MEMAHAMI MERIT SISTEM
DALAM PROMOSI JABATAN TERBUKA PADA TATARAN BIROKRASI DI DAERAH
BERDASARKAN UU No 5 TAHUN 2014 TENTANG ASN.
Oleh;Turiman
Fachturahman Nur
1.Hakekat
Reformasi Birokrasi
Memahami
sistem merit dalam kaitannya dengan promosi jabatan secara terbuka didalam UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN, tentunya terlebih dahulu
perlu dipahami dahulu hakekat reformasi birokrasi, karena promosi jabatan
secara terbuka adalah bagian dari agenda reformasi birokrasi. Patut
dipahami, bahwa reformasi birokrasi merupakan konsep yang luas
ruang lingkupnya, mencakup pembenahan struktural dan kultural. Secara lebih
rinci meliputi reformasi struktural (kelembagaan), prosedural, kultural, dan
etika birokrasi.
Reformasi birokrasi
pemerintahan diartikan sebagai penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan
dalam bentuk penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi pemerintahan
untuk mengubah tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan untuk
mempermudah pencapaian tujuan pembangunan.
Secara normatif didalam Peraturan MENPAN No. PER/15/M.PAN/7/2009, Tentang: Pedoman
Umum Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi adalah upaya untuk
melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan
SDM aparatur.
Disebutkan pula bahwa : Reformasi Birokrasi adalah
langkah-langkah strategis untuk membangun aparatur Negara agar lebih
berdayaguna dan berhasilguna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional.
Di dalam konteks Indonesia,
dengan budaya paternalistik yang masih kuat, keberhasilan pembenahan birokrasi
akan sangat ditentukan oleh peran pemimpin atau pejabat tinggi birokrasi. Jadi
pembenahan tersebut seyogianya dilakukan dari level atas, karena pemimpin
birokrasi kerapkali berperan sebagai ’patron’ sehingga akan lebih mudah menjadi
contoh bagi para bawahannya.
Pembenahan birokrasi mengarah
pada penataan ulang aspek internal maupun eksternal birokrasi. Dalam tataran
internal, pembenahan birokrasi harus diterapkan baik pada level puncak (top level bureaucrats), level menengah (middle level bureaucrats), maupun level
pelaksana (street level bureaucrats).
Pembenahan pada top level harus didahulukan karena
posisi strategis para birokrat di tingkat puncak adalah sebagai pembuat
keputusan strategis. Pada tataran menengah, keputusan strategis yang dibuat
oleh pemimpin harus dijabarkan dalam keputusan-keputusan operasional dan
selanjutnya ke dalam keputusan-keputusan teknis bagi para pelaksana di lapangan
(street level bureaucrats).
Reformsi Birokrasi di Indonesia sebenarnya
tidak terelepas dari perjuangan
untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan
suatu bangsa dalam bernegara, pengembangan sistem
administrasi negara termasuk birokrasi
di dalamnya senantiasa didasarkan pada konstitusi negara bangsa
bersangkutan. Demikian pula Indonesia. Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia didasarkan pada dan
merupakan penjabaran dari UUD 1945. Pada Pembukaan UUD 1945 terdapat ungkapan
para founding fathers negara bangsa
ini yang mendeklarasikan “the Spiritual
Dimensions of the Indonesian Public Administration” yang sangat mendasar.
Makna spiritual dalam konteks Indonesia ini mengandung
dimensi “psiko religius dan kultural” yang kental dengan dimensi ketuhanan dan
pengakuan bangsa Indonesia akan keberadaan dan peran Allah Yang Maha Kuasa
dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan luhur bangsa dan negara, yang
sepenuhnya merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang fitri, yang murni dan
universal.
Pembukaan UUD 1945
menegaskan dimensi spiritual
dari sistem administrasi negara kita, berupa pernyataan keimanan dan
pengakuaan kemaha kekuasaan Allah SWT dalam perjuangan bangsa (pada alinea
tiga); serta cita-cita dan tujuan bernegara, dan sistem pemerintahan negara
(alinea empat).
Keseluruhan iitu mengandung makna, nilai, dan prinsip masyarakat madani
dan kepemerintahan yang baik. Hal ini tak boleh diabaikan lagi dalam pengembangan sistem dan proses pemerintahan
dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang, apabila generasi ini dan
generasi-generasi mendatang benar-benar ingin membangun Indonesia seperti yang
dideklarasikan, Indonesia yang dicitakan, sosok Indonesia yang diamanatkan. Pertanyaannya adalah bagaiman Birokrasi Indonesia menghadapi abad 21?
Sebagaimana dipahami,
bahwa abad 21 menghadapkan lingkungan strategis
nasional dan internasional yang berbeda dengan tantangan strategis yang dihadapi pada Abad
20. Di akhir Abad 20 dan dalam dekade-dekade awal Abad 21, Indonesia
menghadapi tantangan-tantangan berat di segala bidang; krisis multi dimensi,
ancaman desintegrasi, dan keterpurukan ekonomi. Indikator-indikator pembangunan
menunjukan bahwa posisi Indonesia berada dalam kelompok terendah dalam peta
kemajuan pembangunan bangsa-bangsa, baik dilihat dari indeks pembangunan
manusia, ketahanan ekonomi, struktur industri, perkembangan pertanian, sistem
hukum dan peradilan, penyelenggaraan clean
government, dan penyelenggaraan good
governance baik pada sektor publik mau pun bisnis. Selain itu, Indonesia masih dipandang sebagai
negara dengan resiko tinggi, dengan tingkat korupsi termasuk tertinggi,
demikian pula dari besarnya hutang luar negeri. Dan perkembangan politik di
Indonesia yang ditandai dengan kekasaran politik dan jumlah partai politik
terbesar di dunia, menunjukan kultur politik dan kehidupan demokrasi yang belum
mantap, merupakan fenomena yang memerlukan perhatian sungguh-sungguh dari setiap pemimpin bangsa.
Pembangunan Masyarakat Madani (MM) merupakan opsi dari ketidak pastian paradigma yang ditempuh bangsa Indonesia dalam menghadapi permasalahan-perma-salahan besar dan mendasar yang dihadapinya di Abad 21 ini. Bangsa yang menderita krisis multi dimensi berkepanjangan sejak tahun-tahun terakhir Abad 20 dengan berbagai dampaknya yang luas dalam kehidupan masyarakat, memerlukan kejelasan, konsensus, dan komitmen bersama mengenai paradigma, sistem, dan strategi yang harus ditempuh dalam menghadapinya, dalam menghadapi krisis multi dimensi, tantangan pemulihan ekonomi, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang.
MM sebagai “paradigma dan sistem peradaban” yang memberi ruang secara seimbang kepada masyarakat dan pemerintah dalam kehidupan bernegara, telah menarik cukup perhatian sebagai opsi pendekatan dalam menghadapi permasalahan bangsa tersebut, dalam diskursus mengenai resolusi permasalahan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dalam negara hukum yang demokratis. Dalam hubungan itu, kepemerintahan yang baik atau good governance (GG) menawarkan alternatif pendekatan dalam pengembangan kebijakan pembangunan untuk lebih membumikan nilai-nilai MM dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan bangsa.
Patut dipahami, bahwa (1) “birokrasi disadari merupakan kunci bagi terselenggaranya GG, (2) G (governement) merupakan salah satu pilar pendukung MM di samping dua lainnya, yaitu masyarakat (society) dan dunia usaha (business sector); dan (3) GG dan MM merupakan dua sisi dari suatu mata uang yang akan utuh nilainya apabila tidak dipecah, bahkan nilainya akan semakin tinggi apabila keduanya dikembangkan saling mengisi dan memperkuat
Pengertian penataan birokrasi atau penataan ulang sistem birokrasi nasional dalam dokumen dan kebijakan pemerintah selama ini lebih banyak diartikan secara partial sebagai “restrukturisasi organisasi” aparatur pemerintahan (khususnya Kementerian, Departemen/LPND, Perangkat Organisasi Pemda), tidak meliputi keseluruhan dimensi sistemik secara terpadu. Konsep tersebut perlu disempurnakan dengan menambahkan “revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan”, dan diamalkannya secara konsisten “dimensi-dimensi spiritual” yang melekat pada Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa. Hal ini menuntut perubahan kompetensi SDM secara menyeluruh yang perlu dijabarkan secara konsisten dan proporsional. Sejalan dengan itu, konsep “restrukturisasi organisasi” yang dianut selama ini, ke depan perlu dilandasi pemikiran yang lebih mendasar, yang mengakomodasikan berbagai perubahan lingkungan stratejik internal dan eksternal, dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang, dan memberikan rumusan yang jelas mengenai “makna, ruang dan kewenangan publik”. Dalam arti dan lingkup demikianlah, penulis mengubah judul yang diminta (penataan ulang sistem birokrasi) menjadi “reformasi birokrasi” yang memang perlu dilakukan secara sistemik dan sistematis. Hal tersebut menjadi semakin terasa penting sebab yang kiranya perlu menjadi pemikiran dan upaya pembaruan ke depan adalah perwujudan GG dan MM, suatu paradigma “baru” dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa yang perlu dipadukan secara serasi dan proporsional, dan diwujudkan dalam sistem dan proses birokrasi pemerintahan yang dapat berperan sebagai wahana perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan para founding fathers negara bangsa ini dalam Pembukaan UUD 1945. Suatu upaya yang tidak mudah.
