dan teori empirik yang mendudukungnya. Lebih lanjut berkreasi menciptakan paradigma hukum bersifat emancipatory intrumental dan hermenuetic.

Paradigma hukum bersifat emancipatory, intrumental dan hermeneutic dapat dibentuk melalui kombinasi timbal balik pemikiran rasional deduktif dan induktif maupun semionik. Pemikiran rasional deduktif merupakan penalaran berkoherensi dari satu pernyataan yang mengandung kebenaran umum (universal) kepada pernyataan yang mengandung kebenaran konkret. Sebaliknya pemikiran induktif merupakan penalaran berkorespondensi antara suatu pernyataan dengan materi pengetahuan yang dikandungnya (obyek yang dituju) oleh pernyataan tersebut. Untuk menciptakan peraturan hukum yang memiliki dayaguna pragmatis. Selanjutnya pola pemikiran semionik dapat diwujudkan dengan memahami, mengartikulasi dan mengaktualisasikan tanda-tanda, jejak, rambu, atau fenomena-fenomena kebenaran dan keadilan dari yang bersifat makro sampai kepada yang berkarakteristik mikro.

Perkembangan Ilmu Hukum saat ini permasalahannya agar tidak sekuler, maka bagaimana menginterpretasi dan mensistematisasikan suatu tanda kealaman dengan perilaku manusia antara fakta empirik dengan nilai kearifan sosial kemanusiaan sehingga dapat dipahami pola ikon, indeks, simbol, kualitas, kausalitas, asas, konsep, dan teorinya di bidang ilmu hukum, berdasarkan kombinasi timbal balik pemikiran deduktif dan induktif sampai ditemukannya paradigma-paradigma hukum yang berkadar holistik, determinitsik dan pragmatik.

Inilah yang menjadi tantangan ilmuwan hukum ke masa depan, khususnya bagi ilmuwan hukum Indonesia untuk menciptakan paradigma ilmu hukum Indonesia yang sejati. Bahkan J.E. Sahetapy [18] sampai kini masih meragukan tentang keberadaan ilmu hukum Indonesia, mengingat sampai kini belum ditemukan pembentukan dan pengembangan paradigma hukum Indonesia yang berbasis murni dari paradigma ideologis Pancasila.

Memang dapat dipahami, sebagaimana juga di negara-negara lain bekas jajahan Barat, hukum nasional negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin amat sarat dengan warisan paradigma hukum Barat. Tegasnya sejak awal tidak dibangun dari nilai dalam negeri sendiri ("development from within"), tetapi merupakan hasil alkulturasi dengan nilai hukum asing ("acculturasion with outside") atau malahan ditanamkan dari luar ("imposed fron outside"). Namun patut juga dipahami fakta tetaplah fakta dan nilai tetaplah nilai. Meskipun menurut faktanya ilmu hukum Indonesia banyak dipengaruhi oleh paradigma asing, tetapi secara umum nilai holistiknya tetap terpelihara dalam konteks tatanan nilai paradigmatik ideologis Pancasila.

Atas dasar pandangan yang demikian, pemahaman konsep Pancasila dalam bernegara hukum tentunya difungsikan sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum tentunya harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya, Landasan aksiologis (sumber nilai) bagi bangsa Indonesia bagi sistem kenegaraan adalah sebagaimana terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia, yaitu Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi : "......maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia."

Rumusan pada pembukaan itulah kemudian dipahami sebagai konteks tatanan nilai paradigmatik ideologis Pancasila yang penulis tawarkan dengan konsep "Thawaf"[19] bukan hirarkis piramida seperti pandangan Hans Kelsen yang banyak diacu oleh para penstudi hukum di Indonesia, konsep ini dipertegas dalam penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam peraturan perundang-undangan, bahwa Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum negara, Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.[20]

Ada tiga konsep Pertama, Pancasila sebagai dasar negara, kedua, Pancasila sebagai ideologi negara, Pancasila sebagai dasar filosofis bangsa dan negara. Terhadap ketiga konsep Pancasila ini diharapkan materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. teks hukum kenegaraan diatas masih terpengaruh pada pola pikir positivisme, masih perlu merekonstruksi kembali agar membumi.

3. Analisis Pelaksanaan Pancasila Dalam Kehidupan Bernegara

Mengapa dalam wacana publik sejarang ini, orang leluasa untuk memaknai kembali Pancasila dengan sudut pandangnya masing-masing tetapi kemudian berhenti ketika sampai pada bagaimana Pancasila itu dilaksanakan? Ternyata sebagai suatu konsep teoritik, Pancasila seakan tiada habis untuk dibicarakan, namun selanjutnya dalam tataran praktis, publik sulit untuk melanjutkan. Akhirnya timbul kesan bahwa Pancasila memang hanya untuk disuarakan, bergema sebatas dalam wacana saja yang ujung-ujungnya menjadi retorika ulangan.

Menanggapi hal ini, Saafroedin Bahar[21] mengakui bahwa tidaklah mudah menjabarkan serta menindaklanjuti Pancasila. Menurutnya ada tiga hal yang menyebabkan kesukaran penjabaran Pancasila itu. Pertama, oleh karena selama ini elaborasi tentang Pancasila itu bukan saja cenderung dibawa ke hulu, yaitu ke tataran filsafat, bahkan ke tataran metafisika dan agama yang lumayan abstrak dan sukar dicarikan titik temunya. Kedua, oleh karena terdapat kesimpangsiuran serta kebingungan tentang apa sesungguhnya core value dari lima sila Pancasila itu. Ketiga, justru oleh karena memang tidak demikian banyak perhatian diberikan kepada bagaimana cara melaksanakan Pancasila sebagai Dasar Negara tersebut secara fungsional ke arah yaitu ke dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebab pertama dapat kita telusuri pada pengalaman Orde Baru dalam memaknai Pancasila. Telah terjadi proses ideologisasi terhadap Pancasila selama masa Orde baru. Pancasila yang pada mulanya adalah sebuah kesepakatan politik atau platform demokratis bagi semua golongan di Indonesia berubah menjadi ideologi yang benar-benar komprehensif integral yang khas yang berbeda dengan ideologi lain[22]. Dalam masa Orde Baru terjadi mistifikasi Pancasila [23] atau Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos.[24]

Sebab kedua, adalah dengan dijadikannya Pancasila sebagai wacana publik maka pemaknaan Pancasila itu sendiri menjadi amat terbuka lengkap dengan argumentasi akademiknya masing- masing. Pancasila bagi para ahli filsafat misal Notonagoro, Abdulkadir Besar, dan Driyakarya dikatakan sebagai konsepsi filsafatnya bangsa Indonesia. Pemaknaan ini yang digunakan selama masa Orde Baru. Pancasila telah dilepaskan dari sejarah kelahirannya serta keterikatannya dengan bangunan kenegaraaan Indonesia.

Sebab ketiga adalah benar adanya bahwa banyak sekali wacana publik terutama akademik yang berbicara tentang Pancasila akhir-akhir ini, namun sayang sekali pembicaraan mereka tidak banyak memberi perhatian tentang bagaimana cara melaksanakan Pancasila itu. Pembicaraan hanya berkutat pada masalah isi makna Pancasila, keprihatinan akan Pancasila, atau perlunya Pancasila dalam kehidupan bernegara.

Sebab pertama dan kedua saling bertautan. Dengan menjadikan Pancasila sebagai konsep filsafat sesungguhnya telah membawa Pancasila pada tataran filsafati, metafisika, teologis bahkan tataran mitos yang semakin abstrak dan tidak ada titik temu. Pancasila semakin terpisah dari bangun negara Indonesia dan sulit dicarikan core value sesungguhnya dalam konteks bernegara. Akibatnya muncul sebab yang ketiga yaitu orang menikmati saja perdebatan dalam makna Pancasila yang berbeda-beda itu dan segan untuk membicarakan cara pelaksanaannya karena hal yang abstrak itu memang sulit untuk diturunkan. Oleh karena itu Saafroedin Bahar[25] menyarankan bahwa upaya menemukan konsepsi dasar dari Pancasila dan penjabarannya tidak dapat dan tidak boleh dilepaskan dari keterkaitannya dengan keseluruhan substansi dan proses perumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta pasal-pasal yang tercantum dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian lima sila Pancasila tetap terkait langsung dengan konteks kehidupan bernegara Indonesia. Berdasar hal itu maka pemaknaan Pancasila tidak bisa lepas dari pemaknaan sejarah (interpretasi historis) yaitu pada kata “proses perumusan” dan pemaknaan secara yuridis (interpretasi yuridis) merujuk pada kata “pasal-pasal yang tercantum”.

Dari sisi historis, Pancasila berisikan gagasan atau ide untuk menjawab sejumlah persoalan dasar sebuah bangsa yang hendak merdeka.Sekaligus pula gagasan yang berhasil dirumuskan ini menjadi gagasan bersama dalam arti diterima sebagai bentuk kesepakatan di atas gagasan-gagasan lain tentang kehidupan berbangsa. Dalam kaitan ini oleh sebagian kalangan, Pancasila merupakan suatu common platform atau platform bersama bagi berbagai ideologi politik yang berkembang saat itu di Indonesia atau titik temu seluruh segmen masyarakat Indonesia untuk saling bertemu dan bekerjasama, Ismail 1999. Pancasila merupakan kontrak sosial[26].Pancasila merupakan konsepsi politik[27]

Isi dari gagasan atau ide mengenai Pancasila sesungguhnya merupakan jawaban prinsipal atas persoalan dasar kebangsaan Indonesia kala itu sebagai berikut:

1. Masalah pertama apa negara itu?. Masalah ini dijawab dengan prinsip kebangsaan Indonesia

2. Masakah kedua, bagaimana hubungan antar bangsa – antar negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip perikemanusiaan

3. Masalah ketiga siapakah sumber dan pemegang kekuasaan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip demokrasi.

4. Masalah keempat, apa tujuan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip negara kesejahteraan.

5. Masalah kelima, bagaimana hubungan antar agama dan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.[28]

Pancasila dalam interpretasi yuridis merupakan norma-norma dasar bernegara. Dalam ilmu hukum disebut Grundnorm atau Staatfundamentalnorm. Dan selalu dihubungkan dengan teori jenjang norma (stufentheorie) dari Hans Nawiasky, norma-norma dasar tentang kehidupan bernegara itu dijabarkan secara konsisten dan koheren ke dalam konstitusi, ditindaklanjuti dalam undang-undang , peraturan pelaksanaan serta kebijakan pemerintahan lainnya. Dengan demikian penjabaran Pancasila dan upaya menjabarkan gagasan dasar Pancasila secara yuridis adalah kedalam konstitusi negara dalam hal ini pasal-pasal dalam UUD 1945. Pasal-pasal itu selanjutnya dijabarkan ke dalam pelbagai undang-undang. Jadi norma dasar Pancasila dijabarkan ke dalam norma hukum negara yaitu UUD 1945.

Mengacu pada konsep negara hukum Indonesia telah disepakati bahwa Pancasila adalah cita hukum (recht idee) Indonesia dan secara konstitusional telah diformulasikan oleh para pendiri negara ini pada alinea ke empat Pembukaan UUD 1945 kemudian telah dijabarkan lanjut kedalam peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang No 10 Tahun 2004 pada Pasal 2 menyatakan : "Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum negara dan Penjelasan Pasal 2: Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap MATERI MUATAN Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam PANCASILA.

