Menelusuri
Riwayat Sejarah Kerajaan Kubu Di
Kalimatan Barat
Oleh:
Turiman Fachturahman Nur
Sebuah harapan Ahlul Bait Alaydrus
Keluarga besar Kerajaan Kubu
akan memperingati tahun ke-224 wafatnya Sayyid
Idrus bin Abdurrahman Alaydrus di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya,
Kalimantan Barat, pada Minggu 21 Oktober 2012, Ketua Umum Panitia Haul Akbar
Raja Kubu I tahun 2012, H Rafik bin Yusuf Alaydrus saat dihubungi di Pontianak,
Jumat mengatakan, momentum kali ini selain mengenang semangat juang Sayyid
Idrus bin Sayyid Abdurrahman Alaydrus yang pertama kali membuka Kerajaan Kubu,
juga menjadi wadah bersatunya segenap keluarga besar dan kabilah Alaydrus serta
kaum Alawiyin yang tersebar di penjuru Nusantara.
Menurut dia, Kerajaan Kubu
dulu wilayahnya meliputi Sungai Raya, Ambawang, Terentang, Kubu, Batu Ampar,
Sungai Kakap dan Teluk Pakedai. "Kini sudah menjadi Kabupaten Kubu
Raya sejak Juli 2007. Kerajaan Kubu merupakan aset budaya, sejarah bangsa Indonesia,
terutama Kalbar dan Kabupaten Kubu Raya,".
Ia melanjutkan, terkait hal
itu, pihaknya meminta pemerintah daerah khususnya Kabupaten Kubu Raya ikut
peduli terhadap pemajuan dan pelestarian Kerajaan Kubu/Ambawang sebagai salah
satu aset atau situs sejarah yang dimiliki Kalbar.
Ia juga mengajak seluruh
masyarakat, termasuk peneliti dan peminat sejarah untuk bersama-sama
menyukseskan, meramaikan dan memanfaatkan momentum tersebut. "Sebagai
bahan kajian dan informasi karena banyak situs serta informasi berharga yang
dapat digali dan disebarluaskan sebagai salah satu bentuk kepedulian
melestarikan dan membina khazanah budaya," .
Haul yang dimulai pukul
08.30 WIB itu bertempat di Kompleks Keraton dan Makam Kerajaan Kubu, Kecamatan
Kubu. Panitia mendatangkan penceramah Habib Zaky Alaydrus dan Habib Abdul Kadir Assegaf dari Jakarta serta Habib
Abdurrahman Almuthahar dari Pontianak.
Syarif Rafik bin Yusuf Alaydrus
dinobatkan sebagai Raja Kubu dengan gelar Pangeran Mangkunegara Kerajaan Kubu
di Aula Mesjid Agung Pontianak, Minggu
11 Januari 2015.
Ashadi Yusuf Alaydrus di
Pontianak mengatakan penobatan Sy Rafik bin Yusuf Alaydrus sebagai Pangeran
Mangkunegara Kerajaan Kubu, setelah melalui islah dan disaksikan oleh seluruh
kerabat Alaydrus anak cucu dari Al-Habib Idrus bin Abdurrahman Alaydrus.
"Sejarah membuktikan,
bahwa Kerajaan Kubu pernah dipimpin oleh seorang Raja yang bergelar Tuan Besar
Raja Kubu ke-IX, yaitu Sy Hasan bin Zain Alaydrus," . Sy Ismail bin Hasan
bin Zain Alaydrus adalah putra dari Tuan Besar Raja Kubu yang tercatat dalam
sejarah. Maka Sy Ismail, putra Sy Hasan bin Zain Raja Kubu yang
ke-IX berhak sekaligus diakui sebagai penerus kerajaan Kubu yang bergelar Tuan
Besar Yang Dipertuankan. "Dengan
adanya Sy Ismail bin Hasan Alaydrus yang bergelar Tuan Besar Yang Dipertuankan,
walaupun hanya sebagai situs budaya tetapi beliau sekaligus merupakan simbol
Kerajaan Kubu yang sudah lama hilang,"
Sekarang, kata Ashadi yang
juga sebagai Ketua Pelaksana Islah Kerajaan Kubu, Kerajaan Kubu sudah mempunyai
Raja, untuk meneruskan marwah kerajaan yang ditinggalkan oleh nenek moyang
mereka
Sebuah Penelusuran Catatan
Kesultanan Kubu
Kalimantan Barat sangat kaya
khazanah budaya dan sejarah. Daerah ini memiliki banyak situs peninggalan
sejarah yang pantas dilestarikan, terutama situs yang berhubungan dengan
kerajaan atau kesultanan. Walaupun banyak yang sudah tidak menyisakan
peninggalan fisik seperti bangunan, namun peninggalan non fisik seperti cerita
rakyat tetap ada. Cerita itu memperkaya sejarah Kalbar yang sudah tersebar
secara luas di buku-buku maupun dunia maya (internet).
Kerajaan Kubu
diperkirakan berdiri dari sejak abad ke 18 Masehi. Keberadaan objek wisata sejarah Kerajaan Kubu di Kecamatan Kubu yang
cukup terkenal di Kalimantan Barat merupakan salah satu situs sejarah yang
tertua dan merupakan titik sasaran bagi para pelancong, baik pelancong dari
dalam negeri maupun luar negeri yang kebanyakan dari etnis melayu, sering
berkunjung dan berziarah ke situs wisata bersejarah di Kerajaan Kubu tersebut
Salah satu situs kerajaan yang
sudah tersebar di dunia maya adalah situs tentang Kerajaan Kubu. Kerajaan yang
terletak di Kabupaten Kubu Raya tidak bisa dipisahkan dengan sejarah Kesultanan
Pontianak.
Kedatangan saudagar dari daerah
Hadramaut di Selatan Jazirah Arab yang berjumlah 45 orang merupakan awal
kemunculan kerajaan-kerajaan Melayu di Kalbar. Kedatangan mereka mulanya hanya
bertujuan untuk berdagang di lautan Timur-jauh (Asia).
Leluhur
dan Tuan Besar (Raja) Kerajaan Kubu pertama, yaitu Syarif Idrus Al-Idrus. Ia
adalah menantu dari Tuan Besar (Panembahan) Mampawa (Mempawah). Syarif Idrus
juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kesultanan Pontianak. Pada awalnya
Syarif Idrus membangun perkampungan di dekat muara Sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan.
Lama-kelamaan perkampungan ini menjadi maju dan berkembang.
Keluarga Syarif Idrus Al-Idrus
tumbuh menjadi keluarga yang kaya-raya melalui perdagangan yang maju. Mereka
membangun hubungan yang terjaga baik dengan Kerajaan Inggris Raya, pada masa
pemerintahan Gubernur Jendral Sir Thomas
Stanford Raffles (yang membangun Singapura), saat
Raffles ditugaskan di Hindia Belanda. Hubungan ini berlanjut hingga setelah
kembalinya Belanda ke Indonesia (Hindia Belanda) dan dirintisnya pembangunan
pulau Singapura. Namun hubungan ini tidak disukai Kerajaan Belanda yang secara
formal mengendalikan Pulau Kalimantan berdasarkan kontrak perjanjian
bangsa-bangsa yang ditetapkan pada tahun 1823.
Sejarah Singkat
Kerajaan Kubu
Kerajaan
Kubu didirikan oleh Syarif Al Idrus, seorang penyebar ajaran islam dari
Ar-Ridha Trim Hadralmaut. Rombongannya yang berjumlah 45 orang tiba pada 17
ramadhan 1144 Hijriah (1720 Masehi). Sebelumnya sempat berlabuh di Palembang,
Semarang, Sukadana dan Mempawah, akhirnya mereka mendirikan perkampungan baru
di daerah Suka Pinang. Kampung ini kemudian juga didiami penduduk Dayak dan
berkembang pesat di bidang perdagangan. Kemudian kampung ini dipindahkan ke
daerah Kubu sekarang. Dinamakan demikian karena saat itu memang
dibangun kubu pertahanan dari kayu dan galian tanah untuk menghindari gangguan
musuh dan bajak laut. Benteng pertahanan ini cukup ampuh menahan serangan musuh
sehingga penduduknya menjadi lengah dan terlalu berharap dengan kekuatan
bentengnya. Akhirnya suatu ketika raja Syarif Idrus tewas ketika serangan oleh
kerajaan Siak.