2. MM Dan GG Sebagai Paradigma Dan Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan Dan Pembangunan Bangsa
Dalam pemikiran mengenai “penyelenggaraan
negara” (secara demokratis dan berdasarkan hukum) seiring dengan gerakan
reformasi nasional menuju Indonesia Baru di masa depan, teridentifikasi konsep
MM dan GG yang telah berkembang sebagai alternatif pendekatan dalam pengkajian dan pengembangan
sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa.
Pada tahap perkembangannya dewasa ini,
uraian mengenai MM pada umumnya masih terbatas pada nilai-nilai dasar dan
konsep-konsep pokok dalam rangka penyelenggaraan negara untuk lebih
menyeimbangkan posisi dan peran pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
negara dan pembangunan, belum secara utuh terjalin sebagai kerangka pemikiran
yang terarah pada pengembangan sistem peradaban dan perwujudan cita-cita dan
tujuan bangsa bernegara sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Demikian pula pengembangan
GG, masih sangat memerlukan komitmen
politik yang kuat dan kompetensi tinggi untuk membumikannya, serta
menginstitusionalisasikannya secara efektip dalam SANKRI pada umumnya, dan
dalam manajemen pemerintahan pada khususnya.
Adapun nilai-nilai dan prinsip dasar yang
menandai MM, antara lain adalah “ketuhanan, kemerdekaan, etika, hak asasi dan
martabat manusia, supremasi hukum, kebangsaan, demokrasi, sistem checks and
balances, kemajemukan, perbedaan pendapat, kebersamaan, persatuan dan kesatuan,
kemitraan, kesejahteraan bersama, dan keadilan”. Sedangkan nilai dan prinsip
dasar yang menandai GG secara universal
antara lain adalah “kepastian hukum, transparansi, partisipasi,
profesionalitas, dan pertanggung jawaban (akuntabilitas)”; yang dalam konteks nasional perlu ditambahkan
dengan nilai dan prinsip “daya guna, hasil guna, bersih (clean government), desentralisasi, kebijakan yang serasi dan tepat,
serta daya saing”.
Secara konseptual MM dan GG merupakan
paradigma dan sistem peradaban yang luhur dalam penyelenggaraan negara, dan untuk mewujudkannya sebagai sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan bangsa, diperlukan
persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap unsur penyelenggara
negara, baik warga negara maupun aparatur pemerintahan negara, atau oleh
keseluruhan pilar pendukung MM dan GG yaitu “masyarakat, pemerintah, dan dunia
usaha”. Persyaratan tersebut pada essensinya adalah konsensus, kompetensi, komitmen dan konsistensi dalam mewujudkan
dan memelihara nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan individu dan kehidupan
bersama, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan.
Artinya, MM dan GG dapat menduduki
posisi dan peran yang aktual dan efektif sebagai paradigma dan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa,
apabila ada kesepakatan nasional untuk mengekspresikan nilai dan prinsip yang
menjadi ciri dasar keduanya dalam keseluruhan dimensi dan aktivitas kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan berkembang komitmen, kompetensi, dan konsistensi untuk pengamalannya oleh
warga negara dan aparatur negara, dalam upaya atau perjuangan mewujudkan harapan dan
cita-cita bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara sebagaimana diamanatkan para founding
fathers negara bangsa ini dalam Pembukaan UUD 1945.
Dalam kajian penginstitusionalisasian paradigma MM dan
GG tersebut khususnya dalam Manajemen Pemerintahan RI perlu dipertanyakan validitas keduanya dengan nilai dan
prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam Konstitusi Negara sebagai landasan
SANKRI kita. Sebagai wahana perjuangan
mewujudkan cita-cita dan tujuan suatu bangsa dalam bernegara, pengembangan
setiap sistem administrasi negara didasarkan pada konstitusi negara bangsa
bersangkutan. Demikian pula Indonesia. Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (SANKRI) didasarkan pada dan merupakan penjabaran dari UUD
1945. Pada Pembukaan UUD 1945 terdapat ungkapan yang mendeklarasikan “the Spiritual Dimensions of the Indonesian
Public Administration” yang sangat mendasar. Makna spiritual dalam konteks
Indonesia ini mengandung makna “psiko religius dan kultural” yang kental dengan
dimensi ketuhanan dan pengakuan bangsa Indonesia akan keberadaan dan peran
Allah Yang Maha Kuasa dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan luhur
bangsa dan negara, yang sepenuhnya merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang
fitri atau murni dan universal. Pembukaan UUD 1945 menegaskan dimensi spiritual dari sistem
administrasi negara kita, berupa pernyataan keimanan dan pengakuaan
kemaha kekuasaan Allah SWT dalam perjuangan bangsa (pada alinea tiga); serta
cita-cita dan tujuan bernegara, dan sistem pemerintahan negara (alinea empat).
Pada hemat saya, dimensi-dimensi spiritual SANKRI tersebut sepenuhnya
merefleksikan komitmen terhadap nilai dan prinsip MM dan GG.
3.
Reformasi Birokrasi Guna Mewujudkan GG Dan MM
MM
sebagai paradigma dan alternatif pendekatan untuk menata ulang sistem
penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, mendeterminasikan keimanan,
ketaqwaan, dan keseimbangkan posisi dan peran pemerintah dan masyarakat, serta
konsistensi dalam mewujudkan nilai dan prinsip MM; termasuk penegakan hukum,
penerapan prinsip dan sendi-sendi kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan
negara, menghormati oposisi dan perbedaan pendapat, serta menjunjung tinggi HAM
dan hak-hak warga negara seluruh lapisan masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam rangka itu, GG sebagai sistem
organisasi dan manajemen pemerintahan, diharapkan tampil dengan susunan organisasi
pemerintahan yang sederhana, agenda kebijakan yang tepat, pembagian tugas
kelembagaan yang jelas, kewenangan yang seimbang, personnel yang professional,
prosedur pelayanaan publik yang efisien, kelembagaan pengawasan yang mantap,
dan sistem pertanggung jawaban yang tegas. Sedangkan manajemen pemerintahan
harus dapat secara sistematis mengembangkan dan menerapkan nilai dan prinsip
GG, serta memiliki visi, misi, strategi, dan kebijakan yang tepat dalam menghadapi berbagai permasalahan
bangsa.
Dalam
pada itu, “SDM di dalam organisasi
pemerintahan”, baik para birokrat karier mau pun political appointees,
diharapkan menjiwai perannya dalam mengemban “misi perjuangan bangsa”, dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai abdi
masyarakat dan abdi negara yang bertanggung jawab, bijak, efektip,
efisien, adil, dan santun, baik dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara langsung, maupun dalam “pengelolaan berbagai kebijakan” dalam menghadapi
permasalahan bangsa dan dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa
bernegara. Sejalan dengan itu, setiap warga negara dan masyarakat pun diharapkan
lebih menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama dalam
bernegara.
Dengan
demikian, reformasi sistem birokrasi dalam rangka perwujudan GG dan MM harus
menyentuh keseluruhan pilar pendukungnya dan secara substansial meliputi unsur
“organisasi, manajemen, dan sumber daya manusia” yang didasarkan dan terarah
pada nilai dan prinsip MM dan GG. Dalam rangka penyelenggaraan negara dan
pembangunan bangsa kita, semua itu
merupakan manifestasi dari dimensi-dimensi spiritual SANKRI
yang harus diamalkan secara konsisten dalam penyelenggaraan
negara dan pembangunan bangsa baik oleh aparatur negara mau pun warga
masyarakat bangsa.
Nilai dan
prinsip MM dan GG harus merupakan komitmen dan melekat pada setiap individu dan
institusi sesuai posisi dan peran masing-masing dalam kehidupan bernegara.
Dalam pembangunan birokrasi, fungsi dari
nilai-nilai tersebut adalah menjadi pedoman perilaku dalam bersikap,
berpikir, dan bertindak, baik secara individual maupun secara institusional,
yang dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi kepemerintahan dapat dijabarkan
antara lain dalam format “pengelolaan pelayanan dan kebijakan prima” (excellent
management of public services and policies) yang memungkinkan karya dan
kinerja keseluruhan pilar dan unsur MM mencapai tingkat optimalitas sosial.
