KONSTRUKSI HUKUM
PEMECAHAN, PENGGABUNGAN, PEMISAHAN BIDANG
TANAH, PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN HUKUM AGARIA
Oleh: Turiman Fachturahman Nur
1. PEMECAHAN, PENGGABUNGAN, PEMISAHAN BIDANG TANAH
Pengaturan mengenai
pemecahan, pemisahan, dan penggabungan
bidang tanah terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997) dan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (Permenag/Ka.BPN No. 3/1997).
A.Pemecahan Bidang Tanah
Pemecahan bidang tanah secara rinci diatur dalam Pasal
48 PP No. 24/1997 dan Pasal 133 Permenag/Ka.BPN No. 3/1997.
PP No. 24/1997 maupun Permenag/Ka.BPN No. 3/1997 tidak
menyebutkan secara jelas pengertian dari pemecahan bidang tanah. Namun,
berdasarkan ketentuan dalam Pasal 48 ayat (1) PP No. 24/1997, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemecahan bidang tanah adalah pemecahan satu bidang tanah yang
sudah didaftar menjadi beberapa bagian atas permintaan pemegang hak yang
bersangkutan. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP No. 24/1997, bidang tanah adalah
bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas.
Syarat-syarat Pemecahan Bidang Tanah, yaitu:
1. Harus
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku serta tidak boleh mengakibatkan
tidak terlaksananya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk
pendaftarannya, masing-masing bidang tanah diberi nomor hak baru dan dibuatkan
surat ukur, buku tanah dan sertifikat baru, sebagai pengganti nomor hak, surat
ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya. Surat ukur, buku tanah, dan sertifikat
hak atas tanah semula dinyatakan tidak berlaku lagi.
3. Jika
hak atas tanah yang bersangkutan dibebani dengan hak tanggungan, dan/atau
beban-beban lain yang terdaftar, pemecahan bidang tanah baru boleh dilaksanakan
setelah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan atau pihak
lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban yang bersangkutan.
4. Dalam
pelaksanaan pemecahan bidang tanah, sepanjang mengenai tanah pertanian, wajib
memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5. Permohonan
pemecahan bidang tanah yang telah didaftar, diajukan oleh pemegang hak atau
kuasanya dengan menyebutkan untuk kepentingan apa pemecahan tersebut dilakukan
dan melampirkan:
1.
Sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan
2.
Identitas pemohon
3.
Persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila
hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan.
Akibat Hukum Pemecahan Bidang Tanah Akibat hukum dari
pemecahan bidang tanah adalah masing-masing bagian tanah merupakan satuan
bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.
B.Pemisahan Bidang Tanah
Pemisahan bidang tanah secara rinci diatur dalam Pasal
49 PP No. 24/1997 dan Pasal 134 Permenag/ Ka.BPN No. 3/1997.
PP No. 24/1997 maupun Permenag/Ka.BPN No. 3/1997 tidak
menyebutkan secara jelas pengertian dari pemisahan bidang tanah. Namun,
berdasarkan ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) PP No. 24/1997, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemisahan bidang tanah adalah pemisahan satu bidang tanah yang
sudah didaftar menjadi sebagian atau beberapa bagian atas permintaan pemegang
hak yang bersangkutan.
Syarat-syarat Pemisahan Bidang Tanah, yaitu:
1. Untuk
pendaftarannya, diberi nomor hak dan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan
sertifikat tersendiri.
2. Pada
peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan sertifikat bidang
tanah semula dibubuhkan catatan mengenai telah diadakannya pemisahan bidang
tanah.
3. Catatan
mengenai adanya hak tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan
sertifikat hak atas bidang tanah induk, dicatat pada buku tanah dan sertifikat
hak atas bidang tanah yang dipisahkan.
4. Lampiran
yang harus dibuat dalam pemisahan bidang tanah adalah:
1.
Sertifikat hak atas tanah induk,
2.
Identitas pemohon,
3.
Persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila
hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan.
4.
Surat kuasa tertulis apabila permohonan diajukan bukan
oleh pemegang hak.
Akibat Hukum Pemisahan Bidang Tanah
1.
Persamaan status hukum antara bidang atau
bidang-bidang tanah yang dipisahkan dengan status bidang tanah induknya.
2.
Dalam hal pemisahan terhadap bidang tanah yang luas,
yang diambil sebagian tanahnya dan menjadi satuan bidang tanah baru, bidang
tanah induknya masih ada dan tidak berubah identitasnya, kecuali mengenai luas
dan batasnya.
C.Penggabungan Bidang Tanah
Penggabungan bidang tanah secara rinci diatur dalam
Pasal 50 PP No. 24/1997 dan Pasal 135 Permenag/Ka.BPN No. 3/1997.
PP No. 24/1997 maupun Permenag/Ka.BPN No. 3/1997 tidak
menyebutkan secara jelas pengertian dari penggabungan bidang tanah. Namun
berdasarkan ketentuan dalam Pasal 50 ayat (1) PP No. 24/1997, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggabungan
bidang tanah adalah penggabungan dua bidang tanah atau lebih yang sudah didaftar
dan letaknya berbatasan, dan kesemuanya merupakan atas nama pemilik yang sama, sehingga menjadi satu satuan bidang baru
atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan.
Syarat-syarat Penggabungan Bidang Tanah, yaitu:
1. Semua
bidang tanah dimiliki dengan hak yang
sama dan bersisa jangka waktu yang sama.
2. Untuk
pendaftarannya, diberi nomor hak dan dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan
sertifikat baru.
3. Pendaftaran
dilakukan dengan menyatakan tidak berlaku lagi surat ukur, buku tanah, dan
sertifikat hak atas bidang-bidang tanah yang digabung.
4. Membuat
surat ukur, buku tanah dan sertifikat baru untuk bidang tanah hasil
penggabungan.
5. Lampiran
yang harus dibuat dalam penggabungan bidang tanah adalah:
1.
Sertifikat-sertifikat hak atas bidang-bidang tanah
yang akan digabung,
2.
Identitas pemohon.
3. Dapat dilakukan apabila tidak ada
catatan mengenai beban Hak Tanggungan atau beban lainnya pada hak atas
bidang-bidang tanah yang akan digabung.
D.Apa
akibat Hukum Penggabungan Bidang Tanah ?
Akibat
hukum dari penggabungan bidang tanah adalah persamaan
status hukum bidang tanah hasil penggabungan dengan status bidang-bidang tanah
yang digabung.
Bagaimana jika terjadi peristiwa
hukum penggabungan hak atas tanah yang berstatus hak pakai digabung dengan hak
milik adat masyarakat hukum adat ? Untuk menjawab atas pertanyaaan di atas,
perlu dipahami lebih dahulu apa yang dimaksud dengan hak atas tanah milik adat.
Keberadaan tanah dalam kehidupan manusia, sejatinya tidak
akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri, sebab tanah
merupakan tempat, bagi manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.
Oleh karena itu, tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat
sehingga sering terjadi sengketa di antara sesamanya, terutama yang menyangkut
status hak atas tanah. Untuk itulah diperlukan kaidah-kaidah yang mengatur
hubungan antara manusia dengan tanah. Pertanyaannya apakah ada kaidah-kaidah
yang mengatur hubungan hukum adat dengan tanah ?