Putra mahkota, Syarif
Muhammad, kemudian menduduki takhta kerajaan dan melanjutkan pengakuan pada
pemerintahan Belanda, seperti yang dilakukan Syarif Idrus. Saudara kandungnya,
Syarif Alwi bin Idrus, menyatakan tidak setuju atas kejadian tersebut dan
meninggalkan kota Kubu menuju Gunung Ambawang bersama rombongannya. Secara
terang-terangan ia mengibarkan bendera Inggris sebagai pernyataan menentang
Belanda. Syarif Alwi kemudian dikejar-kejar Belanda hingga kemudian ia sampai
dan mendiami daerah jajahan Inggris di Serawak.
Sementara
itu kerajaan Kubu tetap dibawah jajahan Belanda. Raja terakhir Kubu, Syarif
Hassan pada zaman Jepang diangkat menjadi ketua Bestuur Komite bentukan Jepang.
Setelah Jepang bertekuk lutut pada Sekutu, Syarif Hassan dipilih rakyat menjadi Self
Bestuur kerajaan Kubu pada 1949-1958. Kerajaan Kubu kemudian berakhir dan diserahkan
kepada pemerintahan Republik Indonesia.
Berdasarkan catatan sampai 1912, penduduk Kubu tersisa
sekitar 8.000 jiwa. Sebagian besar penduduk semula pindah ke daerah lain di
luar Negeri Kubu. Mereka merasa tertekan oleh berbagai pajak yang diberlakukan
oleh para menteri kerajaan yang diberi kewenangan untuk menarik pajak, berupa
cukai dan blasting.
Dalam 1917, Agil bin Zain diberhentikan dari
jabatannya digantikan Kasimin Mantri Polisi dari Pontianak berkedudukan di
Telok Pakedai selaku Kepala Distrik. Pada 1919 Syarif Yahya wafat, digantikan Syarif
Saleh bin Idrus Al Aydrus berkedudukan di Padang Tikar. Pda 1919 itu pula, Tuan
Kubu Syarif Zain berhenti dari kedudukannya oleh putusan Gubernur Jendral
Belanda 29 Agustus 1919 dan memperoleh hak pensiun sejak 15 Juni 1921.
Untuk mengisi kekosongan tahta Raja
Kubu, dengan persetujuan pemerintah Belanda di Batavia, 23 Oktober 1919
dibentuk Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) Kubu, terdiri dari Syarif Saleh
bin Idrus (Kepala Distrik Padang Tikar) dan Kasimin (Kepala Distrik Telok
Pakedai). Dikarenakan sesuatu sebab hukum, Kasimin kemudian diberhentikan
Belanda.
Raja Kedelapan (1919—1944)
Dengan diberhentikannya Kasimin
selaku Bestuurscommisie, maka lembaga ini menyisakan Syarif Saleh Al Aydrus
sendiri. Saleh, salah seorang ahli waris Kerajaan Ambawang, pada 7 Februari
1922 dinobatkan sebagai Wakil Kepala pemerintahan Kerajaan Kubu bergelar Tuan
Kubu di mana sebelumnya berdasarkan Korte Verklaring 3 September 1921
ditetapkan sebagai Wd Zelfbestuurder (Wakil Kepala Pemerintah) Kerajaan Kubu.
Masa
pemerintahan Tuan Kubu Syarif Saleh Al Aydrus bin Idrus bin Abdurrahman bin
Alwi bin Idrus Al Aydrus (turunan penguasa Ambawang) Kerajaan Kubu dibagi dalam
3 Onder Distrik. Masing-masing Telok Pakedai (dikepalai Saidi bin Said), Batu
Ampar (Burhanuddin) dan Kubu (Syarif Ahmad bin Syarif Saleh Al Aydrus).
Belakangan Onder Distrik Kubu
dipimpin Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus sejak 1 Agustus 1942, sejak
Ahmad ditetapkan sebagai Raja Muda Kubu. Namun 1 Maret 1943, Yusuf meletakkan
jabatannya. Pada 20 Februari 1944, Tuan Kubu (Dokoh) Syarif Saleh diciduk
balatentara pendudukan Jepang. Keesokan harinya, 21 Februari, Raja Muda Kubu
Ahmad, juga diciduk menyusul ayahnya. Maka kemudian barulah diketahui, pada 28
Juni 1944, bersama pemuka Kalimantan Barat lainnya, Tuan Kubu Saleh dan Raja
Muda Ahmad, termasuk korban pembantaian Jepang.
Bunken Kanrikan Kubu ketika itu
dijabat Nakamura. Sejak awal pendudukan, ia tidak sebagaimana balatentara
Jepang lainnya. Sikapnya yang bersahabat dan bersimpati pada rakyat,
menyebabkan ia dipersalahkan pemerintah militernya. Nakamura belakangan
melakukan hara-kiri sebagai protes atas kekejaman Jepang di Kalimantan Barat.
Syarif
Saleh Al Aydrus lahir di Ambawang Kubu Rabu 11 Zulhijjah 1300 H bersamaan 14
Juli 1883. Ibunya Syarifah Seha binti Syarif Umar Al Baraqbah. Wafat 7 Rajab
1363 H bersamaan 28 Juni 1944 akibat kekejaman balatentara Jepang di masa
Perang Dunia II. Tentang itu diwartakan Borneo Shimbun 1 Juli 1944 dan Parket
v/d Auditeur Militair Pontianak 27 Desember 1947 Nomor 2784/1 yang
ditandatangani Mr AH Bosscher.
Semasa hidupnya didampingi 4 orang
istri. Masing-masing 1). Syarifah Telaha binti Tuan Kubu Syarif Hasan Al Aydrus
(Raja Kubu Kelima) dikaruniai 3 anak, yaitu Syarif Husin, Syarif Abdurrahman
dan Syarif Abubakar. 2). Enci’ Rahmah binti Bujang, mendapatkan 3 anak, yaitu
Syarif Ahmad (1914—1944, korban keganasan Jepang), Syarifah Aisyah (bersuami
Syarif Yusuf bin Said Al Qadri Patih Suri Negara Kubu), dan Syarif Usman. 3).
Raden Ning binti Muhammad Syarif dikaruniai seorang anak Syarifah Chadidjah,
dan 4). Daeng Leha binti Dalek, tidak beranak.
Masa Transisi
Wafatnya Tuan Kubu Syarif Saleh
(1944) beserta putranya Syarif Ahmad, maka kemudian Bunken Kanrikan menunjuk
Syarif Yusuf bin Said Al Qadri, menantu Syarif Saleh, sebagai Gi Tyo pada Kubu
Zitiryo Hyogikai (semacam Bestuurscommissie masa sebelum pendudukan Jepang).
Mulanya Yusuf tidak didampingi anggota lainnya menyandang kedudukan tersebut.
Namun kemudian Bunken Kanrikan menetapkan 2 orang anggota mendampingi Yusuf Al
Qadri, masing-masing Syarif Jaafar Al Aydrus (Bujang) mantan Controleur Padang
Tikar, dan Syarif Hasan bin Zain Al Aydrus (saat itu pagawai kantor Sutiji Tyo
di Pontianak).
Setelah kemerdekaan Indonesia, dan revolusi
pemuda republikein bergolak di mana-mana, tak terkecuali semangat itu sampai
pula di wilayah Kubu. Dalam Nopember 1945 serombongan militer NICA berkunjung
ke Kubu. Dipimpin Kapten Hoskstra disertai Wedana Politie Madsaleh mereka
mendatangi Istana Kubu. Di sana mereka diterima putra tertua Tuan Kubu yang
telah mangkat, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus.
Olehnya, Husin selaku pewaris Kubu diminta ke Pontianak untuk menghadap Sultan
Hamid II.
Pada 1946, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya
Syarif Yusuf Al Aydrus menghadap Sultan Pontianak Hamid II. Dengan persetujuan
pemerintah NICA, masa transisi pemerintahan pasca kemerdekaan, berakhirnya masa
Kubu Zitiryo Hyogikai pada 28 Februari 1946, maka pada 1 Maret 1946 dibentuk
Bestuurscommissie Kubu, terdiri dari Syarif Hasan bin Zain (Ketua merangkap
anggota), Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus (anggota). Sejak 1 Juni
1946 ditempatkan pula seorang berkebangsaan Indonesia untuk kedudukan
Onderafdeelingschef (OAC) sebagaimana dulunya controleur ataupun gezaghebber.
