MENGAPA TIM
SUKSES PRABOWO MENGGUNAKAN “GARUDA MERAH
?
( Apakah melanggar Pasal 57 huruf C jo Pasal 69
huruf b UU Nomor 24 Tahun 2009 ?)
Oleh:
Turiman Fachturahman Nur
Email: qitriaincenter@yahoo.co.id
HP
08125695414
Siapakah perancang siluet Garuda Merah?
Adalah Arfino Adhinoto menulis sebagai
berikut “Sejak sekolah dasar, gua sudah merasa bangga jadi orang Indonesia, dan
mungkin gua begitu karena pengaruh bokap yang selalu menekankan bahwa kita
harus bangga menjadi Bangsa Indonesia. Pada saat itu, gua belum tau akan
kebobrokan negeri kita di bawah rezim orde baru. Yang gua dapet di sekolah
adalah Indonesia itu makmur dan sejahtera, kita bisa swasembada pangan,
gedung-gedung tinggi berjamuran di Jakarta, repelita berjalan lancar, tidak ada
diskriminasi etnis, agama, suku. Semua terlihat damai nan sejahtera. Dan gua
bangga tentunya mempunyai Presiden yang hebat, yang waktu itu disebut sebagai
bapak pembangunan nasional.
Sampai suatu saat…1998 angka 98
benar-benar merupakan angka ajaib dan tak terlupakan buat gua. Tahun itu
bener-bener membuka mata gua dari segala ‘kesuksesan pembangunan nasional’.
Waktu itu gua masih SMP kelas 2. Wow…. mencengangkan !!! luar biasa !!! gua gak
bisa berkata apa2, dan gua bener-bener pengen menghapus segala ingatan mengenai
tragedi 98. Pada saat itu juga nasionalisme gua yang sudah terbangun, mulai
tergoyahkan, dan gua merasa gak ada kebanggaan lagi jadi putera Indonesia. Gua
baru tau yang namanya politik, gua baru tau kalo politik itu kotor (bokap gua
pun slalu berulang kali berkata kalau politik itu kotor), gua baru disadarkan
bahwa pemerintahan saat itu bener-bener bobrok, korupsi merajalela, birokrasi
yang penuh diskriminasi, dan bahkan sampai ke warganya sendiri terpancing untuk
melakukan diskriminasi dan menjadi rasialis dalam waktu sekejab.
Gua pun mulai bertanya, Apakah ini
Indonesia ?!Mana keperkasaan Burung Garuda dengan perisai Pancasilanya ??!Mana
spanduk Bhinneka Tunggal Ika yang selalu dicengkram di kakinya ???!!Mana
Indonesia yang ramah, sopan santun, tepo seliro, bersatu, berbeda-beda tapi
tetap satu ????!!Apa Negara Kesatuan Republik Indonesia itu cuman ada di buku
PMP / PPKn atau buku sejarah ?????!!! Hmmm…. tapi entah mengapa, gua udah
terlanjur jatuh cinta sama negeri ini, dan gua berusaha melakukan yg terbaik
aja buat negeri kita tercinta : Sebarkan optimisme
!! Tularkan nasionalisme !!! itu misi gua yg simple. Gua yakin gua akan memberikan
efek positif buat orang-orang sekitar, dan menularkan semangat ini. Kalau
mereka juga menularkan semangat ini ke orang lain kan dampaknya akan seperti
bola salju yang menggelinding dari kecil menjadi sangat besar dan tidak ada yg
bisa menahannya ;Jadi gua sudah memulainya sejak
dulu, sadar maupun tidak sadar. Gua buat blog kecil-kecilan dalam bahasa
Inggris mengenai Jakarta dan sebagaimana kreatifnya Indonesia itu, ya tujuannya
sih simple, yaitu mempromosikan Indonesia ke orang asing.Dan sebagai hadiah
buat negeri ini, maka gua share desain Garuda merah ini dalam resolusi tinggi ;selamat men-download dan jangan lupa…” Itulah Garuda
Merah siluet aslinya bertuliskan INDONESIA ONE LAND, ONE NATION, ONE LANGUAGE. (Garuda Merah sudah ada dari tahun 2012) pembaca bisa download gambar siluet garuda merah asli pada http://foblog.psikomedia.com/read/Berita-dan-Politik/71729/garuda-merah-sudah-ada-dari-tahun-2012/
Secara
semiotika hukum, logo atau lambang adalah bahasa simbol. Selain menunjukkan
identitas, logo atau lambang tentu juga mempunyai makna. Bukan hanya nilai
estetika, tetapi filosofi kejatidirian dikandung di sana. Latar belakang
semiotika mengapa Prabowo kemudian menggunakan sebagai simbol gerakannya,
karena Prabowo adalah seorang tentara. Kecintaannya pada tanah air Indonesia
teramat besar sehingga selalu menjadikan garuda sebagai simbolisasi
kediriannya. Lihat saja, logo partainya adalah kepala garuda. Bukankah siluet
merah itu adalah bayangan dari Garuda Pancasila? Tetapi bukan Garuda Pancasila.
Oleh karena itu Garuda Merah adalah early warning bagi bangsa Indonesia hari
ini, jika bangsa ini telah meninggalkan makna perisai Pancasila dan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika, maka Garuda warna kuning emas akan berubah menjadi Garuda
warna merah.
Apakah Siluet Garuda Merah Prabowo Melanggar
UU Nomor 24 Tahun 2009 ?
Persoalannya Apakah Garuda Merah yang
dipakai sebagai siluet oleh tim sukses Prabowo-Hatta itu sama dengan Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ? Mari kita analisis dengan
semiotika berbasis hermenuetika hukum
jika kita gunakan UU Nomor 24 Tahun 2009 menyatakan, bahwa lambang negara
Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa
yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan lambang
negara Indonesia merupakan manifestasi
kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Lambang Negara Garuda Pancasila, merupakan jati
diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Simbol
tersebut menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan
negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, lambang
negara Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai
bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati
dan dibanggakan warga negara Indonesia.
Pertanyaannya
apa nama Lambang Negara Indonesia, Jika kita gunakan rumusan UUD Negara RI 1945 Pasal 36 A
menyatakan Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian dalam Pasal 46 UU
Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan menyatakan: “Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh
lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai
pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang
dicengkeram oleh Garuda.
Berdasarkan
rumusan Pasal 36A UUD Neg RI 1945 dan rumusan Pasal 46 UU Nomor 24 Tahun 2009
diatas, maka jelas Garuda Merah tidak sama dengan Garuda Pancasila yang dipakai
sebagai lambang negara Indonesia
Mengapa
Garuda Merah tidak sama dengan Garuda Pancasila mari kita analisis pada
pasal-pasal dalam UU Nomor 24 Tahun 2009
Pasal 47 ayat (1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor,
dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. (2) Garuda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor
berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.
Pasal
48 (1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan
katulistiwa. (2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila
sebagai berikut: a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di
bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b. dasar
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata
bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai; c. dasar Persatuan Indonesia
dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai; d. dasar
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan
atas perisai; dan e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai.
Pasal
49 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di
bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di bagian kiri atas
dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; d.
warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam
untuk seluruh gambar lambang. Pasal 50 Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran
Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 sampai dengan Pasal 49
tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Berdasarkan rumusan pasal 46
sampai dengan Pasal 50 jelas, dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan
Garuda Pancasila memiliki karakteristik sebagai berikut secara semiotika
berbasiskan hermenuetika hukum, yaitu:
Pertama, Yang
dimaksud lukisan Garuda Pancasila berdasarkan pasal 46 adalah Burung Garuda yang menyerupai Elang Rajawali (penjelasan Pasal 46) menoleh ke sebelah
kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda.
Kedua, Garuda
dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga
pembangunan. (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang
masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher
berbulu 45.