Perlu dipahami, bahwa menurut hukum Adat, tanah merupakan masalah yang
sangat penting. Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, seperti yang
telah dijelaskan di atas, bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani
dan melanjutkan kehidupannya.
Tanah
sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah di mana
mereka dimakamkan dan terjadi tempat kediaman orang-orang halus pelindungan
beserta arwah leluhurnya. Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum
adat yang telah dikuasai sejak dahulu. Tanah telah memegang peran mendasar
dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, serta pendukung suatu negara,
lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Di negara yang rakyatnya
berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
merupakan suatu conditio shie qua non.
Bagaimana hukum tanah adat dalam status
hak-hak dalam masyarakat hukum adat ? Sebagaimana umat manusia berada atau
berdiam di suatu pusat tempat kediaman yang selanjutnya disebut masyarakat desa
atau ada yang berdiam secara tersebar di pusat-pusat kediaman yang sama
nilainya satu sama lain di suatu wilayah yang terbatas, yang dalam hal ini
merupakan suatu masyarakat hukum desa yang menempati suatu wilayah, faktanya
diwilayah hukum desa terdapat persekutuan masyarakat hukum adat.
Persekutuan
masyarakat hukum adat seperti itu, berhak atas tanah itu, mempunyai hak-hak
tertentu atas tanah itu dan melakukan hak itu baik keluar maupun ke dalam
persekutuan. Berdasarkan atas berlakunya hak tersebut ke luar, maka persekutuan
masyarakat hukum adat itu sebagai kesatuan yang berkuasa, memungut hasil dari
tanah itu dengan membatasi adanya orang-orang lain yang melakukan hal yang
serupa itu. Juga, sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum adat, mereka
bertanggung jawab terhadap orang-orang dari luar masyarakat hukum adat itu atas
perbuatan-perbuatan pelanggaran di wilayah tanah masyarakat hukum adat itu.
Sifat
yang khusus dari hak pertuanan atau persekutuan terletak pada daya timbal-balik
daripada hak itu terhadap hak-hak yang melekat pada orang perorangan atau individu.
Semakin kuat hubungan individu dengan tanah, makin memperdalam hubungannya
dengan hukum perseorangan (terhadap tanah itu), dan makin kecillah hak yang
dimiliki masyarakat terhadap sebidang tanah itu.
Apabila anggota persekutuan masyarakat
hukum adat tersebut melewati batas penggunaannya itu, misalnya melakukan
penggarapan tanah untuk kepentingan perdagangan (trading) dalam
artian untuk memperkaya diri sendiri, maka mereka akan diperlukan seberapa jauh
sebagai orang-orang dari luar persekutuan masyarakat hukum adat itu, yang
selanjutnya hak-hak persekutuan masyarakat hukum adat yang bersifat ke luar
akan diberlakukan terhadap mereka. Pada sisi ini tanah adat tersebut dapat
terlihat bahwa sifat tanah itu benar-benar adalah bersifat sosial adanya.
Selanjutnya, anggota persekutuan
masyarakat hukum adat itu juga memiliki hak untuk membuka tanah (ontginningsrecht), yaitu
adanya penyelenggaraan suatu hubungan sendiri terhadap sebidang tanah sebagai
bagian dari lingkungan hak pertuanan. Hak membuka tanah itu menurut hukum adat
adalah hanya salah satu daripada tanda munculnya keputusan terhadap hak tanah persekutuan
masyarakat hukum adat atau beschikingsrecht dan hanya ada pada
anggota-anggota masyarakat hukum adat atau tanah-tanah di lingkungan hak
pertuanan itu sendiri.
Para pemimpin masyarakat hukum adat juga
memiliki hak untuk mencabut kembali hak pakai atas tanah karena alasan-alasan
tertentu. Misalnya, apabila lahan lama telah lama ditinggalkan, atau si
penggarap telah meninggal dunia tanpa mempunyai ahli waris, atau karena suatu
perjanjian tertentu masyarakat hukum adat, atau karena sipembuat perjanjian
telah berkelakuan kurang baik terhadap persekutuan msyarakat hukum adat yang
telah mendapat keputusan pemangku masyarakat hukum adat, seperti kepala binua,
atau kepala adat sesuai dengan sebutan
dimasin-masing masyarakat hukum adat.
Hak
persekutuan atau pertuanan faktanya juga dapat berlaku ke luar. Dalam hal hak
persekutuan atau beschikkingsrecht berlaku ke luar,
orang-orang di luar persekutuan, misalnya orang-orang dari persekutuan
tetangga, hanya boleh memungut hasil dari tanah tersebut, dan atau sudah
membayar dana pengakuan di muka serta dana ganti rugi di kemudian hari. Hak
sedemikian ini hanya dapat dimiliki oleh orang tersebut dalam tempo yang terbatas,
biasanya dalam praktik yaitu satu kali panen saja, dengan kemungkinan untuk
dilanjutkan lagi. Orang luar tersebut tidak akan pernah memiliki hak untuk
memiliki tanah tersebut, bahkan hak-hak mereka dapat saja dibatasi oleh
persekutuan masyarakat hukum adat dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang
berhubungan dengan tanah hak milik adat.
Hal lain yang dapat menimbulkan konflik di
bidang pertanahan adalah karena tidak jelasnya pembatasan daerah atau tanah
persekutuan atau beschikkingsrecht. Artinya, ukuran yang
digunakan dalam bidang pertanahan menurut hukum adat adalah konstruksi
yuridis yang abstrak, sehingga batas-batas pertanahan antara
persekutuan hukum adat yang satu dengan yang lainnya yang bertetanggaan sering
kali tidaklah jelas adanya. Ketika satu persekutuan masyarakat hukum adat
mengklaim batas tertentu tanahnya, bisa jadi itu sudah dianggap melampaui batas
yang telah diklaim oleh persekutuan masyarakat hukum adat tetangganya, karena
fakta batas tanah hak milik adat biasanya ditentukan dengan batas alam.
Hal lain yang membuat aspek sedemikian itu
rawan konflik, adalah adanya prinsip bahwa tanah persekutuan dalam masyarakat
hukum adat atau pertuanan tersebut tidak dapat dipindahtangankan (onvervreemdbaarheid).
Artinya, pada waktu terjadi perbedaan pendapat tentang kepemilikan hak antar
persekutuan masyarakat hukum adat tentang batasbatas tanah tersebut,
masing-masing persekutuan masyarakat hukum adat akan membela haknya dengan
segala cara. Mereka tidak akan pernah mengizinkan haknya atas tanah yang telah
mereka klaim, yang mungkin telah terjadi untuk waktu yang cukup lama, lepas
begitu saja.
Dalam hal beschikkingsrecht, yang
dimaksnd adalah hak menguasai atau memakai tanah. Hal ini merupakan pendapat
dari Prof. Van Vollenhoven. Sehingga, fungsi ke dalam maupun ke luar dapat
disimpulkan sebagai hak pakai oleh setiap warga masyarakat daerah persekutuan masyarakat
hukum adat atas tanah demi kepentingan bersama dalam masyarakat daerah
persekutuan serta persekutuan lainnya.