Seterusnya, Yusuf atas permintaan
sendiri sejak 1 Maret 1949 pindah ke Pontianak dan bekerja pada kantor Polisi
Umum. Dengan begitu, Bestuurcommissie Kubu tinggal seorang, Syarif Hasan Al
Aydrus. Namun kemudian Hasan diberhentikan dari kedudukannya karena tersangkut
masalah hukum. Dengan demikian, sejak itu pula kekuasaan Kerajaan Kubu
ditangani oleh OAC. Dan dalam perkembangan kemudian, Kubu berstatus kewedanaan
pada 1958, dan sejumlah onder distrik di dalamnya menjadi kecamatan, yang kemudiannya
masuk dalam administratif Kabupaten Pontianak.
Tambahkan
keterangan gambar
Tuan Kubu Syarif Saleh Alaydrus Sampai 1912,
penduduk Kubu tersisa sekitar 8.000 jiwa. Sebagian besar penduduk semula pindah
ke daerah lain di luar Negeri Kubu. Mereka merasa tertekan oleh berbagai pajak
yang diberlakukan oleh para menteri kerajaan yang diberi kewenangan untuk
menarik pajak, berupa cukai dan blasting. Dalam 1917, Agil bin Zain
diberhentikan dari jabatannya digantikan Kasimin Mantri Polisi dari Pontianak
berkedudukan di Telok Pakedai selaku Kepala Distrik. Pada 1919 Syarif Yahya
wafat, digantikan Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus berkedudukan di Padang
Tikar. Pda 1919 itu pula, Tuan Kubu Syarif Zain berhenti dari kedudukannya oleh
putusan Gubernur Jendral Belanda 29 Agustus 1919 dan memperoleh hak pensiun
sejak 15 Juni 1921.
Untuk mengisi kekosongan tahta Raja Kubu, dengan
persetujuan pemerintah Belanda di Batavia, 23 Oktober 1919 dibentuk Majelis
Kerajaan (Bestuurscommissie) Kubu, terdiri dari Syarif Saleh bin Idrus (Kepala
Distrik Padang Tikar) dan Kasimin (Kepala Distrik Telok Pakedai). Dikarenakan
sesuatu sebab hukum, Kasimin kemudian diberhentikan Belanda. Raja Kedelapan
(1919—1944) Dengan diberhentikannya Kasimin selaku Bestuurscommisie, maka
lembaga ini menyisakan Syarif Saleh Al Aydrus sendiri. Saleh, salah seorang
ahli waris Kerajaan Ambawang, pada 7 Februari 1922 dinobatkan sebagai Wakil
Kepala pemerintahan Kerajaan Kubu bergelar Tuan Kubu di mana sebelumnya
berdasarkan Korte Verklaring 3 September 1921 ditetapkan sebagai Wd
Zelfbestuurder (Wakil Kepala Pemerintah) Kerajaan Kubu. Masa pemerintahan Tuan
Kubu Syarif Saleh Al Aydrus bin Idrus bin Abdurrahman bin Alwi bin Idrus Al
Aydrus (turunan penguasa Ambawang) Kerajaan Kubu dibagi dalam 3 Onder Distrik.
Masing-masing Telok Pakedai (dikepalai Saidi bin
Said), Batu Ampar (Burhanuddin) dan Kubu (Syarif Ahmad bin Syarif Saleh Al
Aydrus). Belakangan Onder Distrik Kubu dipimpin Syarif Yusuf bin Husin bin
Saleh Al Aydrus sejak 1 Agustus 1942, sejak Ahmad ditetapkan sebagai Raja Muda
Kubu. Namun 1 Maret 1943, Yusuf meletakkan jabatannya. Pada 20 Februari 1944,
Tuan Kubu (Dokoh) Syarif Saleh diciduk balatentara pendudukan Jepang. Keesokan
harinya, 21 Februari, Raja Muda Kubu Ahmad, juga diciduk menyusul ayahnya. Maka
kemudian barulah diketahui, pada 28 Juni 1944, bersama pemuka Kalimantan Barat
lainnya, Tuan Kubu Saleh dan Raja Muda Ahmad, termasuk korban pembantaian
Jepang. Bunken Kanrikan Kubu ketika itu dijabat Nakamura.
Sejak awal pendudukan, ia tidak sebagaimana
balatentara Jepang lainnya. Sikapnya yang bersahabat dan bersimpati pada
rakyat, menyebabkan ia dipersalahkan pemerintah militernya. Nakamura belakangan
melakukan hara-kiri sebagai protes atas kekejaman Jepang di Kalimantan Barat.
Syarif Saleh Al Aydrus lahir di Ambawang Kubu Rabu 11 Zulhijjah 1300 H
bersamaan 14 Juli 1883. Ibunya Syarifah Seha binti Syarif Umar Al Baraqbah.
Wafat 7 Rajab 1363 H bersamaan 28 Juni 1944 akibat kekejaman balatentara Jepang
di masa Perang Dunia II.
Tentang itu diwartakan Borneo Shimbun 1 Juli 1944 dan
Parket v/d Auditeur Militair Pontianak 27 Desember 1947 Nomor 2784/1 yang
ditandatangani Mr AH Bosscher. Semasa hidupnya didampingi 4 orang istri.
Masing-masing 1). Syarifah Telaha binti Tuan Kubu Syarif Hasan Al Aydrus (Raja Kubu
Kelima) dikaruniai 3 anak, yaitu Syarif Husin, Syarif Abdurrahman dan Syarif
Abubakar. 2). Enci’ Rahmah binti Bujang, mendapatkan 3 anak, yaitu Syarif Ahmad
(1914—1944, korban keganasan Jepang), Syarifah Aisyah (bersuami Syarif Yusuf
bin Said Al Qadri Patih Suri Negara Kubu), dan Syarif Usman. 3). Raden Ning
binti Muhammad Syarif dikaruniai seorang anak Syarifah Chadidjah, dan 4). Daeng
Leha binti Dalek, tidak beranak.
Masa Transisi Wafatnya Tuan Kubu Syarif Saleh (1944)
beserta putranya Syarif Ahmad, maka kemudian Bunken Kanrikan menunjuk Syarif
Yusuf bin Said Al Qadri, menantu Syarif Saleh, sebagai Gi Tyo pada Kubu Zitiryo
Hyogikai (semacam Bestuurscommissie masa sebelum pendudukan Jepang). Mulanya
Yusuf tidak didampingi anggota lainnya menyandang kedudukan tersebut. Namun
kemudian Bunken Kanrikan menetapkan 2 orang anggota mendampingi Yusuf Al Qadri,
masing-masing Syarif Jaafar Al Aydrus (Bujang) mantan Controleur Padang Tikar,
dan Syarif Hasan bin Zain Al Aydrus (saat itu pagawai kantor Sutiji Tyo di
Pontianak).
Setelah kemerdekaan Indonesia, dan revolusi pemuda
republikein bergolak di mana-mana, tak terkecuali semangat itu sampai pula di
wilayah Kubu. Dalam Nopember 1945 serombongan militer NICA berkunjung ke Kubu.
Dipimpin Kapten Hoskstra disertai Wedana Politie Madsaleh mereka mendatangi
Istana Kubu. Di sana mereka diterima putra tertua Tuan Kubu yang telah mangkat,
Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus. Olehnya, Husin
selaku pewaris Kubu diminta ke Pontianak untuk menghadap Sultan Hamid II. Pada
1946, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus menghadap
Sultan Pontianak Hamid II.
Dengan persetujuan pemerintah NICA, masa transisi
pemerintahan pasca kemerdekaan, berakhirnya masa Kubu Zitiryo Hyogikai pada 28
Februari 1946, maka pada 1 Maret 1946 dibentuk Bestuurscommissie Kubu, terdiri
dari Syarif Hasan bin Zain (Ketua merangkap anggota), Syarif Yusuf bin Husin
bin Saleh Al Aydrus (anggota). Sejak 1 Juni 1946 ditempatkan pula seorang
berkebangsaan Indonesia untuk kedudukan Onderafdeelingschef (OAC) sebagaimana
dulunya controleur ataupun gezaghebber. Seterusnya, Yusuf atas permintaan
sendiri sejak 1 Maret 1949 pindah ke Pontianak dan bekerja pada kantor Polisi
Umum.
Dengan begitu, Bestuurcommissie Kubu tinggal seorang,
Syarif Hasan Al Aydrus. Namun kemudian Hasan diberhentikan dari kedudukannya
karena tersangkut masalah hukum. Dengan demikian, sejak itu pula kekuasaan
Kerajaan Kubu ditangani oleh OAC. Dan dalam perkembangan kemudian, Kubu
berstatus kewedanaan pada 1958, dan sejumlah onder distrik di dalamnya menjadi
kecamatan, yang kemudiannya masuk dalam administratif Kabupaten Pontianak.