Permasalahannya adalah bagaimana mewujudkan Pancasila sebagai recht idee tersebut ke dalam konsep bernegara hukum yang khas Indonesia, tentunya secara teoritis paparannya pada satu sisi tentunya kita memasuki sebuah konsep tentang pembaharuan hukum yang merupakan bagian dari politik hukum nasional, pada sisi lain dalam hal ini pada sisi kenegaraan tentunya perlu ada kesamaan komitmen, visi dan misi, yaitu menjadikan negara hukum Indonesia sebagai “rumah yang nyaman dan membahagiakan bagi segenap komponen bangsa.“

Permasalahan-permasalahan yang ada di depan mata dan masih terus mengganggu kenyamanan kita bernegara hukum, antara lain:

Pertama, sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah lahir, sampai dengan diakui kedaulatan negara Republik Indonesia 27 Desember 1949 oleh Belanda. Sejak kelahirannya itu telah diumumkan mengenai bentuk negara adalah kesatuan dan bentuk pemerintahannya yaitu republik. Di samping itu secara konstitusional dengan tegas diumumkan pula bahwa Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat (3) amandemen UUD 1945. Jadi secara formal Indonesia adalah Negara Hukum. Akan tetapi, bernegara hukum tidak cukup pada tataran formal saja, melainkan harus diikuti dengan upaya-upaya mengisi negara hukum tersebut dengan berbagai perangkat dan perilaku agar benar-benar menjadi negara hukum materiil atau substansial. Pada tataran ini, masih terdapat perbedaan-perbedaan tajam mengenai pemikiran negara hukum yang berimbas pada konsep/model pembaharuan hukum nasional; sebagian ingin berkiblat ke Barat baik ke Eropah Kontinental (Civil law) dan Anglo Saxon atau kombinasi keduanya dan ada juga mengacu ke sistem hukum Islam, dan sebagian lain ingin membumi pada nilai-nilai kultural Indonesia asli. Paparan ini merupakan bagian dari analisis ke arah menjadikan negara hukum substansial itu kedalam tataran konsep. Dapatkah di antara perbedaan pemikiran tersebut diperoleh titik temu sehingga memudahkan model pembaharuan pembentukan hukum nasional?

Kedua, rechtstaat sebenarnya merupakan konsep negara modern yang khas Eropa. Konsep modern ini dibawa masuk ke Indonesia oleh Belanda melalui penjajahan. Belanda sendiri mengalami kesulitan untuk memberlakukannya secara konsisten. Tindakan maksimal yang dapat dilakukan sekedar pencangkokan (transplantasi) hukum modern ke dalam sistem hukum adat yang telah berlaku mapan bagi golongan pribumi. hukum modern tersebut diberlakukan bagi golongan Eropa dan Timur Asing, sementara itu bagi golongan pribumi tetap berlaku hukum adatnya masing-masing. Sebenarnya sekarang kita masih berada dalam masa pencarian, konsep negara hukum seperti apa yang cocok untuk Indonesia itu. Dengan kata lain, konsep Negara hukum itu masih belum jelas, karena masih berada dalam proses pencarian. Kiranya wajar saja apabila kondisi sistem hukum saat ini masih tergolong buruk, bahkan lebih tepat kita belum memiliki blue print sistem hukum. Apakah kita ingin mengoper-alih konsep rechtstaat, memodifikasi atau sekedar mempelajari sebagai perbandingan untuk mendapatkan konsep Negara Hukum[29] khas Indonesia ?

Ketiga, secara ideologis kita sepakat untuk membangun Negara hukum versi Indonesia yaitu Negara hukum berdasarkan Pancasila. Pancasila kita jadikan sebagai sumber dari sumber hukum negara[30]. Nilai-nilai Pancasila harus mewarnai secara dominan setiap produk hukum, baik pada tataran pembentukan, pelaksanaan maupun penegakannya. Apabila Negara hukum Pancasila nanti telah terbentuk, tidaklah menjadi persoalan ketika ternyata Negara hukum tersebut berbeda dengan rechtstaat di Eropa atau Amerika. Hal terpenting adalah konsep Negara hukum Pancasila itu harus mampu menjadi sarana dan tempat yang nyaman bagi kehidupan bangsa Indonesia. Bagaimana supaya posisi dan peran Pancasila dalam bernegara hukum yang kini meredup dapat disegarkan kembali , inilah yang penulis sebut pembaharuan makna Pancasila dalam pembaharuan hukum nasional, yaitu penjabaran nilai-nilai Pancasila kedalam perancangan materi muatan peraturan perundang-undangan?

Keempat, penyegaran Pancasila dalam tataran bernegara hukum yang khas Indonesia sesungguhnya berbanding lurus dengan pembaharuan hukum dalam memberikan makna Pancasila pada penjabarannya sebagai recht ide pada struktur peraturan perundang-undangan baik pada materi muatan yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan atau dpahami sebagai peraturan perundang-undangan organik ataupun karena kebutuhan untuk menyesuaikan kepentingan global serta mengakomodasi kearifan lokal sebagai apresiasi keaneka ragaman daerah sebagai implementasi otonomi daerah atau dipahami sebagai peraturan perundang-undangan non organik.

Kelima, mengapa tidak mengganti Piramida dengan sesuatu yang lebih cair? Seperti lingkaran, sebuah piramida adalah kaku dan membatasi sebuah lingkaran dipenuhi dengan berbagai kemungkinan (Ricardo Semler; Maverick)[31] oleh karena itu secara analisis pendekatan semiologi dalam hal ini semiotika hukum Pancasila dalam Lambang Negara Rajawali-Garuda Pancasila, terinspirasi hal tersebut, maka penulis dalam menawarkan sebuah teori[32] lingkaran dimaksud yang kemudian dinamakan Teori Thawaf-Gilir Balik yang digagas oleh Sultan Hamid II dan termaknakan secara semiotika hukum pada Lambang Negara Rajawali Garuda Pancasila beserta aplikasinya dalam penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam struktur dan keselarasan asas peraturan perundang-undangan dengan menggunakan konsep ber”thawaf” simbolisasi ideologi Pancasila dalam lambang negara di negara hukum Republik Indonesia yang kemudian menjadi amandemen kedua UUD 1945, Pasal 36 A Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika[33] dengan pendekatan utama semiotika hukum dalam ranah ilmu hukum tata negara.

Dari kedua pemaknaan itu, menurut hemat penulis, pemaknaan secara historis ini lebih banyak mengundang tafsir luas dan beragam jika dibanding penafsiran yuridis. Dikarenakan konteks jaman yang berubah, maka kelima gagasan-gagasan dasar tersebut bisa mengembang pemaknaannya dikaitkan dengan persoalaan kebangsaan dewasa ini yang semakin kompleks. Orang bisa dengan leluasa menginterpresikan lima gagasan sesuai dengan konteks jaman bahkan kepentingannya sebagaimana pernah berlaku pada orde-orde pemerintahan sebelumnya. Namun jika kita merujuk pada sejarah, gagasan dasar itu dipandang tetap kontekstual dan mampu memberi jawaban atas persoalan kebangsaan. Menurut Susilo Bambang Yudhoyono jawaban itu bisa kita dapatkan kembali dengan cara merefleksi yaitu mengikuti jalan pikiran Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang dianggap masih tetap relevan dan juga masih tetap menjadi kerangka dan sumber inspirasi dan solusi menghadapi permasalahan kebangsaan dewasa ini. (Pidato kenegaraan, 1 Juni 2006). Karena itu untuk menghindari pemaknaan yang bisa meluas bahkan beragam mengenai Pancasila kita bisa kembali pada pemaknaan gagasan dasar Pancasila ketika pertama kali dimunculkan.

Jadi gagasan tentang kebangsaan, perikemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan dan prinsip Ketuhanan atau sekarang sesuai dengan urutan sila sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan adalah core values –nya bangsa dan menjadi sumber inspirasi dan solusi manakala kelima masalah kebangsaan itu muncul kembali. Prinsip prinsip Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan ini penting untuk diketahui, dimengerti dan dipahami oleh segenap elemen bangsa. Pada konteks inilah kita berbicara bagaimana nilai-nilai dasar Pancasila dapat diterima dan disosialisasikan kepada semua warganegara baik warganegara biasa (rakyat) dan terlebih lagi warganegara yang sedang menjalankan pemerintahan (pejabat negara). Nilai dasar yang dihayati warganegara ini nantinya bisa menjadi norma etik bernegara yang dapat dijadikan acuan bagi penyelesaian masalah kebangsaan dan kenegaraan.

Dalam pemaknaan yuridis, nilai dasar Pancasila yang terimplementasikan ke dalam hukum dasar negara maupun perundang – undangan negara bisa mengarahkan hukum Indonesia agar sesuai dengan cita hukum Indonesia. Menurut pendapat S Attamimi[34], Pancasila pada konteks hukum adalah sebagai cita hukum yang memiliki dua fungsi yaitu; a) fungsi regulatif artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak adil bagi masyarakat b) fungsi konstitutif artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum Norma –norma hukum yang meliputi pelbagai peraturan perundangundangan negara Indonesia yang berpuncak pada UUD 1945 inilah yang mengatur tertib penyelenggaraan bernegara termasuk kehidupan warganegara. Berkaitan dengan hal ini maka yang diperlukan adalah kesadaran hukum warganegara baik rakyat negara ataupun penyelenggara negara untuk terlibat yang meliputi; mentaati peraturan perundangan yang berlaku, memberi masukan bagi proses penyusunan hukum dan mengawasi termasuk memberi penilaian terhadap hukum yang berlaku. Agar kesadaraan hukum ini menguat maka diperlukan sosialisasi yang luas pula pada segenap elemen bangsa.

C. Penutup

Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Pancasila termasuk penjabarannya dalam konteks kehidupan bernegara Indonesia mencakup dua hal. Pertama, menjabarkannya nilai dasar Pancasila itu kedalam norma etik bernegara yang berisikan seperangkat lima gagasan dasar yang bisa menjadi sumber inspirasi dan solusi bagi masalah kebangsaan Indonesia. Kedua, menjabarkan lima nilai dasar Pancasila itu kedalam norma hukum bernegara yaitu aturan perundangan-undangan negara dimana isi materinya tidak bertentangan dengan Pancasila itu sendiri. Untuk berjalannya kedua itu dibutuhkan pemahaman yang luas pada segenap warganegara baik rakyat maupun penyelenggara negara melalui proses sosialisasi termasuk proses pendidikan Pancasila.

Daftar Kepustakaan:

Antara. 9 Juli 2008. Pendidikan Pancasila Perlu Dimasukkan Ektrakulikuler Siswa SD-SMA.

Agus Wahyudi. Ideologi Pancasila: Doktrin yang Komprehensif atau Konsepsi Politis? dalam http://filsafat.ugm.ac.id/aw

Dimyati Hartono, "Dinamisasi Stabilitas Nasional Bangsa", Suara Pembaharuan, Kamis, 30 Mei 1996

Fadliyanur: Aliran aliran dalam Filsafat Pendidikan dalam http://fadliyanur.blogspot.com

Kompas.18 Oktober 2001. Pendidikan Pancasila dan Kewiraan Gagal Sosialisasikan Demokrasi Kompas, 1 Juni 2006.

Kompas. 17 Juni 2004. Azyumardi Azra : "Rejuvenasi" Pancasila dan Kepemimpinan Nasional.

Kompas. 20 Februari 2001. Kuntowijoyo : Radikalisasi Pancasila

Kompas. 4 Maret 2003. Hilangnya Ideologi Pancasila di Kalangan Remaja

Kompas.16 Juni 2005. Pendidikan Pancasila Gagal

Kompas. 6 Desember 2001. Onghokham : Pancasila sebagai Kontrak Sosial.

Media Indonesia. 31 Juni 2007. Peter Lewuk: Rezim Reformasi Alergi Bicara

Pancasila

Pidato Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono ”Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila” Dalam Rangka Memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2006.

Sinar Harapan. 28 Oktober 2008. Jaksa Agung Resmikan Kantin Kejujuran diBekasi

Suara Pembaruan. 3 Juni 1998. P4 Tak Mampu Mengubah Perilaku Aparatur.

Saafroedin Bahar . 2007. Bagaimana Melaksanakan Pancasila Sebagai Dasar Negara Melalui Paradigma Fungsional. www.setwapres.go.id

Teuku Ramli Zakaria. 2001. Pendekatan-Pendekatan Pendidikan Nilai Dan

Implementasi Dalam Pendidikan Budi Pekerti dalam http: //www.pdk.go.id/ Balitbang/ Publikasi/Jurnal/No_026/Pendekatan_Pendidikan_Teuku_Ramli.htm



[1] Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang membahagiakan Rakyatnya, Genta Publising, cet II, 2009, halaman 3

[2] M. Danial, Kompas. 4 Maret 2003. "Hilangnya Ideologi Pancasila di Kalangan Remaja"

[3] Peter Lewuk, Media Indonesia. 31 Juni 2007. Peter Lewuk: Rezim Reformasi Alergi Bicara Pancasila

[4] Koento Wibisono, Kompas. 20 Februari 2001. "Radikalisasi Pancasila"

[5] Azyumardi Azra Kompas. 17 Juni 2004. "Rejuvenasi" Pancasila dan Kepemimpinan Nasional".

[6] Listiyono Santoso & Heri Santoso . 2003. (De) Konstruksi Indoeologi Negara: Upaya Membaca Ulang Pancasila. Yogyakarta : Penerbit Ning-Rat Press.

