Kamis, 12 November 2015

Menelusuri Riwayat Sejarah Kerajaan Kubu Di Kalimatan Barat

Menelusuri Riwayat Sejarah Kerajaan  Kubu Di Kalimatan Barat

Oleh: Turiman Fachturahman Nur

Sebuah harapan Ahlul Bait Alaydrus
Keluarga besar Kerajaan Kubu akan memperingati tahun ke-224 wafatnya Sayyid Idrus bin Abdurrahman Alaydrus di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, pada Minggu 21 Oktober 2012, Ketua Umum Panitia Haul Akbar Raja Kubu I tahun 2012, H Rafik bin Yusuf Alaydrus saat dihubungi di Pontianak, Jumat mengatakan, momentum kali ini selain mengenang semangat juang Sayyid Idrus bin Sayyid Abdurrahman Alaydrus yang pertama kali membuka Kerajaan Kubu, juga menjadi wadah bersatunya segenap keluarga besar dan kabilah Alaydrus serta kaum Alawiyin yang tersebar di penjuru Nusantara.
Menurut dia, Kerajaan Kubu dulu wilayahnya meliputi Sungai Raya, Ambawang, Terentang, Kubu, Batu Ampar, Sungai Kakap dan Teluk Pakedai. "Kini sudah menjadi Kabupaten Kubu Raya sejak Juli 2007. Kerajaan Kubu merupakan aset budaya, sejarah bangsa Indonesia, terutama Kalbar dan Kabupaten Kubu Raya,".
Ia melanjutkan, terkait hal itu, pihaknya meminta pemerintah daerah khususnya Kabupaten Kubu Raya ikut peduli terhadap pemajuan dan pelestarian Kerajaan Kubu/Ambawang sebagai salah satu aset atau situs sejarah yang dimiliki Kalbar.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat, termasuk peneliti dan peminat sejarah untuk bersama-sama menyukseskan, meramaikan dan memanfaatkan momentum tersebut. "Sebagai bahan kajian dan informasi karena banyak situs serta informasi berharga yang dapat digali dan disebarluaskan sebagai salah satu bentuk kepedulian melestarikan dan membina khazanah budaya," .
Haul yang dimulai pukul 08.30 WIB itu bertempat di Kompleks Keraton dan Makam Kerajaan Kubu, Kecamatan Kubu. Panitia mendatangkan penceramah Habib Zaky Alaydrus dan Habib Abdul Kadir Assegaf dari Jakarta serta Habib Abdurrahman Almuthahar dari Pontianak.
           Syarif Rafik bin Yusuf Alaydrus dinobatkan sebagai Raja Kubu dengan gelar Pangeran Mangkunegara Kerajaan Kubu di Aula Mesjid Agung Pontianak, Minggu  11 Januari 2015.
Ashadi Yusuf Alaydrus di Pontianak mengatakan penobatan Sy Rafik bin Yusuf Alaydrus sebagai Pangeran Mangkunegara Kerajaan Kubu, setelah melalui islah dan disaksikan oleh seluruh kerabat Alaydrus anak cucu dari Al-Habib Idrus bin Abdurrahman Alaydrus.
"Sejarah membuktikan, bahwa Kerajaan Kubu pernah dipimpin oleh seorang Raja yang bergelar Tuan Besar Raja Kubu ke-IX, yaitu Sy Hasan bin Zain Alaydrus," . Sy Ismail bin Hasan bin Zain Alaydrus adalah putra dari Tuan Besar Raja Kubu yang tercatat dalam sejarah. Maka Sy Ismail, putra Sy Hasan bin Zain Raja Kubu yang ke-IX berhak sekaligus diakui sebagai penerus kerajaan Kubu yang bergelar Tuan Besar Yang Dipertuankan. "Dengan adanya Sy Ismail bin Hasan Alaydrus yang bergelar Tuan Besar Yang Dipertuankan, walaupun hanya sebagai situs budaya tetapi beliau sekaligus merupakan simbol Kerajaan Kubu yang sudah lama hilang,"
Sekarang, kata Ashadi yang juga sebagai Ketua Pelaksana Islah Kerajaan Kubu, Kerajaan Kubu sudah mempunyai Raja, untuk meneruskan marwah kerajaan yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka

Sebuah Penelusuran Catatan Kesultanan Kubu   
               Kalimantan Barat sangat kaya khazanah budaya dan sejarah. Daerah ini memiliki banyak situs peninggalan sejarah yang pantas dilestarikan, terutama situs yang berhubungan dengan kerajaan atau kesultanan. Walaupun banyak yang sudah tidak menyisakan peninggalan fisik seperti bangunan, namun peninggalan non fisik seperti cerita rakyat tetap ada. Cerita itu memperkaya sejarah Kalbar yang sudah tersebar secara luas di buku-buku maupun dunia maya (internet).
             Kerajaan Kubu diperkirakan berdiri dari sejak abad ke 18 Masehi. Keberadaan objek wisata sejarah Kerajaan Kubu di Kecamatan Kubu yang cukup terkenal di Kalimantan Barat merupakan salah satu situs sejarah yang tertua dan merupakan titik sasaran bagi para pelancong, baik pelancong dari dalam negeri maupun luar negeri yang kebanyakan dari etnis melayu, sering berkunjung dan berziarah ke situs wisata bersejarah di Kerajaan Kubu tersebut
             Salah satu situs kerajaan yang sudah tersebar di dunia maya adalah situs tentang Kerajaan Kubu. Kerajaan yang terletak di Kabupaten Kubu Raya tidak bisa dipisahkan dengan sejarah Kesultanan Pontianak.
            Kedatangan saudagar dari daerah Hadramaut di Selatan Jazirah Arab yang berjumlah 45 orang merupakan awal kemunculan kerajaan-kerajaan Melayu di Kalbar. Kedatangan mereka mulanya hanya bertujuan untuk berdagang di lautan Timur-jauh (Asia).
Leluhur dan Tuan Besar (Raja) Kerajaan Kubu pertama, yaitu Syarif Idrus Al-Idrus. Ia adalah menantu dari Tuan Besar (Panembahan) Mampawa (Mempawah). Syarif Idrus juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kesultanan Pontianak. Pada awalnya Syarif Idrus membangun perkampungan di dekat muara Sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan. Lama-kelamaan perkampungan ini menjadi maju dan berkembang.
             Keluarga Syarif Idrus Al-Idrus tumbuh menjadi keluarga yang kaya-raya melalui perdagangan yang maju. Mereka membangun hubungan yang terjaga baik dengan Kerajaan Inggris Raya, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Sir Thomas Stanford Raffles (yang membangun Singapura), saat Raffles ditugaskan di Hindia Belanda. Hubungan ini berlanjut hingga setelah kembalinya Belanda ke Indonesia (Hindia Belanda) dan dirintisnya pembangunan pulau Singapura. Namun hubungan ini tidak disukai Kerajaan Belanda yang secara formal mengendalikan Pulau Kalimantan berdasarkan kontrak perjanjian bangsa-bangsa yang ditetapkan pada tahun 1823.
           