Ketiga, Garuda
Pancasila memiliki perisai Pancasila, yaitu yaitu di tengah-tengah perisai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa. (2) Pada perisai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila
Keempat,
Warna Garuda Pancasila secara jelas dirumuskan pada Pasal 49 yang
menyatakan, bahwa Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a.
warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di
bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh
burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung;
dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Kelima, Lukisan Garuda Pancasila sebagaimana
dijelaskan pada pasal 50 yang menyatakan, bahwa Bentuk, warna, dan perbandingan
ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak
terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Jika kita membaca secara cermat “Garuda Merah”jelas tidak sama dengan
lukisan Garuda Pancasila sebagaimana dimaksud Pasal 46 sd pasal 50 UU Nomor 24
Tahun 2009, karena garuda merah tidak memiliki atau tidak digantungi Perisai
Pancasila dan tidak ada semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang ditulis di atas pita
yang dicengkeram oleh Garuda. Kemudian garuda merah tidak memiliki garis hitam tebal
yang melukiskan katulistiwa. Dan Garuda
Merah tidak ada simbol-simbol Pancasila yang
terdapat lima buah ruang pada perisai yang mewujudkan dasar Pancasila.
Kemudian dari sisi warna jelas tidak sama antara garuda merah dengan garuda
Pancasila, karena garuda merah warnanya merah semua, sedangkan garuda Pancasila
sebagaimana dirumuskan pasal 49 jelas menyatakan, bahwa Lambang Negara
menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di bagian kiri atas dan
kanan bawah perisai; c. warna kuning
emas untuk seluruh burung Garuda; d. warna
hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam untuk seluruh gambar
lambang.
Kemudian mari kita bandingkan
antara garuda merah dan garuda Pancasila jelas berbeda secara semiotika
berbasiskan hermenuetika hukum, yakni analisis semiotika dengan menggunakan
rumusan Pasal 46 s/d pasl 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.
Pertanyaannya Apakah penggunaan
Garuda Merah melanggar Larangan yang dimaksudkan UU Nomor 24 Tahun 2009 ?
Dalam Undang-Undang itu tak ada pelarangan dalam
mengenakan lambang Garuda Pancasila bagi masyarakat. Hanya saja, lambang garuda
yang dikenakan harus benar-benar memenuhi kriteria yang diatur undang-undang,
artinya gambar Garuda Pancasila sebagaimana yang dimaksud adalah struktur gambarnya
dan bentuk serta tata warnanya sama dan menyerupai sebagaimana yang dimaksudkan
dalam rumusan Pasal 49 s/d 50 UU Nomor 24 Tahun 2009.
Pertanyaannya apakah Garuda Merah
menyerupai Lambang Negara ? mari kita cermat membaca rumusan Pasal 57 huruf c
UU Nomor 24 Tahun 2009 yang berbunyi: "Setiap orang dilarang membuat
lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau
perusahaan yang sama atau menyerupai
lambang negara," demikian
bunyi Pasal 57 Huruf c UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Klasul “yang sama atau menyerupai Lambang
Negara” perlu dibaca secara hati-hati, artinya jika kita ajukan
pertanyaan, apakah Garuda Merah itu sama dan menyerupai Lambang Negara? Jelas jawaban tidak sama dan tidak menyerupai
lambang negara. Coba baca kembali rumusan Pasal 46 s/d 49 atau samakah garuda
merah dengan Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 sampai
dengan Pasal 49 atau sebagaimana gambarnya tercantum dalam lampiran yang tidak
terpisahkan dari Undang-Undang ini. (Pasal 50 UU Nomor 24 Tahun 2009).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
gambar siluet Garuda Merah tidak sama dan tidak menyerupai Lambang Negara
Indonesia, artinya tidak melanggar pasal 57 huruf c UU Nomor 24 Tahun 2009.
Patut diperhatikan bahwa saat ini
tidak ada larangan orang menggunakan lambang negara Garuda Pancasila selama
bentuk dan warna dan struktur gambarnya sama dengan Lambang Negara, Mengapa,
karena pasal 57 huruf d UU Nomor 24 Tahunn 2009 pada tahun 2011 telah
dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak ada kekuatan hukum lagi.
Pasal ini
pernah digugat bersama Pasal 57 Huruf d pada tahun 2011 lalu oleh Tim Koalisi
Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila. Kedua pasal itu dinilai diskriminasi dan
menciderai kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan rasa nasionalismenya.
Berikut isi
Pasal 57 Huruf d UU nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan: "Setiap orang dilarang menggunakan
lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-undang ini." Namun akhirnya Mahkamah Konstitusi
(MK) yang dipimpin Mahfud MD saat itu -- kini menjadi ketua tim pemenangan
Prabowo-Hatta -- memutuskan untuk mengabulkan gugatan terhadap Pasal 57 Huruf D
yang dianggap inkonstitusional. Sementara Pasal 57 Huruf c dinyatakan tidak
bertentangan dengan konstitusi.
Hal ini
tertuang dalam putusan MK Nomor 4/PUU-X/2012. "Pasal 57 Huruf D tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Repulik
Indonesia Nomor 5035) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat."
Atas putusan
MK itu, siapapun yang membuat lambang yang sama atau menyerupai Garuda
Pancasila maka dianggap telah melanggar Undang-Undang dan terancam pidana 1
tahun penjara atau denda maksimal Rp 100 juta. Sementara, lambang Garuda
Pancasila sendiri dibolehkan untuk digunakan untuk keperluan apapun. "Lambang negara merupakan
keagungan negara, sehingga ditetapkan menjadi simbol, atribut, dan representasi
negara."
Pertanyaan hukumnya apakah gambar siluet Garuda Merah itu sama dan
menyerupai Lambang Negara ? Jelas jawabannya tidak sama dan tidak menyerupai
lambang negara, berarti tidak melanggar pasal 57 huruf c.
Kemudian pertanyaannya apa yang dilarang dan terancam sanksi pidana
dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 ? mari kita analisis dengan cermat pasal berikut
ini:
Pasal 68 menyatakan Setiap orang yang mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Apakah siluet garuda merah dianggap membuat
rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan
kehormatan Lambang Negara. Hal inipun perlu dipertanyakan apakah garuda merah
itu sama atau menyerupai lambang negara?
Pasal 69 Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah), setiap orang yang:
a. dengan
sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran;
b. membuat lambang untuk perseorangan,
partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara;
atau
c. dengan
sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
Ketika
Pasal 57 huruf d dan pasal 69 huruf c diajukan ke MK, maka menurut ketua MK
(Mahfud MD) “MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Pasal 57
huruf d dan Pasal 69 huruf c UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” demikian pandangan Ketua MK Mahfud MD
saat membacakan putusan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Selasa, 15 Januari
2013.
Tetapi
bagaimana dengan Pasal 57 huruf a jo
Pasal 68 UU Nmomor 24 Tahun 2009 di atas apakah siluet garuda merah melanggar pasal
tersebut ? Jawaban tentu harus dipertanyakan lagi apakah garuda merah itu sama
dan menyerupai lambang negara? Jika kita menggunakan rumusan pasal 49 s/d 50 UU
Nomor 24 Tahun 2009 maka garuda merah tidak sama dan menyerupai lambang negara,
karena tidak ada perisai pancasila, dan tulisan bhinneka tunggal ika, kecuali
lambang negara sebagaimana dimaksud pasal 50 semua dirusak dengan cara mengecat
warna merah, baru dapat dinyatakan dengan
maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara.
Menurut
Mahkamah, Undang-undang tersebut hanya menentukan beberapa penggunaan yang
bersifat wajib dan bersifat keizinan. Padahal secara faktual lambang negara
lazim dipergunakan dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan, seperti disematkan di
penutup kepala, sebagai bentuk monumen atau tugu, digambarkan di baju, dan
seragam siswa sekolah.
"Hal
itu tidak termasuk penggunaan yang wajib maupun yang diizinkan seperti dimaksud
Pasal 57 huruf d UU a quo," ujar Mahfud Karena itu, larangan
penggunaan lambang negara dalam Pasal 57 huruf d UU a quo tidak tepat
karena tidak memuat rumusan yang jelas. Apalagi, larangan itu diikuti dengan
ancaman pidana, yang seharusnya perbuatan yang diancam pidana seharusnya
memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas (lex certa), tertulis (lex
scripta), dan ketat (lex stricta).
Mahkamah
berpendapat pembatasan penggunaan lambang negara oleh masyarakat bentuk
pengekangan ekspresi identitasnya sebagai warga negara. Pengekangan itu dapat
mengurangi rasa memiliki dan mengurangi kadar nasionalisme. Terlebih, lambang
Garuda Pancasila, mutlak menjadi milik kebudayaan bersama seluruh masyarakat.
“Apalagi jika mengingat Pancasila sebagai sistem nilai adalah terlahir atau merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” papar Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan hukum putusan.