Sementara
itu, ada juga hak perseorangan atau individu atas tanah. Dalam hal ini ada
beberapa hak perorangan atau individu dalam tertib hukum masyarakat diluar persekutuan
masyarakat hukum adat, antara lain hak milik atas tanah atau hak pakai, yaitu
hak yang dimiliki oleh seseorang karena tunduk dengan hukum negara atau hukum
positif. Pada dasarnya, yang bersangkutan belum mempunyai kekuasaan penuh atas
tanah yang dimilikinya atau dikuasainya tersebut. Artinya, belum bisa
menguasainya secara bebas, karena hak milik ini tanah adat masih mempunyai
fungsi sosial. Fungsi sosial dimaksud akan terlihat dengan jelas dan dibahas
lebih lanjut dalam pokok bahasan berikutnya. Sehingga, jika seandainya ada
seseorang diluar masyarakat hukum adat atau diluar persekutuan sewaktu-waktu
membutuhkan tanah adat itu untuk dimanfaatkan, maka hak milik tanah adat dapat
menjadi hak persekutuan masyarakat hukum adat kembali. Di Bali, hal seperti ini
dikenal dengan istilah kelakeran.
Hak
menikmati, yaitu hak yang diberikan persekutuan masyarakat hukum adat pada seseorang
untuk memungut hasil dari tanah tersebut untuk satu kali panen saja terhadap
tanah adat yang dimanfaatkan oleh orang diluar masyarakat hukum adat. Hak ini
mirip dengan hak yang dinikmati oleh orang asing atau orang luar persekutuan atas
tanah persekutuan. Hanya saja, perseorangan anggota persekutuan tidak dituntut
untuk membayar biaya atau ganti rugi tertentu.
Hak yang dibeli, yaitu hak yang diberikan
pada seseorang untuk membeli tanah dengan mengesampingkan orang lain. Hal ini
terjadi karena yang membeli itu adalah sanak saudara dari si penjual, atau
tetangganya, atau berasal dari satu anggota persekutuan yang sama, tetapi
mereka menundukan diri pada hukum negara/hukum positif yang mengatur hukum
pertanahan, atau hak memungut hasil karena jabatan, yaitu hak yang diberi pada
seseorang atau individu yang sedang memegang jabatan tertentu di dalam
persekutuan hukum adat tersebut, dan hak itu tetap ia miliki selama memegang
jabatan yang dimaksud, misalnya Temanggung atau kepala adat, apapun nama
sebutan atau misal Kepala Desa dengan “tanah bengkok” di Jawa merupakan suatu
contoh konkret tentang hak ini.
Hak pakai yaitu hak yang diberikan kepada
seseorang untuk mengambil hasil dan sebidang tanah. Misalnya, di Minang ada hak
atau sawah pusaka, sedang anggota-anggota persekutuan mempunyai hak pakai atas
tanah-tanah bagian sawah pusaka yang dibagikan kepada mereka untuk dipungut
hasilnya yang sering disebut gamggan bantuak, di mana anggota-anggota
persekutuan juga mempunyai hak pakai atas tanah kerabat yang tidak dapat
dibagi-bagi, dan tokoh-tokoh hukum adat setempat yang serupa dengan itu.
Hak gadai dan hak sewa, yaitu hak-hak yang
timbul karena perjanjian atas tanah. Hak gadai dari si pemegang gadai, juga
halnya seseorang yang menyewa tanah dengan pembayaran uang sewa lebih dahulu.
Hak raja, yaitu hak yang diberikan pada raja untuk memungut hasil karena
kedudukannya.
E.Status Hukum Tanah
Sebelum UUPA
Pertanyaannya adalah bagaimana status hak atas tanah sebelum
berlakunya UUPA (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960) yang berlaku sejak 24
September 1960?
Sebagaimana telah diketahui, sebelum
berlakunya UUPA di Indonesia terdapat dualisme dalam hukum pertanahan, yaitu pada
satu sisi yang bersumber pada Hukum Adat dan pada sisi yang lain bersumber pada
Hukum Barat. UUPA mengakhiri dualisme tersebut dan menciptakan unifikasi Hukum
Tanah Nasional kita.
Sumber-sumber Hukum Tanah Nasional kita
berupa norma-norma hukum yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis, sebagai
berikut :
1. Sumber-sumber hukum yang
tertulis:
a. Undang-Undang Dasar
1945, khususnya Pasal 33 ayat (3);
b. Undang-Undang Pokok
Agraria (Undang-Undang No. 5 Tahun 1960);
c. Peraturan-peraturan
pelaksanaan UUPA;
d. Peraturan-peraturan yang
bukan pelaksanaan UUPA; yang dikeluarkan sesudah tanggal 24 September 1960
yang karena sesuatu masalah perlu diatur
e. Peraturan-peraturan lama
yang untuk sementara masih berlaku berdasarkan ketentuan pasal-pasal
peralihan.
2. Sumber-sumber hukum yang
tidak tertulis :
a.
Norma-norma Hukum Adat yang sudah di-saneer;
b.
Hukum kebiasaan baru, termasuk yurisprudensi dan praktik Administrasi.
Dalam hal tersebut,
termasuk pula didalamnya kebiasaan dan tingkah laku orang Indonesia terhadap
tanah, yaitu sebagai berikut :
a.
Hak membuka tanah
b.
Transaksi-transaksi tanah
c.
Transaksi-transaksi yang berhubungan dengan tanah
Menurut pengamatan penulis, Hukum Tanah
Adat adalah hak pemilikan dan penguasaan sebidang tanah yang hidup dalam
masyarakat hukum adat pada masa lampau dan masa kini, ada yang tidak mempunyai
bukti-bukti kepemilikan secara autentik atau tertulis, yaitu hanya didasarkan
atas pengakuan serta ada pula yang mempunyai bukti autentik.
Hukum Tanah adat terdiri dari dua
jenis, pertama hukum tanah adat masa lampau. Hukum Tanah Adat
masa lampau ialah hak memiliki dan menguasai sebidang tanah pada zaman
penjajahan Belanda dan Jepang, serta pada zaman Indonesia merdeka tahun 1945,
tanpa bukti kepemilikan secara autentik maupun tertulis. Jadi, hanya
berdasarkan pengakuan ciri-ciri Tanah Hukum Adat masa lampau adalah tanah-tanah
dimiliki dan dikuasai oleh seseorang dan atau sekelompok masyarakat adat yang
memiliki dan menguasai serta menggarap, mengerjakan secara tetap maupun
berpindah-pindah sesuai dengan, daerah, suku, dan budaya hukumnya, kemudian
secara turun-temurun masih berada.
Kedua, hukum tanah adat masa kini, yaitu
hak memiliki dan menguasai sebidang tanah pada zaman sesudah merdeka tahun 1945
sampai sekarang, dengan bukti autentik berupa:
1. Girik, Petuk Pajak,
Pipil
Misalnya di DKI Jakarta, girik terdiri dari 2 (dua) jenis, girik milik adat
yaitu tanah-tanah yang dikuasai oleh pribumi yang telah didaftarkan sebelum dan
sesudah tahun 1945. Tanah. tersebut pada umumnya di atas tanah
hak barat dan memang dari semula sudah dikuasai oleh pribumi. Kemudian apabila
dimohon haknya .sesuai dengan Ketentuan Peraturan Menteri
Pertanian dan Agraria, dapat diterbitkan sertifikat hak milik. Untuk mengetahui
status tanahnya dapat dilihat dari riwayat tanah. Dahulu yang menaeluarkan
riwayat tanah adalah Instansi Pajak Bumi dan Bangunan dan pada saat ini adalah
Kantor Kelurahan atau Kepala desa setempat.