Sejarah Singkat Kerajaan Kubu

           Kerajaan Kubu didirikan oleh Syarif Al Idrus, seorang penyebar ajaran islam dari Ar-Ridha Trim Hadralmaut. Rombongannya yang berjumlah 45 orang tiba pada 17 ramadhan 1144 Hijriah (1720 Masehi). Sebelumnya sempat berlabuh di Palembang, Semarang, Sukadana dan Mempawah, akhirnya mereka mendirikan perkampungan baru di daerah Suka Pinang. Kampung ini kemudian juga didiami penduduk Dayak dan berkembang pesat di bidang perdagangan. Kemudian kampung ini dipindahkan ke daerah Kubu sekarang. Dinamakan demikian karena saat itu memang dibangun kubu pertahanan dari kayu dan galian tanah untuk menghindari gangguan musuh dan bajak laut. Benteng pertahanan ini cukup ampuh menahan serangan musuh sehingga penduduknya menjadi lengah dan terlalu berharap dengan kekuatan bentengnya. Akhirnya suatu ketika raja Syarif Idrus tewas ketika serangan oleh kerajaan Siak.
                Putra mahkota, Syarif Muhammad, kemudian menduduki takhta kerajaan dan melanjutkan pengakuan pada pemerintahan Belanda, seperti yang dilakukan Syarif Idrus. Saudara kandungnya, Syarif Alwi bin Idrus, menyatakan tidak setuju atas kejadian tersebut dan meninggalkan kota Kubu menuju Gunung Ambawang bersama rombongannya. Secara terang-terangan ia mengibarkan bendera Inggris sebagai pernyataan menentang Belanda. Syarif Alwi kemudian dikejar-kejar Belanda hingga kemudian ia sampai dan mendiami daerah jajahan Inggris di Serawak.
             Sementara itu kerajaan Kubu tetap dibawah jajahan Belanda. Raja terakhir Kubu, Syarif Hassan pada zaman Jepang diangkat menjadi ketua Bestuur Komite bentukan Jepang. Setelah Jepang bertekuk lutut pada Sekutu, Syarif Hassan dipilih rakyat menjadi Self Bestuur kerajaan Kubu pada 1949-1958. Kerajaan Kubu kemudian berakhir dan diserahkan kepada pemerintahan Republik Indonesia.

Berdasarkan catatan sampai 1912, penduduk Kubu tersisa sekitar 8.000 jiwa. Sebagian besar penduduk semula pindah ke daerah lain di luar Negeri Kubu. Mereka merasa tertekan oleh berbagai pajak yang diberlakukan oleh para menteri kerajaan yang diberi kewenangan untuk menarik pajak, berupa cukai dan blasting.
Dalam 1917, Agil bin Zain diberhentikan dari jabatannya digantikan Kasimin Mantri Polisi dari Pontianak berkedudukan di Telok Pakedai selaku Kepala Distrik. Pada 1919 Syarif Yahya wafat, digantikan Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus berkedudukan di Padang Tikar. Pda 1919 itu pula, Tuan Kubu Syarif Zain berhenti dari kedudukannya oleh putusan Gubernur Jendral Belanda 29 Agustus 1919 dan memperoleh hak pensiun sejak 15 Juni 1921.
            Untuk mengisi kekosongan tahta Raja Kubu, dengan persetujuan pemerintah Belanda di Batavia, 23 Oktober 1919 dibentuk Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) Kubu, terdiri dari Syarif Saleh bin Idrus (Kepala Distrik Padang Tikar) dan Kasimin (Kepala Distrik Telok Pakedai). Dikarenakan sesuatu sebab hukum, Kasimin kemudian diberhentikan Belanda.

 Raja Kedelapan (1919—1944)
            Dengan diberhentikannya Kasimin selaku Bestuurscommisie, maka lembaga ini menyisakan Syarif Saleh Al Aydrus sendiri. Saleh, salah seorang ahli waris Kerajaan Ambawang, pada 7 Februari 1922 dinobatkan sebagai Wakil Kepala pemerintahan Kerajaan Kubu bergelar Tuan Kubu di mana sebelumnya berdasarkan Korte Verklaring 3 September 1921 ditetapkan sebagai Wd Zelfbestuurder (Wakil Kepala Pemerintah) Kerajaan Kubu.
 Masa pemerintahan Tuan Kubu Syarif Saleh Al Aydrus bin Idrus bin Abdurrahman bin Alwi bin Idrus Al Aydrus (turunan penguasa Ambawang) Kerajaan Kubu dibagi dalam 3 Onder Distrik. Masing-masing Telok Pakedai (dikepalai Saidi bin Said), Batu Ampar (Burhanuddin) dan Kubu (Syarif Ahmad bin Syarif Saleh Al Aydrus).
            Belakangan Onder Distrik Kubu dipimpin Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus sejak 1 Agustus 1942, sejak Ahmad ditetapkan sebagai Raja Muda Kubu. Namun 1 Maret 1943, Yusuf meletakkan jabatannya. Pada 20 Februari 1944, Tuan Kubu (Dokoh) Syarif Saleh diciduk balatentara pendudukan Jepang. Keesokan harinya, 21 Februari, Raja Muda Kubu Ahmad, juga diciduk menyusul ayahnya. Maka kemudian barulah diketahui, pada 28 Juni 1944, bersama pemuka Kalimantan Barat lainnya, Tuan Kubu Saleh dan Raja Muda Ahmad, termasuk korban pembantaian Jepang.
            Bunken Kanrikan Kubu ketika itu dijabat Nakamura. Sejak awal pendudukan, ia tidak sebagaimana balatentara Jepang lainnya. Sikapnya yang bersahabat dan bersimpati pada rakyat, menyebabkan ia dipersalahkan pemerintah militernya. Nakamura belakangan melakukan hara-kiri sebagai protes atas kekejaman Jepang di Kalimantan Barat.
 Syarif Saleh Al Aydrus lahir di Ambawang Kubu Rabu 11 Zulhijjah 1300 H bersamaan 14 Juli 1883. Ibunya Syarifah Seha binti Syarif Umar Al Baraqbah. Wafat 7 Rajab 1363 H bersamaan 28 Juni 1944 akibat kekejaman balatentara Jepang di masa Perang Dunia II. Tentang itu diwartakan Borneo Shimbun 1 Juli 1944 dan Parket v/d Auditeur Militair Pontianak 27 Desember 1947 Nomor 2784/1 yang ditandatangani Mr AH Bosscher.
            Semasa hidupnya didampingi 4 orang istri. Masing-masing 1). Syarifah Telaha binti Tuan Kubu Syarif Hasan Al Aydrus (Raja Kubu Kelima) dikaruniai 3 anak, yaitu Syarif Husin, Syarif Abdurrahman dan Syarif Abubakar. 2). Enci’ Rahmah binti Bujang, mendapatkan 3 anak, yaitu Syarif Ahmad (1914—1944, korban keganasan Jepang), Syarifah Aisyah (bersuami Syarif Yusuf bin Said Al Qadri Patih Suri Negara Kubu), dan Syarif Usman. 3). Raden Ning binti Muhammad Syarif dikaruniai seorang anak Syarifah Chadidjah, dan 4). Daeng Leha binti Dalek, tidak beranak.