[7] Pendidikan Pancasila dan Kewiraan Gagal Sosialisasikan Demokrasi Kompas, 1 Juni 2006. Pidato Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono ”Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila” Dalam Rangka Memperingati Hari Lahir Pancasila.

[8] Paulus Hadisuprapto, "Hak Azasi Manusia, Pembaharuan Hukum dan Era Globalisasi". 2010, hlm 10.

[9] Ibid, hal 10.

[10] Paulus Hadisuprapto, "Globalisasi Nilai-Nilai dan Etikanya", 2010, hlm 12.

[11] Marcus Lukman, Penerapan Metode Stastitik Non Parametrik Dalam Penelitian Hukum, PIMH UNTAN Press, Januari 2007, halaman 3

[12] Thomas Khun, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, Remaja Karya, Bandung, 1989, dalam Marcus Lukman, Penerapan Metode Stastitik Non Parametrik Dalam Penelitian Hukum, PIMH UNTAN Press, Janurai 2007, halaman 2

[13] Liek Wilardjo, Peran Paradigma Dalam Perkembangan Ilmu, Makalah, Pada Simposium Nasional Ilmu Hukum Program Doktor, UNDIP , Semarang, 1998 , halaman 1-2

[14] Aulis Arnio, Paradigm in Legal Science , Dalam Theory of Legal Science Dorrecht, 1984, halaman 26

[15] Satjipto Rahardjo, Paradigma Hukum Indonesia Perspektif Sejarah, Makalah disampaikan pada simposium Nasional Ilmu Hukum Program Doktor, UNDIP, Semarang, 1998, halaman 1-2.

[16] Markus Lukman, Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam Penelitian Hukum, PMIH UNTAN Press, 2007, halaman 6.

[17] Satjipto Rahardjo, ibid, halaman 6

[18] J.E .Sahetapy, Paradigma Ilmu Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Kritis, Makalah, Pada Simposium Nasional Ilmu Hukum Program Doktor, UNDIP, Semarang, 1998, halaman 1.

[19]UU No 24 Tahun 2009 Pasal 48 ayat (2) dan Simbolisasi Pancasila dalam Lambang Negara Republik Indonesia, menggunakan konsep thawaf, seperti Rancangan Sultan Hamid II, 1950

[20] Pasal 2 UU No 10 Tahun 2004 dan Penjelasannya.

[21] Saafroedin Bahar . 2007. "Bagaimana Melaksanakan Pancasila Sebagai Dasar Negara Melalui Paradigma Fungsional". www.setwapres.go.id diunduh 1 Juni 2010.

[22] Adnan Buyung Nasution. 1993. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia : Studi Sosio Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta; Pustaka Utama Grafiti

[23] Gumilar Rusliwa Somantri. 2006. Pancasila dalam Perubahan Sosial Politik Indonesia Modern. Makalah dalam Simposium Nasional Restorasi Pancasila : Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas . Jakarta : FISIP UI

[24] Listiyono Santoso & Heri Santoso . 2003. (De) Konstruksi Indoeologi Negara : Upaya Membaca Ulang Pancasila. Yogyakarta : Penerbit Ning-Rat Press.

[25] Saafroedin Bahar . 2007. Bagaimana Melaksanakan Pancasila Sebagai Dasar Negara Melalui Paradigma Fungsional. www.setwapres.go.id

[26] Onghokham, Kompas. 6 Desember 2001: Pancasila sebagai Kontrak Sosial.

[27] Agus Wahyudi . Ideologi Pancasila: Doktrin yang Komprehensif atau Konsepsi Politis? dalam http://filsafat.ugm.ac.id/aw

[28] Syahrial Syarbaini. 2003. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta; Ghalia Indonesia

[29] Dalam Naskah Akademik Amandemen UUD 1945 kedua menyatakan: "Meskipun tidak sepenuhnya menganut paham negara hukum dari Eropah Kontinental, karena warisan hukum Belanda. Indonesia menerima dan melembagakan adanya peradilan tata usaha negara didalam sistem peradilannya. Sementera itu penggunaan istilah rechsstaat dihapus dari Undang-Undang Dasar negara kita sejalan dengan peniadaan unsur "penjelasan" setelah Undang-Undang dasar negara itu dilakukan empat kali perubahan. Istilah resmi yang dipakai sekarang seperti yang dimuat dalam Pasal 1 ayat (3) adalah "negara hukum" yang bisa menyerap subtansi rechtsstaat dan the rule of law sekaligus. Unsur konsepsi negara hukum yang berasal dari Anglo Saxon (the rule of law) didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 terlihat dari bunyi Pasal 27 ayat (1) yang menegaskan bahwa " Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya"….Paham negara hukum tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) terkait erat erat dengan negara kesejahteraan (welfare state) atau paham negara hukum mareiil sesuai bunyi alinea keempat Pembukaan dan ketentuan pasak 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pelaksanaan paham negara hukum materiil akan mendukung dan mempercepat terwujudnya negara kesejahteraan di Indonesia. Sekretariat Jenderal MPR-RI , 2007, hal 47.

[30] Pasal 1 ayat (1) dan Penjelasan UU No 10 Tahun 2004 yang menyatakan : "Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum negara .Penjelasan Pasal 2: Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap MATERI MUATAN Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam PANCASILA.

[31] Anthon F Susanto, "Menggugat Fondasi Filsafat Ilmu Hukum Indonesia" dalam Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum, Refika Aditama, 2008, halaman

[32] Yang dimaksudkan Teori disini adalah serangkaian proposisi atau kerangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjenlasan atau suatu gejala, sedikitnya terdapat tiga unsur dalam suatu teorim pertama penjelasan tentang hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori.Kedua teori menganut sistem deduktif, yaitu bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu ysng khusus dan nyata.Aspek kunci yang ketiga adalah bahwa teori memberikan penjelasan atas gejala yang dikemukakannya. Fungsi dari suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan, Duance.R.Monete.J.Sulivan,Cornell.R. Dejong, Applied Social Research, New York, Chicago,San Fransisco: Holt Rinehart and Winston,1986, p 27 et seg. Lihat Juga Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986. halaman 121-130.

[33] Masuknya ketentuan menngenai lambang negara ….kedalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang melengkapi pengaturan mengenai bendera negara dan bahasa negara yang telah ada sebelum merupakan ikhtiar untuk memperkukuh kedudukan dan makna atribut kenegaraan ditengah kehidupan global dan hubungan internasional yang terus berubah. Dengan Kata lain, kendatipun atribut itu tampaknya simbolis, hal tersebut tetap penting karena menunjukkan identitas dan kedaulatan suatu negara dalam pergaulan internasional. Atribut kenegaraan itu menjadi simbol pemersatu seluruh bangsa Indonesia ditengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi mengancam keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa, tak terkecuali bangsa dan negara Indonesia, Sekretrariat Jenderal MPR-RI, 2007, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, halaman 128-129.

[34] Hamid S Attamimi.1991. Pancasila sebagai cita Hukum dalam Oetojo Usman dan Alfian. (Peny) 1991. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Berbegara, Jakarta : BP-7 Pusat

43 komentar:

Unknown mengatakan...

Nama : Orbi Hildianto
Nim : A1012131108
Klelas : B reguler B semester 3
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Berdasarkan kesimpulan dari pernyataan diatas ,dikatakan bahwa perlu menjabarkan seperangkat 5 gagasan yang bisa mnejadi sumber inspirasi dan solusi bagi masalah kebangsaan ,tentunya dalam mewujudkan gagasan tersebut diperlukan suatu proses yang sangat kompleks mengingat bahwa nilai-nilai pancasila sudah tergerus dan tergusur oleh kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila akibat dari globalisasi yang sangat pesat yang tidak di bentengi dengan iman yang kuat,seakan-akan kebiasaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila tersebut telah mendarah daging dengan prilaku masyarakat dan telah dijadikan sebagai panutan tingkah laku yang benar bagi individu-individu tersebut.Hal itu tidak lepas dari pengaruh globalisasi yang banyak diserap oleh masyarakat Indonesia,yang tidak disaring berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Ini merupakan suatu tantangan yang besar untuk mewujudkan nilai-nilai Pacasila sebagai Dasar Negara tentunya dalam mewujudkan hal tersebut tidak terlepas dari peran pejabat-pejabat Negara serta kesadaran dari masyarakat itu sendiri sehingga dapat tercipta Negara Indonesia yang sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia.


Unknown mengatakan...

NAMA : JUANDA RIKI
NIM :A1012131126
KELAS : B(REGULER B) SEMESTER 3
MATA KULIAH : pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Pancasila adalah sumber dari sumber hukum Negara hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945Dengan menempatkan pancasila sebagai dasar dan idiologi Negara sekaligus dasar filosofis bangsa dan Negara sehingga peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila tersebut dan segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah dengan tidak ada kecuali.



Anonim mengatakan...

NAMA : TUBRIYADI
NIM :A1012131213
KELAS : B(REGULER B) SEMESTER 3
MATA KULIAH : pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Berdasarkan wawasan yang saya miliki, saya berkesimpulkan bahwa negara indonesia menganut sistem pembentukan Undang-Undang Dasar Parsial, dan tidak konprehensif. Itu sulit dilakukan karena adanya unsur ke-Bhineka Tungggal Ika-an di dalamnya. kadang juga berkesan lebih suka bertolak belakang pada prinsip yang telah dibuat (itulah makanya hukum di Indonesia tidak pernah terwujud dengan baik, supremasi hanya sebatas supremasi, namun kenyataan pelaksanaan menjadi carut marut dan dicederai sendiri…”
Berbicara tentang apakah Indonesia menganut Struktur Parlemen 1 kamar, 2 Kamar ataupun 3 kamar justru semakin mengaburkan prinsip ketatanegaraan. Ironis memang, jika kita sendiri tidak sampai tahu model parlemen apa yang telah kita anut, hingga kita tidak menyadarinya, ataukah memang kita sekarang ini sedang sibuk memperjuangkan demokrasi, semoga demokrasi yang sedang kita perjuangkan tidak semu. Mungkin yang perlu dipertimbangkan mengenai sistem parlemen kita adalah betapa suatu perubahan Institusi mungkin pula keparlemenan kita sangat menyita waktu dan harta benda(biaya) yang tidak terhitung, apakah salahnya untuk masing-masing elit kedepan saling instropeksi mencari jalan singkat yang mungkin lebih efesien, tepat sasaran, konprehensif, untuk sungguh sungguh menciptakan Institusi, Undang-Undang Dasar, dan aturan yang mengaturnya menjadi lebih efektif, mengena, efesien, berkalaborasi berdasarkan sejarah terbaik yang pernah kita miliki yang kita pernah lakukan, sehingga kamar - kamar yang akan kita masuki adalah kamar yang tepat dalam kemajuan sejarah ketatanegaraan kita. Semoga Indonesiaku kedepan akan lebih maju dengan elitnya yang berwawasan positif. Amiin…”

Anonim mengatakan...

NAMA : MUHAMMAD MUKIP
NIM :A1012131219
KELAS : B(REGULER B) SEMESTER 3
MATA KULIAH : pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Pancasila merupakan dasar negara serta falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia yang terdiri atas lima sila dan mempunyai arti yaitu panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti “dasar”. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum indonesia, yang berwujud di dalam tertib hukumnya. Yang dimaksud dengan tertib hukum, ialah keseluruhan dari pada peraturan-peraturan hukum, yang memenuhi syarat-syarat:
a. Kesatuan subyek yang mengadakan peraturan-peraturan hukum tersebut, yang untuk Indonesia ialah Pemerintahan Republik Indonesia.
b. Kesatuan asas kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan-peraturan hukum itu, yang untuk indonesia ialah Pancasila.
c. Kesatuan waktu yang menetapkan saat berlaku peraturan-peraturan tersebut, yang untuk indonesia ialah sejak tanggal 18 Agustus 1945.
d. Kesatuan daerah, sebagai batas wilayah berlaku bagi peraturan-peraturan tersebut, yang untuk Indonesia ialah seluruh wilayah bekas daerah Hindia Belanda, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Sebagai sumber hukum disini maksudnya ialah Pancasila sebagai asal, tempat setiap pembentuk hukum di Indonesia mengambil atau menimba unsur-unsur dasar yang diperlukan untuk tugasnya itu, dan merupakan tempat untuk menemukan ketentuan-ketentuan yang akan menjadi sisi dari peraturan hukum yang akan di buat, serta sebagai dasar-ukuran (maatstaf), untuk menguji apakah isi suatu peraturan hukum yang berlaku sungguh-sungguh merupakan suatu hukum yang mengarah kepada tujuan hukum negara Republik Indonesia.
Karena pertumbuhan kesadaran dan pengertian manusia Indonesia terhadap kedudukan Pancasila bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat serta pengalaman-pengalaman selama ini, maka dirasa perlu suatu pemantapan dan penertiban dalam masalah tertib hukum indonesia. Untuk maksud tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-royong (DPRGR), telah menyampaikan sebuah memorandum mengenai Sumber Tertib Hukum Indonesia pada tanggal 9 Juni 1996, kepada Majelis Permusyawaratan Sementara. Adapun menurut isi maksud dari memorandum tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2. Dekrit 5 Juli 1959.
3. Undang-undang Dasar Proklamasi.
4. Surat perintah 11 Maret 1966.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum sering disebut sebagai dasar filsafat atau ideologi Negara. Dalam pengertiannya ini pancasila merupakan suatu dasar niala serta norma untuk mengatur pemerintahan Negara. Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelengaraan Negara. Konsekuensinya selurh pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara terutama segala peraturan perundang=undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara beserta seluruh unsur-unsurnya.
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik tertulis atau UUD maupun tidak tertulis atau dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia maka setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, serta hukum positif lainnya.
Secara yuridis-konstitusional, pancasila adalah dasar Negara yang di gunakan sebagai dasar mengatur atau menyelenggrakan pemerintahan Negara.

