PROMOSI JABATAN
TERBUKA TIDAK SAMA DENGAN “LELANG
JABATAN”
oleh: Turiman
Fachturahman Nur
Pertanyaan yang menjadi topik diskusi di harian Pontianak
Post 7 Sepetember 2015 adalah apakah model promosi jabatan terbuka efektif dan selaras dengan
Good Governance ? Apakah Promosi jabatan Terbuka (open binding) sama dengan Lelang Jabatan?
Menurut saya menyamakan promosi jabatan terbuka dengan lelang jabatan adalah salah kaprah,
mengapa saya nyatakan salah kaprah, karena promosi jabatan terbuka ini hanyalah
salah satu bagian dari manajemen ASN UU
Nomor 5 Tahun 2014 memberikan batasan, pada pasal 1 angka 3, bahwa Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang
profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pertanyaan bagaimana konsep manajemen ASN. Pasal
52 Manajemen ASN meliputi Manajemen PNS dan Manajemen PPPK. Oleh itu lelalng
jabatan adalah salah kaprah, karena kata lelang konmotasi negatif Kata
‘lelang’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ”penjualan barang/benda di
hadapan orang banyak yang dipimpin pejabat lelang, dengan penawaran, siapa yang
paling tinggi maka dia sebagai pemenang.”
Pertanyaannya adalah bagaimana
konsep manajemen ASN untuk PNS baik di daerah mapun di pusat, yaitu menggunakan
SISTEM MERIT
Pertanyaan
selanjutnya apakah yang dimaksud sistem merit ? Sistem Merit adalah kebijakan dan
Manajemen ASN yang berdasarkan pada: 1.kualifikasi, 2.kompetensi, dan 3.kinerja
secara adil dan
wajar dengan tanpa membedakan latar belakang : politik, ras, warna kulit,
agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi
kecacatan.(pasal 1 angka 22 UU No 5 Tahun 2014
Jadi berkaitan dengan sistem merit
ini dilakukan salahs atunya adalah promosi jabatan secara terbuka yang diatur
dari pasal 69 sampai dengan pasal 74 UU NO 5 tahun 2014, namun perlu
diperhatikan secara hukum kepegawaian pernyataan Pasal 74 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan
karier, pengembangan kompetensi, pola
karier, promosi, dan mutasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 73 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Kemudian keadaan mendesak sebelum keluarnya peraturan
pemerintah menteri mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan
Tinggi secara Terbuka Di Lingkungan Instansi Pemerintah, sebagaimana dalam
konsideran Menimbang : a. bahwa dalam
rangka memenuhi kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan,
rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan
untuk menduduki jabatan pimpinan tinggi sesuai dengan amanat Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014, maka instansi pemerintah perlu melakukan promosi jabatan
pimpinan tinggi secara terbuka;
Apa yang dimakud jabatam tinggi
dalam UU ASN Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok
jabatan tinggi pada instansi pemerintah. (pasal 1 angka 7) Pasal 19 UU ASN
(1) Jabatan Pimpinan Tinggi
terdiri atas: a. jabatan pimpinan tinggi utama;b. jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. jabatan
pimpinan
tinggi pratama.Lagi lagi pada ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penetapan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang
dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jadi keberadaan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara
Pengisian Jabatan Tinggi secara Terbuka Di Lingkungan Instansi Pemerintah
secara hukum ada terobosan hukum dan sebagai peraturan kebijakan
Persoalan apakah efektif dan selaras dengan prinsip-prinsip good
governance ? Menurut saya bahwa promosi jabatan terbuka selama mengikuti asas
asas Pasal 2 yang menyatakan Penyelenggaraan
kebijakan dan
Manajemen ASN berdasarkan pada asas: a. kepastian hukum; b. profesionalitas; c. proporsionalitas; d. keterpaduan; e. delegasi; f. netralitas; g. akuntabilitas; h. efektif dan efisien; i.
keterbukaan; j. nondiskriminatif; k. persatuan dan kesatuan; l.
keadilan dan kesetaraan; dan m. kesejahteraan.