Sejarah Kerajaan Kubu memiliki kaitan
yang erat dengan sejarah Kesultanan Pontianak. Sejarah pantas berhutang budi
kepada sekelompok kecil petualang dan saudagar Arab yang singgah di sana atas
kemunculan serta tegaknya kedua kerajaan tersebut pada awalnya. Yaitu ketika 45
penjelajah Arab yang berasal dari daerah Hadramaut di Selatan Jazirah Arab, yang pada
mulanya bertujuan untuk mencari keuntungan dengan berdagang di lautan
Timur-jauh (Asia) berlabuh di sana. Leluhur dan Tuan Besar (Raja) Kerajaan Kubu
pertama, yaitu Syarif Idrus Al-Idrus, adalah menantu dari Tuan Besar (Panembahan) Mampawa
(Mempawah). Ia Syarif Idrus juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kesultanan
Pontianak (Al-Qadri). Pada awalnya Dia Syarif Idrus membangun perkampungan di
dekat muara sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan.
Sebagaimana keluarga sepupunya (Al-Qadri),
Keluarga Syarif Idrus Al-Idrus (the Idrusi) tumbuh menjadi keluarga yang
kaya-raya melalui perdagangan yang maju. Mereka membangun hubungan yang terjaga
baik dengan Kerajaan Inggris Raya, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Sir
Thomas Stanford Raffles (yang membangun Singapura), saat Raffles ditugaskan di
Hindia Belanda. Hubungan ini berlanjut hingga setelah kembalinya Belanda ke
Indonesia (Hindia Belanda) dan dirintisnya pembangunan pulau Singapura.
Bagaimanapun juga, hubungan ini tidak
disukai oleh Kerajaan Belanda, yang secara formal mereka mengendalikan Pulau
Kalimantan berdasarkan kontrak perjanjian bangsa-bangsa yang ditetapkan pada
tahun 1823. beberapa keluarga Al-Idrus sempat juga mengalami perubahan
kesejahteraan hidup menjadi sengsara pada masa itu. Mereka ada yang
meninggalkan Kalimantan demi menjauhi sikap buruk Belanda ke daerah Serawak,
yang mana waktu itu menjadi daerah territorial Kerajaan Inggris Raya, demi
harapan yang lebih baik akan keberhasilan dalam perdagangan. Sedangkan Keluarga
Al-Idrus yang memilin bertahan di Kubu, bagaimanapun juga, tak jua mendapatkan
kehidupan serta perlakuan yang lebih baik dari pemerintah Belanda.
Menurut Staatsblad van Nederlandisch
Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat,
Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8[3]
Pemerintah Belanda menurunkan Syarif
Abbas Al-Idrus dari jabatan Tuan Besar Kerajaan Kubu atas dukungan sepupunya,
Syarif Zainal Al-Idrus ketika terjadi perebutan jabatan Raja pada tahun 1911.
Akhirnya ia justru terbukti menemui kesulitan dalam pemerintahan serta
diturun-tahtakan dengan tanpa memiliki pewaris/pengganti yang jelas, delapan
tahun kemudian. Tidak adanya Pewaris tahta, baru ditetapkan dan disahkan
setelah beberapa tahun kemudian. sehingga pejabat kerajaan yang ada selama
kurun waktu itu hanyalah “Pelaksana sementara” (temporary ruler).
Setelah beberapa lama, akhirnya Syarif
Shalih, mendapatkan kehormatan agung dari pemberi wewenang untuk menjabat
sebagai Raja, tetapi kemudian tertahan saat kedatangan tentara Jepang di
Mandor, pada tahun 1943.
Dewan kerajaan dan Keluarga Bangsawan
tak semudah itu menyutujui pergantian Kerajaan kepada Syarif Shalih. Hingga
akhirnya justru Jepang menempatkan putra bungsu Raja terdahulu yaitu Syarif
Hasan, sebagai pemimpin Dewan Kerajaan akan tetapi belum sempat terjadi karena
Jepang terlebih dulu kalah pada PD II dan meninggalkan Indonesia. Ia justru
baru menerima pengesahan sebagai Pemimpin Kerajaan (Tuan Besar) Kubu pada tahun
1949, setelah Pemerintah Indonesia terbentuk. Kerajaan Kubu itu sendiri
akhirnya berakhir dan menghilang ketika dihapus oleh Pemerintahan Republik Indonesia
pada tahun 1958.
Sayyid Idrus bin Sayyid
'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu (1772 – 1795)
Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman
al-Idrus, Tuan Besar Kubu(1772 – 1795) –(lahir di Dukhum-Hadramaut Yaman, catatan sejarah menyatakan Dia pernah singgah diBatavia bersama Al-Habib Husain bin Abubakar
al-Idrus—makamnya di Keramat Luar Batang, Jakarta Utara)-- membangun
perkampungan Arab di pesisir Sungai Terentang, yang mana menjadi cikal-bakal
Kerajaan Kubu pada tahun 1772. Gelar Sayyid atau Habib atau Syarif yang disandang dia
menandakan bahwa dia termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyid
Al-Imam Husain ra.
Dia Syarif Idrus menikahi putri H.H.
Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Mahmud Badaruddin I Jayawikrama
Candiwalang Khalifat ul-Mukminin Sayyidul-Iman, Sultan Palembang, pada tahun 1747. Syarif Idrus wafat pada tahun 1795, penerus Dia :
1. Syarif Muhammad bin Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan
Besar Kubu – lihat bawah.
2. Syarif 'Alawi bin Syarif Idrus al-Idrus, Tuan (Raja)
Ambawang (Kerajaan kecil bagian dari Kerajaan Kubu). Ia mencoba menjadikan
Ambawang sebagai Kerajaan yang terpisah dari Kubu pada tahun 1800 akan
tetapi tidak diijinkan oleh Pemerintah Belanda yang dideklarasikan pada tahun 1833 sebagai
Kerajaan terpisah. Ia wafat di Ambawang.
3. Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus (Raja /Tuan Besar I
Kubu) Al-Idrus. Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus Al-Idrus ini menikahi
Syarifah Aisyah Al-Qadri yang merupakan putri dari Sultan Syarif Abdurrahman
bin Husein Al-Qadri (Sultan I Kesultanan Pontianak di Kalimantan Barat). Berputra
Sultan Syarif Ali Al-Idrus yang mendirikan Kerajaan Sabamban di Angsana (sekarang masuk wilayah Keramat
Dermaga, Kabupaten Tanahbumbu—Kalimantan Selatan - Indonesia). Pangeran Syarif Ali Alaydrus menjabat sebagai Raja Sabamban hingga
akhir hayatnya. Jadi Keluarga Pangeran Syarif Ali mempertemukan dua jalur
kebangsawanan Kalimantan, yaitu dari jalur Kerajaan Kubu (Al-Idrus) dan
Kesultanan Pontianak (Al-Qadri).
4. Syarif Mustafa bin Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar
Kubu).
5. Syarifa Muzayanah [dari Menjina] binti Syarif Idrus
al-Idrus (Tuan Besar Kubu). Lahir pada 1748 (putri dari Putri Kerajaaan
Palembang).
Kerajaan Sabamban
Syarif Ali Al-Idrus, pendiri Kerajaan
Sabamban yang merupakan cucu dari Raja (Tuan Besar) Kubu -Syarif Idrus Al-Idrus
ini, pada awalnya menetap di daerah Kubu-Kalimantan Barat (bersama keluarga
bangsawan Kesultanan Kubu). Pada masa itu Dia telah memiliki satu istri dan
berputra dua orang yaitu : Syarif Abubakar Al-Idrus dan Syarif Hasan Al-Idrus.
Karena ada suatu konflik kekeluargaan, akhirnya Syarif Ali Al-Idrus memutuskan
untuk hijrah/pindah ke Kalimantan Selatan dengan meninggalkan istri dan kedua
putranya yang masih tinggal di Kesultanan Kubu, melalui sepanjang Sungai Barito
hingga sampai di daerah Banjar.
Di daerah Banjar tersebut, dia
mendirikan Kerajaan Sabamban dan menjadi Raja yang Pertama, bergelar Pangeran
Syarif Ali Al-Idrus. Pada saat dia menjadi Raja Sabamban ini, Dia menikah lagi
dengan 3 (tiga) wanita; Yang pertama Putri dari Sultan Adam dari Kesultanan
Banjar di Kalimantan Selatan, yang Kedua dari Bugis (Putri dari Sultan Bugis di
Sulawesi Selatan), yang ketiga dari Bone (Putri dari Sultan Bone di Sulawesi
Selatan). Pada saat dia telah menjabat sebagai Raja Sabamban inilah, kedua putra
dia dari Istri Pertama di Kubu-Kalimantan Barat yaitu Syarif Abubakar dan
Syarif Hasan menyusul Dia ke Angsana - Kerajaan Sabamban (Lansekap Sabamban),
dan menetap bersama Ayahandanya.