2. Hak Agrarisch Eigendom
Hak Agrarisch Eigendom adalah suatu hak ciptaan
pemerintah Belanda yang bertujuan akan memberikan kepada orang-orang Indonesia
suatu hak atas tanah yang kuat.
3. Milik Yayasan
Milik yayasan adalah tanah-tanah usaha bekas tanah partikelir yang
diberikan kepada penduduk yang mempunyainya dengan hak milik (hak Yayasan = hak
milik adat). Lihat ketentuan Pasal 5 UU No.1 Tahun 1958 tentang Penghapusan
Tanah-Tanah Partikelir.
4. Hak atas Druwe
Hak atas druwe adalah
istilah hak milik yang dikenal di lingkungan masyarakat hukum adat di Bali.
5. Hak atas
Druwe Desa
Hak atas druwe desa
adalah bila masyarakat mernbeli tanah untuk dipakai buat
kepentingan-kepentingannya sendiri, maka di sini dapat disebut "hak
miliknya" dusun atau wilayah. Dikenal dalam masyarakat Bali dengan istilah
hak atas druwe desa.
6. Pesini
Pesini ialah harta
kerabat tak terbagi-bagi yang di Minahasa disehat dengan barang kalakeran.
Mengenai keadaan tetap tak terbagi-baginya barang yang diperoleh atas usaha
perseorangan, yaitu barang pesini, misalnya tanaman-tanaman di atas tanah
kalakeran, maka bila pemiliknya itu mati lantas diwarisi sebagai harta bersama
dari golongan anak-cucunya orang yang meninggal dunia itu. Jadi, golongan anak
cucunya merupakan sebagian kecil dari kerabat seluruhnya yang memiliki harta
kalakeran.
7. Grant Sultan
Grant Sultan adalah
semacam hak milik adat, diberikan oleh Pemerintah Swapraja, khusus bagi kawula
Swapraja, dan didaftar di Kantor Pejabat Swapraja.
8. Landerijenbezitrecht
Tanah-tanah landerijenbezitrecht oleh
Gouw Giok Siong disebut tanah-tanah Tionghoa, karena subjeknya terbatas pada
golongan Timur Asing, terutama golongan Cina.
9. Altidjddurende
Erfpacht
Altidjddurende Erfpacht adalah pemilikan
tanah persil yang berada di bawah sewa turun-temurun untuk selama-lamanya.
(S.1915 No. 207, Pasal 1 ayat (1), Dalam Terjemahan Beberapa Staatsblad dan Bijblad tentang
Pengaturan Tanah Partikelir, Jakarta, 5 Juli 1988, hlm. 4). Golongan Timur Asing
di sekitar Jakarta banyak yang mempunyai tanah di atas apa yang disebut
"tanah partikelir" dengan "hak usaha", seperti orang-orang
pribumi.
10. Hak Usaha
atas Tanah Bekas Partikelir
Tanah usaha adalah
bagian-bagian tanah partikelir yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dari
Peraturan tentang Tanah-Tanah Partikelir (S.1912-422). Lihat Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir.
Pasal 6 ayat (1) 5.1912 Nomor 422 mengatakan: "Semua tanah yang oleh
penduduk pribumi dan penduduk yang disamakan dengan mereka diolah, digarap atau
dipelihara atas biaya dan risiko sendiri untuk dijadikan tempat tinggal atau
semacam itu, kecuali kekecualian yang terdapat dalam reglemen ini, dianggap
diberikan sebagai Tanah Usaha, dengan syarat membayar kepada Tuan Tanah,
pungutan-pungutan yang dalam hubungan itu harus dibayarnya.
11. Fatwa Ahli
Waris Eks Kesultanan atau eks masyarakat hukum adat
Fatwa ahli waris adalah
jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh Bukti terhadap suatu masalah
(dalam hal ini masalah pewarisan).
12. Akte
Peralihan Hak
Akte peralihan hak
adalah perubahan data yuridis, berupa peralihan hak karena jual beli,
tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya, peralihan hak karena warisan, peralihan hak karena
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi dan peralihan hak
tanggungan.
13. Surat Segel
di Bawah Tangan
Yaitu perbuatan hukum
mengenai peralihan sebidang tanah atas kesepakatan para pihak dan pemberian sepihak
yang tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang. Perbuatan hukum semacam ini pada
umunya dilakukan masyarakat dan badan hukum sebelum berlakunya PP Nomor 10
Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, 23 September 1961
14. Surat Pajak
Hasil Bumi (Verponding Indonesia)
Surat Pajak Hasil
Bumi (Verponding Indonesia) adalah tanah-tanah yang dimiliki
dan dikuasai oleh pribumi yang berada di atas hak-hak barat dulunya. Kemudian
didaftar di Kantor Pajak Pendaftaran Daerah dulunya sekitar tahun 1960 sampai
dengan tahun 1964. Khusus di wilayah Provinsi DKI Jakarta, surat
pajak hasil bumi (Verponding Indonesia) ini oleh Kantor Pajak
Pendaftaran Daerah telah diserahkan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi DKI Jakarta dan riwayat tanahnya dapat diperoleh dari Kanwil
BPN Provinsi DKI Jakarta. Dan kalau dimohon haknya bisa menjadi hak milik.
15. Hak-Hak
Lainnya Sesuai dengan Daerah Berlakunya Hukum Adat tersebut
Selain hak-hak di atas,
masih terdapat hak-hak tanah adat sesuai dengan perkara yang telah putuskan
oleh pengadilan.
F.Pemetaan hak atas tanah berdasarkan Konstruksi Hukum UUPA
1. Hak Perorangan
Hak perorangan ialah hak yang diberikan kepada warga desa ataupun orang
luar atas sebidang tanah yang berada diwilayah hak ulayat persekutuan atau
persekutuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak ini termasuk dalam hak
ulayat atau sebutan yang sejenis diwilayah masyarakat hukum adat masing-masing,
dan merupakan hak pribadi kodrati atas lingkungan tanah dari masyarakat hukum
adat, dimana ia menjadi anggotanya.
Sifat dan ciri-ciri hak miliki :
1. Hak milik adalah
hak yang terkuat (Pasal 20 UUPA) sehingga harus
didaftarkan.
2. Dapat beralih,
artinya dapat diwariskan kepada ahli warisnya. (Pasal 20 UUPA).
3. Dapat dialihkan
kepada pihak yang memenuhi syarat. (pasal 20 jo. Pasal 26 UUPA).
4. Dapat menjadi induk dari hak-hak atas tanah yang lain, artinya
dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lain, yaitu hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak gadai, hak
usaha bagi hasil, dan hak menumpang.
2. Subjek Hak Milik
Dalam kaitannya dengan hak milik atas tanah, maka hanya warga negara
Indonesia yang mempunyai hak milik, seperti yang secara tegas dirumuskan dalam
Pasal 21 UUPA:
1)
Hanya warga Regara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
2)
Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik
dan syarat-syaratnya.