 Masa Transisi
            Wafatnya Tuan Kubu Syarif Saleh (1944) beserta putranya Syarif Ahmad, maka kemudian Bunken Kanrikan menunjuk Syarif Yusuf bin Said Al Qadri, menantu Syarif Saleh, sebagai Gi Tyo pada Kubu Zitiryo Hyogikai (semacam Bestuurscommissie masa sebelum pendudukan Jepang). Mulanya Yusuf tidak didampingi anggota lainnya menyandang kedudukan tersebut. Namun kemudian Bunken Kanrikan menetapkan 2 orang anggota mendampingi Yusuf Al Qadri, masing-masing Syarif Jaafar Al Aydrus (Bujang) mantan Controleur Padang Tikar, dan Syarif Hasan bin Zain Al Aydrus (saat itu pagawai kantor Sutiji Tyo di Pontianak).
 Setelah kemerdekaan Indonesia, dan revolusi pemuda republikein bergolak di mana-mana, tak terkecuali semangat itu sampai pula di wilayah Kubu. Dalam Nopember 1945 serombongan militer NICA berkunjung ke Kubu. Dipimpin Kapten Hoskstra disertai Wedana Politie Madsaleh mereka mendatangi Istana Kubu. Di sana mereka diterima putra tertua Tuan Kubu yang telah mangkat, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus. Olehnya, Husin selaku pewaris Kubu diminta ke Pontianak untuk menghadap Sultan Hamid II.
 Pada 1946, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus menghadap Sultan Pontianak Hamid II. Dengan persetujuan pemerintah NICA, masa transisi pemerintahan pasca kemerdekaan, berakhirnya masa Kubu Zitiryo Hyogikai pada 28 Februari 1946, maka pada 1 Maret 1946 dibentuk Bestuurscommissie Kubu, terdiri dari Syarif Hasan bin Zain (Ketua merangkap anggota), Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus (anggota). Sejak 1 Juni 1946 ditempatkan pula seorang berkebangsaan Indonesia untuk kedudukan Onderafdeelingschef (OAC) sebagaimana dulunya controleur ataupun gezaghebber.
            Seterusnya, Yusuf atas permintaan sendiri sejak 1 Maret 1949 pindah ke Pontianak dan bekerja pada kantor Polisi Umum. Dengan begitu, Bestuurcommissie Kubu tinggal seorang, Syarif Hasan Al Aydrus. Namun kemudian Hasan diberhentikan dari kedudukannya karena tersangkut masalah hukum. Dengan demikian, sejak itu pula kekuasaan Kerajaan Kubu ditangani oleh OAC. Dan dalam perkembangan kemudian, Kubu berstatus kewedanaan pada 1958, dan sejumlah onder distrik di dalamnya menjadi kecamatan, yang kemudiannya masuk dalam administratif Kabupaten Pontianak.
 Tambahkan keterangan gambar
 Tuan Kubu Syarif Saleh Alaydrus Sampai 1912, penduduk Kubu tersisa sekitar 8.000 jiwa. Sebagian besar penduduk semula pindah ke daerah lain di luar Negeri Kubu. Mereka merasa tertekan oleh berbagai pajak yang diberlakukan oleh para menteri kerajaan yang diberi kewenangan untuk menarik pajak, berupa cukai dan blasting. Dalam 1917, Agil bin Zain diberhentikan dari jabatannya digantikan Kasimin Mantri Polisi dari Pontianak berkedudukan di Telok Pakedai selaku Kepala Distrik. Pada 1919 Syarif Yahya wafat, digantikan Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus berkedudukan di Padang Tikar. Pda 1919 itu pula, Tuan Kubu Syarif Zain berhenti dari kedudukannya oleh putusan Gubernur Jendral Belanda 29 Agustus 1919 dan memperoleh hak pensiun sejak 15 Juni 1921.
Untuk mengisi kekosongan tahta Raja Kubu, dengan persetujuan pemerintah Belanda di Batavia, 23 Oktober 1919 dibentuk Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) Kubu, terdiri dari Syarif Saleh bin Idrus (Kepala Distrik Padang Tikar) dan Kasimin (Kepala Distrik Telok Pakedai). Dikarenakan sesuatu sebab hukum, Kasimin kemudian diberhentikan Belanda. Raja Kedelapan (1919—1944) Dengan diberhentikannya Kasimin selaku Bestuurscommisie, maka lembaga ini menyisakan Syarif Saleh Al Aydrus sendiri. Saleh, salah seorang ahli waris Kerajaan Ambawang, pada 7 Februari 1922 dinobatkan sebagai Wakil Kepala pemerintahan Kerajaan Kubu bergelar Tuan Kubu di mana sebelumnya berdasarkan Korte Verklaring 3 September 1921 ditetapkan sebagai Wd Zelfbestuurder (Wakil Kepala Pemerintah) Kerajaan Kubu. Masa pemerintahan Tuan Kubu Syarif Saleh Al Aydrus bin Idrus bin Abdurrahman bin Alwi bin Idrus Al Aydrus (turunan penguasa Ambawang) Kerajaan Kubu dibagi dalam 3 Onder Distrik.
Masing-masing Telok Pakedai (dikepalai Saidi bin Said), Batu Ampar (Burhanuddin) dan Kubu (Syarif Ahmad bin Syarif Saleh Al Aydrus). Belakangan Onder Distrik Kubu dipimpin Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus sejak 1 Agustus 1942, sejak Ahmad ditetapkan sebagai Raja Muda Kubu. Namun 1 Maret 1943, Yusuf meletakkan jabatannya. Pada 20 Februari 1944, Tuan Kubu (Dokoh) Syarif Saleh diciduk balatentara pendudukan Jepang. Keesokan harinya, 21 Februari, Raja Muda Kubu Ahmad, juga diciduk menyusul ayahnya. Maka kemudian barulah diketahui, pada 28 Juni 1944, bersama pemuka Kalimantan Barat lainnya, Tuan Kubu Saleh dan Raja Muda Ahmad, termasuk korban pembantaian Jepang. Bunken Kanrikan Kubu ketika itu dijabat Nakamura.
Sejak awal pendudukan, ia tidak sebagaimana balatentara Jepang lainnya. Sikapnya yang bersahabat dan bersimpati pada rakyat, menyebabkan ia dipersalahkan pemerintah militernya. Nakamura belakangan melakukan hara-kiri sebagai protes atas kekejaman Jepang di Kalimantan Barat. Syarif Saleh Al Aydrus lahir di Ambawang Kubu Rabu 11 Zulhijjah 1300 H bersamaan 14 Juli 1883. Ibunya Syarifah Seha binti Syarif Umar Al Baraqbah. Wafat 7 Rajab 1363 H bersamaan 28 Juni 1944 akibat kekejaman balatentara Jepang di masa Perang Dunia II.
Tentang itu diwartakan Borneo Shimbun 1 Juli 1944 dan Parket v/d Auditeur Militair Pontianak 27 Desember 1947 Nomor 2784/1 yang ditandatangani Mr AH Bosscher. Semasa hidupnya didampingi 4 orang istri. Masing-masing 1). Syarifah Telaha binti Tuan Kubu Syarif Hasan Al Aydrus (Raja Kubu Kelima) dikaruniai 3 anak, yaitu Syarif Husin, Syarif Abdurrahman dan Syarif Abubakar. 2). Enci’ Rahmah binti Bujang, mendapatkan 3 anak, yaitu Syarif Ahmad (1914—1944, korban keganasan Jepang), Syarifah Aisyah (bersuami Syarif Yusuf bin Said Al Qadri Patih Suri Negara Kubu), dan Syarif Usman. 3). Raden Ning binti Muhammad Syarif dikaruniai seorang anak Syarifah Chadidjah, dan 4). Daeng Leha binti Dalek, tidak beranak.
Masa Transisi Wafatnya Tuan Kubu Syarif Saleh (1944) beserta putranya Syarif Ahmad, maka kemudian Bunken Kanrikan menunjuk Syarif Yusuf bin Said Al Qadri, menantu Syarif Saleh, sebagai Gi Tyo pada Kubu Zitiryo Hyogikai (semacam Bestuurscommissie masa sebelum pendudukan Jepang). Mulanya Yusuf tidak didampingi anggota lainnya menyandang kedudukan tersebut. Namun kemudian Bunken Kanrikan menetapkan 2 orang anggota mendampingi Yusuf Al Qadri, masing-masing Syarif Jaafar Al Aydrus (Bujang) mantan Controleur Padang Tikar, dan Syarif Hasan bin Zain Al Aydrus (saat itu pagawai kantor Sutiji Tyo di Pontianak).
Setelah kemerdekaan Indonesia, dan revolusi pemuda republikein bergolak di mana-mana, tak terkecuali semangat itu sampai pula di wilayah Kubu. Dalam Nopember 1945 serombongan militer NICA berkunjung ke Kubu. Dipimpin Kapten Hoskstra disertai Wedana Politie Madsaleh mereka mendatangi Istana Kubu. Di sana mereka diterima putra tertua Tuan Kubu yang telah mangkat, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus. Olehnya, Husin selaku pewaris Kubu diminta ke Pontianak untuk menghadap Sultan Hamid II. Pada 1946, Syarif Husin Al Aydrus dan putranya Syarif Yusuf Al Aydrus menghadap Sultan Pontianak Hamid II.
Dengan persetujuan pemerintah NICA, masa transisi pemerintahan pasca kemerdekaan, berakhirnya masa Kubu Zitiryo Hyogikai pada 28 Februari 1946, maka pada 1 Maret 1946 dibentuk Bestuurscommissie Kubu, terdiri dari Syarif Hasan bin Zain (Ketua merangkap anggota), Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus (anggota). Sejak 1 Juni 1946 ditempatkan pula seorang berkebangsaan Indonesia untuk kedudukan Onderafdeelingschef (OAC) sebagaimana dulunya controleur ataupun gezaghebber. Seterusnya, Yusuf atas permintaan sendiri sejak 1 Maret 1949 pindah ke Pontianak dan bekerja pada kantor Polisi Umum.
Dengan begitu, Bestuurcommissie Kubu tinggal seorang, Syarif Hasan Al Aydrus. Namun kemudian Hasan diberhentikan dari kedudukannya karena tersangkut masalah hukum. Dengan demikian, sejak itu pula kekuasaan Kerajaan Kubu ditangani oleh OAC. Dan dalam perkembangan kemudian, Kubu berstatus kewedanaan pada 1958, dan sejumlah onder distrik di dalamnya menjadi kecamatan, yang kemudiannya masuk dalam administratif Kabupaten Pontianak.
Sejarah Kerajaan Kubu memiliki kaitan yang erat dengan sejarah Kesultanan Pontianak. Sejarah pantas berhutang budi kepada sekelompok kecil petualang dan saudagar Arab yang singgah di sana atas kemunculan serta tegaknya kedua kerajaan tersebut pada awalnya. Yaitu ketika 45 penjelajah Arab yang berasal dari daerah Hadramaut di Selatan Jazirah Arab, yang pada mulanya bertujuan untuk mencari keuntungan dengan berdagang di lautan Timur-jauh (Asia) berlabuh di sana. Leluhur dan Tuan Besar (Raja) Kerajaan Kubu pertama, yaitu Syarif Idrus Al-Idrus, adalah menantu dari Tuan Besar (Panembahan) Mampawa (Mempawah). Ia Syarif Idrus juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kesultanan Pontianak (Al-Qadri). Pada awalnya Dia Syarif Idrus membangun perkampungan di dekat muara sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan.
Sebagaimana keluarga sepupunya (Al-Qadri), Keluarga Syarif Idrus Al-Idrus (the Idrusi) tumbuh menjadi keluarga yang kaya-raya melalui perdagangan yang maju. Mereka membangun hubungan yang terjaga baik dengan Kerajaan Inggris Raya, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Sir Thomas Stanford Raffles (yang membangun Singapura), saat Raffles ditugaskan di Hindia Belanda. Hubungan ini berlanjut hingga setelah kembalinya Belanda ke Indonesia (Hindia Belanda) dan dirintisnya pembangunan pulau Singapura.
Bagaimanapun juga, hubungan ini tidak disukai oleh Kerajaan Belanda, yang secara formal mereka mengendalikan Pulau Kalimantan berdasarkan kontrak perjanjian bangsa-bangsa yang ditetapkan pada tahun 1823. beberapa keluarga Al-Idrus sempat juga mengalami perubahan kesejahteraan hidup menjadi sengsara pada masa itu. Mereka ada yang meninggalkan Kalimantan demi menjauhi sikap buruk Belanda ke daerah Serawak, yang mana waktu itu menjadi daerah territorial Kerajaan Inggris Raya, demi harapan yang lebih baik akan keberhasilan dalam perdagangan. Sedangkan Keluarga Al-Idrus yang memilin bertahan di Kubu, bagaimanapun juga, tak jua mendapatkan kehidupan serta perlakuan yang lebih baik dari pemerintah Belanda.
Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8[3]
Pemerintah Belanda menurunkan Syarif Abbas Al-Idrus dari jabatan Tuan Besar Kerajaan Kubu atas dukungan sepupunya, Syarif Zainal Al-Idrus ketika terjadi perebutan jabatan Raja pada tahun 1911. Akhirnya ia justru terbukti menemui kesulitan dalam pemerintahan serta diturun-tahtakan dengan tanpa memiliki pewaris/pengganti yang jelas, delapan tahun kemudian. Tidak adanya Pewaris tahta, baru ditetapkan dan disahkan setelah beberapa tahun kemudian. sehingga pejabat kerajaan yang ada selama kurun waktu itu hanyalah “Pelaksana sementara” (temporary ruler).
Setelah beberapa lama, akhirnya Syarif Shalih, mendapatkan kehormatan agung dari pemberi wewenang untuk menjabat sebagai Raja, tetapi kemudian tertahan saat kedatangan tentara Jepang di Mandor, pada tahun 1943.
Dewan kerajaan dan Keluarga Bangsawan tak semudah itu menyutujui pergantian Kerajaan kepada Syarif Shalih. Hingga akhirnya justru Jepang menempatkan putra bungsu Raja terdahulu yaitu Syarif Hasan, sebagai pemimpin Dewan Kerajaan akan tetapi belum sempat terjadi karena Jepang terlebih dulu kalah pada PD II dan meninggalkan Indonesia. Ia justru baru menerima pengesahan sebagai Pemimpin Kerajaan (Tuan Besar) Kubu pada tahun 1949, setelah Pemerintah Indonesia terbentuk. Kerajaan Kubu itu sendiri akhirnya berakhir dan menghilang ketika dihapus oleh Pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 1958.

Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu (1772 – 1795)

Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu(1772  1795) –(lahir di Dukhum-Hadramaut Yaman, catatan sejarah menyatakan Dia pernah singgah diBatavia bersama Al-Habib Husain bin Abubakar al-Idrus—makamnya di Keramat Luar Batang, Jakarta Utara)-- membangun perkampungan Arab di pesisir Sungai Terentang, yang mana menjadi cikal-bakal Kerajaan Kubu pada tahun 1772. Gelar Sayyid atau Habib atau Syarif yang disandang dia menandakan bahwa dia termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyid Al-Imam Husain ra.
Dia Syarif Idrus menikahi putri H.H. Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Mahmud Badaruddin I Jayawikrama Candiwalang Khalifat ul-Mukminin Sayyidul-Iman, Sultan Palembang, pada tahun 1747. Syarif Idrus wafat pada tahun 1795, penerus Dia :
1.     Syarif Muhammad bin Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu – lihat bawah.
2.     Syarif 'Alawi bin Syarif Idrus al-Idrus, Tuan (Raja) Ambawang (Kerajaan kecil bagian dari Kerajaan Kubu). Ia mencoba menjadikan Ambawang sebagai Kerajaan yang terpisah dari Kubu pada tahun 1800 akan tetapi tidak diijinkan oleh Pemerintah Belanda yang dideklarasikan pada tahun 1833 sebagai Kerajaan terpisah. Ia wafat di Ambawang.
3.     Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus (Raja /Tuan Besar I Kubu) Al-Idrus. Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus Al-Idrus ini menikahi Syarifah Aisyah Al-Qadri yang merupakan putri dari Sultan Syarif Abdurrahman bin Husein Al-Qadri (Sultan I Kesultanan Pontianak di Kalimantan Barat). Berputra Sultan Syarif Ali Al-Idrus yang mendirikan Kerajaan Sabamban di Angsana (sekarang masuk wilayah Keramat Dermaga, Kabupaten Tanahbumbu—Kalimantan Selatan - Indonesia). Pangeran Syarif Ali Alaydrus menjabat sebagai Raja Sabamban hingga akhir hayatnya. Jadi Keluarga Pangeran Syarif Ali mempertemukan dua jalur kebangsawanan Kalimantan, yaitu dari jalur Kerajaan Kubu (Al-Idrus) dan Kesultanan Pontianak (Al-Qadri).
4.     Syarif Mustafa bin Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu).
5.     Syarifa Muzayanah [dari Menjina] binti Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu). Lahir pada 1748 (putri dari Putri Kerajaaan Palembang).
6.     Syarif Muhammad (1795  1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.