Unknown mengatakan...

NAMA : HARTINO
NIM : A1012131114
KELAS : B ( REGULER B ) SEMESTER 3
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Selamat malam, assalamualaikum warohmatullahiwarokatuh.
Berdasarkan pada kesimpulan pernyataan yang diatas, setelah saya membacanya disitu telah dikatakan bahwa pancasila adalah sebagai dasar landasan masyarakat yang telah mendarah daging terhadap masyarakat dan tidak bisa di pisahkan lagi karena pancasila menjadi inspirasi dan solusi bagi masyarakat. di dalam pancasila juga terdapat 5 gagasan penting, dan kelima gagasan nya tersebut tidah mudah untuk dimengerti apalagi kita belum memahaminya dengan betul. apalagi yang terjadi dengan yang sekarang ini bahwa nilai nilai pancasila seakan-akan tidak berfungsi lagi dikarenakan akibat globalisasi di zaman yang sekarang ini. dan seharusnya nilai dan kesadaran masyarakat indonesia sendirilah yang akan membuat terbentuknya negara indonesia yang sesuai dengan makna makna yang tertuang di dalam isi pancasila tersebut.
sekian dari saya, wassalamualaikum wr...wb.

Unknown mengatakan...

NAMA : Ya' Nurimansyah
NIM : A1012131125
KELAS : B, Reg B, Smstr 3
MATA KULIAH : Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan

Pancasila merupakan sumber Inspirasi dan solusi dari segala masalah bangsa. Didalam Pancasila terdapat 5 gagasan yang tatkala Penting sebagai dasar, ideologi, dan filosofi bangsa, Jika kelima gagasan yang terdapat didalam pancasila disosialisasikan dan dapat pahami, dihayati setiap warga negara mungkin kita tidak akan kehilangan jati diri kita sebagai bangsa indonesia. saat ini nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila seakan-akan mulai tergusur akibat Globalisasi yang tidak disaringnya lagi berdasarkan nilai-nilai pancasila. jadi menurut saya pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila pentingnya dewasa ini bagi setiap warga negara demi terwujudnya bangsa yang beradab dan dapat menjadi panutan bagi bangsa-bangsa di dunia dengan kosep yg telah dibangun oleh the founding father sesuai dengan harapan semoga bangsa indonesia dapat mewujudkan apa yang tlah dicita-citakan para pendiri bangsa.
hanya ini yang dapat saya sampaikan kurang dan lebihnya saya mohon maaf, karna saya masih belajar, billahitopikwalhidayah, wass..

Unknown mengatakan...

NAMA: YOGI HENDRA PRANATA
NIM: A1012131090
KELAS: B / REGULER B / SEMESTER 3
MATA KULIAH: PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN

Iya betul, bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia. Dan pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak terpisahkan karena setiap sila dalam pancasila mengandung empat sila lainnya dan kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak dapat ditukar tempatnya atau dipindah-pindahkan.
Namun, sangat disayangkan sekali pada saat zaman modern atau era globalisasi ini. Banyak para penerus bangsa Indonesia telah benar-benar hampir melupakan dasar ideologi Negara Indonesia dan dari sekian banyaknya para penerus bangsa hampir saja tidak mengetahui dasar ideologi Negara Indonesia. Hal ini disebabkan karena arus globalisasi yang begitu derasnya bergerak serta Pancasila tidak ditanamkan pada diri seseorang penerus bangasa Indonesia. Dan juga dipicu budaya westernisasi, yaitu meniru-niru gaya hidup barat. Sehingga, menimbulkan hidup liberalisme yang didamba-dambakan.
Hal-hal tentu ini menjadi masalah yang begitu besar bagi Negara, karena penerus bangsa Indonesia telah benar-benar hampir melupakan dasar ideologi Negara Indonesia dan dari sekian banyaknya para penerus bangsa hampir saja tidak mengetahui dasar ideologi Negara Indonesia, akibat dari arus globalisasi dan westernisasi. Dengan adanya hal tersebut, maka sosialisme-lah yang harus berjalan para diri penerus bangsa untuk berhubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya dengan membagi ilmu pada seseorang agar dia mengetahui apa yang tidak dia ketahui. Agar hubungan manusia dengan manusia yang lainnya menjadi erat untuk membentuk kepribadian Pancasila, sehingga akan timbul rasa humanisme yaitu saling tolong menolong sesame manusia dan rasa menghormati terhadap yang tua, serta menghargai yang muda. Dan semua ini akan membentuk kepribadian para diri seseorang yang sesuai dengan isi Pancasila.
Kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia sangatlah penting, karena:
1. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai pedoman bangasa Indonesia
4. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
5. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia

Unknown mengatakan...

NAMA : ARIEF ALIANDA RAHMAN
NIM : A1012131113
KELAS : B / REGULER B / SEMESTER 3
MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGA NEGARAAN

Asalamualaikum wr.wb
berdasarkan pada artikel di atas, setelah saya membacanya bahwa, pancasila dalam konteks hukum adalah cita hukum yang memiliki dua fungsi:
a. fungsi regulatif artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak adil bagi masyarakat
b. fungsi konstitutif artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum Norma –norma hukum yang meliputi pelbagai peraturan perundangundangan negara Indonesia yang berpuncak pada UUD 1945 inilah yang mengatur tertib penyelenggaraan bernegara termasuk kehidupan warganegara.
dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa warga negara harus memiliki kesadaran hukum, baik rakyat atau penyelenggara negara.
dalam hal ini pancasila menjabarkan nilai dasar pancasila itu dalam norma etik bernegara dan juga menjabarkan lima nilai dasar pancasila

Unknown mengatakan...

NAMA : ANDI WIRASWATI AYU LESTARI
NIM : A1012131209
KELAS : B / REGULER B /SEMESTER 3
MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN

Asalamualaikum wr.wb
setelah saya membacanya terdapat tiga bahasan yaitu:
1. konsep ham globalisasi
2. menemukan "para digma" ilmu hukum yang selaras dengan globalisasi
3. analisis pelaksanaan pancsila dalam kehidupan bernegara
dalam hal ini saya akan membahas yang pertama, dalam hal ini terdapat ciri-ciri atau karakteristik globalisasi:
a. Perubahan konsep ruang dan waktu- internet komunikasi global super cepat.

b. Pasar dan Produk ekonomi saling bergantung akibat pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional & dominasi World Trade Organization (WTO).

c. Peningkatan interaksi kultural, perkembangan media massa (berkat teknologi komunikasi) melintas ragam budaya (Fashion, literatus, kuliner)

d. Peningkatan masalah bersama, lingkungan hidup (Global warming), krisis multi nasional (krisis keuangan Amerika dampaknya kemana-mana), Peter Duker menyatakan " Globalisasi adalah jaman transformasi sosial"

sebenarnya dalam hal ini globalisasi memiliki nilai positif dan negatif contohnya kita tidak akan ketinggalan dengan negara" lain, dalam hal ini nilai positifnya adalah dalam bidang teknologi.
nilai negatif ialah budaya luar yang masuk ke indonesia tanpa seleksi. yang mana yang baik dan yang mana yang buruk

Unknown mengatakan...

NAMA: ESTU ARJAGA RINI
NIM : A1012131117
KELAS : B / SEMESTER 3
REGULER B
MATA KULIAH :PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Dari sisi historis, Pancasila berisikan gagasan atau ide untuk menjawab sejumlah persoalan dasar sebuah bangsa yang hendak merdeka.Sekaligus pula gagasan yang berhasil dirumuskan ini menjadi gagasan bersama dalam arti diterima sebagai bentuk kesepakatan di atas gagasan-gagasan lain tentang kehidupan berbangsa. Dalam kaitan ini oleh sebagian kalangan, Pancasila merupakan suatu common platform atau platform bersama bagi berbagai ideologi politik yang berkembang saat itu di Indonesia atau titik temu seluruh segmen masyarakat Indonesia untuk saling bertemu dan bekerjasama, Ismail 1999. Pancasila merupakan kontrak sosial[26].Pancasila merupakan konsepsi politik[27]

Isi dari gagasan atau ide mengenai Pancasila sesungguhnya merupakan jawaban prinsipal atas persoalan dasar kebangsaan Indonesia kala itu sebagai berikut:

1. Masalah pertama apa negara itu?. Masalah ini dijawab dengan prinsip kebangsaan Indonesia

2. Masakah kedua, bagaimana hubungan antar bangsa – antar negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip perikemanusiaan

3. Masalah ketiga siapakah sumber dan pemegang kekuasaan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip demokrasi.

4. Masalah keempat, apa tujuan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip negara kesejahteraan.

5. Masalah kelima, bagaimana hubungan antar agama dan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.[28]

Pancasila dalam interpretasi yuridis merupakan norma-norma dasar bernegara. Dalam ilmu hukum disebut Grundnorm atau Staatfundamentalnorm. Dan selalu dihubungkan dengan teori jenjang norma (stufentheorie) dari Hans Nawiasky, norma-norma dasar tentang kehidupan bernegara itu dijabarkan secara konsisten dan koheren ke dalam konstitusi, ditindaklanjuti dalam undang-undang , peraturan pelaksanaan serta kebijakan pemerintahan lainnya. Dengan demikian penjabaran Pancasila dan upaya menjabarkan gagasan dasar Pancasila secara yuridis adalah kedalam konstitusi negara dalam hal ini pasal-pasal dalam UUD 1945. Pasal-pasal itu selanjutnya dijabarkan ke dalam pelbagai undang-undang. Jadi norma dasar Pancasila dijabarkan ke dalam norma hukum negara yaitu UUD 1945.

Unknown mengatakan...

NAMA : IRWANSYAH
NIM :A1012131157
KELAS : B(REGULER B) SEMESTER 3
MATA KULIAH : pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

TERIMA KASIH kepada Bapak dosen yang telah memberikan saya ilmu baru terhadap pemahaman arti PANCASILA yang sebenarnya, dimana selama ini ilmu PPkN (dulunya PMP) saya dapatkan hanya sekedar ilmu yang numpang lewat saja tanpa benar benar dapat mengaplikasikannya didunianyata, dari artikel bapak " Prismatika hukum pancasila" dapat saya pahami bahwa Pancasila bukan hanya sekedar sumber dari segala sumber hukum hukum di Indonesia maupun sebagai filsafat hukum negara Indonesia tetapi lebih dalam lagi maknanya bahwa Negara Indonesia tidak akan ada tanpa dua hal : pertama atas kehendak Tuhan dan perjuangan rakyat Indonesia ( termaktub dalam UUD 1945 ). kedua karena adanya PANCASILA sebagai dasar ideologi bangsa. di era reformasi saat ini, apabila ada orang maupun pakar sekalipun yang menganggap pancasila sebagai bawaan orde baru hingga mendiskreditkan pancasila itu adalah salah besar. justru PANCASILA adalah ruh dan jiwanya bangsa indonesia. pemahaman dari orang tersebut yang salah bahkan saya katakan tidak paham dalam pengamalan arti dari PANCASILA. kedepan sangat penting sosialisasi-sosialisasi yang gencar dalam pemahaman arti PANCASILA mulai dari duniapendidikan terendah hingga tertinggi yaitu dunia fakultas. pentingnya para calon pejabat apapun yang akan menduduki jabatan baik pegawai negeri hingga swasta diberikan penataran dalam pemahaman arti pentingnya PANCASILA. juga LSM maupun ormas-ormas demi terciptanya cita-cita pahlawan / pencetus ide PANCASILA, yaitu "Terciptanya manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan jiwa PANCASILA".Berbagai masalah yang timbul di dalam Negeri bukan karena aturannya tetapi karena TIDAK PAHAMNYA dalam memahami PANCASILA. Apabila pemerintah Indonesia benar-benar mengamalkan isi dalam PANCASILA maka tidak ada kemiskinan, kemelaratan, bahkan penghinaan terhadap bangsa Indonesia oleh Negara lain. Karena didalam PANCASILA sudah sangat jelas muatan dalam berpedoman dikehidupan bernegara dan berbangsa.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

NAMA : JOFI ANDRAKI
NIM : A1012131124
KELAS : B ( REGULEB B ) SEMESTER 3
MATA KULIAH : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Prismatika Hukum Pancasila adalah sebagai Dasar Negara
Maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia , yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa , Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab , Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan , serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .
Kata berdasarkan tersebut secara jelas menyatakan bahwa Pancasila merupakan dasar dari NKRI . Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan Alenia IV . Secara historis pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) itu dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka .

Unknown mengatakan...

NAMA : YA'NURIMANSYAH
NIM : A1012131125
KELAS : B, Reg B, smstr 3
MATA KULIAH : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Gagasan tentang Kebangsaan, Prikemanusiaan,Demokrasi, Kesejahteraan, dan prinsip Ketuhanan atau sekarang sesuai dgn urutan sila-sila pancasila yaitu : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,Kerakyatan dan Keadilan adalah Core Valuesnya bangsa dan menjadi sumber inspirasi dan solusi manakala kelima masalah kebangsaan itu muncul kembali.
Prinsip Ketuhanan yang menjadi gagasan dalam perumusan sila pertama tatkala penting dimana disini yang menjadi pokoknya, setiap warga negara diberi kebebasan didalam memilih dan menentukan agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing dan negara pun menjamin setiap warga negara memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing sebagaimana yang telah diatur didalam pasal 29 UUD 1945.
Kemanusiaan yang adil dan beradab yang menjadi gagasan dalam perumusan sila kedua juga tatkala penting mengatasi Benang merah antara HAM, globalisasi dgn ideologi Pancasila. yangv mana terdapat perumusan bahwa didalam jiwa-jiwa orang-orang indonesia harus memiliki sifat kemanusiaan yang saling toleran yang jadi pemimpin harus memiliki sifat yang adil dan kemanusiaan yang tinggi demi terciptanya suatu negara yang adil yang bukan hanya sebagai negara dgn julukan pencipta konsep yang begitu besar tapi bagaimana caranya konsep itu bukan hanya sekedar dasar, ideologi, dan filosofi di negara kita tapi dapat di implementasikan bagi setiap warga negara.
Persatuan Indonesia juga memiliki arti didalam perumusan Pancasila sila yang berarti kita harus bersatu untuk membangun bangsa ini didalam kebinekaan tunggal ika, bahwasanya di negara kita memiliki keberagaman adat, budaya, dan tradisi.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan memiliki arti yang tatkala penting juga didalam perumusan pancasila, dapat diartikan bahwa kita memiliki perwakilan didalam penyelenggaraan negara dalam mencari dan menentukan keputusan yang akan mengikat seluruh bangsa/warga dilaksanakan dgn Musyawarah untuk mencapai mufakat.
Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia ini menjadi tujuan hidup bersama sehingga segala usaha dan cita-cita bangsa dan negara untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan secara bersama seluruh rakyat indonesia dalam Aspek kehidupannya

Yuliansyah mengatakan...

NAMA : YULIANSYAH
NIM : A1012131140
KELAS : B (REGULER B - SEMESTER 3)
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
EMAIL : zamirfdl@gmail.com

Istilah Pancasila sudah dikenal sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit dimana nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila sudah diterapkan dalam kehidupan kemasyarakatan maupun kenegaraan meskipun sila-silanya belum dirumuskan secara konkrit. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit sebagaimana tertulis dalam buku NegaraKertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular. Dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, istilah Pancasila mempunyai arti berbatu sendi yang lima, pelaksanaan kesusilaan yang lima. Istilah Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Panca berarti lima dan Sila berarti dasar atau asas. Hak-hak asasi manusia dalam Pancasila dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan terperinci di dalam batang tubuh UUD 1945 yang merupakan hukum dasar konstitusional dan fundamental tentang dasar filsafat negara Republik Indonesia. Perumusan ayat ke 1 pembukaan UUD tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa didunia. Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, serta menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 2 yang berbunyi : Pancasila merupakan sumber hukum negara, dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta lagu Kebangsaan.
Hak Asasi Manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata.
Dalam kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut .
Dalam pandangan hidup terkandung konsep mengenai dasar kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa. Juga terkandung pikiran-pikiran terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dicita-citakan. Pada akhirnya pandangan hidup bisa diterjemahkan sebagai sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa yang diyakini kebenarannya serta menimbulkan tekad bagi bangsa yang bersangkutan untuk mewujudkannya. Karena itu, dalam pergaulan kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak bisa begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan bangsa lain, tanpa menyesuaikan dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa Indonesia sendiri.
Kita sebagai masyarakat Indonesia harus pandai memilah mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai dengan ideologi kita. Jangan sampai Kita terjerumus dalam suatu masalah yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur ideologi kita yang disebabkan oleh perkembangan globalisasi didunia saat ini.

Yuliansyah mengatakan...

Era globalisasi yang pesat bahkan cenderung ekstrim telah menggeser peradaban-peradaban lokal bangsa ke posisi yang semakin terjepit dan terpinggirkan. Peta percaturan politik dunia telah menempatkan dominasi dunia Barat (baca Eropa) dan Amerika sebagai “pemegang saham” terbesar berbagai bidang baik ekonomi, politik, ideologi, budaya di planet bumi. Akibatnya nilai karakter lokal suatu bangsa akan tergerus dan semakin terkikis di tanah airnya sendiri. Itulah yang dialami Pancasila sebagai Dasar Negara.
Padahal, sebagai ideologi terbuka , Pancasila pada prinsipnya dapat menerima unsur – unsur dari bangsa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai – nilai dasarnya. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan pemahaman dan pengamalan Pancasila selalu berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Pengaruh negatif globalisasi harus diwaspadai, karena globalisasi mampu meyakinkan sementara masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa manusia ke arah kemajuan dan kemakmuran .
Akibat berkembang pesatnya globalisasi didunia, masyarakat Indonesia sudah mulai banyak yang mengikuti budaya-budaya barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang tercantum dalam ideologi kita. Hal ini merupakan contoh pengaruh negatif globalisasi terhadap ideologi pancasila. Yang semestinya tidak perlu untuk ditiru, karena pada dasarnya nenek moyang bangsa Indonesia memiliki sikap dan etika yang baik dan santun. Baik dalam berpakaian dan tingkah laku. Sekarang, dapat kita saksikan sendiri bagaimana masyarakat Indonesia dalam meniru gaya orang Barat. Hal yang mestinya tidak baik untuk ditiru jelas sangat bertentangan dengan ideologi bangsa kita.

decky ade kurniawan mengatakan...

Nama : Dicky Ade Kurniawan
NIM : A1012131089
Kelas : B (Reguler B)

ideologi pancasila merupakan dasar bangsa indonesia atau juga bisa di sebut sebagai ruh nya bangsa indonesia sepertia yang kita ketahui juga sudah sangat jelas bahwa dari hasil keputusan Tap MPR No XVIII/MPR/1998, telah menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar negara.
sila sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan adalah core values –nya bangsa dan menjadi sumber inspirasi dan solusi manakala kelima masalah kebangsaan itu muncul kembali. dan apabila masalah itu muncul kembali itu semua sudah terjawab di pancasila kita karna panncasila merupakan dasar hukum bangsa kita indonesia .seperti yg telah terkandung dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2004 pada Pasal 2 menyatakan : "Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum negara dan Penjelasan Pasal 2: Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap MATERI MUATAN Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam PANCASILA.
Banyak dari kita tidak mengetahui apa itu pancasila sebagai dasar negara , banyak dari kita bahkan mungkin tidak hapal pancasila ini karna kurangnya pengetahuan akan pancasila dan juga akibat dampak globalisasi yang menjadi-menjadi sehingga banyak dari anak muda kita terutama yang sudah mengikuti gaya kebarat-baratan yang sangat berbanding terbalik dengan budaya adat kita . jadi kita perlu untuk menerapkan pancasila dalam kehidupan kita sehari hari agar nilai-nilai pancasila ada dalam diri kita untuk menerapkan pancasila dalam diri kita yaitu dengan cara gotong royong saling membantu atau dengan mengikuti upacara di sekolah .

decky ade kurniawan mengatakan...

Nama : Ayu Valetri Pratiwi
Nim : A1012131087
Kelas : B (Reguler B)
Seperti bacaan di atas bahwa Pancasila merupakan dasar Hukum Negara Pancasila pada konteks hukum adalah sebagai cita hukum yang memiliki dua fungsi yaitu; a) fungsi regulatif artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak adil bagi masyarakat b) fungsi konstitutif artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum Norma –norma hukum yang meliputi pelbagai peraturan perundangundangan negara Indonesia yang berpuncak pada UUD 1945 inilah yang mengatur tertib penyelenggaraan bernegara termasuk kehidupan warganegara
Dan juga sudah jelas bahwa dari keputasan Tap MPR No XVIII/MPR/1998, telah menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar Negara dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2004 pada Pasal 2 menyatakan : "Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum negara dan Penjelasan Pasal 2: Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap MATERI MUATAN Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam PANCASILA.
Gagasan tentang Kebangsaan, Prikemanusiaan,Demokrasi, Kesejahteraan, dan prinsip Ketuhanan atau sekarang sesuai dgn urutan sila-sila pancasila yaitu : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,Kerakyatan dan Keadilan adalah Core Valuesnya bangsa dan menjadi sumber inspirasi dan solusi manakala kelima masalah kebangsaan itu muncul kembali. Dan apa bila masalah itu muncul kembali itu semua sudah terjawab dalam sila-sila pancasila. Pancasila merupakan konsepsi politik Isi dari gagasan atau ide mengenai Pancasila sesungguhnya merupakan jawaban prinsipal atas persoalan dasar kebangsaan Indonesia kala itu sebagai berikut:
1. Masalah pertama apa negara itu?. Masalah ini dijawab dengan prinsip kebangsaan Indonesia
2. Masakah kedua, bagaimana hubungan antar bangsa – antar negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip perikemanusiaan
3. Masalah ketiga siapakah sumber dan pemegang kekuasaan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip demokrasi.
4. Masalah keempat, apa tujuan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip negara kesejahteraan.
5. Masalah kelima, bagaimana hubungan antar agama dan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
Pancasila memberikan arahan ideologis nilai etik dan moral terhadap cita hukum Indonesia ke masa depan. Cita hukum berarti berada pada ruang filsafati, yaitu harapan dan pemikiran ideal yang bersifat abstrak, terbaik, terbenar dan teradil. Upaya mewujudkan cita hukum yang terbaik, terbenar dan teradil tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan sepenuhnya menjelma ideal kualitatif sejauh yang dapat dirasakan kebenarannya oleh hati nurani manusia dan dipikir oleh otak manusia.

Unknown mengatakan...

NAMA : PETRONIUS RIDU
NIM : A1012131106
KELAS : B (REG-B SEMESTER 3)
EMAIL : ridudttpetronius67@gmil.com

Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia. Berdasarkan Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR tentang P4, ditegaskan bahwa Pancasila adalah dasar NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Makna dari ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka.
Ciri-ciri ideologi terbuka dan ideologi tertutup adalah :

Ideologi Terbuka
a. merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
b. Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
c. Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat.
d. Bersifat dinamis dan reformis.

Ideologi Tetutup
a. Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
b. Bukan berupa nilai dan cita-cita.
c. Kepercayaan dan kesetiaan ideologis yang kaku.
d. Terdiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.

Menurut Kaelan, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :
a) Nilai dasar, yaitu hakekat kelima sila Pancasila.
b) Nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaanya.
c) Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.