3)
Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik
karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan,
demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah
berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan
hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau
hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah angka waktu tersebut lampau hak
milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya
jatuh pada negara, dengan ketentuan dan tanahnya jatuh pada negara, dengan
ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
4)
Selama seseorang di samping kcwarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan
baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) Pasal ini.
3. Terjadinya Hak
Milik
Terjadinya hak milik
atas tanah merupakan rangkaian pemberian hak atas tanah yang diatur di dalam
UUPA, yang di dalam Pasal 22 UUPA disebutkan:
(1) Terjadinya hak
milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut
cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik terjadi karena:
a. penetapan pemerintah, b. menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.c Ketentuan undang-undang.
4. Pembebasan
Pasa1 24 UUPA
menyebutkan bahwa penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan
diatur dengan peraturan perundangan. Pasal ini memberikan kemungkinarn untuk
membebani hak milik dengan hak atas tanah lain. Kebutuhan nyata dari masyarakat
menuntut agar diberikan kesempatan kepada bukan pemilik untuk mempergunakan
tanah hak milik. Inilah yang menjadi alasan bahwa hak milik dapat menjadi induk
dari hak-hak atas tanah lainnya. Hak-hak yang dapat membebani hak milik adalah
hak guna bangunan, hak pakai, hak
sewa, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang.
5. Peralihan
Hak milik dapat dipindah
haknya kepada pihak lain (dialihkan) dengan cara jual beli, hibah,
tukar-menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatanperbuatan lain yang
dimaksudkan untuk memindahkan hak milik. Hal tersebut diatur dalam Pasal 26:
(1) Jual beli,
penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan
perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta
pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah.
(2) Setiap jual
beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengarn wasiat dan perbuatan-perbuatan
lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik
kenada orang asing, kepada seorang warga negara yang di sacnping
kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu
badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah tennaksud dalam Pasal 21
ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanalulya jatuh kepada negara, dengan
ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta
semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
G. Pemberian Hak Milik Atas Tanah
Untuk Rumah Tinggal
Pertanyaaan bagaimana terhadap Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk
Rumah Tinggal ?
Peraturan yang nengatur tentang
pemberian hak milik atas tanah untuk rumah tinggal adalah Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 6 Tahun 1998.
Peraturan ini menurut pengamatan
penulis sangat kontroversial selama kurun waktu Undang-Undang Pokok Agraria
Nomor 5 Tahun 1960, sehingga penulis berpendapat antara lain :
1. Untuk hak milik atas tanah di wilayah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebaiknya untuk
sementara waktu tidak diberikan.
2. Untuk wilayah lain di Negara Kesatuan Republik Indonesia, badan
hukum yang diperbolehkar. mempunyai hak
milik adalah
a.
Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara);
b.
Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang No.79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No.139);
c.
Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria,
setelah mendengar Menteri Agama;
d.
Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah
mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
Selanjutnya, peraturan
tertanng pemberian hak untuk yang dimaksud, menyatakan hal-hal sebagai berikut
:
1.
Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan
perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 M2 (enam
ratus meter persegi) atau kurang, atas permohonan yang bersangkutan dihapus
dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik.
2.
Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal
kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 M2 (enam
ratus meter persegi) atau kurang yang sudah habis jangka waktunya dan masih
dipunyai oleh bekas pemegang hak tersebut, atas permohonan yang bersangkutan
diberikan Hak Milik kepada bekas pemegang hak.
II. PERALIHAN HAK ATAS TANAH
A. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat
Jual beli tanah sebagai suatu lembaga
hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan, sampai
sekarang belum ada peraturan yang mengatur khusus mengenai pelaksanaan jual
beli tanah.
Dadalam pasal 5 UUPA terdapat pernyataan
bahwa Hukum Tanah Nasional kita
adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas lembaga
hukum dan sistem Hukum Adat.Hukum Adat yang dimaksud tentunya Hukum Adat yang
telah di-saneer yang telah dihilangkan cacat-cacatnya/
disempurnakan. Jadi pengertian jual beli tanah menurut Hukum Tanah Nasional
kita adalah pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa
sumber-sumber Hukum Tanah Nasional kita berupa norma-norma hukum yang berbentuk
tertulis dan tidak tertulis, sumber-sumber hukum yang tertulis berupa
Undang-Undang Dasar 1945, UUPA, peraturan-peraturan pelaksana UUPA, dengan
peraturan- peraturan lama yang masih berlaku.Adapun sumber-sumber hukum yang
tidak tertulis adalah norma-norma Hukum Adat yang telah di-saneer dan
Hukum kebiasaan baru, termasuk yurisprudensi.
Dengan demikian ada 2 (dua) fungsi atau
peranan dari Hukum Adat. Yaitu sebagai sumber utama pembangunan Hukum Tanah
Nasional dan sebagai pelangkap dari ketentuan-ketantuan Hukum Tanah yang belum
ada peraturannya agar tidak terjadi kekosongan Hukum karena hukumnya belum
diatur, sehingga kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan Hukum Tanah tidak
terhambat karenanya.
Menurut Hukum Adat, jual beli tanah adalah
suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan damai.
Kadang-kadang seorang pembeli tanah dalam
pelaksanaan jual belinya belum tentu mempunyai uang tunai sebesar harga tanah
yang ditetapkan. Dalam hal yang demikian ini berarti pada saat terjadinya jual
beli, uang pembayaran dari harga tanah uyang ditetapkan belum semuanya terbayar
lunas (hanya sebagian saja). Belum lunasnya harga tanah yang ditetapkan
tersebut tidak menghalangi pemindahan haknya atas tanah, artinya pelaksanaan
jual beli tetap dinggap telah selesai.Adapun sisa uang yang harus dibayar
oleh pembeli kepada penjual dianggap sebagai utang pembeli kepada
penjual.Jadi hubungan ini merupakan hubungan utang piutang antara penjual dan
pembeli.
Dalam hukum adat, jual beli tanah
dimasukan dalam hukum benda, khususnya hukum benda tetap atau hukum tanah,
tidak dalam hukum perikatan khususnya hukum perjanjian, hal ini karena :
a. Jual beli tanah menurut
Hukum Adat bukan merupakan suatu perjanjian, sehingga tidak diwajibkan para
pihak untuk melaksanakan jual beli tersebut.
b. Jual beli tanah menurut
Hukum Adat tidak menimbulkan hak dan kewajiban, yang ada hanya pemindahan hak
dan kewajiban atas tanah. Jadi apabila para pembeli baru membayar harga tanah
sebagian dan tidak membayar sisanya maka penjual tidak dapat menuntut atas
dasar terjadinya jual beli tanah tersebut.
Adapun Ciri-ciri yang menandai dari jual
beli tersebut antara lain, jual beli serentak selesai dengan tercapai persetujuan
atau persesuaian kehendak (konsesnsus) yang diikuti dengan ikrar/pembuatan
kontrak jual beli dihadapan Kepala Persekutuan masyarakat hukum adat yang
berwenang, dibuktikan dengan pembayaran harga tanah oleh pembeli dan disambut
dengan kesediaan penjual untuk memindahkan hak miliknya kepada pembeli. Dengan
terjadinya jual beli tersebut, hak milik atas tanah telah berpindah, meskipun
formalitas balik nama belum terselesaikan.