 

Kerajaan Sabamban

Syarif Ali Al-Idrus, pendiri Kerajaan Sabamban yang merupakan cucu dari Raja (Tuan Besar) Kubu -Syarif Idrus Al-Idrus ini, pada awalnya menetap di daerah Kubu-Kalimantan Barat (bersama keluarga bangsawan Kesultanan Kubu). Pada masa itu Dia telah memiliki satu istri dan berputra dua orang yaitu : Syarif Abubakar Al-Idrus dan Syarif Hasan Al-Idrus. Karena ada suatu konflik kekeluargaan, akhirnya Syarif Ali Al-Idrus memutuskan untuk hijrah/pindah ke Kalimantan Selatan dengan meninggalkan istri dan kedua putranya yang masih tinggal di Kesultanan Kubu, melalui sepanjang Sungai Barito hingga sampai di daerah Banjar.
Di daerah Banjar tersebut, dia mendirikan Kerajaan Sabamban dan menjadi Raja yang Pertama, bergelar Pangeran Syarif Ali Al-Idrus. Pada saat dia menjadi Raja Sabamban ini, Dia menikah lagi dengan 3 (tiga) wanita; Yang pertama Putri dari Sultan Adam dari Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan, yang Kedua dari Bugis (Putri dari Sultan Bugis di Sulawesi Selatan), yang ketiga dari Bone (Putri dari Sultan Bone di Sulawesi Selatan). Pada saat dia telah menjabat sebagai Raja Sabamban inilah, kedua putra dia dari Istri Pertama di Kubu-Kalimantan Barat yaitu Syarif Abubakar dan Syarif Hasan menyusul Dia ke Angsana - Kerajaan Sabamban (Lansekap Sabamban), dan menetap bersama Ayahandanya.
Dari Ketiga istri dia di Banjar-Kalimantan Selatan serta satu Istri dia di Kubu-Kalimantan Barat tersebut, Pangeran Syarif Ali Alaydrus memiliki 12 (duabelas) putra. Putra-putra dia yaitu : Dari Istri Pertama (Kubu-Kalimantan Barat) :
1.     Syarif Hasan bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus, putra dia : Pangeran Syarif Qasim Al-Idrus, Raja II Sabamban menjabat sebagai Raja setelah sepeninggal Kakeknya yaitu Pangeran Syarif Ali bin Syarif Abdurrahman Al-Idrus, hingga akhirnya Kerajaan Sabamban ini hilang dari bumi Kalimantan Selatan.
2.     Syarif Abubakar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
Dari Istri ke-dua, Putri Kesultanan Banjar, Istri ke-tiga (Putri Sultan Bugis) dan Istri ke-empat (Putri Sultan Bone), menurunkan putra-putra dia :
1.     Syarif Musthafa bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
2.     Syarif Thaha bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
3.     Syarif Hamid bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
4.     Syarif Ahmad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
5.     Syarif Muhammad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
6.     Syarif Umar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
7.     Syarif Thohir bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
8.     Syarif Shalih bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
9.     Syarif Utsman bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus dan
10. Syarif Husein bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus.
Setelah wafatnya Sultan Syarif Ali Al-Idrus, Jabatan Sultan tidak diteruskan oleh putra-putra dia, akan tetapi yang menjadi Sultan II Sabamban adalah justru cucu dia yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus, putra dari Syarif Hasan (Syarif Hasan adalah putra Sultan Syarif Ali Al-Idrus dari Istri Pertama/Kubu, waktu Syarif Ali masih menetap di Kubu-Kalimantan Barat).
Jadi sepanjang sejarahnya, Kesultanan Sabamban ini hanya dijabat oleh dua Sultan saja, yaitu pendirinya Sultan Syarif Ali Al-Idrus sebagai Sultan I dan cucu dia sebagai Sultan II Sabamban yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus.
Sementara itu, setelah tidak adanya lagi Kesultanan Sabamban tersebut, anak-cucu keluarga bangsawan dari keturunan Sultan Syarif Ali Al-Idrus ini, menyebar ke seluruh wilayah Kalimantan Selatan pada umumnya dan ada yang hijrah ke Malaysia, Filipina, pulau Jawa dan di belahan lain Nusantara hingga saat ini.

 

Syarif Muhammad (1795 – 1829)

Syarif Muhammad (1795  1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal dunia pada 1795. Menerima perlindungan dari Belanda saat ia menyetujui kontrak perjanjian dengan Pemerintah NEI (Hindia Belanda), 4 Juni 1823. Ia meninggal pada 7 Juni 1829, memiliki keturunan, tiga putra :
1.     Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar of Kubu
2.     Syarif Taha bin Syarif Muhammad al-Idrus, Kampung Sungai Pinang.
3.     Syarif Mubarak bin Syarif Muhammad al-Idrus. Menggantikan kakaknya sebagai Pemimpin di Kampung Sungai Pinang.

 

Syarif 'Abdul Rahman (1829 – 1841)

Syarif 'Abdul Rahman (1829  1841) ibni al-Marhum Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 7 Juni 1829. Menikahi Syarifa Idja. Ia meninggal pada 2 Februari 1841, memiliki keturunan:[4]
1.     Syarif Ismail bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
2.     Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
3.     Syarif Kasim bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. menikahi putri dari Pangeran Syarif Hamid, Batavia. Ia memilki, seorang putra:
1.   Syarif Ismail bin Syarif Kasim al-Idrus.
4.     Syarif Aqil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikahi Syarifa Jara. Ia memiliki keturunan :
1.   Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Piah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, putri kedua dari Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, dua anak.
1. Syarif Hamid bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Kamala.
2. Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus. Menikah dengan Syarif Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra ke-empat Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu. Ia memiliki dua anak - lihat bawah.
3. Syarifa Bunta binti Syarif Akil al-Idrus.
5.     Syarifa Saida binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah dengan Syarif Muhammad Ba-Hasan, dan memiliki keturunan :
1.   Syarifa Saha binti Syarif Muhammad Ba-Hasan. Menikah dengan Syarif Umar Al-Qadri, of Pontianak.
6.     Syarifa Nur binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah dengan Syarif Alawi, memiliki keturunan dua putra :
1.   Syarif 'Abdu'llah bin Syarif Alawi. Menikah dengan Syarifa Saliha, memiliki dua anak.
2.   Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Alawi.

 

Syarif Ismail (1841 – 1864)

Syarif Ismail (1841  1864) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 2 Februari 1841, dilantik pada 28 Mei 1841. Memiliki beberapa istri, termasuk (yang pertama) Tengku Embong binti al-Marhum Tengku Besar Anum (d.s.p.), Putri bungsu dari H.H. Tengku Besar Anum ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Jalil Shah, Panembahan Sukadana, dengan istri keduanya, Tengku Jeba binti Tengku Ja'afar, Putri tertua dari Tengku Ja'afar bin Tengku Musa, Tengku Panglima Besar Karimata. Syarif Ismail juga menikahi (yang kedua) Syarifa Zina.
Dia meninggal 19 September 1864, memiliki keturunan, 4 laki-laki dan 8 perempuan :
1.     Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif Ismail (Putra Mahkota) menikahi Syarifa Amina. Ia hilang saat pergi ke Serawak (diperkirakan meninggal dunia), pada 1866.
2.     Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail, Tuan Kubu - lihat bawah.
3.     Syarif Said ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Zina, dan memiliki dua anak.
4.     Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Marian.
Anak perempuan :
1.     Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif Ismail. Dia meninggal sebelum 1903.
2.     Syarifa Dara binti al-Marhum Syarif Ismail, menikah dengan sepupunya, Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra Bungsu Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memilki, 3 anak - lihat bawah.
3.     Syarifa Fatima binti al-Marhum Syarif Ismail.
4.     Syarifa Amina binti al-Marhum Syarif Ismail.
5.     Syarifa Rola binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki 3 anak.
6.     Syarifa Zina binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mansur, dan memiliki 1 anak.
7.     Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Ismail.
8.     Syarifa Mariam binti al-Marhum Syarif Ismail.