Tanpa consensus, kompetensi, dan komitmen bersama, MM dan GG tidak mungkin
dapat terwujud sebagai sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa.
4.
Issues Aktual Dan Implikasi-implikasi Kebijakan
Permasalahan
“birokrasi” (= “kantor penyelenggara kewenangan tugas kepeme-rintahan”) yang
mengemuka dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini
antaranya adalah “tatanan organisasi dan manajemen pemerintah pusat yang belum
mantap, desentralisasi yang menyulitkan koordinasi, format perangkat
pemerintahan di daerah yang duplikatif, kompetensi aparatur yang
memperihatinkan, dan agenda kebijakan yang tidak efektif dalam menghadapi
permasalahan dan tantangan pembangunan bangsa”. Selain itu, hasil sidak Menpan
Feisal Tamin, juga mengindasikan lemahnya pelaksanaan pelayanan prima dan
disiplin aparatur, termasuk dalam pene-gakan hukum. Keadaan
menjadi bertambah menyedihkan, apabila kita perhatikan pemberitaan : “Saya bisa
pegang lehernya menteri, tapi menteri tidak bisa pegang lehernya eselon satu
dan eselon satu tidak bisa pegang lehernya eselon dua,” kata Presiden Megawati
seperti dikutip oleh anggota Barisan Nasional (Barnas) Sri Edi Swasono seusai
bertemu Presiden di isatana negara, Jakarta, Rabu , 19 Desember, (lihat
Suara Pembaruan, 20 Desember, 2001). Ungkapan “pegang leher eselon bawahan” bukanlah
ekspresi kepemimpinan seorang demokrat
yang arief, karenanya saya tidak yakin ucapan seperti itu keluar dari Ibu Mega.
Namun esensi kelemahan aparatur yang diidentifikasikan mas Edi Swasono itu
dapat kita simak sebagai fenomena yang memang mungkin atau bisa timbul dalam kondisi birokrasi
seperti di atas.
Semua itu
mengindikasikan diperlukannya suatu “grand strategy” dalam penataan
birokrasi secara sistemik, yang mempertimbangkan bukan saja keseluruhan kondisi
internal birokrasi tetapi juga permasalahan dan tantangan stratejik yang
dihadapkan lingkungannya. Dalam konteks
perubahan internal tersebut, reformasi
birokrasi nasional perlu diarahkanan pada
(1) penyesuaian visi, misi, dan strategi, (2) perampingan organisasi dan
penyederhanaan tata kerja, (3) pemantapan sistem manajemen, dan (4) peningkatan
kompetensi sumber daya manusia; secara keseluruhan semua itu disesuaikan dengan
dimensi-dimensi spiritual sistem
administrasi negara, nilai dan prinsip GG dan MM, dan
tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi.
Birokrasi
Pemerintah Pusat dan Daerah (=”organisasi dan manajemen, dan SDMnya”) perlu
memiliki visi, misi, strategi, agenda kebijakan, kompetensi, dan komitmen
pembangunan dan pelayanan yang jelas dilandasi dimensi-dimensi spiritual SANKRI
dan tegas terfokus pada permasalahan yang mendesak perlu di atasi, dan terarah
pada perwujudan cita-cita dan tujuan
bangsa bernegara. Dengan visi, misi, strategi yang didasarkan pada paradigma
pembangunan dan agenda kebijakan yang tepat, didukung dengan sistem
manajemen yang berorientasi pada penerapan nilai dan prinsip MM dan GG,
disertai kompetensi dan komitmen yang kuat dalam keseluruhan tatanan
organisasinya yang tersusun secara tepat disertai pelimpahan kewenangan yang
seimbang, pemerintah akan dapat mencapai kinerja yang optimal dalam menghadapi
berbagai permasalahan dan tantangan dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan bangsa. Selain itu, tantangan lingkungan stratejik mengharuskan
pula pilihan-pilihan kritis terhadap paradigma pembangunan yang harus dipilih
sebagai landasaan strategi dan kebijakan pembangunan bangsa. Hal ini juga
mensyaratkan manajemen pemerintahan yang “canggih“ dan kompetensi SDM yang
teruji.
Penataan
Organisasi dan Tata Kerja. Penataan organisasi pemerintah
baik pusat maupun
daerah didasarkan pada visi, misi, sasaran, strategi, agenda kebijakan,
program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan diarahkan pada terbangunnya
sosok birokrasi yang ramping, desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung
jawaban, terbuka, dan aksesif; serta
terjalin dengan jelas satu sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional
dalam sistem administrasi negara. Seiring dengan itu, penyederhanaan
tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur, serta antara aparatur dan
masyarakat dikembangkan terarah pada
penerapan pelayanan prima yang
efektip, dan mendorong peningkatan produktivitas kegiatan pelayanan
aparatur dan masyarakat.
Pemantapan
Sistem Manajemen. Dengan makin meningkatnya
dinamika masyarakat dalam penyelengaraan negara dan pembangunan bangsa,
pengembangan sistem manajemen pemerintahan diprioritaskan pada revitalisasi
pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang kondusif, transparan, dan
akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang sudah terarah pada
pengembangan e-government. Peran birokrasi lebih
difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator
bagi tumbuh dan berkembangnya
swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi masyarakat dan dunia
usaha. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi bagian dari
masyarakat yang terus belajar (learning community), mengacu kepada
terwujudnya MM yang berdaya saing tinggi.
Peningkatan
Kompetensi SDM Aparatur. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan
sumber daya manusia aparatur negara perlu mengacu pada standar kompetensi
internasional (world class). Sosok aparatur masa depan penampilannya
harus profesional sekaligus taat hukum, rasional, inovatif, memiliki integritas
yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi publik dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme aparatur harus
ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya
karakteristik sebagai berikut: (a) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap
perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, (b) memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
dalam mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik, (c)
berkemamapuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif, dan inovatif, (d)
disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional, (e)
memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas), (f) memiliki
derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan
berbagai keputusan sesuai kewenangan, dan (g) memaksimalkan efisiensi,
kualitas, dan produktivitas.
Sementara
itu, untuk mengaktualisasikan potensi masyarakat, dan untuk mengatasi
berbagai permasalahan dan kendala
yang dihadapi bangsa, perlu dijamin
perkembangnya kreativitas dan oto-aktivitas masyarakat bangsa yang terarah pada
pemberdayaan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta ketahanan dan daya
saing perekonomian bangsa. Dalam rangka itu, reformasi sistem birokrasi dalam
penyelenggaraan negara dan pembangunan baik di pusat maupun di daerah-daerah,
juga perlu diperhatikan antara lain prinsip-prinsip pelayanan, pemberdayaan,
`partisipasi, kemitraan, desentralisasi, transparansi, konsistensi kebijakan,
kepastian hukum, dan akuntabilitas.
Dalam rangka peningkatan kehidupan demokrasi,
pemberdayaan, perluasan partisipasi, peningkatan pembangunan daerah dan pemberian
pelayanan guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di
daerah, sekaligus juga terpeliharanya kesatuan dan persatuan bangsa, negara,
dan tanah air, diperlukan pengembangan sistem dan kebijakan penyelenggaraan
otonomi daerah yang mantap, berfokus pada desentralisasi kewenangan tertentu
dalam pengelolaan kebijakan dan penyelenggaraan tugas pelayanan pemerintah
kepada masyarakat, berdasarkan pedoman berisikan norma, standar, dan
prosedur nasional. Pedoman
nasional dalam pengelolaan kebijakan yang berorietasi pada meningkatnya
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah tersebut harus dapat
memperlancar aparatur daerah dalam melakukan pengelolaan kebijakan dan
pelayanan prima kepada masyarakat di daerah.
Pemberdayaan
masyarakat menyentuh nilai-nilai kemanusian dan
pengakuan terhadap hak dan kewajiban masyarakat dalam negara hukum yang
demokratis. Hidupnya demokrasi dalam suatu negara bangsa, dicerminkan
oleh adanya pengakuan dan penghormatan negara atas hak dan kewajiban warga negara,
termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara
rasional sebagai wujud rasa tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan bangsa, serta terbukanya peluang untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembangunan. Dalam upaya memberdayakan
masyarakat dalam memikul tanggung
jawab pembangunan, reformasi birokrasi
pemerintah perlu diarahkan antara lain pada (a) pengurangan hambatan dan
kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (b) perluasan
akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat,
dan (c) pengembangan program untuk lebih meningkatkan keamampuan dan memberikan
kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan
sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Upaya pemberdayaan masyarakat memerlukan
semangat untuk melayani masyarakat ("a
spirit to servef public"), dan menjadi mitra masyarakat ("partner of society"); atau melakukan
kerja sama dengan masyarakat ("co
production"). Dalam pada itu pelayanan
mempunyai makna pengabdian atau pengelolaan pemberian bantuan yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan
bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku
"melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat",
"mempermudah, bukan mempersulit", "sederhana, bukan
berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk
segelintir orang". Makna administrasi publik sebagai wahana
penyelenggaraan pemerintahan negara, yang esensinya "melayani
publik", harus benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan
negara.