Kemudian
ciri yang kedua adalah sifatnya yang terang, berarti tidak gelap. Sifat ini
ditandai dengan peranan dari Kepala Persekutuan, yaitu menanggung bahwa
perbuatan itu sudah cukup tertib dan sah menurur hukumnya.
Adapun prosedur jual beli tanah itu
diawali dengan kata sepakat antara calon penjual dengan cal;on pembeli mengenai
objek jual belinya yaitu tanah hak milik yang akan dijual dan harganya.
Hal ini dilakukan melalui musyawarah diantara mereka sendiri setelah mereka
sepakat atas harga tanah itu, biasanya sebagai tanda jadi, diikuti dengan
pemberian panjer.
Jual beli tanah dalam sistem Hukum Adat
mempunyai 3 (tiga Muatan) muatan, yaitu:
1. Pemindahan hak atas tanah atas dasar pembayaran tunai sedemikian
rupa dengan hak untuk mendapatkan tanahnya kembali setelah membayar
uang yang pernah dibayarkan. Antara lain, menggadai, menjual gade, adil
sende, ngejual akad atau gade.
2. Pemindhan hak atas tanah atas dasar pembayaran tunai tanpa hak
untujk membeli kembali, jadi menjual lepas untuk selama-lamanya. Antara lain,
adol plas, runtemurun, menjual jaja.
3. Pemindhan hak atas tanah atas dasar pembayaran dengan perjanjian
setelah beberapa panen dan tanpa tindakan hukum tertentu tanah akan kembali (
menjual tahunan, adol oyodan ).
B. Jual Beli Tanah Menurut UUPA
Dalam UUPA istilah jual beli hanya
disebutkan dalam pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah.
Dalam pasal-pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli , tetapi
disebutkan sebagai dialihkan.
Apa yang dimaksud dengan jual beli itu
sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi mengikat dalam
pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional dan Hukum Adat. Berarti
kita menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum, dan sistem Hukum adat.Maka
pengertian jual beli menurut Hukun Tanah Nasional adalah pengertian jual beli
tanah menurut hukum adat.Hukum Adat yang dimaksud adalah Pasal 5 UUPA tersebut
adalah hukum adat yang telah di-saneer yang dihilangkan dari cacat-cacatnya/
hukm adat yang telah disempurnakan/ hukum adat yang telah dihilangkan
kedaerahannnya dan diberi sifat nasional.
Perjanjian jual beli tanah menurut hukum
adat merupakan perbuatan pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang.
Sifat tunai berarti, bahwa penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan
pada saat yang sama. Sifat riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata
dengan mulut saja belumlah terjadi jual beli, hal ini dikuatkan dalam Putusan
MA No. 271/K/Sip/1956 dan No. 840/K/Sip/1971.
Sejak berlakunya PP No.10 Tahun 1961
tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT
yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya jual beli dihadapan PPAT,
dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi)
Syarat jual beli tanah ada 2, yaitu :
1.Syarat Materiil
Syarat Materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut,
antara lain sebagai berikut :
a. Pembeli berhak
membeli tanah yang bersangkutan
Maksudnya pembeli
sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan
dibelinya.untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas
tanah yang dibelinya tergfantung pada hak apa yang ada pada tanah
tersebut.Apakah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai. Menurut UUPA yang
dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan
badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah ( pasal 21 UUPA ) jika
pembeli mempunyai kewarganegaraan asing disamping kewarganegaraan Indonesianya
atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka
jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah tersebut jatuh pada
negara ( pasal 26 ayat 2 UUPA).
b. Penjual berhak
menjual tanah yang bersangkutan
Yang berhak menjual
suatu bidang tanah tertentu saja si pemegang yang sah dari hak atas
tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu
orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah tersebut.Akan tetapi pemilik tanah
adalah 2a oarang maka yang berhak menjual tanah itu adalah kedua orang itu
bersama-sama.
c. Tanah
hak yang bnersangkutan boleh diperjual belikan dan tidak sedang dalam
sengketa.
Mengenai tanah-tanah hak
apa yang boleh diperjual belikan telah ditentukan dalan UUPA yaitu hak milik (
pasal 20), hak guna Usaha ( pasal 28), hak guna bangunan ( pasal 35 ), hak
pakai ( pasal 41 ),
2. Syarat formal
Setelah semua persyaratan materiil telah dipenuhi maka PPAT ( Pejabat
Pembuat Angka Tanah ) akan membuata akta jual belinya. Akta jual beli menurut
pasal 37 PP 24/1997 harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa
dihadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada hukum adat ( pasal 5
UUPA), sedangkan dalam hukum adat sistem yang dipakai adalah sistem yang
konkrit/nyata/riil.
Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para pihak untuk
menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada PPAT, berupa:
1. Jika tanahnya sudah bersertifikat: sertifikat tanhanya yang asli
dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.
2. Jika tanahnya belum bersertifikat: surat keterangan bahwa tanah
tersebut belum bersertifikat, surat-surat tanah yang ada yang memerlukan
penguatan oleh kepala desa dan camat, dilengkapi dengan surat-surat yang
membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk
persertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli.
Setelah akta dibuat, selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak akta tersebut
ditandatangani PPAT menyerahkan akta tersebut kepada kantor pendafratan tanah untuk
pendaftaran pemindahan haknya.
C. Penghibahan Tanah
Hibah tanah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain dengan
tidak ada penggantian apapun dan dilakukan secara sukarela, tanpa ada kontra
prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada
saat si pemberi masih hidup. Inilah yang berbeda dengan wasiat, yang mana
wasiat diberikan sesudfah si wasiat meninggal dunia.Pengertian Hibah juga
diatur dalam pasal 1666 KUHPerdata.
Kekuatan huku akta hibah terletak pada fungsi akta autentik itu sendiri
yakni sebagai alat bukti yang sah menurut UU sehingga hal ini merupakan akibat
langsung yang merupakjan keharusan dari ketentuan per-Undang-Undangan, bahwa
harus ada akta-akta autentik sebagai alat pembuktian.
Hal-hal yang membatalkan akta Hibah telah dijelaskan dalam pasal 1688 BW.
Suatu hibah tidak dapat ditarik kembal;i maupun dihapuskan karenanya melainkan
dalam hal-hal berikut.
a. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah
dilakukan.
b. Jika penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu
melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu
kejahatan lain terhadap si penghibah.
c. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah,
setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.
Dalam menyelesaikan masalah dalam penghibahan hendaknya tidak melihat satu
pasal tentang hibah saja, akan tetapi nperlu juga melihat pasal lain yang
terkait dengan objek yang dihibahkan dalam BW dan juga peraturan perundanangan
untuk refisi KUHPerdata mendatang, penyebutan akta notaris diganti dengan akta
autentik, baik hibah untuk benda-benda bergerak maupun tidak bergerak.
D. Pewaris Tanah
Perolehan hak milik atas tanah dapat juga terjadi karena pewarisan dari
pemilik kepada ahli waris sesuai dengan
pasal 26 UUPA. Pewaris dapat terjadi karena ketentuan Undang-Undang atau karena
wasiat dari orang yang mewasiatkan.