“Apalagi jika mengingat Pancasila sebagai sistem nilai adalah terlahir atau merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” papar Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan hukum putusan.
Dengan
dihapuskannya Pasal 57 huruf d dalam UU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan, secara otomatis berlakunya Pasal 69 huruf c dalam UU
yang sama, juga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (hapus). Sebab, Pasal 57
huruf d UU a quo adalah larangan yang diikuti ancaman pidana yang terdapat
dalam Pasal 69 huruf c UU yang sama.
“Terdapat
hubungan yang erat antara kedua pasal itu sebagai suatu ketentuan hukum yang
berlaku. Maka pertimbangan hukum Mahkamah terhadap Pasal 57 huruf d tersebut
berlaku secara mutatis mutandis (otomatis, red) terhadap Pasal 69
huruf c,” tutur Fadlil.
Permohonan ini diajukan oleh
sejumlah warga yang mengatasnamakan Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila
memohon pengujian pasal 57 huruf c dan huruf d yang mengatur larangan
penggunaan lambang negara. Mereka adalah Forum Kajian Hukum dan Konstitusi,
Ryan Muhammad (mahasiswa), Bervilia Sari (pemerhati hukum), Erwin Agustian, dan
Eko Santoso (pernah divonis 3 bulan karena menggunakan lambang Garuda untuk
stempel organisasi).
Para
pemohon menganggap penggunaan lambang ini justru bentuk ekspresi kecintaan dan
kebanggaan masyarakat terhadap tanah air (nasionalisme), sehingga larangan
penggunaan lambang Garuda seperti diatur pasal 57 huruf c dan huruf d itu
bentuk pengekangan terhadap rakyat.
Menurutnya,
pasal 57 huruf c dan huruf d bersifat represif karena lebih berpotensi
menghukum masyarakat daripada melindungi masyarakat. Pasal itu sama saja telah
menjauhkan rakyat dari Garuda Pancasila yang menjadi kebanggaannya. Lambang
Garuda Pancasila milik semua elemen masyarakat Indonesia, bukan hanya milik
pemerintah atau pejabat negara.
Pertanyaannya adalah apakah Tim Sukses Prabowo
membuat lambang yang sama atau menyerupai lambang negara ? Jawaban ada bahwa
garuda merah tidak sama dengan lambang negara, coba baca lagi semiotika hukum
lambang negara yang dimaksudkan pasal 46 sd pasal 50 apakah masuk kreteria
dalam rumusan hukum pasal 49 s/d 50? Jelas tidak baca kembali analisis peneliti
di atas.
Mengapa
demikian? Karena dalam
putusan itu disebutkan, lambang negara RI berbentuk Garuda Pancasila yang
kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung
dengan rantai pada leher garuda dan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditulis
di atas pita yang dicengkeram oleh garuda. Garuda dengan perisai memiliki
paruh, sayap, ekor, dan cakar."Garuda memiliki sayap yang masing-masing
berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45
sebagai lambang tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu pengumandangan
proklamasi."
"Pada
perisai terdapat 5 buah ruang yang mewujudkan dasar pancasila." Apakah
Garuda merah sama dan menyerupai Lambang Negara ? secara tegas tidak sama dan
tidak menyerupai lambang negara. Kecuali tim sukses Prabowo membeli lambang
negara sebagaimana dimaksud bentuk, struktur dan tata warna pasal 50 UU Nmor 24
Tahun 2009, kemudian dicat warna merah,
maka tindakan itu adalah tindakan yang melanggar Pasal 68 menyatakan Setiap orang yang mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)
Siapakah Sang Perancang Gambar Lambang Negara Indonesia ?
Siapakah Sang Perancang Gambar Lambang Negara Indonesia ?
Siapakah sang perancang lambang
negara. Lambang
Negara yang dipakai sekarang ini atau yang menjadi lambang Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) saat ini, adalah rancangan
yang dibuat oleh Sultan Hamid II, sebagaimana gambar resminya terlampir
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara atau
sebagaimana pernyataan Muhammad Hatta, 1978. Lambang Negara hasil rancangan
Sultan Hamid II pada awalnya dimaksudkan
sebagai Lambang Negara Republik Indonesia Serikat.(RIS) berdasarkan Pasal 3
ayat (3) Konstitusi RIS 1949. Kemudian figur burung yang dipilih oleh negara
secara semiotika hukum adalah berbentuk gambar burung elang Rajawali seperti
bentuk gambarnya sekarang ini. Dan sekarang gambar lambang negara dimaksud
menjadi lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah amandemen kedua UUD Neg RI, 1945,
Pasal 36 A, karena sebelumnya hanya mengacu pada lampiran gambar lambang Negara
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara yang
mendasarkan pada Pasal 3 ayat (3) UUD Sementara (UUDS) 1950, berdasarkan Dekrit 5 Juli 1959
atau berdasarkan aturan Peralihan Pasal II UUD Neg 1945 sebelum amandemen.
Fakta sejarah hukum membuktikan ada dua tahap
Perancangan lambang negara Republik Indonesia yang dibuat oleh Sultan Hamid II,
yaitu rancangan tahap pertama, 8 Februari 1950 mengambil figur burung Garuda
yang digali dalam mitologi bangsa Indonesia berdasarkan bahan dasar yang
dikirim Ki Hajar Dewantoro tanggal 26 Januari 1950 dari sketsa garuda berbagai candi –candi di
Jawa. Gambar lambang negara dimaksud sudah dikritisi oleh Panitia Lambang
Negara. Rancangan tahap kedua 10 Februari 1950 mengambil figur burung Elang
Rajawali setelah Sultan Hamid II melakukan penyempurnaan dan perbandingan
dengan negara lain yang menggunakan figur Elang Rajawali. Kemudian ditetapkan
menjadi Lambang Negara Republik Indonesia Serikat 11 Februari 1950 dan masuk
Berita Negara/ichtisar Parlemen RIS 17 Februari 1950 Nomor 2, yang selanjutnya
diperbaiki terus menerus oleh Sultan Hamid II berdasarkan saran Presiden
Soekarno, dan perbaikan final kemudian disposisi/disetujui oleh Presiden
Soekatrno 20 Maret 1950 dan disempurnakan untuk terakhir kalinya oleh Sultan
Hamid II dengan menambah skala ukuran dan tata warna lambang negara yang
selanjutnya gambar lambang negara tersebut menjadi lampiran resmi Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 6.
Lambang
Negara Republik Indonesia secara semiotika adalah visualisasi ide Pancasila
sebagai filsafat dasar negara dan konsep pembacaan Perisai Pancasila dengan
model pembacaan “Berthawaf” sejak 1950 atau pembacaan melingkar berlawanan
dengan arah jarum jam berdasarkann transkrip Sultan Hamid II, 15 April 1967.
Secara historis yuridis hal ini berbeda dengan rumusan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang menggunakan
pembacaan Pancasila konstruksinya melingkar searah dengan arah jarum jam
atau “gilir balik”. Kemudian direvisi pada pasal 48 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2009, yakni secara semiotika hukum pembacaan Pancasila
konstruksinya melingkar berlawanan dengan arah jarum jam atau sesuai Perisai
Pancasila dalam Lambang Negara sejak tahun 1950.