5.Model
Pengisian Jabatan Tinggi Secara Terbuka Berdasarkan Sistem Merit
5.1.”Lelang Jabatan” Dari
Perspektif Hukum
Berdasarkan pemetaan di atas ada fenomena
menarik saat ini, yakni istilah lelang jabatan yang semakin populer di tengah masyarakat, dalam
beberapa waktu belakangan ini. Terlebih ketika pasangan Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta Jokowi/Ahok berencana melakukan lelang jabatan untuk lurah
dan camat. Berbagai tanggapan muncul, mulai dari yang mendukung, mempertanyakan
sampai yang menolak kebijakan itu. Diantara yang mendukung adalah Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Azwar
Abubakar.
Menpan RB tersebut mengatakan dengan
promosi secara terbuka, kita akan mendapatkan pejabat struktural yang
profesional, memiliki kompetensi tinggi, berkinerja baik, berintegritas, dan
sesuai harapan organisasi. Sedangkan,yang mempersoalkan antara lain Anggota
Fraksi Demokrat DPRD DKI Jakarta Ahmad Husin Alaydrus yang mengatakan bahwa,
pelaksanaan lelang jabatan camat dan lurah itu tidak berpayung hukum secara
benar. Bila Pemprov DKI Jakarta tetap melaksanakannya, maka produk yang
dihasilkan akan cacat hukum. “Jangan sampai tujuan memperbaiki aparat birokrasi
justru lari dari koridor aturan berlaku”.[1]
Berdasarkan berbagai pendapat yang mengemuka di ranah
public, kajian berikut ini mencoba mengkaji bagaimana konsepsi lelang jabatan
dari sudut kebijakan public, apa tujuan dan manfaatnya serta bagaimana kendala
dalam penerapannya Kebijakan Publik dalam Promosi Jabatan
Istilah
lelang jabatan atau sering disebut dengan istilah job tender sebenarnya
bukan hal baru dalam perspekif administrasi publik. Dalam konsep New Public
Management (NPM), lelang jabatan sudah dikenalkan dan dipraktekkan di
negara-negara Barat, dengan istilah yang berbeda-beda.
Apa Tujuannya “Lelang Jabatan” adalah
untuk memilih aparatur yang memiliki kapasitas, kompetensi dan integritas yang
memadai untuk mengisi posisi/jabatan tertentu sehingga dapat menjalankan tugas
yang lebih efektif dan efisien Lelang jabatan merupakan salah satu cara untuk
memperkecil potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) karena rekrutmen
jabatan dilakukan secara transparan, menggunakan indikator tertentu dan
dilakukan oleh pihak yang netral dan kompeten melakukan seleksi.
Proses lelang jabatan atau lebih tepat
disebut promosi jabatan sebetulnya
memiliki dasar hukum yang sangat kuat. Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sudah diatur mengenai wewenang kepala daerah untuk
menentukan struktur Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD) dan pengisian
jabatannya.
Pada masa berlakunya Undang Undang Nomor 43
Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang
Pokok Pokok Kepegawaian juga sudah mengatur tentang persyaratan pengisian
jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada pasal 17 ayat 2 disebutkan bahwa
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan. berdasarkan
prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang
pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.
Didalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN
dipertegas pula pasal Pasal 68 (1) PNS
diangkat dalam pangkat dan jabatan
tertentu pada Instansi Pemerintah.
(2) Pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai. (3) Setiap jabatan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam klasifikasi
jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola
kerja. (4) PNS dapat berpindah antar dan
antara Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan Jabatan Fungsional di
Instansi Pusat dan Instansi Daerah berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan
penilaian kinerja.
PNS yang diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi
Pemerintah dalam adalah merupakan salah
satu bagian dari Manajemen ASN dengan prinsip yang dilaksanakan berdasarkan prinsip profesional, dan menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Untuk melaksankan prinsip itu, Manajemen ASN dilaksanakan dengan sistem merit, sebagaimana ditegaskan
pada pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 2014
Tentang ASN yang menyatakan Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem
Merit, yaitu kebijakan dan Manajemen ASN
yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan
wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama,
asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Untuk menjamin terpilihnya orang-orang yang profesional dan kompeten
sesuai dengan standar kompetensi jabatan, misalnya Jokowi/Ahok melakukannya dengan promosi
terbuka. Sebetulnya konsep lelang jabatan tidak jauh berbeda dengan fit and
proper test. Namun demikian, gebrakan ini cukup menyita perhatian publik,
bahkan menjadi topik aktual beberapa media massa bulan terakhir ini. Isu ini
semakin menarik karena banyak orang yang kurang memahami istilah lelang
jabatan.
Ada persepsi bahwa
lelang jabatan sama seperti lelang atau tender dalam proses pengadaan barang
dan jasa. Bahkan ada pula menduga bahwa, lelang jabatan akan membuka celah
munculnya KKN seperti halnya dalam praktek lelang pengadaan barang dan jasa di
lingkungan pemerintahan. Padahal sejatinya lelang jabatan justru bisa
memperkecil potensi KKN karena dilakukan secara transparan, menggunakan
indikator tertentu dan dilakukan oleh assesment centre.
Sejalan dengan hal
tersebut diatas, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan RB) telah meluncurkan program Grand Design Reformasi
Birokrasi yang dipertajam dengan rencana aksi 9 (Sembilan) Program Percepatan
Reformasi Birokrasi dan salah satu diantaranya adalah Program Sistem Promosi
PNS secara terbuka. Program ini bertujuan untuk menjamin tersedianya para
pejabat struktural yang memiliki kompetensi jabatan sesuai kompetensi dan
persyaratan yang diperlukan oleh jabatan tersebut.
Untuk mencapai hal ini, perlu diadakan
promosi jabatan struktural berdasarkan sistem merit dan terbuka, dengan
mempertimbangkan kesinambungan karier PNS yang bersangkutan.
Untuk melakukan
promosi jabatan struktural atau pengisian lowongan jabatan dilakukan secara
terbuka versi Jokowi- Ahok. Proses promosi jabatan dilakukan dengan tahapan:
Pertama; pengumuman secara terbuka
kepada instansi lain dalam bentuk surat edaran melalui papan
pengumuman,dan/atau media cetak, media elektronik (termasuk media
on-line/internet) sesuai dengan anggaran yang tersedia. Setiap pegawai yang
telah memenuhi syarat administratif berupa tingkat kepangkatan dan golongan,
diperbolehkan mendaftarkan diri untuk mengisi lowongan yang tersedia
Kedua, mekanisme seleksi/ penilaian
kompetensi manejerial dan kompetensi bidang (substansi tugas) Penilaian
kompetensi manejerial dilakukan dengan menggunakan metodologi psikometri,
wawancara kompetensi dan analisa kasus dan presentasi. Sedangkan penilaian
kompetensi bidang dilakukan dengan metode tertulis dan wawancara (Standar
kompetensi Bidang disusun dan ditetapkan oleh masing-masing instansi sesuai
kebutuhan jabatan dan dapat dibantu oleh assessor.
Ketiga, Panitia Seleksi mengumumkan
hasil dari setiap tahap seleksi secara terbuka melalui papan pengumuman,
dan/atau media cetak, media elektronik (termasuk media online/internet).
Apa yang dilakukan oleh Jokowi/Ahik
sebenarnya teinspirasi dari Kepeloporan Jembrana dan Samarinda, artinya sebenarnya,
sebelum Jokowi/Ahok memprogramkan lelang jabatan, Bupati Jembrana, Bali Prof. I
Gede Winasa dan Walikota Samarinda Syaharie Ja’ang telah menerapkan promosi
jabatan eselon II, III dan IV secara terbuka.
Di Kota Samarinda, seleksi
dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Samarinda bekerjasama dengan PKP2A
III LAN Samarinda yang dilaksanakan pada tanggal 12-14 Pebruari 2013 yang lalu.
Sebanyak 125 pelamar bersaing untuk mendapatkan satu tempat pada 16 jabatan
struktural lowong yang terdiri dari satu jabatan untuk eselon II, empat jabatan
untuk eselon III dan 11 jabatan untuk eselon IV. Dalam lelang jabatan tersebut
, setiap pegawai yang telah memenuhi syarat administratif berupa tingkat
kepangkatan dan golongan, diperbolehkan mendaftarkan diri untuk mengisi lowongan
yang tersedia.