Pertanyaan ini memberikan pemahaman
kepada kita, bahwa ada salah persepsi tentang promosi jabatan terbuka dan
lelang jabatan. Adalah menarik untuk dikemukan pernyataan Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional menegaskan
bahwa istilah lelang jabatan yang dimaksudkan sebagai sistem rekrutmen terbuka
bagi pejabat publik, salah kaprah.
Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional Erry Riyana Hardjapamekas menjelaskan, bahwa sistem pengangkatan, penempatan dan mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai pejabat di instansi Pemerintah Pusat dan Daerah perlu dilakukan secara terbuka dan kompetitif.
Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional Erry Riyana Hardjapamekas menjelaskan, bahwa sistem pengangkatan, penempatan dan mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai pejabat di instansi Pemerintah Pusat dan Daerah perlu dilakukan secara terbuka dan kompetitif.
Sehingga, lanjut dia, yang diangkat adalah para pejabat yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang
diperlukan untuk jabatan yang hendak diisi. Atau istilahnya yakni 'the right
man on the right place'.
Dia menambahkan, salah satu langkah perbaikan yang ditempuh Pemerintah
adalah dengan memberlakukan sistem
rekrutmen terbuka. Yang dimaksud dengan rekrutmen terbuka, sambung
dia, adalah menjaring aparatur sipil negara dari mana saja, dengan kualifikasi
dan kompetensi yang diperlukan oleh instansi yang membutuhkanya.
"Belakangan ini dalam pidato resmi pejabat, pemberitaan, maupun
dalam diskusi dan seminar muncul istilah baru, yaitu 'lelang jabatan' untuk
menamakan proses penyeleksian calon pejabat secara terbuka dan kompetif,"
ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Sudirman, Jakarta, Selasa
(17/9/2013).
Reformasi birokrasi pemerintahan
diartikan sebagai penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan dalam bentuk
penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi pemerintahan untuk mengubah
tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian
tujuan pembangunan.
Secara normatif didalam Peraturan MENPAN
No. PER/15/M.PAN/7/2009, Tentang: Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Reformasi
Birokrasi adalah upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek
kelembagaan, ketatalaksanaan dan SDM aparatur.
Disebutkan
pula bahwa : Reformasi Birokrasi adalah langkah-langkah strategis
untuk membangun aparatur Negara agar lebih berdayaguna dan berhasilguna dalam
mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
Keluarnya UU No 5/ 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN) seakan menjadi babak baru dalam sistem administrasi
kepegawaian di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyak perubahan mendasar dan
prinsip dalam sistem administrasi kepegawaian yang baru ini. Sesuatu hal sangat
menarik untuk diperbincangkan di daerah pada saat ini tentunya terkait dengan
sistem seleksi pengisian jabatan pada pemerintah daerah. Berbagai tanggapan
telah bermunculan dari berbagai unsur khususnya dari pegawai negeri sipil
(calon pejabat) di daerah terkait dengan pengisian jabatan ini.
Ada yang bersikap sangat antusias, ada
yang bersikap lesu darah, ada yang diam-diam saja seakan tanpa masalah, dan ada
juga yang bertanya-tanya kebingungan dengan sistem rekrutmen jabatan yang baru
ini. Apalagi mengingat belum adanya peraturan pemerintah lainnya yang
dikeluarkan terkait dengan teknis operasional dari implementasi UU ASN ini,
baru dalam bentuk Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia No13/ 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Secara substansi, asas
penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada pasal 2 UU ASN
adalah sebagai berikut; kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas,
keterpaduan, delegasi, netralisir, akuntabilitas, efektif dan efisien,
keterbukaan, nondiskriminatif, persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan,
dan kesejahteraan.
Salah satu subtansi pasal 2 UU ASN
(UU No 5 tahu 2014) adalah adanya
keterbukaan atau dikenal dalam good
governance adalah transparansi.
Pertanyaannya siapakah yang melaksanakan
asas penyelenggaraan kebijakandan manajemen ASN dipusat dan di daerah ?
Pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud memberikan rekomendasi usulan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansi masing-masing. “Pejabat yang
Berwenang mengusulkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pejabat
Administrasi dan Pejabat Fungsional kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di
instansi masing-masing,” bunyi Pasal 54 Ayat (4) UU ini. Manajemen PNS pada
Instansi Pusat, menurut UU No. 5/2014 ini, dilaksanakan oleh pemerintah pusat,
sementara Manajemen PNS pada Instansi Daerah dilaksanakan oleh pemerintah
daerah.
Pasal
56 UU ini menegaskan, setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan
jumlah dan jenis jabatan PNS
berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Penyusunan kebutuhan
sebagaimana dimaksud dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci
per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan. Berdasarkan penyusunan kebutuhan
ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB)
menetapkan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS secara nasional. Adapun dalam
hal pengadaan, ditegaskan Pasal 58 UU No.5/2014 ini, bahwa pengadaan PNS
merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan Jabatan Administrasi dan/atau
Jabatan Fungsional dalam suatu Instansi Pemeirntah, yang dilakukan berdasarkan
penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri PAN-RB. “Pengadaan PNS
sebagaimana dimaksud dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman
lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan
pengangkatan menjadi PNS,” bunyi Pasal 58 Ayat (4) UU No. 5/2014 ini.
Disebutkan dalam UU
ini, setiap Instansi Pemerintah mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat
adanya kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon PNS, dan setiap Warga Negara
Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS setelah
memenuhi persyaratan.
Adapun
penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS harus dilakukan melalui penilaian secara
objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang
dibutuhkan oleh jabatan. Penyelenggaraan seleksi sebagaimana dimaksud terdiri
dari 3 (tiga) tahap, meliputi seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar,
dan seleksi kompetensi bidang “Peserta yang lolos seleksi diangkat menjadi
calon PNS, dan pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat
Pembina Kepegawaian,” bunyi Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
Selain
itu UU ini menegaskan, calon PNS wajib menjalani masa percobaan, yang
dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi, untuk
membangunan integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan
memperkuat profesionalisme serta kompetenti bidang.“Masa percobaan sebagaimana
dimaksud bagi calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun, dan selama masa percobaan,
Instansi Pemerintah wajib memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon
PNS,” b unyi Pasal 64 Ayat (1,2) UU ini.
Menurut
UU No. 5/2014 ini, Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi
persyaratan: a. Lulus pendidikan dan pelatihan; dan b. Sehat jasmani dan
rohani. Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan diangkat menjadi PNS oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian, dan calon PNS yang tidak memenuhi diberhentikan
sebagai calon PNS.
Berkaitan dengan Pangkat dan Jabatan Pasal 68 UU ini menegaskan, PNS
diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi Pemerintah
berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dimiliki oleh yang bersangkutan. PNS juga dapat diangkat dalam
jabatan tertentu pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan pangkat atau jabatan yang
disesuaikan dengan pangkat dan jabatan di lingkungan instansi Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Adapun
pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kulifikasi, kompetensi, penilaian
kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah, yang dilakukan dengan
mempertimbangkan integritas dan moralitas. Sementara promosi PNS dilakukan
berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan
yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan,
kerjasama, kreativitas, dan pertimbangan dari tim penilai kinerja PNS pada
Instansi Pemerintah, tanpa membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan.
“Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke
jenjang jabatan yang lebih tinggi, yang dilakukan oleh Pejabat pembina
Kepegawaian setelah mendapat pertimbangan tim penilai kinerja PNS pada Instansi
Pemerintah,” bunyi Pasal 72 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
itu.
Patut disadari, bahwa UU ASN merupakan produk hukum yang cukup kompleks dan membutuhkan
penafsiran yang komprehensif. Oleh karena itu
dengan terbitnya UU ASN, yakni UU No 5 Tahun 2014 diharapkan.dalam penjabaran
peraturan pelaksanaannya jangan sampai multitafsir, oleh karena itulah, dibutuhkan banyak masukan dari
berbagai pihak agar penafsiran UU ASN, yang nantinya termanifestasi dalam
PP/Perpres-nya, tidak menjadi salah sasaran atau jauh dari harapan kolektif
atas perubahan dalam manajemen SDM aparatur.