Sejak
pernyataan Muhammad Hatta 1978 sampai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan,
ternyata negara belum tegas terhadap siapa perancang lambang negara Republik
Indonesia. Hal ini terlacak didalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, yakni pada teks hukum negara pasal 48 tidak
mencantumkan nama perancang lambang negara, sedangkan pasal 58 tentang lagu
kebangsaan menyebutkan nama perancangnya. Hal ini merupakan diskriminasi hukum
dari sisi perlindungan hukum hak cipta sebagaimana ditentukan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Pada pasal 24 jo Pasal 7 UUHC 2002, bahwa nama
Pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya sebagai hak moral. Karena Sultan
Hamid II ketika merancang lambang negara dalam kedudukan sebagai Menteri
negara, tetapi secara pribadi Sultan Hamid II adalah perancang gambar lambang
negara yang diterima rancangan oleh negara dan ditetapkan sebagai lambang
negara RIS, 11 Februari 1950 sebagaimana pernyataan Muhammad Hatta, 1978 dan
disahkan parlemen RIS, 17 Februari 1950 dan gambarnya dilampirkan dalam
ichtisar Parlemen RIS nomor 2 Tahun 1950. Kemudian gambarnya disempurnakan oleh
Sultan Hamid II melalui sketsa D.Rhul. J.R, dan dilukis oleh Dullah, kemudian
hasil penyempurnaan itu disposisi oleh Presiden Soekarno, 20 Maret 190 sebagai
gambar lambang negara final dan kemudian untuk terakhir kalinya dilakukan
tindakan seperlunya oleh Sultan Hamid II dengan menambah skala ukuran dan tata
warna kemudian oleh negara menjadi
gambar lambang negara pada lampiran resmi Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
1951 (pasal 6),
Fakta
sejarah, bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Soekarno kepada Sultan Hamid
II dan dimaksudkan sebagai perpaduan dua paham kenegaraan, yaitu paham
federalis dan unitaris, karena fakta sejarah hukum, lambang negara ini
dimaksudkan pada awalnya sebagai lambang negara RIS. Bhinneka Tunggal Ika
secara hermenuetika hukum bermakna, bahwa Bhinneka artinya keragaman dan
Tunggal artinya satu, sedangkan ika artinya itu, jadi maknanya beraneka ragam
satu itu, dan yang satu itu beranekaragam, atau menurut Soediman Kartohadiprojo
adalah persatuan dalam keragaman dan keragaman dalam persatuan, atau menurut
Soekarno adalah Bhina Ika, Tunggal Ika dalam pidato kenegaraan 22 Juli 1958.
Lambang negara Kesatuan Republik Indonesia
menjadi kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang
beragam sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagaimana dan dimana Pengaturan Lambang Negara Indonesia ?
Bagaimana dan dimana Pengaturan Lambang Negara Indonesia ?
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah
mengatur berbagai hal yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan. Dalam Pasal 35 disebutkan bahwa Bendera Negara
Indonesia ialah Sang Merah Putih. Pasal 36 menyebutkan bahwa Bahasa Negara
ialah bahasa Indonesia. Pasal 36A menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selanjutnya Pasal 36B
menyebutkan bahwa Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Pasal-pasal tersebut merupakan pengakuan sekaligus penegasan
secara resmi oleh Negara tentang penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati
diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruh bentuk
simbol kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan
perundang-undangan yang selama ini mengatur tentang bendera, dan lambang negara,
serta lagu kebangsaan, antara lain:
1. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang hanya mengatur tentang kejahatan (tindak
pidana) yang menggunakan Bendera Sang Merah Putih; penodaan terhadap bendera
negara sahabat; penodaan terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara
Garuda Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh mereka yang
tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada Pasal 52a; Pasal 142a;
Pasal 154a; dan Pasal 473.
2. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah
(Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954
tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik
Indonesia dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk
Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 550), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi
(Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
Undang- Undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 Nomor 80), Undang-Undang Nomor 19 PNPS
Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Tahun 1965 Nomor 81), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3390) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara;
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1958 No.68);
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing
(Lembaran Negara Tahun 1958 No.69);
6. Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan;
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara;
8. Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; dan
9. Peraturan
Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata
Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan.
Pertanyaannya setelah dikeluarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara
serta Lagu Kebangsaan, bagaimana kedudukan peraturan perundang-undangan
tersebut diatas ? Pasal 72 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2009 menyatakan secara tegas, bahwa pada saat Undang-Undang ini
berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan
Undang-Undang ini.
Khusus pengaturan tentang lambang
negara dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentan Bendera, Bahasa, Lambang
Negara serta Lagu Kebangsan menegaskan
pada BAB IV LAMBANG NEGARA Bagian Kesatu Umum, merumuskan pada Pasal 46 :
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk
Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai
berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita
yang dicengkeram oleh Garuda.
Analisis Semiotika Hukum Lambang Negara
Indonesia
Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud
dengan “berbentuk Garuda Pancasila”? Penjelasan Pasal 46 Undang-Undang No,mor
24 Tahun 2009 menyatakan : “ Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah
lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu
burung yang menyerupai burung elang
rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang
Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah
bangsa yang besar dan negara yang kuat.
Penegasan semiotika dapat dipahami
melalui teks hukum negaradalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara pada penjelasan Pasal 3
Burung garuda, yang digantungi perisai itu, ialah lambang tenaga pembangun (creatif vermogen) seperti dikenal pada
peradaban Indonesia. Burung garuda dari mythologi menurut perasaan Indonesia
berdekatan dengan burung elang rajawali. Burung itu dilukiskan dicandi Dieng,
Prambanan dan Panataran. Ada kalanya dengan memakai lukis berupa manusia dengan
berparuh burung dan bersayap (Dieng); dicandi Prambanan dan dicandi Jawa Timur
rupanya seperti burung, dengan berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar.
Lihatlah lukisan garuda dicandi Mendut, Prambanan dan dicandi-candi Sukuh,
Kedal di Jawa Timur. Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan dan mythologi
Indonesia.Lencana garuda pernah dipakai oleh perabu Airlangga pada abad
kesebelas, dengan bernama Garudamukha. Menurut patung Belahan beliau dilukiskan
dengan mengendarai seekor garuda. Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai
panji-panji sayap garuda yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas
tiga gurisan garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8
(bulan 8 = Agustus).
Bandingkan dengan teks hukum
Pemerintah pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang
Negara. Pemerintah membagi struktur lambang negara menjadi tiga bagian,
sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1. Lambang Negara Republik Indonesia terbagi
atas tiga bagian, yaitu : 1. Burung Garuda, yang menengok dengan kepalanya
lurus kesebelah kanannya; 2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan
rantai pada leher Garuda; 3. Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkeram
oleh Garuda. Kemudian Pasal 4 menyatakan
ditengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis
hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator).
Penjelasan Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara menjelaskan secara rinci, burung
garuda yang dikalungkan perisai, sebagaimana penjelasan Pasal 4 Perisai atau
tameng dikenal oleh kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai senjata dalam
perjuangan mencapai tujuan dengan melindungi diri. Perkakas perjuangan yang
sedemikian dijadikan lambang; wujud dan artinya tetap tidak berubah-ubah, yaitu
lambang perjuangan dan perlindungan.
Dengan mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia berhubungan
langsung dengan peradaban Indonesia Asli.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
menjelaskan burung garuda yang dikalungkan Perisai, penjelasan Pasal 46,
bahwa yang dimaksud dengan “perisai”
adalah tameng yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli
Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan
perjuangan dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
Pasal 46 Undang –Undang Nomor 24
Tahun 2009, menyatakan; “semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita
yang dicengkeram oleh Garuda.Penjelasan
Pasal 46 menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal
Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu
Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika
diartikan berbeda-beda tetapi tetap
satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam
bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan
persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bandingkan dengan teks hukum pada
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada
Pasal 5 menyatakan :Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah
semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi : BHINNEKA TUNGGAL IKA. Kemudian
penjelasan Pasal 5. Perkataan Bhinneka itu ialah gabungan dua perkataan: bhinna
dan ika. Kalimat seluruhnya itu dapat disalin : berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Pepatah ini dalam sekarang
artinya, karena menggambarkan persatuan atau kesatuan Nusa dan Bangsa
Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan perbedaan atau perlainan. Kalimat
itu telah tua dan pernah dipakai oleh pujangga ternama Empu Tantular dalam arti
: di antara pusparagam adalah kesatuan.
Kemudian makna garis hitam tebal pada
perisai Pancasila dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 48 ayat (1) Di
tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis
hitam tebal yang melukiskan katulistiwa Penjelsan Pasal 48 Ayat (1) Yang
dimaksud dengan “garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa” adalah garis
untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara
merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa
Sedangkan Pada Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 1951 Pasal 4. Ditengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung
itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa
(aequator). Penjelasan Pasal 4 menjelaskan, bahwa Dengan garis yang melukiskan
katulistiwa (aequator) itu, maka ternyatalah bahwa Republik Indonesia
satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat dipermukaan bumi berhawa-panas;
garis katulistiwa melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Di daerah
Kongo, di kepulauan Pasifik dan Amerika Selatan tidak-lah (belumlah) terbentuk
negara penduduk Asli. Jadi garis tengah itu menimbulkan perasaan, bahwa
Republik Indonesia ialah satusatunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat,
terletak di katulistiwa dipermukaan bumi.
Mengapa menggunakan simbol hewan ?