 

Syarif Hasan (1864 – 1871)

Syarif Hasan (1864  1871) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Kakak tertuanya pada 19 September 1864. dilantik pada5 Maret 1866. Resmi memegang jabatan Tuan Kubu mulai 7 Juli 1871. menikah dengan Syarifa Isa. Ia meninggal pada 4 November 1900, memiliki 13 putra dan 6 putri.
Putera :
1.     Syarif Muhammad ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862.
2.     Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862. Ia meninggal pada waktu muda.
3.     Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu - lihat bawah.
4.     Syarif 'Abdu'llah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir pada 1870. menikah dengan Syarifa Selina, dan memiliki lima anak.
5.     Syarif Yasin ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir 1872. menikah dengan Syarifa Muna, dan memiliki keturunan, 4 anak.
6.     Syarif 'Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus, putri tertua Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak.
7.     Syarif Kasim ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. DH Kubu, Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Majelis Rakyat Kabupaten/DPRD) 1919-1921. menikah dengan Syarifa Kamariah. Ia meninggal pada 16 Juni 1921.
8.     Syarif Taha ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Darah, dan memiliki keturunan, 2 anak.
9.     Syarif Usman ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa 'Isa al-Idrus.
10. Syarif Sajaf ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
11. Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
12. Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan sepupunya, Syarifa Dara, Putri kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
13. Syarif Zaman [Seman] ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
Puteri :
1.     Syarifa Shaikha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
2.     Syarifa Sipa binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Abu Bakar, dan memiliki keturunan, 2 anak.
3.     Syarifa Piah binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus, Putra tertua Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak – lihat atas.
4.     Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Kechil, dan memiliki keturunan 2 anak.
5.     Syarifa Saida binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad, dan memiliki keturunan dua anak.
6.     Syarifah Mani binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
7.     Syarifa Kembong binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.

 

Syarif 'Abbas (1900 – 1911)

Syarif 'Abbas (1900  1911) ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Lahir 1853, Pendidikan Khusus. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 4 November 1900. Dilantik pada 6 Juli 1901. Diturunkan dari tahtanya pada April 1911. memiliki beberapa istri, termasuk Syarifa Kamariah. Ia memiliki dua putra dan 10 putri .
Putera-putera:
1.     Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. Lahir 1903. Ia meninggal pada usia muda..
2.     Syarif Ahmad ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus [Wan Sulung]. Ia terbunuh pada 1906.
Puteri-puteri :
1.     Syarifa Inah binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
2.     Syarifa Zubaida binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki keturunan tiga anak.
3.     Syarifa Kamala binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Hamid, dan memiliki satu anak.
4.     Syarifa Buntat binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Kasim, dan memiliki satu anak.
5.     Syarifa Isa binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
6.     Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu (Lahir pada1851), Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
7.     Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad [Mo] al-Idrus, dan memiliki satu anak.
8.     Syarifa Saliha binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Umar al-Idrus.
9.     Syarifa Kuning binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
10. Syarifa Kebong binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
11.  

 

Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921)

Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911  1921) ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1851, Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu, Pendidikan Khusus. Dipilih oleh Belanda untuk menggantikan sepupunya yang diturun-tahtakan sebelumnya pada 26 September1911. Dilantik pada 15 Januari 1912. Menyerahkan menyerahkan wewenang Kesultanan kepada Dewan Kabupaten pada 1919. di-turun-tahtakan tanpa adanya pilihan pengganti pada 11 April 1921. Memiliki 3 istri, termasuk Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus, Putri ke-enam Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, 7 putra :
1.     Syarif Mustafa ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
2.     Syarif Akil [Agel] ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus. Lahir 1877, Pendidikan Khusus. Menikah dengan putri Syarif Said al-Idrus pada 1900. Ia memiliki 3 putra :
1.   Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
2.   Syarif Tani ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
3.   Syarif Mohsen [Mukhsin] ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
3.     Syarif Ja'afar ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
4.     Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri pertama).
5.     Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu (putra dari istri kedua)- lihat bawah.
6.     Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri ke-tiga).
7.     Syarif Salim ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.

 

 

Syarif Salih (1921 – 1943)

Syarif Salih (1921  1943) ibni al-Marhum Idrus al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1881, Pendidikan khusus. Dipilih oleh Belanda, bersama Dewan Kesultanan, dikenal sebagai Senior Mbr. of the Cncl. of Regent 1919 (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten). Menjadi Asisten Bupati pada 16 Juni 1921. Dikenal sebagai Pelaksana Sementara Kesultanan, pada September 1921. Dilantik pada 7 Februari 1922. Ditangkap oleh Jepang pada 23 November 1943. Menerima: Knt. of the Order of Orange-Nassau (17.8.1940) Gelar Ksatria-Bangsawan dari Kerajaan Belanda (17 Agustus 1940), dan Lesser Golden Star for Loyalty dan Merit (Gelar Pengabdian dan Jasa Luar Biasa dari Kerajaan Belanda). Ia dibunuh (dipancung) oleh tentara Jepang di Mandor pada 28 Juni 1944, memiliki dua putra :
1.     Syarif Yahya ibni al-Marhum Syarif Salih al-Idrus. Ia memiliki putra :
1.   Syarif Hamid bin Syarif Yahya al-Idrus.
2.   Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Yahya al-Idrus.
2.     Syarif Husain bin Syarif Salih al-Idrus. Excluded from the succession because of physical dan mental incapacity. Ia memiliki seorang anak :
1.   Syarif Yusuf bin Syarif Husain al-Idrus. (Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten) 1946).

 

Syarif Hasan (1943 – 1958)

Syarif Hasan (1943  1958) ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu, Pendidikan: HIS Pontianak. Menjadi Ketua bestuur comite oleh Jepangpada tahun 1943. Dilantik sebagai Pemimpin Dewan Rakyat Daerah (Cncl. of Regency/DPRD) pada 1946. Terpilih sebagai head of the self-governing monarchy (Pemimpin Kerajaaan-kerajaan di Indonesia) pada 16 August 1949. Diturunkan dari tahtanya saat Kesultanan Kubu dihapus oleh Pemerintah RI pada tahun 1958.

Nasab Bani Alawi - al-Husaini
Bani Alawi ialah gelar marga yang diberikan kepada mereka yang nasab-nya bersambung kepada Sayyid Alawi bin Ubaidullah (Abdullah) bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir. Ahmad bin Isa Al-Muhajir telah meninggalkan Basrah di Iraq bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadhramaut di Yaman Selatan. Cucu Ahmad bin Isa yang bernama Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Oleh itu anak-cucu Alawi digelar Bani Alawi, yang bermakna “Keturunan Alawi”. Panggilan Bani Alawi atau Ba'Alawi juga ialah bertujuan memisahkan kumpulan keluarga ini daripada cabang-cabang keluarga yang lain yang juga keturunan dari Nabi Muhammad SAW.
Bani Alawi (Ba 'Alawi) juga dikenali dengan kata-nama Sayid (jamaknya: Sadah) atau Habib (jamaknya: Haba'ib) atau Syarif (jamaknya: Asyraf, khusus bagi bangsawan/ningrat-nya). Untuk kaum wanitanya dikenal juga dengan sebutan Syarifah. Keluarga yang bermula di Hadhramaut di negara Yaman ini, telah berkembang dan menyebar, dan saat ini banyak di antara mereka yang menetap di segenap pelosok dunia baik Arab, Indonesia, Asia Tenggara, India, Afrika dan lainnya.

Silsilah Kesultanan Kubu

Raja Pertama
Sayyidis Syarif Idrus bin abdurahman Al-Aydrus, lahir pada malam Kamis 17 Ramadhan 1144 H ( 1732 M ) dikampung Al-Raidhah terim ( Hadramaut ). Beliau meninggalkan kampung halamannya dalam rangka Syiar agama Islam. Banyak negeri dan tempat yang dilalui dan disinggahi termasuk dikepulauan Nusantara hingga diriwayatkan akhirnya ia tiba menyusuri sepanjang sungai terentang ( dimuara pulau Bengah ), didaerah ini beliau berhasrat untuk menetap dan membuka perkampungan untuk itu pemohonnya mendapat restu dari Sultan Ratu, Raja di Simpang ( Matan ).
Di situlah tahun 1182 H (1768 M) Beliau dan beberapa orang anak buahnya yang berasal dari Hadramaut dan di Bantu oleh suku-suku Bugis dan Melayu membuka sebuah perkampungan. Dipersimpangan muara tiga buah anak sungai dibuatlah benteng-benteng dari serangan perompak laut (lanun) yang pada masa itu masih merajalela. Perkampungan yang dibuka kemudian berkembangmenjadi negeri yang kemudian diberi nama Kubu.
Di Kubu ini beliau dinobatkan menjadi Raja Pertama pada tahun 1775 M dan bergelarTuan Besar Raja Kubu, yang mana kelak bekas Istana tersebut didirikan Masjid Raya sekarang. Beliau mempunyai zuriat Putra dan Putri sebanyak 12 Orang yang mana salah satu putranya yakni Syarif Abdurahman kawin dengan Putri dari Sultan Abdurahman Alkadri pendiri Kesultanan Pontianak bernama Syarifah Aisyah (dari Ibu Permaisuri Utin Candra Midi yang bermakam di Batulayang.
Sayyidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al-Aydrus wafat pada hari Minggu pada tanggal 26 Zulkaedah 1209 H (1794 M ) dan dimakamkan disamping Masjid Raya yang ada sekarang.