Dari Ketiga istri dia di
Banjar-Kalimantan Selatan serta satu Istri dia di Kubu-Kalimantan Barat
tersebut, Pangeran Syarif Ali Alaydrus memiliki 12 (duabelas) putra.
Putra-putra dia yaitu : Dari Istri Pertama (Kubu-Kalimantan Barat) :
1. Syarif Hasan bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus, putra
dia : Pangeran Syarif Qasim Al-Idrus, Raja II Sabamban menjabat sebagai
Raja setelah sepeninggal Kakeknya yaitu Pangeran Syarif Ali bin Syarif
Abdurrahman Al-Idrus, hingga akhirnya Kerajaan Sabamban ini hilang dari bumi Kalimantan
Selatan.
2. Syarif Abubakar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
Dari Istri ke-dua, Putri Kesultanan Banjar, Istri ke-tiga
(Putri Sultan Bugis) dan Istri ke-empat (Putri Sultan Bone), menurunkan
putra-putra dia :
1. Syarif Musthafa bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
2. Syarif Thaha bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
3. Syarif Hamid bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
4. Syarif Ahmad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
5. Syarif Muhammad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
6. Syarif Umar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
7. Syarif Thohir bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
8. Syarif Shalih bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
9. Syarif Utsman bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus dan
10. Syarif Husein bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus.
Setelah wafatnya Sultan Syarif Ali
Al-Idrus, Jabatan Sultan tidak diteruskan oleh putra-putra dia, akan tetapi
yang menjadi Sultan II Sabamban adalah justru cucu dia yaitu Sultan Syarif
Qasim Al-Idrus, putra dari Syarif Hasan (Syarif Hasan adalah putra Sultan
Syarif Ali Al-Idrus dari Istri Pertama/Kubu, waktu Syarif Ali masih menetap di
Kubu-Kalimantan Barat).
Jadi sepanjang sejarahnya, Kesultanan
Sabamban ini hanya dijabat oleh dua Sultan saja, yaitu pendirinya Sultan Syarif
Ali Al-Idrus sebagai Sultan I dan cucu dia sebagai Sultan II Sabamban yaitu
Sultan Syarif Qasim Al-Idrus.
Sementara itu, setelah tidak adanya
lagi Kesultanan Sabamban tersebut, anak-cucu keluarga bangsawan dari keturunan
Sultan Syarif Ali Al-Idrus ini, menyebar ke seluruh wilayah Kalimantan Selatan
pada umumnya dan ada yang hijrah ke Malaysia, Filipina, pulau Jawa dan di
belahan lain Nusantara hingga saat ini.
Syarif Muhammad (1795
– 1829)
Syarif Muhammad (1795 – 1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan
Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal dunia pada 1795. Menerima perlindungan dari Belanda saat ia menyetujui kontrak perjanjian
dengan Pemerintah NEI (Hindia Belanda), 4 Juni 1823. Ia meninggal pada 7 Juni 1829, memiliki keturunan, tiga putra :
1. Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Muhammad al-Idrus, Yang
di-Pertuan Besar of Kubu
2. Syarif Taha bin Syarif Muhammad al-Idrus, Kampung Sungai
Pinang.
3. Syarif Mubarak bin Syarif Muhammad al-Idrus. Menggantikan
kakaknya sebagai Pemimpin di Kampung Sungai Pinang.
Syarif 'Abdul Rahman
(1829 – 1841)
Syarif 'Abdul Rahman (1829 – 1841) ibni al-Marhum Syarif Muhammad al-Idrus, Yang
di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 7 Juni 1829. Menikahi Syarifa Idja. Ia meninggal pada 2 Februari 1841, memiliki keturunan:[4]
1. Syarif Ismail bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang
di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
2. Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang
di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
3. Syarif Kasim bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. menikahi
putri dari Pangeran Syarif Hamid, Batavia. Ia memilki, seorang putra:
1. Syarif Ismail bin Syarif Kasim al-Idrus.
4. Syarif Aqil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikahi
Syarifa Jara. Ia memiliki keturunan :
1. Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi
Syarifa Piah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, putri kedua dari Syarif
Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia
memiliki, dua anak.
1. Syarif Hamid bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa
Kamala.
2. Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus. Menikah dengan
Syarif Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra ke-empat Syarif
Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu. Ia memiliki dua
anak - lihat bawah.
3. Syarifa Bunta binti Syarif Akil al-Idrus.
5. Syarifa Saida binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus.
Menikah dengan Syarif Muhammad Ba-Hasan, dan memiliki keturunan :
1. Syarifa Saha binti Syarif Muhammad Ba-Hasan. Menikah
dengan Syarif Umar Al-Qadri, of Pontianak.
6. Syarifa Nur binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah
dengan Syarif Alawi, memiliki keturunan dua putra :
1. Syarif 'Abdu'llah bin Syarif Alawi. Menikah dengan
Syarifa Saliha, memiliki dua anak.
2. Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Alawi.
Syarif Ismail (1841 –
1864)
Syarif Ismail (1841 – 1864) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang
di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 2 Februari 1841, dilantik pada 28 Mei 1841. Memiliki beberapa istri, termasuk (yang pertama) Tengku
Embong binti al-Marhum Tengku Besar Anum (d.s.p.), Putri bungsu dari H.H.
Tengku Besar Anum ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Jalil Shah, Panembahan Sukadana, dengan istri keduanya, Tengku Jeba binti
Tengku Ja'afar, Putri tertua dari Tengku Ja'afar bin Tengku Musa, Tengku
Panglima Besar Karimata. Syarif Ismail juga
menikahi (yang kedua) Syarifa Zina.
1. Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif Ismail (Putra Mahkota) menikahi
Syarifa Amina. Ia hilang saat pergi ke Serawak (diperkirakan meninggal dunia),
pada 1866.
2. Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif
Ismail, Tuan Kubu - lihat bawah.
3. Syarif Said ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi
Syarifa Zina, dan memiliki dua anak.
4. Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa
Marian.
Anak perempuan :
1. Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif Ismail. Dia meninggal
sebelum 1903.
2. Syarifa Dara binti al-Marhum Syarif Ismail, menikah
dengan sepupunya, Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra
Bungsu Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang
di-Pertuan Besar Kubu. Ia memilki, 3 anak - lihat bawah.
3. Syarifa Fatima binti al-Marhum Syarif Ismail.
4. Syarifa Amina binti al-Marhum Syarif Ismail.
5. Syarifa Rola binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah
dengan Syarif Mahmud, dan memiliki 3 anak.
6. Syarifa Zina binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah
dengan Syarif Mansur, dan memiliki 1 anak.
7. Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Ismail.
8. Syarifa Mariam binti al-Marhum Syarif Ismail.
Syarif Hasan (1864 –
1871)
Syarif Hasan (1864 – 1871) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang
di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Kakak tertuanya pada 19 September 1864. dilantik pada5 Maret 1866. Resmi memegang jabatan Tuan Kubu mulai 7 Juli 1871. menikah dengan Syarifa Isa. Ia meninggal pada 4 November 1900, memiliki 13 putra dan 6 putri.
Putera :
1. Syarif Muhammad ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali
al-Idrus. Lahir sebelum 1862.
2. Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
Lahir sebelum 1862. Ia meninggal pada waktu muda.
3. Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus,
Yang di-Pertuan Besar Kubu - lihat bawah.
4. Syarif 'Abdu'llah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali
al-Idrus. Lahir pada 1870. menikah dengan Syarifa Selina, dan memiliki lima
anak.
5. Syarif Yasin ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
Lahir 1872. menikah dengan Syarifa Muna, dan memiliki keturunan, 4 anak.
6. Syarif 'Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
menikah dengan Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus, putri tertua Syarif
Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak.
7. Syarif Kasim ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
DH Kubu, Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Majelis Rakyat Kabupaten/DPRD)
1919-1921. menikah dengan Syarifa Kamariah. Ia meninggal pada 16 Juni 1921.
8. Syarif Taha ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
menikah dengan Syarifa Darah, dan memiliki keturunan, 2 anak.
9. Syarif Usman ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
menikah dengan Syarifa 'Isa al-Idrus.