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada Pasal 1 menjelaskan,
bahwa mengambil gambaran hewan untuk Lambang-Negara bukanlah barang yang
ganjil. Misalnya untuk lambang Republik India diambil lukisan singa, lembu,
kuda dan gajah, seperti tergambar pada tiang Maharaja Priyadarsi Asyoka berasal
dari Sarnath dekat Benares.
Kemudian dijelaskan secara semiotika
dari mana asal lukisan garuda dalam peradaban bangsa Indonesia ? Lukisan garuda
diambil dari benda peradaban Indonesia, seperti hidup dalam mythologi,
symbologi dan kesusastraan Indonesia dan seperti pula tergambar pada beberapa
candi sejak abad ke 6 sampai ke-abad ke 16. Demikian pula makna semiotika
terhadap perisai, bahwa Perisai adalah
asli, sedangkan arti semboyan yang dituliskan dengan huruf latin berbahasa
Jawa-kuno menunjukkan peradaban klassik.
Kemudian didalam lambang negara
terdapat perisai, pada pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 dinyatakan :”
perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda”. Apa makna semiotika perisai ?
dalam teks hukum penjelasan pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009
menyatakan: “ Yang dimaksud dengan “perisai” adalah tameng yang telah dikenal
lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan
diri untuk mencapai tujuan.
Bandingkan dengan teks hukum negara
oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada Pasal 3.
Garuda yang digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan cakar mewujudkan lambang tenaga pembangun.
Demikian juga penjelasan Pasal 3 menjelaskan : Burung garuda, yang digantungi
perisai itu, ialah lambang tenaga
pembangun (creatif vermogen), seperti dikenal pada peradaban Indonesia. .
Selanjutnya terdapat seloka tertulis
diatas pita, penjelasan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009menyatakan,
bahwa Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah pepatah lama
yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan
gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika
diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 47 ayat (1) Garuda dengan
perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan
cakar yang mewujudkan lambang tenaga
pembangunan. Ayat (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19,
dan leher berbulu 45.
Apa semiotika teks yang menyatakan
“berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45. ?
Makna semiotikanya ditegaskan pada penjelasan Pasal 45 Ayat (2) Yang dimaksud
dengan “sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan
leher berbulu 45” adalah lambang tanggal
17 Agustus 1945 yang merupakan waktu pengumandangan proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia.
Pasal 48 ayat (1) Di
tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan
katulistiwa. Pasal 48 Ayat (2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan
dasar Pancasila sebagai berikut: a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
dilambangkan dengan cahaya di bagian
tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b. dasar Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali
rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai; c. dasar
Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon
beringin di bagian kiri atas perisai; d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas
perisai; dan e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
dilambangkan dengan kapas dan padi
di bagian kanan bawah perisai.
Berdasarkan Pasal 48 ayat (1)
terdapat teks yang menyatakan, “sebuah garis
hitam tebal yang melukiskan katulistiwa, apa makna semiotika pernyataan ini ?
Penjelasan Pasal 48 Ayat (1) Yang
dimaksud dengan “garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa” adalah garis
untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara
merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa. Pada Pasal 48 ayat (2)
Huruf b, menyatakan tali rantai bermata
bulatan dan persegi, apa makna semiotikanya ? Mata rantai bulat yang
berjumlah 9 melambangkan unsur perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8
melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu sambung menyambung
tidak terputus yang melambangkan unsur generasi penerus yang turun temurun
Kemudian pada pasal 48 ayat (2) huruf e
menyatakan lambang dengan kapas
dan padi, apa makna semiotikanya, pada penjelasan pasal 48 ayat (1) huruf e,
menjelaskan, makna semiotika, yakni Kedua tumbuhan kapas dan padi sesuai
dengan hymne yang menempatkan pakaian (sandang) dan makanan (pangan) sebagai simbol tujuan kemakmuran dan kesejahteraan.
Bagaimana tata warna lambang negara
Indonesia? Pasal 49 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
menyatakan ; Pasal 49 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di
bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh
burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung;
dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Apa makna semiotika warna kuning
emas, Penjelasan Pasal 49 Huruf c menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “warna
kuning emas” adalah warna kuning keemasan secara digital memunyai kadar MHB:
merah 255, hijau 255, dan biru 0. Warna kuning emas melambangkan keagungan bangsa atau keluhuran Negara.
Bandingkan dengan makna semiotika warna
lambang neagara pada penjelasan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
1951. Warna-kemegahan emas bermaksud kebesaran
bangsa atau keluhuran Negara. Warna-warna pembantu dilukiskan dengan hitam
atau meniru seperti yang sebenarnya dalam alam.
Mengapa perisai yang berbentung jantung berisi semiotika sila ke satu Pancasila menggunakan warna hitam ? Penjelasan Pasal 49 hurud d menyatakan; Yang dimaksud dengan “warna hitam” adalah warna hitam yang secara digital mempunyai kadar MHB: merah 0, hijau 0, biru 0. Warna hitam menggambarkan siklus dan jalinan kehidupan umat manusia dari awal mula penciptaan hingga akhir kehidupan. Kemudian apa yang dimaksud warna alam untuk seluruh lambang ? Penjelasan pasal 49 Huruf e, bahwa yang dimaksud dengan “warna alam” adalah warna-warna yang menyerupai warna benda dan makhluk hidup yang ada di alam. Warna-warna itu menggambarkan semangat dan dinamika kehidupan di alam semesta ini.
Mengapa perisai yang berbentung jantung berisi semiotika sila ke satu Pancasila menggunakan warna hitam ? Penjelasan Pasal 49 hurud d menyatakan; Yang dimaksud dengan “warna hitam” adalah warna hitam yang secara digital mempunyai kadar MHB: merah 0, hijau 0, biru 0. Warna hitam menggambarkan siklus dan jalinan kehidupan umat manusia dari awal mula penciptaan hingga akhir kehidupan. Kemudian apa yang dimaksud warna alam untuk seluruh lambang ? Penjelasan pasal 49 Huruf e, bahwa yang dimaksud dengan “warna alam” adalah warna-warna yang menyerupai warna benda dan makhluk hidup yang ada di alam. Warna-warna itu menggambarkan semangat dan dinamika kehidupan di alam semesta ini.
Jika kita bandingkan dengan makna tata warna lambang negara dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1961 Tentang Lambang Negara, menyatakan
pada Pasal 2. Perbandingan-perbandingan ukuran
adalah menurut gambar tersebut dalam pasal
6. Warna terutama yang dipakai adalah tiga, yaitu Merah, Putih dan Kuning emas, sedang dipakai pula warna
hitam dan warna yang sebenarnya dalam
alam. Warna emas dipakai untuk
seluruh burung Garuda, dan Merah-Putih didapat pada ruangan perisai di tengah-tengah.
Kemudian
bagaimana tata cara penggunaan lambang negara dalam praktek kenegaraan ?
Penggunaan lambang negara diatur pada Pasal 51 Undang-Undang Npmor 24 Tahun
2009 yang menyatakan, bahwa Lambang Negara wajib digunakan di:a. dalam gedung,
kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan; b. luar gedung atau kantor; c.
lembaran negara, tambahan lembaran
negara, berita negara, dan tambahan berita negara; d. paspor, ijazah, dan
dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; e. uang logam dan uang kertas; atau
f. materai.
Pasal 52 Lambang Negara dapat digunakan: a. sebagai cap atau kop surat jabatan; b. sebagai cap dinas untuk kantor; c. pada kertas bermaterai; d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan; e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi; g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah; h. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau i. di rumah warga negara Indonesia.
Pasal 52 Lambang Negara dapat digunakan: a. sebagai cap atau kop surat jabatan; b. sebagai cap dinas untuk kantor; c. pada kertas bermaterai; d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan; e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi; g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah; h. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau i. di rumah warga negara Indonesia.
Pasal
53 ayat (1) Penggunaan Lambang Negara di
dalam gedung, kantor atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada: a. gedung dan/atau kantor
Presiden dan Wakil Presiden; b. gedung dan/atau kantor lembaga negara; c. gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan
d. gedung dan/atau kantor lainnya. Pasal 53 Ayat (1) Yang dimaksud dengan
“penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor” adalah untuk menunjukkan
kewibawaan negara yang penggunaannya dibatasi hanya pada kantor dinas.