Raja KeDua
Setelah Raja Pertama wafat Putranya yang kedua bernama Syarif Muhammad menggantikannya dengan Gelar Tuan Besar Raja Kubu. Adapun saudara Syarif Muhammad yang bernama Syarif Alwi yang turut berjasa di Kerajaan Kubu membuka negeri sendiri yaitu Kerajaan Ambawang ( lihat riwayat berikutnya ).
Sayyidis Syarif Muhammad ( Raja Kubu ke-2 ) wafat pada tahun 1829 M ( 1248 H ) dan dimakamkan di Kubu.

Raja KeTiga
Almarhum Syarif Muhammad bin Idrus Al-Aydrus digantikan dengan Putranya Sayyidis Syarif Abdurrahman sebagai Raja Ketiga tahun 1829 M bergelar Tuan Kubu Dalam pemerintahan Beliau datang utusan dari Pemerintah Tinggi Belanda bernama de Linge yang kemudian Pemerintah Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan ( besluit ) tanggal 15 Mei 1835 M, yang menyatakan bahwa Kerajaan Kubu berdiri sendiri, tidak dibawah Gubernemen Belanda, dan Pemerintah Belanda tidak akan memungut pajak apapun dari Kerajaan Kubu, tetapi Kerajaan Kubu dibuatkan perjanjian adanya pelarangan perdagangan gelap dan penjagaan dari perompak laut.
Pada pemerintahan Syarif Abdurrahman Kerajaan Ambawang dibawah kekuasaan Syarif Abdurrahman bin Alwi Al-Aydrus ( Raja Kedua Kerajaan Ambawang ) di Persatukan kembali dengan Kerajaan Kubu.
Pada tanggal 2 Februari 1841 ( 1260 H ) Syarif Abdurrahman bin Muhammad Al-Aydrus wafat.

Raja KeEmpat
Dengan wafatnya Raja Kubu yang Ketiga yang kemudian digantikan oleh Putranya yang bernama Syarif Ismail bin Abdurrahman Al-Aydrus sebagai Raja ke-Empat pada tanggal 28 Mei 1841. Pada masa Pemerintahannya ditanda tangani kembali perjanjian dengan pemerintah Belanda yang menerangkan bahwa Kerajaan Kubu berada langsung dibawah kekuasaan Pemerintah Belanda dan Raja Kubu hanya diberi ganti rugi tiap-tiap tahun. Hal ini juga berlaku Kepada Syarif Abdurrahman bin Alwi Al-Aydrus bekas Raja Ambawang yang ke-Dua diberikan ganti rugi perbelanjaan dan pindah di Pontianak. Tuan Kubu Syarif Ismail bin Abdurrahman Al-Aydrus wafat pada tanggal 19 September 1864 dan sebagai penggantinya ditunjuk Putra Tertuanya Syarif Abdurrahman yang berada di Serawak, sementara kerajaan Kubu dipangku oleh saudaranya yang bernama Syarif Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus.

Raja KeLima
Sambil menunggu Putranya yang bernama Syarif Abdurahman bin Ismail Al-Aydrus yang masih berada di Serawak, Pemerintah Belanda mengangkat Syarif Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus sebagai pemangku sementara Kerajaan Kubu tanggal 5 Maret 1866. Dalam perjalanan dari Serawak Syarif Abdurahman bin Ismail Al-Aydrus sakit mendadak dan meninggal dunia dan kemudian jenazahnya dibawa kembali ke Serawak. Berita ini disampaikan kepada Pemerintah Belanda di Pontianak. Dengan demikian Syarif Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus langsung dinobatkan sebagai Raja Kubu ke-Lima, dengan kontrak tanggal 27 Juni 1878, kontrak-kontak tersebut memuat surat keputusan Residen Borneo Barat tahun 1833 termasuk penyatuan Kerajaan Ambawang dengan kerajaan Kubu.

Raja KeEnam
Sebagai penggantinya dinobatkan Putranya yang bernama Syarif Abbas bin Syarif Hasan dengan gelar Tuan Kubu dengan persetujuan Pemerintah Tinggi pada tanggal 8 November 1900 ( 1318 H ) . Pada masanya Kerajaan Kubu bertambah maju. Pendapatan Kerajaan Kubu dihasilkan dari pemungutan cukai dengan hasil 10 : 1 dari hasil hutan. Pada waktu itu Gubrnemen ( Pemerintah Belanda ) masih belum ambil perduli dengan penghasilan Kerajaan Kubu dan belum ada peraturan-peraturan yang khusus.
Pada tanggal 7 juni 1911, Tuan Kubu Syarif Abbas diberhentikan oleh Pemerintah Tinggi (Belanda) selaku Raja Kerajaan Kubu, karena menolak adanya per-pajakan didalam Kerajaannya. Syarif Abbas bin Syarif Hasan wafat tahun 1911 dan dimakamkan di Kubu.

Raja KeTujuh
Untuk tidak terlalu lama kosongnya Pemerintahan Kerajaan Kubu, dengan suara 22 orang saja, dipilih Syarif Zain bin Almarhum Tuan Kubu Syarif Ismail menggantikan tahta Kerajaan Kubu, dengan kontrak tanggal 26 September 1911, ber-istana di Pematang Al-Hadad, yang dikenal sekarang “Kerta Mulya“ perkampungan kecil dibagian Tanjung Bunga ( Telok Pakedai ).
Selaku menteri-menteri Kerajaan, yaitu :
1. Putranya bernama Syarif Agil dan langsung menjadi Kepala Distrik di Telok Pakedai.
2. Sayid Ali Al-Habsyi selaku Penghulu Agama.
3. Syarif Abubakar, Kepala Kampung di Telok Pakedai dan berkedudukan pula di Kerta Mulya.
4. Putranya Syarif Yahya, langsung menjadi Kepala Distrik di Padang Tikar.
Pada tahun 1917 Syarif Agil diberhentikan dari jabatannya oleh pemerintahan, dan digantikan oleh Kasimin (Mantri Polisi dari Pontianak), berkedudukan di Telok Pakedai selaku Kepala Distrik.
Syarif Yahya Kepala Distrik di Padang Tikar, meninggal dunia pada tahun 1919, digantikan oleh Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus ( baca : Raja Kubu VIII / ke – delapan ) berkedudukan diPadang Tikar.
Tuan Kubu Syarif Zain bin Ismail AlAydrus berhenti dari jabatannya dengan surat putusan dari Gubernur Jendral tanggal 29 Agustus 1919, kemudian disusul dengan surat keputusan tanggal 15 Juni 1921 No. 56 dengan Onderstand (tunjangan) F1.100,- sebulan.
Untuk mengisi kekosongan Kerajaan Kubu, dengan persetujuan Pemerintah Pusat, pada tanggal 23 Oktober 1919, Kerajaan Kubu diperintah oleh suatu Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) yang dipegang oleh :
1. Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus, Kepala Distrik Padang Tikar,
2. Kasimin, Kepala Distrik Telok Pakedai.