Penilaian akan dilakukan oleh tim
penyeleksi yang keputusannya ditentukan oleh Walikota. Sedangkan pelaksanaan
fit and prover test dilakukan tim dari Universitas Udayana Denpasar. Hasil dari
fit and prover test akan diberikan kepada Bupati untuk proses selanjutnya.
Pertanyaan yang perlu diajukan adalah
promosi Jabatan Untuk Apa ? Patut diketahui, bahwa ditengah kritikan masyarakat tentang
rendahnya kinerja pelayanan publik di segala bidang seperti perilaku PNS yang
kurang disiplin, moralitas yang rendah, pembangunan yang tidak merata,
infrastruktur jalan yang rusak, penataan kota yang yang semrawut, lalu lintas
yang macet dan sebagainya tentu kita perlu mengapresiasi langkah-langkah
reformasii birokrasi yang dilakukan oleh orang seperti Jokowi/Ahok.
Sisi positif dari kebijakan ini diharapkan membawa dampak
sebagai berikut;
Pertama; mendapatkan outcome yang positif yaitu terangkatnya PNS yang
memiliki kompetensi dan profesionalitas yang memadai sesuai dengan jabatannya
sekaligus memiliki hati nurani yang bersih atau paling tidak memiliki rekam
jejak yang baik. Kita masih percaya masih ada PNS yang memiliki jiwa
pengabdian dan ketulusan kepada bangsa dan Negara ini. Menteri PAN dan RB,
Azwar Abubakar mengakui, melalui promosi secara terbuka, kita akan mendapatkan
pejabat struktural yang profesional, memiliki kompetensi tinggi, berkinerja
baik, berintegritas, dan sesuai harapan organisasi. ”Dengan kata lain kita akan
mendapatkan pejabat struktural terbaik diantara yang baik,” ujarnya pada acara
”Dialog Kebangsaan” di RRI Jakarta Rabu, (27/02) (http://www.menpan.go.id , lelang-jabatan-siapa-takut)
Kedua, dengan adanya fit and proper test persaingan positif akan
terbuka. Ada logika yang mengatakan bahwa tidak ada kualitas yang lahir tanpa
sebuah persaingan. Tentu dengan adanya persaingan mendorong semangat bagi
peningkatan kualitas, kinerja dan disiplin PNS. Selama ini PNS yang duduk dalam
jabatan tertentu masih banyak yang belum teruji kualitasnya. Disamping itu
budaya birokrasi kita masih mengindikasikan adanya keterkaitan emosional dan
ekonomis tertentu dalam mendudukkan seseorang dalam jabatan. Keterkaitan
emosional seperti adanya kedekatan secara kekerabatan, organisasi
kemasyarakatan maupun organisasi kemahasiswaan sehingga seseorang mendapat
kesempatan untuk dipromosikan dalam jabatan. Keterkaitan secara ekonomis
terkait dengan jual beli jabatan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan
politik tertentu.
Ketiga, bagi pejabat Pembina kepegawaian
dan pejabat eselon I, II yang berwewenang dalam member mandat bagi PNS dalam
jabatan tertentu, lelang jabatan dapat bermanfaat untuk menghindarkan diri dari
intervensi berbagai fihak yang berusaha menempatkan “orangnya” dalam jabatan
strategis di lingkungan masing-masing. Jabatan politik dan kepartaian saat ini
memiliki bargaining position untuk mempengaruhi keputusan pejabat
public, karena memang atasan pejabat public secara structural adalah pejabat
politik (menteri, gubernur dan seterusnya)
Keempat, memperkuat sistem managemen karir berdasarkan merit sistem dimana
terbuka peluang yang sama bagi setiap PNS untuk meningkatkan karir berdasarkan
kompetensi yang dimilikinya. Selama ini terkesan proses rekrutmen PNS dalam
jabatan yang dilakukan oleh Baperjakat berjalan kurang objektif dan transparan
sehingga PNS malas untuk meraih prestasi tertentu. Ada kesan kemampuan adalah
nomor dua, nomor satunya adalah kedekatan dengan pejabat dan factor nasib.
Kelima, bagi masyarakat, ini adalah kesempatan terbaik untuk membuktikan
apakah kinerja pelayanan publik akan semakin baik? Secara teori tentu iya,
namun apakah kenyataannya akan berbanding lurus dengan konsep teoritisnya.
Tentu peran aktif masyarakat juga menjadi faktor penting bagi peningkatan
kualitas pelayanan publik. Untuk itu, mestinya hal ini juga dibarengi dengan
upaya pengawasan masyarakat yang jauh lebih intens agar pejabat yang telah
diseleksi lebih fokus pada kerja pelayanan masyarakat.
Apakah tidak ada kendala dalam
Promosi Jabatan, sebenarnya jika dievaluasi ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan proses assessment tidak berhasil, antara lain:
Pertama, mekanisme seleksi pastilah memakan waktu yang relative lama dan
biaya yang besar. Proses seleksi pastilah melibatkan berbagai lembaga terkait
seperti Badan Kepegawaian Negara, Kemenpan dan RB dan Perguruan tinggi.
Disamping proses seleksi tentu harus melewati prosedur standar bagi setiap
daerah, ini menyebabkan proses asssesmen berjalan relative lama. Lain lagi
kalau kita hitung biaya penyelenggaraannya. Mengingat jabatan eselon di setiap
level itu sangat banyak, mulai jabatan eselon I, II, II dan IV yang kosong
akibat mutasi atau pensiun setiap bulannya pastilah biayanya juga besar.
Kedua,
mekanisme seleksi juga tidak menjamin hasilnya baik, mengingat pengalaman
bernegara kita ada saja oknum-oknum yang diberi kepercayaan tertentu kurang
amanah.
Assessor Centre bisa saja tidak memberi
nilai secara objektif karena ada kepentingan tertentu, baik kepentingan diri
sendiri maupun kepentingan orang lain secara tidak sah. Budaya birokrasi kita
belum menunjukkan perubahan perilaku yang berintegritas dan layak dipercaya.
Ketiga, keterbatasan aparatur yang
professional di bidang tugasnya. Mengapa pelayanan public saat ini kurang baik
? Salah satu jawabannya adalah kurangnya PNS yang profesional. Kurangnya profesionalitas
ini diakibatkan oleh tingkat pendidikan yang kurang memadai, pelatihan jabatan
yang terbatas dan sedikit minat untuk belajar secara mandiri. Oleh karena itu
kalaupun proses penyaringan dalam jabatan tertentu sudah dilakukan dengan baik
namun karena kompetensi dan profesionalitas yang ada masih terbatas maka
hasilnya juga kurang memuaskan.
Dengan demikian Lelang jabatan
adalah bentuk dari promosi jabatan yang
dilakukan secara transparan dan selektif. Transparan karena dilakukan secara
terbuka dan setiap orang yang memiliki syarat administratif berupa tingkat
kepangkatan dan golongan, diperbolehkan mendaftarkan diri untuk mengisi
lowongan yang tersedia.
Selektif karena proses
pelaksanaannya dilakukan uji kompetensi ataupun fit and proper test. Lelang
jabatan memiliki nilai fositif dalam rangka reformasi birokrasi yaitu untuk
merekrut ataupun menempatkan pejabat eselon yang memiliki kompetensi dan
profesionalitas yang memadai. Namun disisi lain kita berharap bahwa assesmen
centre dapat bekerja secara professional. Sebab kalau tidak assesment
centre dapat memperpanjang jalur birokrasi sekalugus memperluas kesempatan
untuk melakukan KKN
Menurut kami (peneliti) walaupun transparan dan
selektif dan dilakukan secara prosesional, ada satu nilai yang kurang, yakni
belum konsep partisipatif.Artinya dengan kata lain diberapa tahapan sebenarnya
masyarakat/publik bisa diikutsertakan, paling minimal memberikan tanggap
terbuka yang mekanismenya disepakati merupakan bagian dari kebijakan Pengisian Jabatan Tinggi secara Terbuka
Berdasarkan sistem Merit dengan tidak diskriminatif serta partisipatif.
5.2 Pengisian Jabatan
Tinggi secara Terbuka Berdasarkan sistem Merit
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengisian
Jabatan Tinggi secara Terbuka Di Lingkungan Instansi Pemerintah
Jika kita baca konsideran menimbang
pada huruf a. Menyatakan, bahwa dalam rangka memenuhi
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak
jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan untuk menduduki
jabatan pimpinan tinggi sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014,
maka instansi pemerintah perlu melakukan promosi jabatan pimpinan tinggi secara
terbuka;
Kemudian ketentuan pasal 74
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, ditetapkan bahwa pengembangan karier,
pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan mutasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 69 sampai dengan 73.