Penjelasan Pasal 53 Huruf b Yang
dimaksud dengan “lembaga negara” antara lain: Presiden dan Wakil Presiden,
Menteri dan pejabat setingkat menteri, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan.Kemudian Penjelasan Pasal 53 Huruf
d Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor lain” adalah gedung sekolah, kantor
perusahaan swasta, organisasi dan lembaga-lembaga
Pasal
53 ayat (2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b.
rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; c. gedung atau kantor dan rumah
jabatan kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan d. rumah
jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat. Penjelasan Pasal 53 Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor”
adalah penggunaan Lambang Negara sebagai lambang keistimewaan yang penggunaannya
ditempatkan di muka sebelah luar pada rumah jabatan (ambtswoning) yang
disediakan khusus untuk pejabat negara.
Pasal
53 ayat (3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan
pada tempat tertentu. Penjelasan Pasal 53 Ayat (3) Yang dimaksud dengan
“tempat tertentu” adalah tempat yang pantas, menarik perhatian orang, mudah
dilihat, dan tampak baik bagi pandangan mata semua orang yang datang dan berada
di gedung atau kantor tersebut
Pasal
53 ayat (4) Penggunaan Lambang Negara
pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan
berita negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian
tengah atas halaman pertama dokumen.
Pasal
53 ayat (5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi
yang diterbitkan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d
diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.
Pasal 54 ayat (1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; Pasal 54 ayat (1) Huruf e Yang dimaksud dengan “badan peradilan” antara lain Mahkamah Konstitusi f. Badan Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undangundang.
Pasal 54 ayat (1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; Pasal 54 ayat (1) Huruf e Yang dimaksud dengan “badan peradilan” antara lain Mahkamah Konstitusi f. Badan Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undangundang.
Pasal
54 ayat (2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan untuk kantor: a. Presiden
dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; f. Badan
Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta
besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha
tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati
atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh
undangundang.
Pasal
54 ayat (3) Lambang Negara sebagai lencana atau atribut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 huruf e dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. (4) Lambang
Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain
yang pantas.
Pasal 55 ayat (1) Dalam hal Lambang
Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau
gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan: a. Lambang Negara
ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan b.
gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan
dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara. Pasal 55 ayat (2) Dalam hal
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding,
Lambang Negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau
gambar Wakil Presiden.
Pasal 56 ayat (1) Ukuran Lambang
Negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam
lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Pasal 56 ayat (2)
Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dibuat dari bahan yang kuat.
Penjelasan Pasal 56 Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Lambang Negara dibuat dari
bahan yang kuat” adalah bahwa Lambang Negara harus dibuat dari bahan cor semen,
metal, campuran besi atau campuran bahan lain yang liat dan kuat, sehingga
bentuk Lambang Negara terlihat kokoh dan kuat, dapat digunakan untuk waktu yang
lama, tidak mudah patah, hancur ataupun tidak cepat rusak.
Apa saja Larangan penggunaan lambang
negara ? Pasal 57 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 ? menyatakan, Setiap orang dilarang: a. mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; b. menggunakan Lambang Negara yang
rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; c.
membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan d.
menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
Bagaimana sanksi Pelanggaran
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, khususnya berkaitana dengan laranan penggunaan
lambang negara yang tidak sesuai dengan undang-undang ini ? Pasal 69 Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: a. dengan sengaja
menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna,
dan perbandingan ukuran; b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang
Negara; atau c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan
selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.Pasal 68 Setiap orang yang mencoret,
menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah.
Berikut ini analisis semiotika hukum
lambang negara Republik Indonesia dalam bentuk tabulasi sebagai berikut:
Tabel Semiotika Lambang Negara
Berdasarkan Teks Hukum Negara
Kode Semiotika
|
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951
Tentang Lambang Negara
|
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
|
Makna Semiotika Masing Unsur Dalam Lambang Negara
|
Simbol
Garuda
|
Pasal
1. Lambang Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian, yaitu : 1.
Burung Garuda, yang menengok dengan kepalanya lurus kesebelah kanannya; 2.
Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda; 3.
Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Kemudian Pasal 4 menyatakan ditengah-tengah
perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang
maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator).
Pasal
3 Burung garuda, yang digantungi perisai itu, ialah lambang tenaga pembangun (creatif vermogen) seperti dikenal pada
peradaban Indonesia. Burung garuda dari mythologi menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali.
Burung itu dilukiskan dicandi Dieng, Prambanan dan Panataran. Ada kalanya
dengan memakai lukis berupa manusia dengan berparuh burung dan bersayap
(Dieng); dicandi Prambanan dan dicandi Jawa Timur rupanya seperti burung,
dengan berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar. Lihatlah lukisan
garuda dicandi Mendut, Prambanan dan dicandi-candi Sukuh, Kedal di Jawa
Timur. Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan
dan mythologi Indonesia.Lencana
garuda pernah dipakai oleh perabu Airlangga pada abad kesebelas, dengan
bernama Garudamukha. Menurut patung Belahan beliau dilukiskan dengan
mengendarai seekor garuda. Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai
panji-panji sayap garuda yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di
atas tiga gurisan garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya
berbulu 8 (bulan 8 = Agustus).
|
Pasal
46 : Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke
sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. yang dimaksud dengan “berbentuk Garuda Pancasila”?
Penjelasan Pasal 46 Undang-Undang No,mor 24 Tahun 2009 menyatakan : “ Yang
dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang berupa burung garuda yang
sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan
negara yang kuat
|
PP
No 66 Tahun 1951
1.Burung garuda
dari mythologi menurut perasaan Indonesia
berdekatan dengan burung elang rajawali
UU No 24 Tahun 2009 1.Garuda
Pancasila” adalah lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui
mitologi kuno yaitu burung yang menyerupai
burung elang rajawali.
PP
No 66 Tahun 1951
2.Burung
garuda, yang digantungi perisai itu, ialah lambang tenaga pembangun (creatif vermogen)
UU
No 24 Tahun 2009
Garuda
digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia
adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat
PP
No 66 Tahun 1951
Menyatakan
Garuda dari mythologi, Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan dan mythologi
UU
No 24 Tahun 2009 menyatakan
burung
garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno
|
Simbol
Bulu Sayap, ekor 17, 8
|
Pasal 3.
Garuda yang
digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan cakar
mewujudkan
lambang tenaga pembangun.
Sayap Garuda
berbulu 17 dan ekornya berbulu 8.
|
Pasal 47
(1) Garuda
dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46
memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
mewujudkan
lambang tenaga pembangunan.
(2) Garuda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
sayap yang
masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor
berbulu 19, dan leher berbulu 45.Penjelasan Pasal 47 Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan “sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor
berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang
tanggal 17
Agustus 1945 yang merupakan waktu
pengumandangan
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
|
PP No 66 Tahun
1951 Tidak menjelaskan makna bulu ekor 8 dan sayap 17. Hanya menjelaskan
berkaitan dengan Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai panji-panji
sayap garuda
yang
ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan garis. Sayap
garuda
berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8 (bulan 8 = Agustus).
UU
No 12 Tahun 2009
Yang dimaksud
dengan “sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor
berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang
tanggal 17
Agustus 1945 yang merupakan waktu
pengumandangan proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia.
|
Simbol
Perisai
|
Pasal
1. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda;
Pasal 4
Lima
buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Panca Sila
Pasal
4.
Perisai
atau tameng dikenal oleh kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai
senjata
dalam perjuangan mencapai tujuan dengan melindungi diri Perkakas
perjuangan
yang sedemikian dijadikan lambang; wujud dan artinya tetap tidak
berubah-ubah,
yaitu lambang perjuangan dan perlindungan.
Dengan
mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia berhubungan
langsung
dengan peradaban Indonesia Asli.
|
Pasal
46 perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai
pada
leher Garuda. Pasal 48 Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
terdapat
lima buah ruang yang mewujudkan dasar
Pancalisa.
Penjelasan
Pasal 46 Yang dimaksud dengan “perisai” adalah tameng yang telah dikenal
lama
dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian
senjata
yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk
mencapai
tujuan
|
PP
No 66 Tahun 1951 menjelasakan
bahwa
Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Panca Sila
UU
No 24 Tahun 2009
Menjelaskan
lima buah ruang yang mewujudkan dasar
Pancalisa.