10. Syarif Sajaf ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
11. Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
12. Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
menikah dengan sepupunya, Syarifa Dara, Putri kedua Syarif Ismail ibni
al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
13. Syarif Zaman [Seman] ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali
al-Idrus.
Puteri :
1. Syarifa Shaikha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali
al-Idrus.
2. Syarifa Sipa binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
menikah dengan Syarif 'Abu Bakar, dan memiliki keturunan, 2 anak.
3. Syarifa Piah binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
menikah dengan Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus, Putra tertua
Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak – lihat
atas.
4. Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali
al-Idrus. menikah dengan Syarif Kechil, dan memiliki keturunan 2 anak.
5. Syarifa Saida binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
menikah dengan Syarif Muhammad, dan memiliki keturunan dua anak.
6. Syarifah Mani binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
7. Syarifa Kembong binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali
al-Idrus.
Syarif 'Abbas (1900 –
1911)
Syarif 'Abbas (1900 – 1911) ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang
di-Pertuan Besar Kubu. Lahir 1853, Pendidikan Khusus. Menggantikan Ayahandanya yang
meninggal pada 4 November 1900. Dilantik pada 6 Juli 1901. Diturunkan dari tahtanya pada April 1911. memiliki beberapa istri, termasuk Syarifa Kamariah. Ia
memiliki dua putra dan 10 putri .
Putera-putera:
1. Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif 'Abbas
al-Idrus. Lahir 1903. Ia meninggal pada usia muda..
2. Syarif Ahmad ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus [Wan
Sulung]. Ia terbunuh pada 1906.
Puteri-puteri :
1. Syarifa Inah binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
2. Syarifa Zubaida binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki keturunan tiga anak.
3. Syarifa Kamala binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
menikah dengan Syarif Hamid, dan memiliki satu anak.
4. Syarifa Buntat binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
menikah dengan Syarif Kasim, dan memiliki satu anak.
5. Syarifa Isa binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
6. Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
menikah dengan Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail
al-Idrus, Tuan Besar Kubu (Lahir pada1851), Putra kedua Syarif Ismail ibni
al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
7. Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
menikah dengan Syarif Muhammad [Mo] al-Idrus, dan memiliki satu anak.
8. Syarifa Saliha binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
menikah dengan Syarif 'Umar al-Idrus.
9. Syarifa Kuning binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
10. Syarifa Kebong binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
11.
Syarif Muhammad
Zainal Idrus (1911 – 1921)
Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921) ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu.
Lahir 1851, Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l
Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu, Pendidikan Khusus. Dipilih oleh Belanda untuk menggantikan sepupunya yang
diturun-tahtakan sebelumnya pada 26 September1911. Dilantik pada 15 Januari 1912. Menyerahkan menyerahkan wewenang Kesultanan kepada Dewan Kabupaten pada 1919. di-turun-tahtakan tanpa adanya pilihan pengganti pada 11 April 1921. Memiliki 3 istri, termasuk Syarifa Tura binti al-Marhum
Syarif 'Abbas al-Idrus, Putri ke-enam Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan
'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, 7 putra :
1. Syarif Mustafa ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal
Idrus al-Idrus.
2. Syarif Akil [Agel] ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal
Idrus al-Idrus. Lahir 1877, Pendidikan Khusus. Menikah dengan putri
Syarif Said al-Idrus pada 1900. Ia memiliki 3 putra :
1. Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
2. Syarif Tani ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
3. Syarif Mohsen [Mukhsin] ibni al-Marhum Syarif Akil
al-Idrus.
3. Syarif Ja'afar ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal
Idrus al-Idrus.
4. Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus
al-Idrus (putra dari istri pertama).
5. Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus
al-Idrus, Tuan Besar of Kubu (putra dari istri kedua)- lihat bawah.
6. Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus
al-Idrus (putra dari istri ke-tiga).
7. Syarif Salim ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus
al-Idrus.
Syarif Salih (1921 –
1943)
Syarif Salih (1921 – 1943) ibni al-Marhum Idrus al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir
1881, Pendidikan khusus. Dipilih oleh Belanda, bersama Dewan Kesultanan, dikenal sebagai Senior Mbr. of the Cncl. of
Regent 1919 (Anggota
Senior Dewan Rakyat Kabupaten). Menjadi Asisten Bupati pada 16 Juni 1921. Dikenal sebagai Pelaksana Sementara Kesultanan, pada September 1921. Dilantik pada 7 Februari 1922. Ditangkap oleh Jepang pada 23 November 1943. Menerima: Knt. of the Order of Orange-Nassau
(17.8.1940) Gelar Ksatria-Bangsawan dari Kerajaan Belanda (17 Agustus 1940), dan Lesser Golden Star for Loyalty dan Merit (Gelar
Pengabdian dan Jasa Luar Biasa dari Kerajaan Belanda). Ia dibunuh
(dipancung) oleh tentara Jepang di Mandor pada 28 Juni 1944, memiliki dua putra :
1. Syarif Yahya ibni al-Marhum Syarif Salih al-Idrus. Ia
memiliki putra :
1. Syarif Hamid bin Syarif Yahya al-Idrus.
2. Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Yahya al-Idrus.
2. Syarif Husain bin Syarif Salih al-Idrus. Excluded from
the succession because of physical dan mental incapacity. Ia memiliki seorang
anak :
1. Syarif Yusuf bin Syarif Husain al-Idrus. (Mbr. of the
Cncl. of Regency (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten) 1946).
Syarif Hasan (1943 –
1958)
Syarif Hasan (1943 – 1958) ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus,
Tuan Besar of Kubu, Pendidikan: HIS Pontianak. Menjadi Ketua bestuur
comite oleh Jepangpada tahun 1943. Dilantik sebagai Pemimpin Dewan Rakyat Daerah (Cncl. of
Regency/DPRD) pada 1946. Terpilih sebagai head of the self-governing monarchy
(Pemimpin Kerajaaan-kerajaan di Indonesia) pada 16 August 1949. Diturunkan dari tahtanya saat Kesultanan Kubu dihapus
oleh Pemerintah RI pada tahun 1958.
Nasab Bani
Alawi - al-Husaini
Bani Alawi ialah
gelar marga yang diberikan kepada mereka yang nasab-nya bersambung kepada
Sayyid Alawi bin Ubaidullah (Abdullah) bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir. Ahmad bin
Isa Al-Muhajir telah meninggalkan Basrah di Iraq bersama
keluarga dan pengikut-pengikutnya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadhramaut di Yaman Selatan. Cucu Ahmad bin Isa
yang bernama Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Oleh
itu anak-cucu Alawi digelar Bani Alawi, yang bermakna “Keturunan Alawi”.
Panggilan Bani Alawi atau Ba'Alawi juga
ialah bertujuan memisahkan kumpulan keluarga ini daripada cabang-cabang
keluarga yang lain yang juga keturunan dari Nabi Muhammad SAW.
Bani Alawi (Ba
'Alawi) juga dikenali dengan kata-nama Sayid (jamaknya:
Sadah) atau Habib (jamaknya:
Haba'ib) atau Syarif (jamaknya: Asyraf, khusus bagi bangsawan/ningrat-nya).
Untuk kaum wanitanya dikenal juga dengan sebutan Syarifah. Keluarga yang bermula di
Hadhramaut di negara Yaman ini,
telah berkembang dan menyebar, dan saat ini banyak di antara mereka yang
menetap di segenap pelosok dunia baik Arab, Indonesia, Asia Tenggara, India,
Afrika dan lainnya.
Silsilah Kesultanan Kubu
Raja Pertama
Sayyidis Syarif Idrus
bin abdurahman Al-Aydrus, lahir pada malam
Kamis 17 Ramadhan 1144 H ( 1732 M ) dikampung Al-Raidhah terim ( Hadramaut ).
Beliau meninggalkan kampung halamannya dalam rangka Syiar agama Islam. Banyak
negeri dan tempat yang dilalui dan disinggahi termasuk dikepulauan Nusantara
hingga diriwayatkan akhirnya ia tiba menyusuri sepanjang sungai terentang (
dimuara pulau Bengah ), didaerah ini beliau berhasrat untuk menetap dan membuka
perkampungan untuk itu pemohonnya mendapat restu dari Sultan Ratu, Raja
di Simpang ( Matan ).
Di situlah tahun 1182
H (1768 M) Beliau dan beberapa orang anak buahnya yang berasal dari Hadramaut
dan di Bantu oleh suku-suku Bugis dan Melayu membuka sebuah perkampungan.