Seharusnya Pasal 73 diatur dalam
Peraturan Pemerintah, tetapi mengingat kebutuhan untuk melaksanakan pengisian jabatan
pimpinan tinggi secara terbuka di berbagai instansi pemerintah harus segera
dipenuhi, maka sebelum ditetapkan peraturan pemerintah.
Selanjutnya Permenpan rb No 13 Tahun 2014 pada pasal 2
menyatakan, bahwa Tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka
digunakan sebagai pedoman bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka.
Pertanyaan apa yang dimaksud dengan jabatan
pimpinan tinggi? Pada Pasal 1 angka 7 UU No 5 Tahun
2014 Tentang ASN menyatakan, bahwa Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok
jabatan tinggi pada instansi pemerintah, yang selanjutnya diberikan nomenklatur
sebagai Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang
menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi.(Pasal
1 angka 8 UU No 5 Tahun 2014).
Sebagai Pedoman penyelenggaraan pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka.
Pasal 3 Permenpanrb No 13 tahun 2014 secara tegas menyatakan, bahwa Setiap
instansi Pemerintah wajib menerapkan
prinsip dan menghindari praktek yang dilarang dalam sistem merit pada setiap pelaksanaan
pengisian jabatan.
Pertanyaaannya apa prinsip dan menghindari praktek yang dilarang dalam sistem merit ?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dijelaskan dahulu apa yang dimaksud sistem
merit. Adapun yang dimasuk dengan Sistem Merit
adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil
dan
wajar
dengan tanpa membedakan latar belakang
politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi
kecacatan.(pasal 1 angka 22 UU No 5 Tahun 2014).
Secara teks hukum, ada dua kata
kunci dalam sistem merit, yaitu Kebijakan dan Manajemen ASN. Kemudian apa yang
dimaksud dengan Manajemen ASN. UU Nomor 5 Tahun 2014 memberikan batasan, pada
pasal 1 angka 3, bahwa Manajemen ASN
adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika
profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
Pasal 51 Manajemen ASN
diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit.
Pasal 52 Manajemen ASN meliputi Manajemen
PNS dan Manajemen PPPK. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No 5 Tahun 2014,
jelas, bahwa indikator untuk melaksanakan penyelenggaraan pengisian jabatan
tinggi secara terbuka harus menghasilkan jabatan tinggi yang profesional,
memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Pemerintah wajib menerapkan prinsip dan menghindari praktek yang
dilarang dalam sistem merit pada setiap pelaksanaan pengisian jabatan secara
terbuka. Artinya dalam pelaksanaannya taat asas sebagaimana dimaksud pada pasal
2 UU no 5 Tahun 2014 yaitu Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN
berdasarkan pada asas, khususnya asas-asas berikut ini: (1).
kepastian hukum; (2). profesionalitas; (3).
proporsionalitas; (4). netralitas; (5). akuntabilitas; (6). keterbukaan; (7)
nondiskriminatif (8). keadilan dan kesetaraan;
Untuk
memperjelas masing-masing asas yang dimaksud di Atas asas kepastian hukum, adalah dimaksud,
yaitu adalah dalam setiap
penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN, mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan. Asas Profesionalitas adalah
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Asas Proposionalitas dimaksud adalah adalah mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban Pegawai ASN. Netralitas dimaksud adalah bahwa
setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak
memihak kepada kepentingan siapapun. Akuntabilitas adalah bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan Pegawai ASN harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.Keterbukaan adalah bahwa
dalam penyelenggaraan Manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik. Asas nondiskriminatif” adalah bahwa dalam
penyelenggaraan Manajemen ASN, KASN tidak membedakan perlakuan berdasarkan
jender, suku, agama, ras, dan golongan. Dan Asas keadilan dan kesetaraan”
adalah bahwa pengaturan penyelenggaraan ASN harus mencerminkan rasa keadilan
dan kesamaan untuk memperoleh kesempatan akan fungsi dan peran sebagai Pegawai
ASN.
Selanjutnya untuk mempertegas tentanbg Jabatan Pimpinan Tinggi
dan Pejabat Pimpinan Tinggi dalam
UU No 5 Tahun 2014), maka strukturnya dipertegas pada pasal 19 ayat (1)
menyatakan, bahwa Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a. jabatan pimpinan tinggi utama; b. jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. jabatan pimpinan tinggi pratama .
Untuk setiap
Jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan,
pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan
lain yang dibutuhkan. Dan UU No 5 Tahun 2014 memberikan amanah untuk diatur dengan
peraturan pemerintah, sebagai diperintah Pasal 19 ayat (4) UU No 5 tahunb 2014
yang menaytakan, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan
integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pertanyaannya
adalah siapa yang dimaksud jabatan, madya dan pratama? Penjelasan Pasal 19
menyataka Yang dimaksud dengan ”jabatan
pimpinan tinggi madya” meliputi sekretaris jenderal kementerian, sekretaris
kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga
negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi,
inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, Kepala
Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer
Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara. Sedangkan
yang dimaksud dengan ”jabatan pimpinan tinggi pratama” meliputi direktur,
kepala biro, asisten deputi, sekretaris direktorat jenderal, sekretaris
inspektorat jenderal, sekretaris kepala badan, kepala pusat, inspektur, kepala
balai besar, asisten sekretariat daerah
provinsi, sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi,
sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang setara.
Berdasarkan penjelasan pasal 19 UU
No 5 Tahun 2014 untuk tingkat daerah, maka yang dimaksud jabatan pimpinan
tinggi madya adalah sekretaris daerah
provinsi, dan jabatan lain yang setara dan pimpinan jabatan tinggi pratama terdiri dari asisten sekretariat daerah provinsi, sekretaris daerah kabupaten/kota,
kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dan jabatan lain yang setara.
Dengan demikian dengan mengacu kepada
Permenpan rb No 13 Tahun 2014 pada pasal 2 menyatakan, bahwa Tata cara
pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka digunakan sebagai pedoman bagi
instansi pemerintah pusat dan daerah
dalam penyelenggaraan pengisian jabatan
pimpinan tinggi secara terbuka. Juga terbuka bagi jabatan pimpinan tinggi
madya, yaitu sekretaris daerah provinsi,
dan jabatan lain yang setara dan pimpinan jabatan tinggi pratama terdiri dari asisten sekretariat daerah provinsi, sekretaris daerah kabupaten/kota,
kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dan jabatan lain yang setara.
5.3 Konsep Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka
Berdasarkan Sistem Merit
Berkaitan dengan
penyelenggaraan pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka, maka berdasarkan
Permenpan rb No 13 Tahun 2014 dilatar belakangi, bahwa
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara antara lain mengamanatkan bahwa Pengisian jabatan
pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga
negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi
Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan
memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilakukan
pada tingkat nasional.
Sedangkan untuk pengisian jabatan
pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS
dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan pelatihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan jabatan
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara
terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi.
Sesuai dengan Grand Design Reformasi
Birokrasi yang dipertajam dengan rencana aksi 9 (Sembilan) Program Percepatan
Reformasi Birokrasi salah satu diantaranya adalah Program Sistem Promosi PNS
secara terbuka.
Pelaksanaan sistem promosi secara
terbuka yang dilakukan melalui pengisian jabatan yang lowong secara kompetitif dengan didasarkan pada sistem merit.
Dengan sistem merit tersebut, maka
pelaksanaan promosi jabatan didasarkan pada kebijakan dan Manajemen ASN yang
dilakukan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan
wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama,
asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Untuk itu dalam rangka pengisian
jabatan tinggi harus pula memperhatikan 9 (sembilan) prinsip dalam sistem
merit, yaitu:
1. melakukan
rekrutmen, seleksi dan prioritas berdasarkan kompetisi yang terbuka dan adil;
2. memperlakukan
Pegawai Aparatur Sipil Negara secara adil dan setara;
3. memberikan
remunerasi yang setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang setara dan menghargai
kinerja yang tinggi;
4. menjaga
standar yang tinggi untuk integritas, perilaku dan kepedulian untuk kepentingan
masyarakat;
5. mengelola
Pegawai Aparatur Sipil Negara secara efektif dan efisien;
6. mempertahankan
atau memisahkan Pegawai Aparatur Sipil berdasarkan kinerja yang dihasilkan;
7. memberikan
kesempatan untuk mengembangkan kompetensi kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara;
8. melindungi
Pegawai Aparatur Sipil Negara dari pengaruh-pengaruh politis yang tidak
pantas/tepat;
9. memberikan
perlindungan kepada Pegawai Aparatur Sipil dari hukum yang tidak tidak adil dan
tidak terbuka.