PP
No 66 Tahun 1951
Menjelaskan
makna perisai sebagai senjata adalah melambangkan perjuangan dan perlindungan
diri untuk
mencapai
tujuan diri dan Dengan mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia
berhubungan
langsung
dengan peradaban Indonesia Asli.
UU
No 24 Tahun 2009 hanya menjelaskan, bahwa“perisai” adalah tameng yang telah
dikenal
lama
dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian
senjata
yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk
mencapai
tujuan
|
Simbol
Garis Hitam ditengah Perisai
|
Pasal 4.
Ditengah-tengah
perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis
hitam tebal
yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator) Penjelasan Pasal 4 Dengan
garis yang melukiskan katulistiwa (aequator) itu, maka ternyatalah
bahwa Republik
Indonesia satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat
dipermukaan
bumi berhawa-panas; garis katulistiwa melewati Sumatera,
Kalimantan,
Sulawesi dan Irian. Di daerah Kongo, di kepulauan Pasifik dan
Amerika
Selatan tidak-lah (belumlah) terbentuk negara penduduk Asli. Jadi
garis tengah
itu menimbulkan perasaan, bahwa Republik Indonesia ialah satu-satunya
Negara Asli
yang merdeka-berdaulat, terletak di katulistiwa
dipermukaan
bumi
|
Pasal 48
(1) Di
tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46
terdapat sebuah garis hitam tebal yang
melukiskan
katulistiwa. Penjelasan Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan “garis hitam tebal yang melukiskan
katulistiwa”
adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara
Kesatuan
Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan
berdaulat
yang dilintasi garis katulistiwa.
|
PP No 66 Tahun
1951 menjelaskan bahwa terdapat sebuah garis
hitam tebal
yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator). Jadi
garis tengah
itu menimbulkan perasaan, bahwa Republik Indonesia ialah satu-satunya
Negara Asli
yang merdeka-berdaulat, terletak di katulistiwa
dipermukaan
bumi
UU
No 24 Tahun 2009.
Yang dimaksud
dengan “garis hitam tebal yang melukiskan
katulistiwa”
adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara
Kesatuan
Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan
berdaulat
yang dilintasi garis katulistiwa.
|
Simbol
Sila Kesatu
|
Pasal 4 Lima
buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Panca Sila :
I. Dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa terlukis dengan Nur Cahaya di ruangan
tengah
berbentuk bintang yang bersudut lima
|
Pasal 48 ayat
(2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
terdapat lima
buah ruang yang mewujudkan dasar
Pancasila
sebagai berikut:
a. dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan
dengan cahaya
di bagian tengah perisai berbentuk
bintang yang
bersudut lima;
|
PP No 66 Tahun
1951 menggunakan istilah semiotika Nur Cahaya di ruangan
tengah
berbentuk bintang yang bersudut lima
UU No 24 Tahun
2009 meenggunakan istilah semiotika dilambangkan
dengan cahaya di bagian tengah perisai
berbentuk
bintang
yang bersudut lima
|
Simbol
Sila Kedua
|
Pasal 4 Dasar
Peri Kemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan
dan persegi. Penjelasan
Pasal 4 Mata bulatan dalam rantai menunjukkan bahagian perempuan dan digambar
berjumlah 9;
mata pesagi yang digambar berjumlah 8 menunjukkan bahagian
laki-laki.
Rantai yang
bermata 17 itu sambung menyambung tidak putus-putusnya, sesuai
dengan manusia
yang bersifat turun-temurun.
|
Pasal 48 ayat
(2) huruf b. dasar Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab
dilambangkan
dengan tali rantai bermata bulatan
dan persegi di
bagian kiri bawah perisai; Penjelasan Pasal 48 Huruf b
Mata rantai
bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur
perempuan,
mata rantai persegi yang berjumlah 8
melambangkan
unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu
sambung
menyambung tidak terputus yang melambangkan
unsur generasi
penerus yang turun temurun.
|
PP
No 66 Tahun 1951
Menyebut
simbol Dasar Kemanusian
Menjelaskan
makna simbol mata rantai bulatan 9 dan persagi 8 yang simbol laki-laki dan
perempuan. Rantai yang bermata 17 itu sambung menyambung tidak
putus-putusnya, sesuai
dengan
manusia yang bersifat turun-temurun.
UU No 24 Tahun
2009
Menyebut dasar
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Menjelaskan
Makna simbol Mata rantai bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur
perempuan,
mata rantai persegi yang berjumlah 8
melambangkan
unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu
sambung
menyambung tidak terputus yang melambangkan
unsur
generasi penerus yang turun temurun.
|
Simbol
Sila Ketiga
|
Pasal 4 Dasar
Kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin, tempat berlindung
|
Pasal 48 c.
dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan
pohon beringin
di bagian kiri atas perisai;
|
PP
No 66 Tahun 1951 menyebut Dasar Kebangsaan
UU
No 24 Tahun 2009 menyebut dasar Persatuan Indonesia
|
Simbol
Sila Keempat
|
Pasal 4 Dasar
Kerakyatan dilukiskan Kepala Banteng sebagai lambang tenaga
rakyat
|
d. dasar
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dilambangkan
dengan kepala banteng di bagian
kanan atas
perisai; dan
|
PP
No 66 Tahun 1951 menyebut Dasar Kerakyatan dan menjelaskan makna sebagai
lambang tenaga rakyat
UU
No 24 Tahun 2009
Menyebut dasar
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan
Perwakilan
|
Simbol
Sila Kelima
|
Pasal 4 Dasar
Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda
tujuan
kemakmuran. Penjelasan Pasal 4
Kedua tumbuhan
kapas dan padi itu sesuai dengan hymne yang memuji-muji
pakaian
(sandang) dan makanan (pangan).
|
Pasal 48 Dasar
Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda
tujuan
kemakmuran. Penjelasan Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan
padi, sebagai tanda
tujuan
kemakmuran
|
PP
No 66 Tahun 1951 menyebut Dasar Keadilan Sosial Dasar Keadilan Sosial.
Makna simbol
padi kapas sebagai tanda
tujuan
kemakmuran dan hymne yang memuji-muji
pakaian
(sandang) dan makanan (pangan).
UU
No 24 Tahun 2009
Dasar Keadilan
Sosial dan menjelaskan kapas dan padi, sebagai tanda
tujuan
kemakmuran
|
Simbol
Tulisan Bhinnka Tunggal Ika
|
Pasal 5.
Di bawah
lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa
Jawa-Kuno,
yang berbunyi :
BHINNEKA
TUNGGAL IKA. Penjelasan Pasal 5.
Perkataan
Bhinneka itu ialah gabungan dua perkataan:
bhinna dan
ika. Kalimat seluruhnya itu dapat disalin : berbeda-beda tetapi
tetap satu
jua.
Pepatah ini
dalam artinya, karena menggambarkan
persatuan atau
kesatuan Nusa
dan Bangsa Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan
perbedaan atau
perlainan. Kalimat itu telah tua dan pernah dipakai oleh
pujangga
ternama Empu Tantular dalam arti : di antara pusparagam adalah
kesatuan
|
Pasal 46
semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditulis di
atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Penjelasan Pasal 48 Yang dimaksud
dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah
pepatah lama
yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu
Tantular. Kata
bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan
ika diartikan
berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika
diartikan
bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu
kesatuan.
Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan
kesatuan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
|
PP No 66 Tahun
1951 memaknai Bhinneka Tunggal Ika untuk menggambarkan persatuan atau
kesatuan Nusa
dan Bangsa Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan
perbedaan
atau perlainan
UU No 24 Tahun
2009 Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan
kesatuan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
|
Makna
Warna
|
Pasal 2 Warna
terutama yang dipakai adalah tiga, yaitu Merah, Putih dan
Kuning emas,
sedang dipakai pula warna hitam dan warna yang sebenarnya
dalam alam.
Warna emas
dipakai untuk seluruh burung Garuda, dan Merah-Putih didapat
pada ruangan perisai
di tengah-tengah. Penjelasan pasal 2 Pasal 2.
Warna-kemegahan
emas bermaksud kebesaran bangsa atau keluhuran Negara.