HAM juga terdapat di dalam Pembukaan konstitusi kita yang pernah berlaku. Namun, pelaksanaan HAM tetap berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Misalkan bagaimana kedudukan individu dalam sistem demokrasi? Demokrasi kita tetap berlandaskan kolektivisme, bukan pertentangan individu dan “social orde” seperti demokrasi liberal dan hak-hak lain berlandaskan kondisi masyarakat asli Indonesia. Hubungan antara Hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Sila Ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama , melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama. Sila tersebut mengamanatkan bahwa setiap warga negara bebas untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing – masing. Hal ini selaras dengan Deklarasi Universal tentang HAM pasal 2 dimana terdapat perlindungan HAM (Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Selanjutnya, tidak akan diadakan pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain).

2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang. Sila Kedua, mengamanatkan adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia sebagaimana tercantum dalam Deklarasi HAM PBB yang melarang adanya diskriminasi. Pasal 7 (Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini).

Unknown mengatakan...

3. Sila Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan. Sila ini mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan Prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan. Pasal 1 (Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan).

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat. Inti dari sila ini adalah musyawarah dan mufakat dalam setiap penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat mengganggu kebebasan orang lain. Hal ini sesuai pula dengan Deklarasi HAM.

5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. Asas keadilan dalam HAM tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini ditujukan bagi kepentingan umum tidak ada pembedaan atau diskriminasi antar individu.

Era globalisasi yang pesat bahkan cenderung ekstrim telah menggeser peradaban-peradaban lokal bangsa ke posisi yang semakin terjepit dan terpinggirkan. Peta percaturan politik dunia telah menempatkan dominasi dunia Barat dan Amerika sebagai “pemegang saham” terbesar berbagai bidang baik ekonomi, politik, ideologi, budaya di planet bumi. Akibatnya nilai karakter lokal suatu bangsa akan tergerus dan semakin terkikis di tanah airnya sendiri. Itulah yang dialami Pancasila sebagai Dasar Negara.
Padahal, sebagai ideologi terbuka , Pancasila pada prinsipnya dapat menerima unsur – unsur dari bangsa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai – nilai dasarnya. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan pemahaman dan pengamalan Pancasila selalu berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Pengaruh negatif globalisasi harus diwaspadai, karena globalisasi mampu meyakinkan sementara masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa manusia ke arah kemajuan dan kemakmuran .

Unknown mengatakan...

NAMA : BAYU MULFINDERA
NIM :A1012131128
KELAS : B(REGULER B) SEMESTER 3
MATA KULIAH : pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Bagi bangsa Indonesia, Pancasila menjadi "Paradigma Ideologis" tata hukum Indonesia untuk masa kini maupun masa ke depan. Berfungsi sebagai "cita hukum" dan "norma fundamental" Negara. Sebagai cita hukum, Pancasila memberikan arahan ideologis nilai etik dan moral terhadap cita hukum Indonesia ke masa depan. Cita hukum berarti berada pada ruang filsafati, yaitu harapan dan pemikiran ideal yang bersifat abstrak, terbaik, terbenar dan teradil.
Upaya mewujudkan cita hukum yang terbaik, terbenar dan teradil tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan sepenuhnya menjelma ideal kualitatif sejauh yang dapat dirasakan kebenarannya oleh hati nurani manusia dan dipikir oleh otak manusia.

Pancasila adalah sumber hukum Negara, Dengan menempatkan pancasila sebagai dasar dan idiologi Negara sekaligus dasar filosofis bangsa dan Negara sehingga peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila tersebut dan segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah.

Unknown mengatakan...

NAMA : FAISAL SUPARJO
NIM : A1012131109
KELAS : B SEMESTER 3
EMAIL : faisaldzaki8@gmil.com

Pancasila sebagai ideologi negara sudah final sebagai perekat dan pedoman bersama dalam hidup bernegara yang harus dijaga dan dipertahankan, pancasial sebagai dasar negara menjadi Rechtsidee yang harus dituangkan di dalam setiap pembuatan dan penegakan hukum, sebagai rechtsidee pancasil melahirkan sistem hukum sekaligus menjadi sumber segala sumber hukum.

Pancasila sebagai prismatika adalah :
a. Individualism dan komunalisme;
b. Sekularisme dan teokrasi;
c. Rechtstaat dan the Rule of Law;
d. Hukum sebagai alat atau hukum sebagai cermin;
e. Nilai local dan nilai-nilai universal;
f. Patembayan dan paguyuban.

Pancasila sebagai dasar negara menghargai dan memayungi penegakkan ham di indonesia. Hal itu dijabarkan melalui pasal pasal yang terdapat dalam konstitusi. Pancasila di katakan menghargai dan memayungi Ham karena setiap sila di dalam pancasila berkaitan erat dengan Ham. Sila 1 menjelaskan bahwa setiap penduduk indonesia memiliki hak kebebasan untuk memeluk agama sesuai kepercayaan. sila ke 2 menjelaskan bahwa semua manusia sama dan tidak di beda bedakan di mata hukum. sila ke 3 sangat jelas menjelaskan tentang persatuan indonesia yang sangat erat kaitannya dengan ham, yaitu manusia secara kodrati adalah manusia sosial yang perlu berhubungan satu sama lain. sila ke 4 menjelaskan tentang kebebasan berpendapat melalui musyawarah. dan sila ke 5 tentang keadilan bagi setiap individu yang kaya atau miskin, yang kuat maupun lemah. Semua itu menjadi satu kesatuan didalam teori, tetapi dalam prakteknya jauh panggang dengan api, karena belum ada satu pun kejahatan pelanggaran Ham berat dapat diadili di negara tercinta ini, hanya wacana, wacana dan wacana.
Globalisasi,sebuah kata yang mengandung makna sangat luas dan akibatnya sangat berpengaruh terhadap dunia global. Gelombang globalisasi memasuki dunia tanpa mampu dibendung. Ia menjadi alat pengubah yang sangat cepat dan hebat bagi dunia. Semua negara di dunia merasakan dampak globalisasi tanpa kecuali. Lalu bagaimana dampak yang dialami Indonesia? Apa kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia?
Globalisasi telah menyerang Indonesia. Terdapat tiga aspek mendasar pengaruh globalisasi ini meliputi pasar bebas (perdagangan), industrialisasi, dan pergeseran kebudayaan.
Pasar bebas merupakan ciri khas globalisasi. Pasar bebas dapat membinasakan siapa saja yang tidak mampu bertahan. Ini mencirikan bahwa pasar bebas membawa aspek liberalis dalam pelaksanaannya. Yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin, terbentuk suatu jurang kesenjangan ekonomi dan sosial yang dalam. Jelas ini berbeda dengan nilai-nilai bangsa dan negara Indonesia. Seharusnya bangsa Indonesia membangun perekonomian berdasarkan pada asas kekeluargaan sesuai yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan perekonomian harus berjalan seimbang bagi seluruh rakyat sehingga dapat tercapai kemakmuran yang merata. Namun, dengan adanya desakan globalisasi dalam wujud pasar bebas ini, asas kekeluargaan menjadi terabaikan. Swasta semakin egois mengikuti arus pasar bebas, sementara mereka yang tidak dapat mengikuti terlindas dan semakin sengsara. Jika demikian, dimanakah rasa persatuan dan kekeluargaan kita?

Unknown mengatakan...

Indikator lain dari globalisasi adalah industrialisasi. Industri menjamur di Indonesia, di setiap daerah, di setiap tempat, bahkan perumahan pun disita untuk pembangunan industri. Industri telah menjadi senjata bagi para swasta untuk memajukan perekonomiannya sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Mulai dari mengagung-agungkan modal asing, mengeksploitasi para buruh, hingga tak peduli dengan pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkannya. Apa yang akan terjadi dengan bangsa ini jika hal ini berlangsung terus? Perlu adanya suatu perubahan besar dalam pembangunan industri Indonesia demi keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional menjadi semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundering), peredaran dokumen keimigrasian palsu dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi mulai memudar. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung maka akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai identitas nasional.
Pergeseran budaya Indonesia menuju ke budaya barat juga merupakan dampak dari globalisasi. Begitu banyak perubahan sikap dan perilaku bangsa yang semakin memperburuk citra Indonesia. Sebut saja seks bebas dan perilaku masyarakat yang bangga jika bisa membeli barang impor. Lunturnya warisan budaya dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia itulah yang terjadi saat ini.
Tidak dapat dipungkiri. Indonesia harus mengikuti arus globalisasi. Namun, kita harus mengambil sisi positifnya dan menekan sisi negatif globalisasi. Dengan memegang teguh nilai-nilai berbangsa dan bernegara, kita pasti dapat mengikuti arus tanpa hanyut ke dasar yang dalam.

Unknown mengatakan...

NAMA : FAISAL SUPARJO
NIM : A1012131109
KELAS : B (REGULER B) SEMESTER 3
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Unknown mengatakan...

NAMA :

Unknown mengatakan...

NAMA : MUHAMMAD RAUSHAN DAMIR
NIM :A11107083
KELAS : B - REGULER B
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Pancasila senantiasa menjadi batu uji dalam setiap peraturan perundang-undangan, bahkan juga dalam penegakan hukum. Selain kita mengenal Pancasila, di dunia ini banyak sekali sistem hukum maupun ideologi. Lantas di mana posisi Pancasila di antara ideologi yang ada di dunia? Guna menjelaskan hal itu, digunakanlah teori prismatika sebagai karya ilmu pada 1961. “Teori itu mengatakan sistem kemasyarakatan seperti di Indonesia adalah sistem yang menggabungkan nilai-nilai yang sebenarnya saling bertentangan tetapi diambil unsur-unsurnya yang terbaik dan tergabung dalam satu ideologi,” keterkaitan teori prismatika dengan Pancasila.
“Apakah Pancasila mengajarkan sikap individualistik seperti Amerika atau komunalistik seperti di Rusia? Ternyata bangsa kita tidak menganut paham keduanya tersebut. Namun bangsa kita mengambil nilai-nilai positif dari sikap individualistik dan komunalistik. Itulah yang dinamakan Pancasila, ”Pancasila mengandung filosofi bahwa setiap individu memiliki hak asasi. Namun jangan lupa bahwa individu baru ada dan berguna kalau dia menyadari sebagai bagian dari masyarakat. Hal itu merupakan kesadaran ideologis bangsa kita. “Sama juga dalam bidang hukum. Sistem hukum di Indonesia menganut teori prismatika, hukum di Indonesia menghendaki kepastian bahwa aturan harus jelas, pasti ada dalam undang-undang,” Pancasila itu, menghendaki adanya kepastian hukum seperti hukum sipil di Eropa Kontinental. Hal yang pertama, walaupun UUD 1945 sudah mengalami perubahan, namun jiwa dan semangat UUD 1945 tetap ada terutama Pembukaan UUD 1945 yang memuat nilai-nilai dasar Pancasila. “Sedangkan hal kedua, prinsip-prinsip penting seperti prinsip ‘checks and balances’, prinsip ‘negara hukum’ maupun ‘penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia’ dan sebagainya hanya akan tinggal menjadi rangkaian kata-kata indah dalam konstitusi, apabila negara yaitu pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat itu sendiri tidak memahaminya dan tidak aktif menerapkannya,”

Unknown mengatakan...

Hubungan antara Hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan di setiap sila-sila dalam pancasila dan kita sebagai warga negara yang baik di harapkan dapat mengamalkannya di kehidupan sehari-hari sehingga tidak ada lagi pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia. Hak-hak asasi manusia dalam Pancasila dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan terperinci di dalam batang tubuh UUD 1945 yang merupakan hukum dasar konstitusional dan fundamental tentang dasar filsafat negara Republik Indonesia serat pedoman hidup bangsa Indonesia, terdapat pula ajaran pokok warga negara Indonesia. Yang pertama ialah perumusan ayat ke 1 pembukaan UUD tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa didunia.Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Berikut ini hubungan antara Hak asasi manusia dengan butir-butir Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Sila ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama , melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang.
3. Sila persatuan indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.
Globalisasi adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan,khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.Dengan terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya di bidang iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang terjadi di dunia.
Namun fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak positif,berbagai perubahan yang terjadi akibat dari globalisasi sudah sangat terasa, baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi informasi. Berbagai dampak negatif terjadi dikarenakan manusia kurang bisa memfilter dampak dari globalisasi sehingga lebih banyak mengambil hal-hal negatif dari pada hal-hal positif yang sebenarnya bisa lebih banyak kita dapatkan dari fenomena globalisasi ini. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara,berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak mampu untuk menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia,pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara,itu membuktikan bahwa pancasila merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia.