Selain itu, terdapat 4 (empat) kategori yang dilarang dalam
pelaksanaan kepegawaian, yaitu diskriminasi, praktek perekrutan yang melanggar
sistem merit, upaya melakukan pembalasan terhadap kegiatan-kegiatan yang
dilindungi (termasuk kepada peniup peluit/whistleblower), dan
pelanggaran terhadap berbagai peraturan yang berdasarkan prinsip- prinsip
sistem merit.
Keempat kategori tersebut di atas
apabila dijabarkan, maka praktek kepegawaian yang dilarang dalam sistem merit adalah sebagai berikut:
1. melakukan
tindakan diskriminasi terhadap Pegawai Aparatur Sipil Negara atau calon Pegawai
Aparatur Sipil Negara berdasarkan suku, agama, ras, agama, jenis kelamin, asal
daerah, usia, keterbatasan fisik, status perkawinan atau afiliasi politik
tertentu;
2. meminta
atau mempertimbangkan rekomendasi kerja berdasarkan faktor-faktor lain selain
pengetahuan atau kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan;
3. memaksakan
aktivitas politik kepada seseorang;
4. menipu
atau melakukan kegitan dengan sengaja dengan menghalangi seseorang siapapun
juga dari persaingan untuk mendapatkan pekerjaan;
5. mempengaruhi
orang untuk menarik diri dari persaingan dalam upaya untuk meningkatkan atau
mengurangi prospek kerja dari seseorang;
6. memberikan
preferensi yang tidak sah atau keuntungan kepada seseorang untuk meningkatkan
atau mengurangi prospek kerja dari seorang calon Pegawai Aparatur Sipil Negara;
7. melakukan
praktek nepotisme, antara lain mengontrak, mempromosikan dan mendukung
pengangkatan atau promosi saudara atau kerabat sendiri;
8. melakukan
pembalasan terhadap Peniup Peluit (whistleblower);
9. mengambil
atau gagal mengambil tindakan terhadap Pegawai Aparatur Sipil Negara atau Calon
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang mengajukan banding, keluhan atau pengaduan
dengan atau tanpa memberikan informasi yang menyebabkan seseorang melanggar
peraturan;
10. melakukan
diskriminasi berdasarkan perilaku seseorang yang tidak berkaitan dengan
pekerjaan dan tidak mempengaruhi kinerja dari Pegawai Aparatur Sipil Negara
atau Calon Aparatur Sipil Negara;
11. mengambil
atau gagal mengambil tindakan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara yang jika
mengambil atau gagal mengambil tindakan tersebut akan melanggar hukum atau
aturan lainnya yang berkaitan langsung dengan pelanggaran prinsip-prinsip
sistem merit;
12. melaksanakan
atau memaksakan kebijakan atau keputusan tertutup/kurang terbuka yang terkait
dengan hak-hak Peniup Peluit/whistleblower.
Sehubungan dengan ketentuan
sebagaimana tersebut di atas, guna lebih menjamin pejabat pimpinan tinggi
memenuhi kompetensi jabatan yang diperlukan oleh jabatan tersebut, perlu
dilakukan pengaturan mengenai tata cara pengisian
jabatan pimpinan tinggi secara terbuka berdasarkan sistem merit, dengan
mempertimbangkan kesinambungan karier PNS yang bersangkutan
Kemudian apa maksud dan tujuan pengisian jabatan pimpinan tinggi secara
terbuka berdasarkan sistem merit ? Maksud disusun Tata Cara Pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan
Instansi Pemerintah adalah sebagai pedoman bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pengisian
jabatan pimpinan tinggi utama, madya
dan pratama secara terbuka.
Tujuannya adalah terselenggaranya seleksi calon pejabat pimpinan tinggi utama, madya dan pratama yang
transparan, objektif, kompetitif dan
akuntabel.
Sasaran yang ingin dicapai pengisian jabatan pimpinan tinggi secara
terbuka berdasarkan sistem merit ? Sasaran disusunnya Tata Cara Pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah ini adalah
terpilihnya calon pejabat pimpinan tinggi utama, madya dan pratama pada
instansi pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan
dan sistem merit.
5.4.Tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka
berdasarkan sistem merit
Jika kita paparkan mekanisme atau model
pengisian jabatan pimpinan tinggi secara
terbuka berdasarkan sistem merit yang diatur dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014
Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Tinggi secara Terbuka Di Lingkungan
Instansi Pemerintah, masih belum juga
menggunakan konsep partisipatif.
Adapun tahapan yang dilakukan terhadap tahapan pengisian
jabatan pimpinan tinggi secara terbuka berdasarkan sistem merit sebagai
berikut:
Tahap. Persiapan
1. Pembentukan Panitia Seleksi
a. Panitia
Seleksi dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian di Instansi Pusat dan
Instansi Daerah dengan berkoordinasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
b. Dalam
hal KASN belum terbentuk maka:
1. Pejabat
Pembina Kepegawaian Instansi Pusat berkoordinasi dengan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
2.Pejabat Pembina Kepegawaian
Intansi Daerah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
c. Panitia Seleksi terdiri atas unsur :
1) pejabat
terkait dari lingkungan instansi yang bersangkutan;
2) pejabat
dari instansi lain yang terkait dengan bidang tugas jabatan yang lowong;
3) akademisi/pakar/profesional.
4) Panitia
Seleksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 memenuhi persyaratan:
1.
memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman sesuai dengan jenis,
bidang tugas dan kompetensi jabatan yang lowong; dan;
2.
memiliki pengetahuan umum mengenai penilaian
kompetensi;
d. Panitia Seleksi berjumlah ganjil yaitu paling
sedikit 5 orang dan paling banyak 9 orang.
f. Perbandingan anggota Panitia Seleksi berasal
dari internal paling banyak 45%.
g. Panitia seleksi
melaksanakan seleksi dapat dibantu oleh Tim penilai kompetensi (assessor)
yang independen dan memiliki pengalaman dalam membantu seleksi Pejabat
Pemerintah.
3.. Penyusunan dan penetapan standar
kompetensi jabatan yang lowong.
Tahap. Pelaksanaan
1. Pengumuman lowongan
jabatan:
a.
Untuk mengisi lowongan jabatan Pimpinan Tinggi agar
diumumkan secara terbuka, dalam bentuk surat edaran melalui papan pengumuman,
dan/atau media cetak, media elektronik (termasuk media on-line/internet).
b.
Pengumuman dilaksanakan paling kurang 15 (lima belas)
hari kerja sebelum batas akhir tanggal penerimaan lamaran.
c.
Pengumuman tersebut dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1) pada Instansi Pusat:
a)
untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi utama dan madya (setara
dengan eselon Ia dan Ib) diumumkan terbuka dan kompetitif kepada seluruh
instansi secara nasional;
b)
untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi pratama (setara dengan
eselon IIa dan IIb) diumumkan secara terbuka dan kompetitif paling kurang pada
tingkat pada tingkat kementerian yang bersangkutan;
c)
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama, madya dan pratama
pada kementerian/lembaga dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan
PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan,
pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) pada Instansi Pemerintah Provinsi :
a)
untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya diumumkan terbuka
dan kompetitif kepada instansi lain paling kurang pada tingkat Provinsi;
b)
untuk mengisi
jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif paling
kurang pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan, dan/atau antarkabupaten/kota
dalam 1 (satu) provinsi;
c)
pengisian jabatan pimpinan tinggi madya dan pratama
pada Instansi Pemerintah Provinsi dilakukan secara terbuka dan kompetitif di
kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan,
pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan.
3). Pada Instansi
Pemerintah Kabupaten/Kota:
a)
untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan
secara terbuka dan kompetitif paling kurang pada tingkat kabupaten/kota yang
bersangkutan, dan/atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
b)
jabatan pimpinan pratama pada Instansi Pemerintah
Kabupaten/Kota dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan
memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c)
Dalam pengumuman
tersebut harus memuat :
1) nama jabatan yang lowongan;
2)
persyaratan administrasi antara lain :
a) surat lamaran dibuat sendiri oleh pelamar dan bermaterai;
b) fotokopi SK kepangkatan dan jabatan yang diduduki;
c) fotokopi ijazah terakhir yang sesuai dengan jabatan yang dilamar
d) fotokopi SPT tahun terakhir;
e) fotokopi hasil penilaian prestasi kerja 2 tahun terakhir;
f) riwayat hidup (CV) lengkap.
3) persyaratan integritas
yang dibuktikan dengan penandatanganan Pakta Integritas (format terlampir);
4) batas waktu penyampaian
lamaran dan pengumpulan kelengkapan administrasi;
5) tahapan, jadwal dan
sistem seleksi;
6. alamat atau
nomor telepon Sekretariat Panitia Seleksi yang dapat dihubungi;
7)
prosedur lain yang diperlukan;
8)
persyaratan jenjang pendidikan dan sesuai dengan bidang jabatan yang lowong;
9)
pengalaman jabatan terkait dengan jabatan yang akann dilamar minimal 5 tahun;
10) lamaran disampaikan
kepada Panitia Seleksi;
11) pengumuman
ditandantangani oleh Ketua Panitia Seleksi atau mKetua Tim Sekretariat Panitia
Seleksi atas nama Ketua Panitia Seleksi.