Jika kita membaca nomenklatur judul UU ini adalah, yaitu aparatur sipil negara. Dalam
Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa aparatur sipil negara adalah “profesi
bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja
(PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah”. Sementara itu, pada butir 2
disebutkan bahwa pegawai ASN adalah "PNS dan PPPK yang
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan”.
Selanjutnya pada pasal 3 UU ASN
ini dinyatakan dengan tegas bahwa; ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip
sebagai berikut; nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, komitmen, integritas
moral, dan tanggungjawab pada pelayanan publik, kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi akademik, jaminan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas; dan profesionalitas jabatan.
Berdasarkan pasal 51 UU No5/ 2014 tentang
ASN dinyatakan dengan jelas bahwa; ?Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan
sistem merit?, yang dimaksudkan dengan sistem merit berdasarkan pasal 1
ayat (22) UU ASN adalah sebagai berikut; ?kebijakan dan manajemen ASN yang
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar
dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal
usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan?.
Sehubungan dengan hal tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan dan manajemen ASN dalam penerimaan
pegawai dan seleksi jabatan didasarkan kepada; kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja.
Apabila diperhatikan secara seksama dasar pemikiran dan manajemen dari UU ASN ini memang sangat objektif dan transparan dalam merekrut pegawai dan pejabat pemerintah yang lebih berkualitas dan profesional sesuai dengan asas dan prinsip UU ASN tersebut, namun apabila diperhatikan dan dianalisis lebih dalam dengan berbagai fenomena yang ada, maka masih terlihat adanya dilema-dilema yang terkait dengan proses dan prosedur dalam rekrutmen jabatan pada pemerintah daerah ini. Bisa saja hal ini nantinya akan dapat membuat berbagai permasalahan baru dalam implementasi UU ASN ini, khususnya dalam proses dan prosedur rekrutmen jabatan pada pemerintah daerah.
Apabila diperhatikan secara seksama dasar pemikiran dan manajemen dari UU ASN ini memang sangat objektif dan transparan dalam merekrut pegawai dan pejabat pemerintah yang lebih berkualitas dan profesional sesuai dengan asas dan prinsip UU ASN tersebut, namun apabila diperhatikan dan dianalisis lebih dalam dengan berbagai fenomena yang ada, maka masih terlihat adanya dilema-dilema yang terkait dengan proses dan prosedur dalam rekrutmen jabatan pada pemerintah daerah ini. Bisa saja hal ini nantinya akan dapat membuat berbagai permasalahan baru dalam implementasi UU ASN ini, khususnya dalam proses dan prosedur rekrutmen jabatan pada pemerintah daerah.
Beberapa dilema yang dapat terlihat
dalam proses penerapan UU ASN maupun dalam penerapan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No13/ 2014 tentang Tata
Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan Instansi pemerintah,
diantaranya adalah sebagai berikut;[1]
Pertama, masih belum
terlihatnya aturan mengenai batasan yang jelas tentang berapa jumlah maksimal
jabatan yang dapat diikuti oleh seorang calon pejabat dalam proses lelang
jabatan tersebut. Apakah hanya melamar pada satu jabatan atau dapat melamar
pada beberapa jabatan.
Kedua, bagaimana seorang calon pejabat dapat menentukan pilihan jabatannya yang dianggap sesuai dengan kompetensi dirinya nya? Karena tawaran jabatan yang ditawarkan/dilelang tidak dijelaskan kompetensi apa yang diperlukan oleh suatu jenis jabatan yang dilelang tersebut.
Ketiga, apabila suatu
jabatan diminati oleh banyak orang, sedangkan pejabat yang akan ditetapkan
menduduki jabatan tersebut hanya satu orang, bagaimana tindaklanjut dari
beberapa pejabat yang lain tidak dapat didudukkan di jabatan tersebut? Padahal
mungkin saja mereka juga berstatus layak untuk duduk pada jabatan tinggi
tersebut, apakah para pejabat ini harus membuat permohonan atau melamar kembali
untuk jabatan yang lain pada tingkatan jabatan yang sama?