Dipersimpangan muara tiga buah anak sungai dibuatlah benteng-benteng dari
serangan perompak laut (lanun) yang pada masa itu masih merajalela.
Perkampungan yang dibuka kemudian berkembangmenjadi negeri yang kemudian diberi
nama Kubu.
Di Kubu ini beliau
dinobatkan menjadi Raja Pertama pada tahun 1775 M dan bergelarTuan Besar
Raja Kubu, yang mana kelak bekas Istana tersebut didirikan Masjid
Raya sekarang. Beliau mempunyai zuriat Putra dan Putri sebanyak 12
Orang yang mana salah satu putranya yakni Syarif Abdurahman kawin dengan Putri
dari Sultan Abdurahman Alkadri pendiri Kesultanan Pontianak bernama Syarifah
Aisyah (dari Ibu Permaisuri Utin Candra Midi yang bermakam di Batulayang.
Sayyidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al-Aydrus wafat pada hari Minggu pada tanggal
26 Zulkaedah 1209 H (1794 M ) dan dimakamkan disamping Masjid Raya
yang ada sekarang.
Raja
Ke–Dua
Setelah Raja Pertama wafat Putranya yang kedua
bernama Syarif Muhammad menggantikannya dengan Gelar Tuan
Besar Raja Kubu. Adapun saudara Syarif Muhammad yang bernama Syarif
Alwi yang turut berjasa di Kerajaan Kubu membuka negeri sendiri yaitu
Kerajaan Ambawang ( lihat riwayat berikutnya ).
Sayyidis
Syarif Muhammad ( Raja Kubu ke-2 ) wafat
pada tahun 1829 M ( 1248 H ) dan dimakamkan di Kubu.
Raja
Ke–Tiga
Almarhum Syarif Muhammad bin Idrus Al-Aydrus
digantikan dengan Putranya Sayyidis Syarif Abdurrahman sebagai Raja Ketiga
tahun 1829 M bergelar Tuan Kubu Dalam pemerintahan Beliau
datang utusan dari Pemerintah Tinggi Belanda bernama de Linge yang kemudian Pemerintah
Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan ( besluit ) tanggal 15 Mei 1835 M, yang
menyatakan bahwa Kerajaan Kubu berdiri sendiri, tidak dibawah Gubernemen
Belanda, dan Pemerintah Belanda tidak akan memungut pajak apapun dari Kerajaan
Kubu, tetapi Kerajaan Kubu dibuatkan perjanjian adanya pelarangan perdagangan
gelap dan penjagaan dari perompak laut.
Pada pemerintahan Syarif
Abdurrahman Kerajaan Ambawang dibawah kekuasaan Syarif Abdurrahman bin Alwi
Al-Aydrus ( Raja Kedua Kerajaan Ambawang ) di Persatukan kembali dengan
Kerajaan Kubu.
Pada tanggal 2 Februari 1841 ( 1260 H ) Syarif
Abdurrahman bin Muhammad Al-Aydrus wafat.
Raja Ke–Empat
Dengan wafatnya Raja Kubu
yang Ketiga yang kemudian digantikan oleh Putranya yang bernama Syarif Ismail
bin Abdurrahman Al-Aydrus sebagai Raja ke-Empat pada tanggal 28 Mei 1841. Pada
masa Pemerintahannya ditanda tangani kembali perjanjian dengan pemerintah
Belanda yang menerangkan bahwa Kerajaan Kubu berada langsung dibawah kekuasaan
Pemerintah Belanda dan Raja Kubu hanya diberi ganti rugi tiap-tiap tahun. Hal
ini juga berlaku Kepada Syarif Abdurrahman bin Alwi Al-Aydrus bekas Raja
Ambawang yang ke-Dua diberikan ganti rugi perbelanjaan dan pindah di Pontianak.
Tuan Kubu Syarif Ismail bin Abdurrahman Al-Aydrus wafat pada tanggal 19
September 1864 dan sebagai penggantinya ditunjuk Putra Tertuanya Syarif
Abdurrahman yang berada di Serawak, sementara kerajaan Kubu dipangku oleh
saudaranya yang bernama Syarif Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus.
Raja Ke–Lima
Sambil menunggu Putranya yang
bernama Syarif Abdurahman bin Ismail Al-Aydrus yang masih berada di Serawak,
Pemerintah Belanda mengangkat Syarif Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus sebagai
pemangku sementara Kerajaan Kubu tanggal 5 Maret 1866. Dalam perjalanan dari
Serawak Syarif Abdurahman bin Ismail Al-Aydrus sakit mendadak dan
meninggal dunia dan kemudian jenazahnya dibawa kembali ke Serawak. Berita ini
disampaikan kepada Pemerintah Belanda di Pontianak. Dengan demikian Syarif
Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus langsung dinobatkan sebagai Raja Kubu ke-Lima,
dengan kontrak tanggal 27 Juni 1878, kontrak-kontak tersebut memuat surat
keputusan Residen Borneo Barat tahun 1833 termasuk penyatuan Kerajaan Ambawang
dengan kerajaan Kubu.
Raja Ke–Enam
Sebagai penggantinya
dinobatkan Putranya yang bernama Syarif Abbas bin Syarif Hasan dengan gelar
Tuan Kubu dengan persetujuan Pemerintah Tinggi pada tanggal 8 November 1900 (
1318 H ) . Pada masanya Kerajaan Kubu bertambah maju. Pendapatan Kerajaan Kubu
dihasilkan dari pemungutan cukai dengan hasil 10 : 1 dari hasil hutan. Pada
waktu itu Gubrnemen ( Pemerintah Belanda ) masih belum ambil perduli dengan
penghasilan Kerajaan Kubu dan belum ada peraturan-peraturan yang khusus.
Pada tanggal 7 juni 1911,
Tuan Kubu Syarif Abbas diberhentikan oleh Pemerintah Tinggi (Belanda) selaku
Raja Kerajaan Kubu, karena menolak adanya per-pajakan didalam Kerajaannya.
Syarif Abbas bin Syarif Hasan wafat tahun 1911 dan dimakamkan di Kubu.
Raja Ke–Tujuh
Untuk tidak terlalu lama
kosongnya Pemerintahan Kerajaan Kubu, dengan suara 22 orang saja, dipilih Syarif
Zain bin Almarhum Tuan Kubu Syarif Ismail menggantikan tahta Kerajaan
Kubu, dengan kontrak tanggal 26 September 1911, ber-istana di Pematang
Al-Hadad, yang dikenal sekarang “Kerta Mulya“ perkampungan
kecil dibagian Tanjung Bunga ( Telok Pakedai ).
Selaku menteri-menteri
Kerajaan, yaitu :
1. Putranya bernama Syarif Agil dan langsung
menjadi Kepala Distrik di Telok Pakedai.
2. Sayid Ali
Al-Habsyi selaku Penghulu Agama.
3. Syarif Abubakar, Kepala Kampung di Telok
Pakedai dan berkedudukan pula di Kerta Mulya.
4. Putranya Syarif Yahya, langsung
menjadi Kepala Distrik di Padang Tikar.
Pada tahun 1917 Syarif
Agil diberhentikan dari jabatannya oleh pemerintahan, dan digantikan
oleh Kasimin (Mantri Polisi dari Pontianak),
berkedudukan di Telok Pakedai selaku Kepala Distrik.
Syarif Yahya Kepala Distrik di
Padang Tikar, meninggal dunia pada tahun 1919, digantikan oleh Syarif
Saleh bin Idrus Al Aydrus ( baca : Raja Kubu VIII / ke – delapan )
berkedudukan diPadang Tikar.
Tuan Kubu Syarif Zain bin
Ismail Al–Aydrus berhenti dari jabatannya dengan surat putusan dari
Gubernur Jendral tanggal 29 Agustus 1919, kemudian disusul dengan surat
keputusan tanggal 15 Juni 1921 No. 56 dengan Onderstand (tunjangan)
F1.100,- sebulan.
Untuk mengisi kekosongan Kerajaan Kubu, dengan
persetujuan Pemerintah Pusat, pada tanggal 23 Oktober 1919, Kerajaan Kubu
diperintah oleh suatu Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) yang dipegang oleh :
1. Syarif Saleh
bin Idrus Al Aydrus, Kepala Distrik Padang Tikar,
2. Kasimin, Kepala Distrik Telok Pakedai.
Raja Ke–Delapan
Dengan persetujuan Pemerintah
Tinggi (Gubernermen) Syarif Saleh bin
Idrus Al Aydrus diangkat
menjadi Raja Kubu Ke-Delapan bergelar Tuan Besar Raja Kubu dengan
Surat Ikral 3 September 1921 dan dengan Kontrak Pendek (Korte Verklaring)
tanggal 7 Pebruari 1922.