Unknown mengatakan...

Oleh karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa,dan kini mau tak mau,suka tak suka ,bangsa Indonesia berada di pusaran arus globalisasi dunia.Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jatidiri,kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi kemajuan tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing dengan dirinya sendiri.Mereka kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur pancasila. Dalam arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas antar setiap bangsa Indonesia,rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri. Dahulu,sesuai dengan tangan terbuka menerima masuknya pengaruh budaya hindu,islam,serta masuknya kaum barat yang akhirnya melahirkan kolonialisme.pengalaman pahit berupa kolonialisme tentu sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa pada zaman modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan. Dalam pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapat-rapat dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni Soviet—yang terkenal anti dunia luar—tidak bisa bertahan dan terpaksa membuka diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat bangsa dan rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal dari kebudayaan bangsa lain. Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional mesti ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak dengan sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik nadir. Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat. Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas.

Unknown mengatakan...


NAMA :MUHAMMAD MUKIP
N I M :A1012131219
KELAS :B (REG B) SEMESTER 3.
MA-KUL :PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
TAHUN AJARAN :2014/2015
DOSEN PENGAMPUH :TURIMAN FACHTURAHMAN NUR. SH.M.HUM.
saya akan mengomentari pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, pandangan saya sendiri itu betul dan benar sekali, pada kesimpulannya yang diatas bahwa saya pernah membacanya disitu, bahwa pancasila adalah sebagai dasar utama dan landasan bagi masyarakat, dan juga bisa di sebut juga inspirasi dan solusi dari segala bangsa, dan menurut pengetahuan saya, yang pernah saya baca di blog bapak turiman itu. jadi menurut saya bahwasanya peraturan-peraturan dan perundang-undangan itu, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila tersebut. kita dan juga masyarakat harus mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan bangsa dan Negara..
Demikian komentar saya terhadap pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, semoga menambah wawasan kita meskipun banyak kekurangan, terima kasih..

satrio mengatakan...

NAMA : AHMAD SATRIO
N I M : A11111238
KELAS :B (REG B)
MA-KUL :PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
TAHUN AJARAN :2014/2015
DOSEN PENGAMPUH :TURIMAN FACHTURAHMAN NUR. SH.M.HUM.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa hukum di Indonesia didasarkan pada Pancasila dimana Pancasila memiliki 2 fungsi cita hukum yaitu fungsi regulatif (menguji keadilan hukum) dan fungsi konstitutif (sebagai dasar hidup bernegara).
Masalah dalam pelaksanaan hukum di Indonesia saat ini semisal praktek KKN dapat diakibatkan karena sebagian rakyat Indonesia telah melupakan Pancasila sebagai dasar hukum di Indonesia dan menganggap hukum hanya sekedar aturan saja.
Padahal Pancasila sebagai dasar hukum di Indonesia terdiri dari nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan sosial, dan niali-nilai kebenaran lainnya, dimana apabila rakyat Indonesia mampu mengamalkan nilai-nilai ini dengan baik, maka bangsa Indonesia akan semakin maju dan berkembang. Pancasila menjaga bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab dan berdaulat.
Oleh karena itu, salah satu solusi permasalahan hukum di Indonesia adalah dengan memahami kembali dan memperbaiki pengamalan kita terhadap Pancasila serta terus memegang teguh Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian komentar yang dapat saya berikan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

NAMA : SANDY KURNIA CHRISTMAS
NIM : A01112110
MATA KULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
KELAS : B (REG.A)
SEMESTER : 7
ANGKATAN : 2012

Prismatiika Pancasila dapat diartikan sebagai suatu lima sudut yang menandakan lima sila dalam pancasila. Dikatakan sebagai prismatika karena dalam lima sila tersebut mengadung arti dan makna tersendiri. Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima sila tersebut sebenarnya dapat dikatakan tidaklah terlalu rumit dalam pemahaman, namun Ir. Soekarno sebagai pemrakarsa dibuatnya Pancasila membuat ini menjadi suatu Falsafah Negara yang sangat berarti. Walaupun begitu, sebenarnya konsep Pancasila ini sangatlah sulit untuk benar-benar diterapkan. Jika dilihat dari sudut pandang kejadian dilapangan yang terjadi saat ini, yaitu menyangkut tentang Hak Asasi Manusia serta Globalisasi membuat sebuah Ideologi Pancasila sepertinya harus lebih kuat. Tiap-tiap warganegara Indonesia haruslah mengerti dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila dalam Pancasila, bukan hanya sekedar pengucapannya belaka.
Banyak generasi muda saat ini yang kurang mengerti tentang konsep dasar Negara Indonesia, bahkan untuk menyebutkan apa itu falsafah Negara Indonesia saja mereka tidak tahu. Pendidikan Pancasila memang harus diajarkan kepada generasi muda, bahkan tua sekalipun. Dari sekolah dasar sampai kepada perguruan tinggi bahkan sampai kepada instansi-instasi pemerintahan maupun swasta seharusnya patutu diajarkan agar nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak pudar.
Pentingnya pemahaman tentang Pancasila ini harus, karena mengingat banyaknya goncangan kultural yang ada, baik intervensi dari Negara asing, bahkan dari negeri kita sendiri pun patut diwasadai. Pewaspadaan terhadap unsur-unsur asing ini diartikan bukan dalam artian kita menolak semua unsur asing yang masuk kenegeri kita, malainkan kita harus pintar dalam memilah hal-hal positif-negatif yang ada. Dalam hal ini pengaruh globalisasi ini sebenarnya berdampak baik, sebab dapat memajukan Negara kita, hanya saja dalam hal ini Pancasila sebagai pembendung utama dalam penyaringannya, sehingga perlu adanya pemahaman yang benar.
Kemudian terkait permasalahan Ham yang terjadi akhir-akhir, dari permasalahan perizinan rumah ibadah, penyerangan warga antar suku, dan lain-lain merupakan permasalahan hak asasi yang sering terjadi di negeri ini. Dalam Pancasila kita diajarkan untuk saling toleransi antar berbagai perbedaan, baik agama, suku, ras dan lain-lain. Ini menjadi penting akan adanya suatu keharmonisan.
Demikian komentar yang dapat saya berikan, saya ucapkan terima kasih.

muhammad irfan mengatakan...

Nama: Muhammad Irfan
NIM: A1011141072
Kelas: B
Reguler: (A)
Semester: 3
Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Angkatan: 2014

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,menurut saya Prismatika Hukum, HAM, Globalisasi dan Pancasila dapat tercipta dengan baik diindonesia jika keseluruhan dari empat komponen tersebut tidak dipisahkan dan dijadikan satu. agar bangsa indonesia menjadi lebih baik. terima kasih kepada bapak telah menulis artikel ini untuk membantu pembacanya dalam menyelesaikan suatu masalah pancasila atau memberi informasi secara baik kepada pembaca, saya rasa komentar saya cukup sekian dan terima kasih.

Unknown mengatakan...

Nama: Muhammad risky sukardi
NIM: A1011141289
Kelas: B
Reguler: (A)
Semester: 3
Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Angkatan: 2014

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,menurut saya Prismatika Hukum, HAMGagasan tentang kebangsaan, perikemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan dan prinsip Ketuhanan atau sekarang sesuai dengan urutan sila sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan adalah core values –nya bangsa dan menjadi sumber inspirasi dan solusi manakala kelima masalah kebangsaan itu muncul kembali. Prinsip prinsip Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan ini penting untuk diketahui, dimengerti dan dipahami oleh segenap elemen bangsa. Pada konteks inilah kita berbicara bagaimana nilai-nilai dasar Pancasila dapat diterima dan disosialisasikan kepada semua warganegara baik warganegara biasa (rakyat) dan terlebih lagi warganegara yang sedang menjalankan pemerintahan (pejabat negara). Nilai dasar yang dihayati warganegara ini nantinya bisa menjadi norma etik bernegara yang dapat dijadikan acuan bagi penyelesaian masalah kebangsaan dan kenegaraan.
Dalam pemaknaan yuridis, nilai dasar Pancasila yang terimplementasikan ke dalam hukum dasar negara maupun perundang – undangan negara bisa mengarahkan hukum Indonesia agar sesuai dengan cita hukum Indonesia. Pancasila pada konteks hukum adalah sebagai cita hukum yang memiliki dua fungsi yaitu; a) fungsi regulatif artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak adil bagi masyarakat b) fungsi konstitutif artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum Norma –norma hukum yang meliputi pelbagai peraturan perundangundangan negara Indonesia yang berpuncak pada UUD 1945 inilah yang mengatur tertib penyelenggaraan bernegara termasuk kehidupan warganegara. Berkaitan dengan hal ini maka yang diperlukan adalah kesadaran hukum warganegara baik rakyat negara ataupun penyelenggara negara untuk terlibat yang meliputi; mentaati peraturan perundangan yang berlaku, memberi masukan bagi proses penyusunan hukum dan mengawasi termasuk memberi penilaian terhadap hukum yang berlaku.

dan saya sangat suka dengan blog-blog bapak setiap mengeluarkan permasalahan di dlm blog-blog bapak

sekian dan terimakasih

Unknown mengatakan...

Nama : YUDHI KURNIA PUTRA
NIM : A1012141025
Reg : B
Semester : 3
Mata Kuliah : PPKN

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa
Pancasila sebagai paradigma artinya nilai – nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolak ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonsia.
1. Sebagai paradigma pembangunan pendidikan.
Pendidikan pada dasarnya adalah kemanusiaan, dan ini memuat hominiasi dan humanisasi. Salah satu agenda penting dalam upaya mengatasi krisis dalam kehidupan berbangsa kita adalah melalui pendidikan .
2. Sebagai paradigma pembangunan ideologi.
Ideologi merupakan prinsiip dinamika, karena merupakan pedoman yang berbentuk cita – cita
3. Sebagai paradigma pembangunan politik.
Dengan kelima prinsipnya pancasila menjadi dasar yang cukup integratif bagi kelompok – kelompok politik yang cukup modern dalam sejarah Indonesia.
4. Sebagai paradigma pembangunan ekonomi
Dalam penyusunan sistem ekonomi nasional yang tangguh untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, pancasila lah yang menjadi landasan filosofisnya.
5. Sebagai paradigma pengembangan sosial
Karena indonesia memiliki keberagaman budaya maka untuk mempersatukannya tetap menggunakan pancasila sebagai landasannya.
6. Sebagai paradigma pembangun ketahanan nasional
7. Kaitan pancasila dengan ketahanan nasional adalah kaitan antara ide yang mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersamaan.
8. Sebagai paradigma pembangun hukum
Hukum di indonesia bersumber pada pancasila
9. Sebagai paradigma pembangun beragama
Untuk mewujudkan kesatuan dan menghargai pluralitas dalam masyarakat.
10. Sebagai paradigma perkembangan ilmu teknologi
Ilmu teknologi yang berkembang harus dapat dipertanggung jawabkan tentang hak dan kewajiban dalam mengembangkan ilmu teknologi diatur dalam pancasila.
Demikian komentar dari saya, sekian dan trimakasih.

Ratih Amelia mengatakan...

Nama :Ratih Amelia Sulistyowati Dangin
NIM :A1011151087
Semester:3
Mata Kuliah:Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Kelas :B
Reguler :A
Angkatan:2015 , Tahun Ajaran:2016/2017

Pendapat saya adalah hukum pancasila sangatlah penting untuk dipelajari karena pancasila merupakan dasar dan ideologi negara sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara yang mengandung nilai-nilai beretika dalam negara dengan berlandaskan lima sila yaitu Ketuhanan,Kemanusian,Persatuan,Kerakyatan,Keadilan.Pancasila bukan hanya berupa teori tapi kita harus mempraktekkan nilai-nilai pancasila ini didalam kehidupan kita dimasyarakat agar kita menjadi masyarakat yang kokoh,sejahtera dan tidak terjadi perpecahan antar masyarakat. Tetapi tidak bisa dipungkiri masyarakat dinegara kita masih kurang menanamkan nilai-nilai pancasila.
Prismatik hukum merupakan tata nilai hukum yang khas yang diletakkan sebagai dasar untuk membangun hukum yang penjabarannya dapat disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang bersangkutan.Pancasila mempunyai 2 fungsi yaitu fungsi regulatif dan fungsi konstitutif, fungsi dari pancasila ini diperlukan agar kesadaran hukum warga negara baik rakyat negara ataupun penyelenggaraan bernegara yang meliputi: mentaati peraturan perundangan yang berlaku,memberi masukan bagi proses penyusunan hukum dan mengawasi termasuk memberi penilaian terhadap hukum yang berlaku. Jadi untuk meningkatkan kesadaran warganegara,perlulah sosialisasi terutama proses pendidikan pancasila.
Demikian komentar dari saya,jika ada salah kata saya mohon maaf. Terimakasih.

lidyaa octavia mengatakan...