Keempat, apakah calon pejabat tinggi ini harus melamar pada jabatan yang sedang didudukinya pada saat ini? Atau pada jabatan lain yang dianggap sesuai dengan kompetensinya, hal ini tidak ada penjelasan yang lebih jelas dari lembaga yang berwenang dengan implementasi ASN ini.
Keempat, apakah calon pejabat tinggi ini harus melamar pada jabatan yang sedang didudukinya pada saat ini? Atau pada jabatan lain yang dianggap sesuai dengan kompetensinya, hal ini tidak ada penjelasan yang lebih jelas dari lembaga yang berwenang dengan implementasi ASN ini.
Kelima, apakah calon pejabat
yang tidak memenuhi syarat baik dari sisi kualifikasi maupun kompetensinya
untuk duduk pada jabatan tinggi dapat melamar pada jabatan yang lebih rendah
atau jabatan administrasi?
Keenam, belum jelasnya
batasan kewenangan dari tim seleksi jabatan ini, apakah sampai pada penentuan
tempat suatu jabatan? Atau hanya sampai pada menentukan layak atau tidak
layaknya seorang calon pejabat pada tingkatan dan jenis jabatan seperti yang
telah diatur dalam UU ini. Apabila kewenangan tim seleksi sampai pada tahapan
penentuan jabatan maka bagaimana pula kapasitas kepala daerah yang juga
memiliki penilaian tersendiri terhadap para pejabat di lingkungan kerjanya
sebagai atasan langsung? Sehingga apakah kepala daerah juga memiliki kewenangan
untuk memiliki pandangan yang tidak berbeda dengan rekomendasi tim seleksi?
Sehingga bagaimana tindaklanjutnya apabila kepala daerah memiliki pandangan
yang berbeda dengan hasil rekomendasi tim seleksi jabatan?
Ketujuh, apakah tim seleksi
jabatan pada pemerintah daerah telah memahami betul tentang UU ASN yang terdiri
dari 15 bab dan 141 pasal tersebut? Hal ini mengingat latar belakang pendidikan
dari tim seleksi yang juga berbeda-beda dan bahkan mungkin saja ada yang
anggota tim seleksi yang belum pernah belajar tentang administrasi kepegawaian
dengan berbagai dinamikanya. Karena organisasi pemerintahan tidak sama dengan
organisasi bisnis dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. Dengan kondisi
tersebut tentunya akan bisa terjadi perbedaan penafsiran terhadap substansi dan
filosofis dari UU ASN tersebut.
Sehingga apabila kita lihat berbagai fenomena yang terjadi pada proses rekrutmen calon pejabat tersebut, maka masih banyak hal yang menjadi dilema dalam penerapan UU ASN ini khususnya pada pelaksanaan rekrutmen jabatan di daerah, sehingga apabila hal ini tidak dicarikan solusi dan tindaklanjutnya tentu akan menimbulkan masalah baru dalam pelaksanaan administrasi kepegawaian di Indonesia khususnya administrasi kepegawaian di daerah. Oleh karena itu, dalam penerapan UU ASN ini, khususnya dalam hal rekrutmen calon pejabat tersebut, khususnya pejabat di daerah perlu dilakukan: Pertama, perlu persamaan persepsi terhadap substansi dan implementasi dari UU ASN tersebut baik dari sisi unsur penyelenggara seperti tim seleksi, kepala daerah, legislatif, para stakeholder lainnya, maupun para calon pejabat yang akan diseleksi.
Sehingga apabila kita lihat berbagai fenomena yang terjadi pada proses rekrutmen calon pejabat tersebut, maka masih banyak hal yang menjadi dilema dalam penerapan UU ASN ini khususnya pada pelaksanaan rekrutmen jabatan di daerah, sehingga apabila hal ini tidak dicarikan solusi dan tindaklanjutnya tentu akan menimbulkan masalah baru dalam pelaksanaan administrasi kepegawaian di Indonesia khususnya administrasi kepegawaian di daerah. Oleh karena itu, dalam penerapan UU ASN ini, khususnya dalam hal rekrutmen calon pejabat tersebut, khususnya pejabat di daerah perlu dilakukan: Pertama, perlu persamaan persepsi terhadap substansi dan implementasi dari UU ASN tersebut baik dari sisi unsur penyelenggara seperti tim seleksi, kepala daerah, legislatif, para stakeholder lainnya, maupun para calon pejabat yang akan diseleksi.