2. Seleksi
Administrasi :
a.
Penilaian terhadap kelengkapan berkas administrasi yang
mendukung persyaratan dilakukan oleh sekretariat Panitia Seleksi.
b.
Penetapan minimal 3 (tiga) calon pejabat pejabat
pimpinan tinggi yang memenuhi persyaratan administrasi untuk mengikuti seleksi
berikutnya untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan pimpinan tinggi.
c.
Kriteria persyaratan administrasi didasarkan atas
peraturan perundang-undangan dan peraturan internal instansi yang ditetapkan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing.
d.
Syarat yang harus dipenuhi adalah adanya keterkaitan
objektif antara kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan,
rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan oleh
jabatan yang akan diduduki.
e.
Dapat Dilakukan secara online bagi pengumuman pelamaran
yang dilakukan secara online
f.
Pengumuman hasil seleksi ditandatangani oleh Ketua
Panitia Seleksi.
3. Seleksi
Kompetensi :
a. Dalam melakukan penilaian Kompetensi
Manajerial diperlukan metode :
1)
untuk jabatan pimpinan tinggi utama, madya dan pratama,
menggunakan metode assessment center sesuai kebutuhan masing-masing
instansi;
2)
untuk daerah yang belum dapat menggunakan metode
assessmen center secara lengkap dapat menggunakan metode psikometri, wawancara
kompetensi, analisa kasus atau presentasi;
3)
standar kompetensi manajerial disusun dan ditetapkan
oleh masing-masing instansi sesuai kebutuhan jabatan dan dapat dibantu oleh
assessor;
4)
kisi-kisi wawancara disiapkan oleh panitia seleksi.
b. Dalam melakukan penilaian Kompetensi Bidang dengan cara :
1)
Menggunakan metode tertulis dan wawancara serta metode lainnya;
2)
Standar kompetensi Bidang disusun dan ditetapkan oleh masing-masing
instansi sesuai kebutuhan jabatan dan dapat dibantu oleh assessor.
c.
Standar Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Bidang
ditetapkan oleh masing-masing instansi mengacu pada ketentuan yang ada atau
apabila belum terpenuhi dapat ditetapkan sesuai kebutuhan jabatan di instansi
masing-masing.
d.
Hasil penilaian beserta peringkatnya disampaikan oleh
Tim Penilai Kompetensi kepada Panitia Seleksi
4. Wawancara
Akhir:
a.
Dilakukan oleh Panitia Seleksi
b.
‘Panitia seleksi menyusun materi wawancara yang
terstandar sesuai jabatan yang dilamar.’
c. Wawancara bersifat klarifikasi/pendalaman terhadap
pelamar yang mencakup peminatan, motivasi, perilaku, dan karakter.
d.
Dalam pelaksanaan wawancara dapat melibatkan unsur
pengguna (user) dari jabatan yang akan diduduki.
5. Penelusuran (Rekam
Jejak) Calon:
a.
Dapat dilakukan melalui rekam jejak jabatan dan
pengalaman untuk melihat kesesuaian dengan jabatan yang dilamar.
b.
Menyusun instrumen/ kriteria penilaian integritas
sebagai bahan penilaian utama dengan pembobotan untuk mengukur integritasnya.
c.
Apabila terdapat indikasi yang mencurigakan dilakukan
klarifikasi dengan instansi terkait.
d.
Melakukan penelusuran rekam jejak ke tempat asal kerja termasuk
kepada atasan, rekan sejawat, dan bawahan dan lingkungan terkait lainnya
e.
Menetapkan pejabat yang akan melakukan penelusuran
rekam jejak secara tertutup, obyektif dan memiliki kemampuan dan pengetahuan
teknis intelejen.
f.
Melakukan uji publik bagi jabatan yang dipandang strategis jika
diperlukan.
6. Hasil Seleksi:
a.
Panitia seleksi mengolah hasil dari setiap tahapan
seleksi dan menyusun peringkat nilai;
b.
Panitia Seleksi mengumumkan hasil dari setiap tahap
kepada peserta seleksi;
c.
Panitia Seleksi menyampaikan peringkat nilai kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian;
d.
Peringkat nilai yang disampaikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian bersifat rahasia.
e. Panitia Seleksi menyampaikan hasil penilaian jabatan
tinggi utama dan madya (setara dengan eselon Ia dan Ib) dan memilih sebanyak 3
(tiga) calon sesuai urutan nilai tertinggi untuk disampaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian (Menteri/Pimpinan Lembaga/ Gubernur).
f. Pejabat Pembina Kepegawaian (Menteri/Pimpinan Lembaga/
Gubernur) mengusulkan 3 (tiga) nama calon yang telah dipilih Panitia Seleksi
kepada Presiden.
g.
Panitia Seleksi menyampaikan hasil penilaian jabatan
tinggi pratama (setara dengan eselon IIa dan IIb) dan memilih sebanyak 3 (tiga)
calon sesuai urutan nilai tertinggi untuk disampaikann kepada Pejabat yang berwenang.
h.
Pejabat yang berwenang mengusulkan 3 (tiga) nama calon
yang telah dipilih Panitia Seleksi kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian (Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota).
i. Penetapan calon harus dilakukan konsisten dengan
jabatan yang dipilih dan sesuai dengan rekomendasi Panitia Seleksi kecuali untuk
jabatan yang serumpun
7. Tes Kesehatan
dan psikologi:
a.
Tes kesehatan dan psikologi dapat dilakukan bekerjasama
dengan unit pelayanan kesehatan
pemerintah dan lembaga psikologi ;
b.
Peserta yang telah dinyatakan lulus wajib menyerahkan
hasil uji kesehatan dan psikologi.
8. Pembiayaan:
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan seleksi
pengisian jabatan pimpinan tinggi, agar instansi pusat dan instansi daerah
merencanakan dan menyiapkan anggaran yang diperlukan secara efisien pada DIPA
masing-masing
Tahap Monitoring dan
evaluasi
1. Kandidat
yang sudah dipilih dan ditetapkan (dilantik) harus diberikan orientasi tugas
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat yang berwenang selama 1 (satu)
bulan;
2. status
kepegawaian bagi kandidat yang terpilih berasal dari instansi luar ditetapkan dengan status dipekerjakan
sesuai peraturan perundang-undangan paling lama 2 (dua) tahun untuk kepentingan
evaluasi kinerja;
3. Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah menyampaikan laporan pelaksanaan seleksi
pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka kepada KASN dan tembusannya kepada:
a.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi,bagi Instansi Pusat;
b.
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, bagi Intansi Daerah.
D. Apabila di lingkungan
internal instansi tidak terdapat SDM yang memenuhi syarat sesuai dengan
kompetensi yang dibutuhkan, instansi dapat pula menyelenggarakan promosi
jabatan secara terbuka bagi Jabatan Administrator, Pengawas atau jabatan
strategis lainnya sesuai dengan kebutuhan instansi masing-masing
E. Pejabat Pimpinan Tinggi yang telah memasuki batas usia pensiun
per-1 Februari 2014 tetapi diperpanjang karena pemberlakuan Undang- Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dapat dilakukan penilaian
kembali terkait dengan kesesuaian kompetensi dan jabatan yang diduduki
F.Pejabat Pimpinan Tinggi yang telah menduduki jabatan 5 (lima)
tahun atau lebih setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara dapat dilakukan penilaian kembali terkait dengan
kesesuaian kompetensi dan jabatan yang diduduki.
H.Pejabat Pembina Kepegawaian dapat menyampaikan permohonan kepada Presiden untuk membuka kesempatan bagi
nonPNS, Prajurit TNI dan Anggota POLRI mengikuti seleksi terbuka dan kompetitif
jabatan-jabatan tertentu sesuai peraturan perundangan.
I. Pengawasan pelaksanaan seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi
Utama, Madya dan Pratama sebelum terbentuknya KASN dilakukan oleh:
1. Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pada Instansi Pusat;
2.
Menteri
Dalam Negeri, pada Instansi Daerah.
J.Rekomendasi hasil pelaksanaan pengawasan disampaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian oleh :
1.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, pada Instansi Pusat;
2.
Menteri Dalam
Negeri, pada Instansi Daerah dengan tembusan kepada Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
K.Rekomendasi hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf I bersifat
mengikat.
2 komentar:
Mantap Gan...
Assallammualaikum warrohmatullaohi wabarrokatuh…
Knowledge support from correlation of Medina Munawaroh
Posting Komentar