Warna-warna
pembantu dilukiskan dengan hitam atau meniru seperti yang
sebenarnya
dalam alam.
|
Pasal
49 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah
di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di bagian kiri
atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung
Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Apa makna semiotika warna kuning emas,
Penjelasan Pasal 49 Huruf c menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “warna
kuning emas” adalah warna kuning keemasan secara digital memunyai kadar MHB:
merah 255, hijau 255, dan biru 0. Warna kuning emas melambangkan keagungan bangsa atau keluhuran Negara
|
PP
No 66 Tahun 1951
Warna
emas dipakai untuk seluruh burung Garuda. Makna semiotikanya adalah Warna-kemegahan emas bermaksud kebesaran
bangsa atau keluhuran Negara.
UU No 24 Tahun
2009
warna kuning
emas untuk seluruh burung Garuda; “warna kuning emas” adalah warna kuning
keemasan Warna kuning emas melambangkan
keagungan bangsa atau keluhuran Negara
|
Simbol
Burung Garuda diambil oleh bangsa Indonesia
|
Penjelasan Pasal
1 Lukisan garuda diambil dari benda peradaban Indonesia, seperti hidup dalam
mythologi,
symbologi dan kesusastraan Indonesia dan seperti pula tergambar
pada beberapa
candi sejak abad ke 6 sampai ke-abad ke 16. Dan menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang
rajawali.
|
Penjelasan
Pasal 46 Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang berupa
burung garuda
yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung
yang menyerupai burung elang rajawali.
|
Berdasarkan tabel dekontruksi/pembongkaran
makna semiotika lambang negara diatas, menarik untuk dipaparkan, bahwa teks
hukum negara menjelaskan bahwa lambang negara Indonesia diambil dari mitologi,
symbologi dan kesusastraan Indonesia yaitu burung Garuda menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali
atau burungyang menyerupai burung elang
rajawali.
Simbol burung yang menyerupai elang
Rajawali itu oleh teks hukum negara dinama Garuda Pancasila berwarna kuning
emas, melambangkan kebesaran bangsa melambangkan
keagungan bangsa atau keluhuran Negara, sedangkan makna lambang negara secara
keseluruhan sebagai lambang tenaga pembangun (creatif vermogen) dan sebagai
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia
untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang
kuat.
Jumlah sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal
ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang tanggal 17 Agustus 1945
yang merupakan waktu pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dan
secara historis sebagai simbol pergerakan yang pernah dipakai oleh bangsa
Indonesia dalam Pergerakan Indonesia Muda (1928) memakai panji-panji sayap
garuda yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan
garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8 (bulan 8 =
Agustus).
Burung Elang Rajawali Garuda
Pancasila tersebut dikalungi perisai atau tameng yang dikenal oleh kebudayaan
dan peradaban Indonesia sebagai senjata dalam perjuangan mencapai tujuan dengan
melindungi diri. Perisai adalah perkakas perjuangan yang sedemikian dijadikan
lambang; wujud dan artinya tetap tidak berubah-ubah, yaitu lambang perjuangan
dan perlindungan. Dengan mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia
berhubungan langsung dengan peradaban
Indonesia Asli. Perisai dalam kebudayaan
asli Indonesia adalah sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan
perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
Ditengah-tengah perisai, yang
berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang maksudnya
melukiskan katulistiwa (aequator), Garis itu sebagain penanda/kode secara
historis ternyatalah bahwa Republik Indonesia satu-satunya Negara Asli yang
merdeka-berdaulat dipermukaan bumi berhawa-panas; garis katulistiwa melewati
Sumatera,Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Di daerah Kongo, di kepulauan Pasifik
dan Amerika Selatan tidak-lah (belumlah) terbentuk negara penduduk Asli. Jadi
garis tengah itu menimbulkan perasaan, bahwa Republik Indonesia ialah
satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat, terletak di katulistiwa
dipermukaan bumi. Garis Katulistiwa itu dilambangkan dengan “garis hitam tebal
yang adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan negara merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa.
Perisai tersebut memiliki lima ruang
yang masing-masing mewujudkan dasar Pancasila
sebagai
berikut: Simbol Sila Kesatu Pancasila adalah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang
bersudut lima; Jika dikorelasikan pada semiotika hukum pada tataran
konstitusional adalah dirumuskan menjadi Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Simbol Sila Kedua Pancasila adalah
dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata
bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai yang terdiri dari mata rantai
bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur perempuan, mata rantai persegi yang
berjumlah 8 melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu sambung
menyambung tidak terputus atau tidak putus-putusnya yang melambangkan unsur
generasi penerus yang turun temurun, sesuai dengan manusia yang bersifat
turun-temurun.
Simbol Sila Ketiga Pancasila adalah
dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri
atas perisai, simbola yang dilukiskan dengan pohon beringin, tempat berlindung,
Itulah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk republik sebagai
negara hukum yang berpaham kedaulatan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (1), (2), (3) UUD Neg RI 1945.
Simbol Sila Keempat adalah dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh
HikmatKebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala
banteng di bagian kanan atas perisai, simbolisasi yang dilukiskan kepala
banteng sebagai lambang tenaga rakyat untuk mewujudkan Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi seluruh
rakyat Indosesia yang Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi,
sebagai tanda tujuan kemakmuran. Kedua tumbuhan kapas dan padi itu sesuai
dengan hymne yang memuji-muji pakaian (sandang) dan makanan (pangan).
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah
pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka
merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan
berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di
antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan
menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pepatah ini dalam artinya,
karena menggambarkan persatuan atau kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia,
walaupun ke luar memperlihatkan perbedaan atau perlainan. Menurut Soekarno
adalah Bhina Ika, Tunggal Ika yang artinya yang di antara pusparagam adalah
kesatuan. Atau didalam keragaman itu, Persatuan itu merupakan satu kesatuan
yang secara sederhana diartikan bagi bangsa Indonesia saat ini adalah keragaman
dalam persatuan dan persatuan dalam keragaman.
(Penulis adalah peneliti sejarah hukum dan
semiotika hukum Lambang Negara Republik Indonesia, HP 08125695414)
1 komentar:
Nama : Masnidawati G. Pasaribu
Nim : A11112099
REG B
Saya setuju dengan pendapat bapak, pemakaian gambar Garuda merah tidak melanggar UU dan tidak menyalahi putusan Mahakamah Konstitusi (MK). Atas hal itu, masyarakat harus membaca dengan cermat putusan MK. Menurut saya ada 4 alasan kuat kenapa pemakaian logo garuda merah tersebut tidak melanggar UU. Pertama, logo garuda itu bukanlah Garuda Pancasila yang merupakan lambang negara RI, karena gambarnya tidak mencantumkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UU Nomor 24 Tahun 2009, Garuda Pancasila menggunakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Kedua, logo garuda tersebut tidak menyerupai Garuda Pancasila, karena yang terlihat hanya siluet merah berbentuk garuda, berbeda dengan ciri Garuda Pancasila dalam UU tersebut.
Ini diperkuat dengan Pasal 46 UU Nomor 24 Tahun 2009 yang menyebutkan Garuda Pancasila memiliki ciri menoleh ke kanan dan di lehernya tergantung perisai berupa jantung.
Sementara Pasal 47 menyebutkan, Garuda Pancasila memiliki sayap yang masing-masing berciri 17 bulu, 8 ekor, pangkal ekor berbulu ada 19, dan di leher ada 45 bulu. Lalu di Pasal 48 disebutkan, pada perisai terdapat lima ruang yang mewujudkan dasar Pancasila.
Kesemua ciri Garuda Pancasila itu tidak terdapat dalam logo garuda yang dipakai Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta.
Ketiga, penggunaan gambar dan nama burung garuda sebagai logo organisasi partai, bahkan perusahaan, adalah hal lazim dan tidak dilarang sama sekali.
Logo garuda terlihat di lambang organisasi Manggala Garuda, Partai Patriot, Partai Kesatuan, dan Partai Indonesia. Sementara bagian dalam logo tersebut dikenakan oleh maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia.
Keempat, penggunaan logo garuda tersebut bukan untuk keperluan komersil, melainkan untuk tujuan politik yang mewujudkan Indonesia Raya yang bersih, kuat, aman, dan bermartabat.
Dengan keempat dasar hukum itu, tim advokasi Prabowo-Hatta menyatakan tuduhan pelanggaran UU dalam penggunaan logo garuda mereka adalah mentah dan tidak memiliki dasar hukum.
Posting Komentar