Dengan jatuhnya tanah kepada para ahli waris, terjadilah pemilikan bersama
tanah hak milik jika tanah tersebut hanya satu-satunya.Akan tetapi, jika
pewaris memiliki tanah tersebut sesuai dengan jumlah ahli waris dan telah
dibuatkan surat wasiat maka tanah dimaksud telah menjadi milik masing-masing
ahli waris.
Untuk memperoleh kekuatan pembuktian tanah dari hasil pewarisan, maka surat
keterangan waris sanagat diperlukan disamping sebagai dasar untuk pendaftaran
tanahnya.Namun sampai saat ini, untuk memperoleh surat keterangan waris, hukum
yang berlaku bagi WNI masih berbeda-beda.
Sejak berlakunya peraturan pemerintah No.10 Tahun 1961 tentangh Pendaftaran
Tanah, dan sesuai dengan pasal 25, surat keterangan warisan itu merupakan suatu
keharusan.hanya saja, pejabat yang berwengang untuk membuat surat keterangan
warisan itu belum ditentukan. Untuk menyeragamkan masalah surat keterangan
waris, dengan memperhatikan penggolongan warga negara, maka:
a. Golongan keturunan
Eropa, surat keterangan waris dibuat oleh notaris.
b. Golongan penduduk
asli/pribumi, surat keterangan waris oleh para ahli waris, disaksikan oleh
lurah, diketahui oleh camat.
c. Golongan keturunan
Tionghoa oleh notaris.
d. Golongan keturunan Timur
Asing lainnya surat keterangan waris dibuat oleh balai harta peninggalan.
E. Perwakafan Tanah
Menururt Moh. Anwar wakaf ialah menahan suatu barang dari dijualbelikan
atau diberikan atau dipinjamkan oleh pemilik, guna dijadikan manfaat untuk
kepentingan tertentu yang diperbolehkan oleh orang yang ditentukan Syara` serta
tetap bentuknya, dan boleh dipergunakan, diambil manfaatnya oleh orang yang
ditentukan ( yang menerima wakaf) atau umum menurut David Pearl dalam
bukunya “ A taxtbook on Moslem Law “, (1979) Wakaf adalah Menyerahkan tanah atau
benda-benda lain yang dapat dimanfaatkan oleh umat islam tanpa merusak atau
menghabiskan pokoknya kepada seseorang atau suatu badan hukum agar dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan umat islam seperti mewakafkan tanah untuk
pembangunan Mesjid, Madrasah, Pondok Pesantren, Asrama yatim Piatu,
dsb.Keberadaan wakaf telah mendapat pengakuan UUPA seperti yang telah
terkandung dalam pasal 49.
Ruang lingkup pengaturan perwakafan tanah
mencakup :
a. Tanah yang dapat
diwakafkan adalah tanah yang berstatus hak milik, karena ia mempunyai sifat
terkuat dan terpengaruh bagi si pemilik tanah tersebut, sehingga dari siafat
tersebut si pemilik tanah tidak terikat dengan tenggang waktu dan persyaratan
tertentu dengan pemilikan dan penggunaannya. Oleh karena itu, apabila tanah itu
diwakafkan, tidak menimbulkan akibat yang dapat mengganggu sifat kekekalan dan
keabadian kelembagaan wakaf tanah.
b Perwakafan tanah harus
diperuntukan untuk masyarakat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi, karena
akan mendatangkan manfaat dan maslahat bagi masyarakat. Ketentuan ini melekat
pada hak atas tanah yang dianut dalam UUPA.
c Tanah wakaf
terlembagakan untuk selama-lamanya dalam waktu yang kekal dan abadi. Tidak ada
wakaf yang bertentangan waktu tertentu. tujuan peruntukan
sebagai kepentingan peribadatan atau kepentingan umum.
e Wakaf memutuskan
hubungan kepemilikan antara wakif dengan mauqufbih-nya selanjutnya status
pemiliknya menjadi milik masyarakat luas.Wakif tidak mbiasa
menarik kembali terhadap tanah yang telah diwakafkan Ikrar harus dilakukan didepan pejabat pembuat akta ikrar wakaf, guna
mendapatkan akta autentik yang akan dapat dipergunakan dalam berbagai hal
seperti untuk mendaftarkan tanahnya kepada kepala kantor badan pertanahan
Nasional ataupun sengketa yang terjadi dikemudian hari.
7 komentar:
NAMA : ISKA IMANSYAH
NIM : A1011171142
KELAS : C
REG : A
SEMESTER : 1
MATA KULIAH : ILMU NEGARA
ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAH WABARAKATUH
Sebelumnya saya ingin berterimakasih kepada Bapak Turiman Fachturahmkan Nur, SH MHum atas penyampaian materi pembelajaran dalam artikel ini.
Dalama artikel KONSTRUKSI PEMECAHAN HUKUM ,PENGGABUNGAN,PEMISAHAN BIDANG TANAH,PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN HUKUM AGRARIA ini ,saya dapat mengetahui hukum hukum atau undang undang yang mengatur tentang pertanahan dan agraria ,permasalahan yang ada sekarang banyak orang yang masih belum punya sertifikat tanah nya sendiri terutam didesa desa ,di desa saya sendiri hal tersebut masih terjadi . Tapi akhir akhir ini dalam pemerintahan pak Presiden Joko Widodo ini pembuatan sertifikat tanah atau bangunan di bantu oleh pemerintah yang menurut saya bertujuan agar tidak terjadi lagi pembelian paksa dan atau penggusuran paksa tanpa ganti rugi apapun. Sebenarnya Hukum di Indonesia sudah mengatur tentang pertanahan agar tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini pemerintahan daerah atau kepala adat sekitar membantu agar masyarakat sekitarnya mempunyai sertifikat tanah atau bangunan agar tidsk timbul masalah dikemudian hari
Karena didalam blog Bapak ini saya dapat mengetahui banyak hal terutama didalam artikel yang sudah saya baca ini,saya mendukung penuh untuk perkembangan blog Bapak.
Demikian komentar saya mengenai artikel Bapak ini.
Saya mohon maaf bila ada kata kata yang tidak berkenan ,dan saya ucapkan terimaksih untuk ilmu yang saya dapat diartikel ini
WASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAH WABARAKATUH
NAMA : MUHAMMAD FAHRURROZI RAMANDA JANUARDI
NIM :A1011171162
KELAS :(C)
REG :(A)
SEMESTER:(1)
T.A :2017/2018
M.T :ILMU NEGARA
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
sebelumnya saya uvapkan terima kasih kepada bapak karena telah menulis artikel KONSTRUKSI PEMECAHAN HUKUM ,PENGGABUNGAN,PEMISAHAN BIDANG TANAH,PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN HUKUM AGRARIA. dalam kasus ini dapat diketahui Hukum-hukum, Permasalahan tentang pertanahan dan agraria. saat ini kebutuhan manusia akan tanah terus bertambah seiring berjalannya waktu. hal ini di karenakan kebutuhan tanah tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk. Masyarakat adat yang masih menjunjung tinggi Hukum adat tentang kepemilikan tanah di suatu daerah. lambat laun hukum adat atas kepemilikan tanah terjadi perubahan atas hukum tersebut mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan akan terus berkembang. Perubahan ini terkadang di sebabkan adanya keinginan suatu kelompok untuk menjadi kaya, dan penguasaan hak milik tanah. hal ini dikarenakan kepemilikan tanah di daerah adat sangat di pengaruh dari ssuatu kelompok, sebab kelompok kelompok sosial memiliki rasa kedekatan kedekatan sehingga apabila terjadi perubahan kepemilikan tanah dalam masyarakat adat, dan masyarakat adat akan memilih perubahan tersebut.