Kedua, perlu aturan-aturan
lainnya atau kebijakan pemerintah lainnya sebagai suatu batasan untuk menutupi
berbagai kekosongan aturan yang ada pada UU ASN ini terkait dengan kondisi
realita dinamika implementasi UU ASN tersebut. Ketiga, perlu dilakukan sosialisasi
kepada para calon pejabat peserta lelang jabatan yang lebih intesif terkait
dengan permasalahan yang lebih teknis dengan proses dan prosedur dari rekrutmen
jabatan ini.
Keempat, perlu secepatnya
keperluan kompetensi jabatan yang ditawarkan disampaikan kepada para calon
pejabat yang akan mengikuti lelang jabatan tersebut, sehingga para calon
pejabat tersebut tidak salah dalam memilih jabatan yang sesuai dengan
kompetensi dirinya.
Keenam, surat edaran
penawaran jabatan ini perlu disampaikan kepada seluruh calon pejabat yang
memenuhi persyaratan, sehingga tidak hanya terbatas kepada para pejabat yang
sedang memegang jabatan pada saat ini saja, agar asas transparansi sebagai
salah satu asas dalam UU ASN ini dapat direalisaskan sebagaimana mestinya.
Diharapkan dapat dicarikan solusi yang
terbaik dalam menjawab berbagai dilema yang terjadi dalam penerapan UU ASN ini.
1 komentar:
Nama : Elyzabeth
NIM : A01112076
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaran
Kelas : B
Semester : 7
fakultas Hukum UNTAN
Berikut adalah analisa dari saya. Sebelumnnya perlu juga dibukakan penjelasan singkat mengenai Good Governance, yang mana 10 prinsipnya yaitu adalah :
1. Akuntabilitas : Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
2. pengawasan : Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.
3. Daya tanggap: Meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.
4. Profesionalisme: Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggaraan pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau.
5. Efesiensi dan Efektivitas: Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal & bertanggung jawab.
6. Transparansi: Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi.
7. Kesetaraan: Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
8. Wawasan ke depan: Membangun daerah berdasarkan visi & strategis yang jelas & mengikuti-sertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.
9. Partisipasi : Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung mapun tidak langsung.
10. Penegakan hukum : Mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Untuk mencapai Good Governance, perlu adanya Clean government. Yang dimaksud dengan Clean government adalah pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Dengan adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aperatur Sipil Negara ini membantu proses pencapaian dari Clear Government tersebut.
Perlu dipahami bersama bahwa inti dari tulisan di atas adalah Promosi Jabatan Terbuka yang merupakan salah satu sistem dari konsep manajemen aperatur sipil negara yaitu sistem merit, bukan lah suatu “lelang jabatan”. Seperti yang kita ketahui bersama, lelang jabatan dewasa ini kerap kali dipraktekan terutama di pemerintahan daerah yang jauh dari sorotan publik pusat. Praktek lapangan yang terjadi adalah kepala daerah yang terpilih dan sudah ditetapkan akan memilih kepala SKPD berdasarkan masukan dari parpol-parpol pemenang, ataupun berdasarkan famili dan berdasarkan orang-orang dalam tim sukses yang dari kepala daerah yang baru. Oleh sebab itu dengan adanya Promosi Jabatan Terbuka ini dimaksudkan untuk meminimalkan praktek lelang jabatan tadi.
Namun UU ASN ini yang tergolong baru 1 tahun berlaku belum memiliki peraturan penunjang ataupun peraturan teknis nya, sehingga dalam penafsirannya pun akan berujung pada multitafsir, oleh sebab itu seperti yang tertulis dalam artikel diatas, masih perlu banyak masukan dan solusi untuk penerapan Undang-Undang Aperatur Sipil Negara tersebut.
Semoga analisa ini dapat membantu rekan-rekan mahasiswa dalam memahami dinamika perkembangan pemerintahan di negara kita. Terima kasih.
Posting Komentar