Raja KeDelapan
Dengan persetujuan Pemerintah Tinggi (Gubernermen) Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus diangkat menjadi Raja Kubu Ke-Delapan bergelar Tuan Besar Raja Kubu dengan Surat Ikral 3 September 1921 dan dengan Kontrak Pendek (Korte Verklaring) tanggal 7 Pebruari 1922.
Hingga pada masa pemerintahannya situasi dunia dalam keadaan perang. Dengan penyerangan dan pengeboman tiba-tiba oleh Jepang atas Pearl Harbour, dan terlibatnya Pemerintahan Belanda dalam kancah peperangan (Agresi Jerman) di benua Eropa, juga di Hindia Belanda sibuk mempersiapkan diri.
Kota Pontianak di bom oleh 9 buah pesawat Jepang pada tanggal 19 Desember 1941 yang kemudian dikenal dengan Bom Sembilan. Mayat bergelimpangan hingga tidak dapat dikenali lagi dan dikuburkan begitu saja dalam satu lubang besar dan kebakaran kota tampak dimana-mana.
Pelarian dan mundurnya Pemerintah Sipil Belanda disusul dengan pendaratan tentara Jepang menduduki Kota Pontianak pada bulan Pebruari 1942. Di Pontianak, umunnya di daerah Kalimantan Barat mulai adanya penangkapan Raja-Raja, Pejabat-Pejabat Pemerintah, Pedagang-Pedagang dan lainnya, disusul dengan penangkapan Tuan Kubu Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus (20 Pebruari 1944), kemudian esoknya Putra Beliau Syarif Ahmad Al Idrus menyerahkan diri langsung ke Pontianak.
Akhirnya berita resmi tentang pembunuhan Raja-Raja dan lainnya tiba (Borneo Shinbun 1 Juli 1944 No. 135) adapun menantu Almarhum yakni Syarif Yusuf (Alhadj Bin Said Al Kadri) ditunjuk menjadi  Gi-Cho Kubu ZitiryoHyogikai (semacam Bestuurscommissie) tanpa keanggotaan lainnya.
Setelah peristiwa Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh Tentara Sekutu pada tahun 1945 dan Jepang menyerah tanpa syarat. Pada bulan September 1945 Belanda datang kembali ke Indonesia dengan memboncengi tentara sekutu yang mencari sisa-sisa tentara Jepang yang kemudian dikenal dengan NICA.
Pada bulan Nopember 1945 serombongan tentara NICA singgah di Kubu dan kebetulan pada waktu itu Putra Tertua Almarhum Raja ke- Delapan yakni Syarif Husien didampingi Putranya Syarif Yusuf Bin Husien Al Aydrus sedang berada di Istana.
Seorang Kapiten Belanda Mr. B. Hoskstra naik ke Istana menanyakan hal – hal keadaan almarhum Raja ke Delapan, belia mengaku bersahabat baik dengan almarhum. Mr. B. Hoskstra meminta kepada Syarif Husien Bin Syarif Saleh Al Idrus supaya segera ke Pontianak menghadap Pemerintah (cq. Sultan Hamid Al Kadri II). Syarif Husien Bin Syarif Saleh Al Idrus dan Putra Syarif Yusuf Al Idrus selesai menghadap Sultan Hamid Al Kadri II kembali Ke Kubu.
Dengan persetujuan pemerintah, di Kerajaan Kubu disyahkan berdirinya suatu Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) yang dijabat oleh :
1. Syarif Hasan Bin Tuan Kubu Syarif Zain Al Idrus selakuKetua merangkap anggota.
2. Syarif Yusuf Bin Husien Al Aydrus, selaku anggota terhitung 1 Maret 1946.
Kerajaan Kubu langsung dirangkap pekerjaannya olehOnderadelingschef (O.A.C) yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kerajaan yang kemudian sebelum perang dan sebagai gantinya didudukan seorang Wedana, sehingga akhirnyapenghapusan seluruh Pemerintah Kerajaan (Swapraja) dalam jaman Republik dari Daerah Kalimantan Barat dan resmilah pemerintah tunggal dimana – mana, dengan
Kabupaten di Pontianak
Kewedanaan di Kubu, dengan dibawahnya
Kecamatan – Kecamatan ( Onderdistrik)
Akhirnya dalam penyederhanaan struktur pemerintahan, kewedanaan dihapuskan dan kecamatan – kecamatan langsung berhubungan kepada Kabupaten.
Kesimpulan :
Setelah ditangkap dan dibunuhnya Tuan Besar Raja Kubu ke Delapan tidak ada pengangkatan maupun penobatan Raja Kubu berikutnya, karena setiap pengangkatan seorang Raja (Zelfbestuure) disyahkan oleh Pemerintan Hindia Belanda (Residence Borneo Barat) dengan Kontrak Pendek  /Korteverklaring (Besluit).


Sumber Ringkasan:
”Membuka Tirai Kerajaan Kubu dan Ambawang” yang disusun kembali oleh Sy. M. Djunaidy Yusuf Al Idrus tahun 2001

Gelar dan Istilah

·         Putra Mahkota/Pangeran : Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi) ibni al-Marhum Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga), Tuan Besar Kubu (aslinya: Yang di-Pertuan Besar).
·         Anggota laki-laki keluarga Kesultanan yang lain, keturunan pada garis Bapak: Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi) ibni Syarif (or Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga).
·         Anggota wanita keluarga Kesultanan, keturunan pada garis bapak: Syarifah (nama pribadi) binti Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga).

Aturan Suksesi (Pergantian)

Pemilihan Raja dijalankan oleh Dewan Kesultanan (Council of the State) dan Anggota Senior dari Keluarga kebangsawanan yang menjabat Mufti/Qadhi (Ruling House).

Referensi

Sumber

·         Maktab Ad-Daimy, Badan Pencatatan Nasab Bani Alawi – Al-Husaini, Rabithah Alawiyah Pusat, Jakarta–Indonesia, Attn: Habib Zainal Abidin Seggaf As-Seggaf (Ketua) dan Habib Abubakar Seggaf As-Seggaf (Wakil), Buku Data Nasab Bani Alawi-Al-Husaini, No. 1, hlm. 149, (Jakarta: Maktab ad-Daimy), 1997
·         Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali Bin Yahya dan Team Penulis Panitia Muktamar ke-10 Jam’iyah Ahli Al Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah 1426H/2005 M - Pekalongan, Mengenal Thariqah – Panduan Pemula Mengenal Jalan Menuju Allah; Last Chapter, Sekilas Tentang Thariqah Alawiyah, (Jakarta: Aneka Ilmu), 2005
·         http://www.asyraaf.org (Telaah Kitab Al-Mu'Jamul Lathif halaman 140-141, tentang Qabilah Marga Al-Idrus)
·         Al-Habib Muhammad bin Abubakar Asy-Syalli Ba-‘Alawy, As-Syaikh Al-Akbar Abdullah Al-Idrus dalam Al-Masyra' Ar-Rawiy fi Manaqib As-Sadah Al-Kiram Bani Alawiy, tt
·         Sayyid Ahmad bin Muhammad As-Syathiri, Sirah As-Salaf Min Bani 'Alawiy Al-Husainiyin, (Jeddah: dicetak oleh Alam Ma'rifah), 1405H/1984
·         Prof Dr. HAMKA, Soal Jawab Agama Islam, (Kuala Lumpur: Pustaka Melayu Baru), 1978.
·         Ronald Lewcock, Wadi Hadhramaut and The Walled City of Shibam, UNESCO, 1986
·         Daniel van der Meulen dan H. Von Wissmann, Hadramaut -Some of Its Mysteries Unveiled
·         J. P. J. Barth, Overzicht der afdeeling Soekadana, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van kunsten en wetenschappen. Deel L, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Albrecht & Co., Batavia, 1897.
·         J.J.K. Enthoven, Bijdragen tot de Geographie van Borneo's Wester-afdeeling. E.J. Brill, Leiden, 1903.
·         H. von Dewall, "Matan, Simpang, Soekadana, de Karimata-eilanden en Koeboe (Wester-afdeeling van Borneo)", Tijdschrisft voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel XI, Vierde Serie Deel II, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Batavia, 1862.


0 komentar:

Posting Komentar