Nama : Hadi Supriadi
Nim : A1011171156
Kelas : C (REG A)
Semester : 1
Prodi : Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum
Mata Kuliah :Ilmu Negara
Assalamualaikum Wr.Wb
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih terhadap Bapak Turiman, SH.M.SI selaku dosen Mata Kuliah Ilmu Negarayang memberikan saya kesempatan untuk mengomentari pada artikel yang berjudul KONSTRUKSI HUKUM PEMECAHAN, PENGGABUNGAN, PEMISAHAN BIDANG TANAH, PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN HUKUM AGARIA.
setelah saya membaca artikel ini saya jadi tau tentang Pengaturan mengenai pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997) dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Permenag/Ka.BPN No. 3/1997).dan mengetahui tentang Akibat hukum dari penggabungan bidang tanah adalah persamaan status hukum bidang tanah hasil penggabungan dengan status bidang-bidang tanah yang digabung.
1. Hak Perorangan
Hak perorangan ialah hak yang diberikan kepada warga desa ataupun orang luar atas sebidang tanah yang berada diwilayah hak ulayat persekutuan atau persekutuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan yang ciri-cirinya 1. Hak milik adalah hak yang terkuat (Pasal 20 UUPA) sehingga harus didaftarkan.
2. Dapat beralih, artinya dapat diwariskan kepada ahli warisnya. (Pasal 20 UUPA).
3. Dapat dialihkan kepada pihak yang memenuhi syarat. (pasal 20 jo. Pasal 26 UUPA).
Terjadinya Hak Milik
Terjadinya hak milik atas tanah merupakan rangkaian pemberian hak atas tanah yang diatur di dalam UUPA, yang di dalam Pasal 22 UUPA disebutkan:
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik terjadi karena: a. penetapan pemerintah, b. menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.c Ketentuan undang-undang.
demikian komentar saya mengenai artikel ini
wassalamualaikum wr.wb
NAMA : Mohammad Ricky Arifiandali
NIM : A1011171154
KELAS : C
REG : A
SEMESTER : 1
MATA KULIAH : ILMU NEGARA
ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAH WABARAKATUH
Sebelumnya saya ingin berterimakasih kepada Bapak Turiman Fachturahmkan Nur, SH MHum atas penyampaian materi pembelajaran dalam artikel ini.
Dalama artikel KONSTRUKSI PEMECAHAN HUKUM ,PENGGABUNGAN,PEMISAHAN BIDANG TANAH,PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN HUKUM AGRARIA ini ,saya dapat mengetahui hukum hukum atau undang undang yang mengatur tentang pertanahan dan agraria ,permasalahan yang ada sekarang banyak orang yang masih belum punya sertifikat tanah nya sendiri terutam didesa desa ,di desa saya sendiri hal tersebut masih terjadi . Tapi akhir akhir ini dalam pemerintahan pak Presiden Joko Widodo ini pembuatan sertifikat tanah atau bangunan di bantu oleh pemerintah yang menurut saya bertujuan agar tidak terjadi lagi pembelian paksa dan atau penggusuran paksa tanpa ganti rugi apapun. Sebenarnya Hukum di Indonesia sudah mengatur tentang pertanahan agar tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini pemerintahan daerah atau kepala adat sekitar membantu agar masyarakat sekitarnya mempunyai sertifikat tanah atau bangunan agar tidsk timbul masalah dikemudian hari
Karena didalam blog Bapak ini saya dapat mengetahui banyak hal terutama didalam artikel yang sudah saya baca ini,saya mendukung penuh untuk perkembangan blog Bapak.
Demikian komentar saya mengenai artikel Bapak ini.
Saya mohon maaf bila ada kata kata yang tidak berkenan ,dan saya ucapkan terimaksih untuk ilmu yang saya dapat diartikel ini
WASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAH WABARAKATUH
Nama : Mohammad Ricky Arifiandali
Nim : A1011171154
Kelas : C (REG A)
Semester : 1
Prodi : Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum
Mata Kuliah :Ilmu Negara
Assalamualaikum Wr.Wb
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih terhadap Bapak Turiman, SH.M.SI selaku dosen Mata Kuliah Ilmu Negarayang memberikan saya kesempatan untuk mengomentari pada artikel yang berjudul KONSTRUKSI HUKUM PEMECAHAN, PENGGABUNGAN, PEMISAHAN BIDANG TANAH, PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN HUKUM AGARIA.
setelah saya membaca artikel ini saya jadi tau tentang Pengaturan mengenai pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997) dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Permenag/Ka.BPN No. 3/1997).dan mengetahui tentang Akibat hukum dari penggabungan bidang tanah adalah persamaan status hukum bidang tanah hasil penggabungan dengan status bidang-bidang tanah yang digabung.
1. Hak Perorangan
Hak perorangan ialah hak yang diberikan kepada warga desa ataupun orang luar atas sebidang tanah yang berada diwilayah hak ulayat persekutuan atau persekutuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan yang ciri-cirinya 1. Hak milik adalah hak yang terkuat (Pasal 20 UUPA) sehingga harus didaftarkan.
2. Dapat beralih, artinya dapat diwariskan kepada ahli warisnya. (Pasal 20 UUPA).
3. Dapat dialihkan kepada pihak yang memenuhi syarat. (pasal 20 jo. Pasal 26 UUPA).
Terjadinya Hak Milik
Terjadinya hak milik atas tanah merupakan rangkaian pemberian hak atas tanah yang diatur di dalam UUPA, yang di dalam Pasal 22 UUPA disebutkan:
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik terjadi karena: a. penetapan pemerintah, b. menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.c Ketentuan undang-undang.
demikian komentar saya mengenai artikel ini
wassalamualaikum wr.wb
Nama : Dwi Ratna Aguslianti
Nim : A1012171047
Kelas : A PPAPK
Semester : 1 (Satu)
Prodi : Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Turiman, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah menulis artikel tentang Konstruksi Hukum Pemecahan, Penggabungan, Pemisahan Bidang Tanah, Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Hukum Adat Dan Hukum Agraria.
Dengan adanya tulisan ini saya dapat mengetahui aturan – aturan, pasal –pasal yang mengatur dan memuat tentang pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah. Saya juga dapat mengetahui syarat – syarat pemecahan bidang tanah, syarat – syarat pemisahan bidang tanah, dan syarat – syarat penggabungan bidang tanah dan mengetahui apa akibat hukum penggabungan tanah. Dari artikel Bapak juga saya bisa mengetahui bagaimana jual beli tanah menurut hukum adat.
Dengan adanya artikel yang Bapak tulis dan Bapak muat di dalam web ini sangat berguna dan bermanfaat sekali untuk menambah wawasan saya dan saya juga banyak mendapatkan pengetahuan tentang masalah – masalah hukum yang ada.
Demikian komentar dari saya, mohon maaf apabila ada kata – kata yang kurang berkenan. Dan saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Turiman yang telah membagikan informasi sekaligus ilmu di dalam artikel – artikelnya.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Posting Komentar