Nama : Jovinka Dwi Saraswati
NIM : A1011171123
Mata Kuliah : Ilmu Negara
Kelas : C (Reg A)
Semester : 1
Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura
Assalamualaikum, selamat malam. Pertama saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Turiman sebagai dosen mata kuliah ilmu negara karena sudah membuat artikel yang sangat bermanfaat untuk menunjang pelajaran. Setelah saya membaca artikel ini, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan berkaitan dengan beberapa aspek yang saya rasa perlu dibahas.
Sebelumnya saya ingin membahas tentang Pancasila itu sendiri, bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Oleh karena itu, fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara didasarkan pada Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966, Ketetapan MPR No.V/MPR/1973, Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia.
HAM dalam Pancasila sesunguhnya telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 yang kemudian diperinci di dalam batang tubuhnya yang merupakan hukum dasar, hukum yang konstitusional dan fundamental bagi negara Republik Indonesia. Perumusan alinea pertama Pembukaan UUD membuktikan adanya pengakuan HAM ini secara universal. Ditegaskan di awal Pembukaan UUD itu tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia. Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Ketika Pancasila yang telah ditetapkan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia dihadapkan pada banyaknya persoalan yang mendera bangsa Indonesia, terlebih dengan semakin cepatnya perkembangan zaman yang diimbangi oleh derasnya arus globalisasi. Pengaruh masuknya budaya asing di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang dikuti tanpa adanya penyaringan kaidah, merupakan salah satu penyebab semakin terkikisnya nilai-nilai Pancasila dan rasa nasionalisme bangsa Indonesia.
Globalisasi telah memberikan tantangan baru yang mau tidak mau harus di hadapi dan di sikapi oleh semua elemen masyarakat. Era keterbukaan sudah mulai mengakar kuat di era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga identitas nasional adalah salah satu bagian mutlak yang harus dipegang agar tidak hilang dan terbawa arus globalisasi. Untuk dapat mangatasi dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari globalisasi tersebut, maka Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara harus tetap menjadi pijakan dalam bersikap karena Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia, memiliki posisi yang abadi di dalam jiwa bangsa Indonesia.
Saya rasa hanya itu yang bisa saya bahas. Terimakasih, Wassalamualaikum.

Yoshi25 mengatakan...

NAMA : YOSHI
NIM : A1011161130
SEMESTER : 3
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
KELAS : B
RUANG : VII
NO. HP : 089693689825

Dengan membaca artikel ini,saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Turiman,SH.M.Hum yang telah menyumbangkan segala pemikirannya tentang Pancasila dan NKRI, dengan adanya semangat nasionalisme seperti ini, maka kita sebagai bangsa Indonesia sudah sepantasnya harus menjunjung tinggi nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila,karena pada substansinya,Pancasila adalah sebagai :1).Dasar Negara,2).Ideologi Negara.3)Filosofis negara, dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila,maka tujuan negara akan tercapai dengan semestinya jika diamalkan dengan sungguh-sungguh dan sadar akan pentingnya implementasi terhadap nilai-nilai yang ada pada Pancasila.Semoga NKRI tercinta ini selalu damai.

Nimita Lifianka mengatakan...

Nama : Nimita Lifianka
NIM : A1011171117
Mata kuliah: Ilmu Negara
Semester : 1
Kelas : C (Reg A)
Ruang : 6
Prodi : Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, sebelumnya saya berterimakasih kepada bapak yang telah menulis artikel ini. Karena artikel ini menambah pengetahuan saya yang masih sangat kurang, dan memberi manfaat untuk yang membacanya. Dari yang saya baca bahwa pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang dijadikan sebgai tolak ukur dalam berperilaku di kehidupan sehari hari, yang di dalamnya terdapat aturan atau tatanan hukum dan memiliki beberapa fungsi. Kemudian di dalam artikel ini dijelaskan apa itu Prismatik Hukum. Kemudian juga dijelaskan bahwa nilai prismatik diletakan sebagai dasar untuk membangun hukum yang penjabarannya dapat disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Artinya nilai tersebut dapat berkembang dengan mudah di dalam kehidupan masyarakat, namun nilai tersebut tidak akan berjalan apabila masyarakat sendiri tidak sadar dan memahami adanya pancasila sebagai dasar negara. Yang diperparah masuknya era Globalisasi. Sudah dijelaskan juga di dalam artike, beberapa ciri globalisasi. Dari pengamatan saya terhadap dampaknya, bahwa globalisasi menghadirkan teknologi serta informasi global yang membentuk dan menghubungkan agen-agen globalisasi. Kemudian salah satu dampak buruknya, globalisasi membuat kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah dikalangan anak muda khususnya Indonesia.Dikhawatirkan kelak generasi-generasi bangsa tidak lagi memandang pancasila sebagai dasar negara dan tidak lagi mengamalkan sila-sila yang ada. Saya juga ingin mengutip isi artikel yang membahas “Isi dari gagasan atau ide mengenai Pancasila sesungguhnya merupakan jawaban prinsipal atas persoalan dasar kebangsaan Indonesia kala itu sebagai berikut:
1. Masalah pertama apa negara itu?. Masalah ini dijawab dengan prinsip kebangsaan Indonesia
2. Masakah kedua, bagaimana hubungan antar bangsa – antar negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip perikemanusiaan
3. Masalah ketiga siapakah sumber dan pemegang kekuasaan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip demokrasi.
4. Masalah keempat, apa tujuan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip negara kesejahteraan.
5. Masalah kelima, bagaimana hubungan antar agama dan negara ? Masalah ini dijawab dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dari lima gagasan diatas, agar nilai-nilai pancasila tidak termakan oleh perkembangan zaman, maka kita sebagai bangsa yang mencintai negaranya wajib menjaga dasar negara tersebut. Pancasila akan terus berkembang mengikuti zaman tanpa perubahan isi di dalamnya. Karena pancasila memang dibuat untuk menuntun warga negara Indonesia dalam berkehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan baik dan patuh terhadap hukum.
Hanya ini analisis dari saya terimakasih, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Unknown mengatakan...

Nama : Dieke Oktalia Wati
Nim : A1011171053
Kelas : A (Reguler A)
Semester : 1
Mata Kuliah :Pendidikan Pancasila

ass,
Saya akan memberikan pendapat saya mengenai Prismatika Hukum PAncasila. Dan menurut saya berdasarkan bacaan yang bapak buat ialah Prismatika hukum sebagai paradigma hukum pembangunan hukum HKI berdasarkan Pancasila, seharusnyan peraturan hukum HKI menyeimbangkan doktrin moral HKI seperti nilai penghargaan terhadap karya orang lain dan nilai kejujuran dengan nilai-nilai moral yang berakar dalam masyarakat Indonesia bahwa nilai komunalitas dan spiritualitas sebagai bagian dari kearifan lokal. Kearifan lokal dapat dianggap sebagai refleksi dari hukum yang hidup dan menghormati karya orang lain diharapkan untuk mampu mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dan inovatif dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan perubahan masyarakat
Demikian lah pendapat saya mengenai bacaan bapak, kurang lebih nya saya mengucapkan mohon maaf.
terimakasih.

Unknown mengatakan...

NAMA : Iswi Ellen Sulistiance
NIM : A1011171047
KELAS: A (REGULER A) SEMESTER 1
MATA KULIAH : Pendidikan Pancasila

Assalamualaikum, Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Turiman sebagai dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila karena sudah membuat artikel yang sangat bermanfaat untuk menunjang pelajaran bagi mahasiswa.
Prismatika hukum pancasila dapat saya pahami bahwa Pancasila bukan hanya sekedar sumber dari segala sumber hukum hukum di Indonesia maupun sebagai filsafat hukum negara Indonesia. Banyak dari kita tidak mengetahui apa itu pancasila sebagai dasar negara , banyak dari kita yang kurang memahami arti dari pancasila itu sendiri bahkan mungkin tidak hapal pancasila ini karna kurangnya pengetahuan akan pancasila dan juga akibat dampak globalisasi yang menjadi-menjadi sehingga banyak dari anak muda terutama yang sudah mengikuti gaya kebarat-baratan yang sangat berbanding terbalik dengan budaya adat diIndonesia jadi kita perlu penerapkan pancasila dalam kehidupan sehari hari dimasyarakat agar kita tidak mudah terpengaruh budaya asing serta tidak mudah melupakan kebudayaan asli dari Indonesia.

Unknown mengatakan...

NAMA : Iswi Ellen Sulistiance
NIM : A1011171047
KELAS: A (REGULER A) SEMESTER 1
MATA KULIAH : Pendidikan Pancasila

Assalamualaikum, Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Turiman sebagai dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila karena sudah membuat artikel yang sangat bermanfaat untuk menunjang pelajaran bagi mahasiswa.
Prismatika hukum pancasila dapat saya pahami bahwa Pancasila bukan hanya sekedar sumber dari segala sumber hukum hukum di Indonesia maupun sebagai filsafat hukum negara Indonesia. Banyak dari kita tidak mengetahui apa itu pancasila sebagai dasar negara , banyak dari kita yang kurang memahami arti dari pancasila itu sendiri bahkan mungkin tidak hapal pancasila ini karna kurangnya pengetahuan akan pancasila dan juga akibat dampak globalisasi yang menjadi-menjadi sehingga banyak dari anak muda terutama yang sudah mengikuti gaya kebarat-baratan yang sangat berbanding terbalik dengan budaya adat diIndonesia jadi kita perlu penerapkan pancasila dalam kehidupan sehari hari dimasyarakat agar kita tidak mudah terpengaruh budaya asing serta tidak mudah melupakan kebudayaan asli dari Indonesia.

Sepenggal kata mengatakan...

NAMA : PRONIKA MERLI
NIM : A1011171008
KELAS/RUANGAN : A/V
REGULER : A
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
NAMA DOSEN : TURIMAN,S.H.M.Hum

Salam sejahtera untuk kita semua sebelum saya memberikan komentar, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Turiman,SH.M.Hum yang telah memberikan tambahan wawasan kepada para pembaca artikel di blog ini.
Artikel ini berisi tentang Prismatika Hukum Pancasila. Menurut pandangan saya dari artikel di atas pancasila merupakan pondasi yang paling mendasar dalam landasan pancasila untuk di praktekkan di kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari ada oknum-oknum tertentu yang menyimpang dalam konteks pancasila. Hal ini disebabkan mulai memudarnya nilai-nilai dasar pancasila yang terpengaruh oleh globalisasi, hukum dan ketentuan yang berlaku di negara kita ini. Berdasarkan pancasila, seharusnya peraturan hukum dapat menyeimbangkan dokrin moral seperti nilai penghargaan terhadap karya orang lain dan nilai kejujuran dengan nilai-nilai moral yang berakar dalam masyarakat indonesia bahwa nilai komunalis dan spiritualitas sebagai bagian dari kearifan lokal. Kearifan lokal dapat dianggap sebagai refleksi dari hukum yang hidup dan menghormati karya orang lain diharapkan untuk mampu mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dan inovatif dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan perubahan masyarakat. Hukum sebagai study normatif dengan segala implikasinya dan ilmu sebagai study keilmuan dengan segala implikasinya pula. Hasil yang diharapkan dari penjelasan ini agar kita tidak terkunkung dari pandangan yang mendikotomikan ( atau bahkan mempertentangkan ) secara eksrim bahwa kajian hukum dalam prespektif keilmuan ( yang sifatnya mendoktrinalkan adalah salah sebaliknya. Keduanya tidak dapat dipisahkan begitu saja karena masing – masing memberi sumbangan satu sama lain dan muaranya pun juga demi tujuan keterbukaan hukum itu sendiri agar lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Turiman,SH.M.Hum yang telah menyempatkan diri untuk membaca komentar saya pada artikel Bapak yang sangat bermanfaat ini.

Posting Komentar