Hingga pada masa pemerintahannya situasi dunia dalam
keadaan perang. Dengan penyerangan dan pengeboman tiba-tiba oleh Jepang
atas Pearl Harbour, dan terlibatnya Pemerintahan Belanda dalam
kancah peperangan (Agresi Jerman) di benua Eropa, juga di Hindia Belanda sibuk
mempersiapkan diri.
Kota Pontianak di bom oleh 9 buah pesawat Jepang pada
tanggal 19 Desember 1941 yang kemudian dikenal dengan Bom Sembilan.
Mayat bergelimpangan hingga tidak dapat dikenali lagi dan dikuburkan begitu
saja dalam satu lubang besar dan kebakaran kota tampak dimana-mana.
Pelarian dan mundurnya Pemerintah Sipil Belanda
disusul dengan pendaratan tentara Jepang menduduki Kota Pontianak pada bulan
Pebruari 1942. Di Pontianak, umunnya di daerah Kalimantan Barat mulai adanya
penangkapan Raja-Raja, Pejabat-Pejabat Pemerintah, Pedagang-Pedagang dan
lainnya, disusul dengan penangkapan Tuan Kubu Syarif Saleh bin Idrus Al
Aydrus (20 Pebruari 1944), kemudian esoknya Putra Beliau Syarif Ahmad
Al Idrus menyerahkan diri langsung ke Pontianak.
Akhirnya berita resmi tentang pembunuhan Raja-Raja dan
lainnya tiba (Borneo Shinbun 1 Juli 1944 No. 135) adapun menantu Almarhum yakni
Syarif Yusuf (Alhadj Bin Said Al Kadri) ditunjuk menjadi Gi-Cho Kubu ZitiryoHyogikai (semacam
Bestuurscommissie) tanpa keanggotaan lainnya.
Setelah peristiwa Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki
oleh Tentara Sekutu pada tahun 1945 dan Jepang menyerah tanpa syarat. Pada
bulan September 1945 Belanda datang kembali ke Indonesia dengan memboncengi
tentara sekutu yang mencari sisa-sisa tentara Jepang yang kemudian dikenal
dengan NICA.
Pada bulan Nopember 1945 serombongan tentara NICA
singgah di Kubu dan kebetulan pada waktu itu Putra Tertua Almarhum Raja
ke- Delapan yakni Syarif Husien didampingi Putranya Syarif
Yusuf Bin Husien Al Aydrus sedang berada di Istana.
Seorang
Kapiten Belanda Mr. B. Hoskstra naik ke Istana menanyakan hal – hal keadaan
almarhum Raja ke Delapan, belia mengaku bersahabat baik dengan almarhum. Mr. B.
Hoskstra meminta kepada Syarif Husien Bin Syarif Saleh Al Idrus supaya
segera ke Pontianak menghadap Pemerintah (cq. Sultan Hamid Al Kadri II). Syarif
Husien Bin Syarif Saleh Al Idrus dan Putra Syarif Yusuf Al Idrus
selesai menghadap Sultan Hamid Al Kadri II kembali Ke Kubu.
Dengan persetujuan
pemerintah, di Kerajaan Kubu disyahkan berdirinya suatu Majelis
Kerajaan (Bestuurscommissie) yang dijabat oleh :
1. Syarif Hasan Bin Tuan Kubu Syarif Zain Al
Idrus selakuKetua merangkap anggota.
2. Syarif
Yusuf Bin Husien Al Aydrus, selaku
anggota terhitung 1 Maret 1946.
Kerajaan Kubu
langsung dirangkap pekerjaannya olehOnderadelingschef (O.A.C) yang
bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kerajaan yang kemudian sebelum perang
dan sebagai gantinya didudukan seorang Wedana, sehingga
akhirnyapenghapusan seluruh Pemerintah Kerajaan (Swapraja) dalam
jaman Republik dari Daerah Kalimantan Barat dan resmilah pemerintah tunggal
dimana – mana, dengan
Kabupaten di Pontianak
Kewedanaan di Kubu, dengan
dibawahnya
Kecamatan – Kecamatan (
Onderdistrik)
Akhirnya dalam penyederhanaan
struktur pemerintahan, kewedanaan dihapuskan dan kecamatan – kecamatan langsung
berhubungan kepada Kabupaten.
Kesimpulan :
Setelah ditangkap dan
dibunuhnya Tuan Besar Raja Kubu ke Delapan tidak ada pengangkatan maupun
penobatan Raja Kubu berikutnya, karena setiap pengangkatan seorang Raja
(Zelfbestuure) disyahkan oleh Pemerintan Hindia Belanda (Residence Borneo
Barat) dengan Kontrak Pendek /Korteverklaring (Besluit).
Sumber Ringkasan:
”Membuka Tirai Kerajaan Kubu dan Ambawang” yang
disusun kembali oleh Sy. M. Djunaidy Yusuf Al
Idrus tahun 2001
Gelar dan Istilah
·
Putra Mahkota/Pangeran : Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi)
ibni al-Marhum Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama
marga/keluarga), Tuan Besar Kubu (aslinya: Yang di-Pertuan Besar).
·
Anggota laki-laki keluarga Kesultanan yang
lain, keturunan pada garis Bapak: Syarif
(atau Sayyid) (nama pribadi) ibni Syarif (or Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus
(nama marga/keluarga).
·
Anggota wanita keluarga Kesultanan, keturunan
pada garis bapak: Syarifah
(nama pribadi) binti Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama
marga/keluarga).
Aturan Suksesi
(Pergantian)
Pemilihan Raja dijalankan oleh Dewan Kesultanan (Council of the State)
dan Anggota Senior dari Keluarga kebangsawanan yang menjabat Mufti/Qadhi
(Ruling House).
Referensi
Sumber
·
Maktab Ad-Daimy, Badan Pencatatan Nasab Bani
Alawi – Al-Husaini, Rabithah Alawiyah Pusat, Jakarta–Indonesia, Attn: Habib
Zainal Abidin Seggaf As-Seggaf (Ketua) dan Habib Abubakar Seggaf As-Seggaf
(Wakil), Buku Data Nasab Bani Alawi-Al-Husaini, No. 1, hlm. 149, (Jakarta:
Maktab ad-Daimy), 1997
·
Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali Bin Yahya
dan Team Penulis Panitia Muktamar ke-10 Jam’iyah Ahli Al Thariqah Al-Mu’tabarah
An-Nahdliyah 1426H/2005 M - Pekalongan, Mengenal Thariqah – Panduan Pemula
Mengenal Jalan Menuju Allah; Last Chapter, Sekilas Tentang Thariqah Alawiyah,
(Jakarta: Aneka Ilmu), 2005
·
http://www.asyraaf.org (Telaah Kitab Al-Mu'Jamul Lathif
halaman 140-141, tentang Qabilah Marga Al-Idrus)
·
Al-Habib Muhammad bin Abubakar Asy-Syalli
Ba-‘Alawy, As-Syaikh Al-Akbar Abdullah Al-Idrus dalam Al-Masyra' Ar-Rawiy fi
Manaqib As-Sadah Al-Kiram Bani Alawiy, tt
·
Sayyid Ahmad bin Muhammad As-Syathiri, Sirah
As-Salaf Min Bani 'Alawiy Al-Husainiyin, (Jeddah: dicetak oleh Alam Ma'rifah),
1405H/1984
·
Prof Dr. HAMKA, Soal Jawab Agama Islam,
(Kuala Lumpur: Pustaka Melayu Baru), 1978.
·
Ronald Lewcock, Wadi Hadhramaut and The
Walled City of Shibam, UNESCO, 1986
·
Daniel
van der Meulen dan H.
Von Wissmann, Hadramaut -Some of Its Mysteries Unveiled
·
J. P. J. Barth, Overzicht der afdeeling
Soekadana, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van kunsten en
wetenschappen. Deel L, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen,
Albrecht & Co., Batavia, 1897.
·
J.J.K. Enthoven, Bijdragen tot de Geographie
van Borneo's Wester-afdeeling. E.J. Brill, Leiden, 1903.
·
H. von Dewall, "Matan, Simpang,
Soekadana, de Karimata-eilanden en Koeboe (Wester-afdeeling van Borneo)",
Tijdschrisft voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel XI, Vierde Serie
Deel II, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Batavia, 1862.
0 komentar:
Posting Komentar