“ARISAN NASIONAL UNTUK
MENGATASI
DARURAT INFRA STRUKTUR
JALAN NASIONAL DI INDONESIA”
Oleh : Turiman Fachturahman Nur
Menurut Undang-Undang Nomor
38 tahun 2004 tentang jalan bahwa jalan sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional, mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi,
sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan
pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan
antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan
pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka
mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
Wignall dkk (1999) mengatakan salah satu
bagian dari sistem transportasi yang merupakan prasarana umum/infrastruktur
adalah jalan, dan secara sederhana jalan didefinisikan sebagai jalur dimana
masyarakat mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlukannya izin khusus
untuk itu. Menurut Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004, definisi jalan adalah
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau
air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan
kabel.
Pada dasarnya pengelompokan jalan
berdasarkan UU No. 38/2004 tentang jalan adalah sebagai berikut:
1.
Berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari:
a.
Sistem jaringan jalan primer (antar kota)
b. Sistem
jaringan jalan sekunder (dalam kota)
Berdasarkan fungsi jalan, dimana
dalam setiap sistem jaringan tersebut peran jalan dipisahkan menjadi:
a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata
tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan merupakan
jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan
jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.
3.
Berdasarkan status jalan dikategorikan menurut wewenang pengelolaan jalan
tersebut akan dipisahkan statusnya menjadi:
a. Jalan nasional, yaitu jalan arteri dan jalan
kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota
provinsi, jalan strategis serta jalan tol.
b. Jalan provinsi, yaitu jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota
atau antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan kabupaten, yaitu jalan lokal dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antar pusat kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta
menghubungkan antar pusat permukiman yang berada dalam kota.
e. Jalan desa, yaitu jalan umum yang menghubungkan
kawasan dan atau antar permukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.
Mekanisme penyelenggaraan jalan,
adanya perubahan-perubahan pada era otonomi daerah juga turut mempengaruhi
segala kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan jalan. Menurut Permen PU
No.78 Tahun 2005 penyelenggara jalan
nasional adalah menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan
jalan nasional termasuk jalan tol. Dalam penyelenggaraan jalan terdapat 3
(tiga) tugas yang diemban oleh pemerintah untuk melayani kebutuhan perjalanan
di wilayahnya, yakni pembinaan, pembangunan, dan pengawasan. UU No. 38
Tahun 2004 menyatakan tugas-tugas tersebut dibagi secara struktur sesuai tugas
pokok dan fungsi jaringan jalannya.
Secara
umum penyelenggaraan jalan tidak dapat
dipisahkan dari sejumlah kebijakan yang melatarbelakangi konsep
penyelenggaraannya. Menurut Sinaga (2006) alur pelaksanaan penyelenggaraan
jalan dimulai dari ditetapkannya sejumlah undang-undang dan peraturan
pemerintah tingkat pusat maupun daerah yang menjadi dasar kebijakan umum dan
kebijakan teknis bagi penyelenggaraan jalan di Indonesia yang merupakan penentu
bagi proses perencanaan baik jaringan maupun teknis, studi kelayakan, program
dan anggaran, proses konstruksi, operasi dan pemeliharaan yang semuanya sangat
berkaitan dengan hasil output, outcome serta dampak dari penyelenggaraan
jalan tersebut.
Bagaimana tataran empiriknya berkaitan dengan
pendanaan untuk jalan provinsi diluar Jawa, misalnya penulis ambil contoh di
Kal-Bar berdasarkan pernyataan wakil Gubernur
Kal-Bar Tahun 2011 Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy
Sanjaya mengatakan, penyelesaian pembangunan infrastruktur jalan di provinsi
itu sulit dilanjutkan karena antara anggaran dan panjang jalan yang akan
diperbaiki tidak berimbang. Pemprov Kalbar melalui Dinas Pekerjaan Umum hanya
mampu mengalokasikan anggaran untuk perbaikan jalan provinsi, baik rusak
ringan, sedang maupun parah sekitar Rp200 miliar hingga Rp300 miliar pertahun
untuk panjang jalan provinsi 1.600 kilometer, kata Christiandy Sanjaya di
Pontianak, Sabtu (08/01/2011).
Ia menjelaskan, dengan anggaran
sebesar itu, penyelesaian perbaikan dan peningkatan jalan provinsi membutuhkan
waktu selama lima tahun. Belum juga selesai perbaikan dan peningkatan jalan,
namun jalan yang tadinya selesai diperbaiki sudah rusak lagi, sehingga
permasalahan infrastruktur jalan tidak kunjung selesai, katanya. Wagub Kalbar
memperkirakan, untuk panjang jalan provinsi 1.600 kilometer, sekurang-kurangnya
membutuhkan anggaran sebesar Rp1 triliun pertahun. Karena anggarannya minim,
maka kami melakukan perbaikan dan peningkatan jalan secara prioritas dan tambal
sulam agar tingkat kerusakan jalan tidak semakin parah, kata Christiandy.
Sebelumnya, Kepala Dinas PU Provinsi
Kalbar Jakius Sinyor mengatakan tahun 2011 pihaknya hanya menganggarkan sebesar
Rp150 miliar untuk memperbaiki jalan provinsi yang rusak. Anggaran sebesar itu
untuk perbaikan, pemeliharaan dan peningkatan jalan provinsi yang tersebar di
seluruh kabupaten/kota, katanya.
Sementara untuk perbaikan jalan
nasional, Provinsi Kalbar sejak tahun 2011 mendapat alokasi sebesar Rp1,4
triliun atau naik 100,7 persen dari tahun sebelumnya dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara 2011 atau nomor dua terbesar di Pulau Kalimantan setelah
Kalimantan Timur, sebagai pernyataan Kadis PU Kalbar. Dari Rp1,4 triliun,
sebesar Rp925 miliar di antaranya untuk perbaikan jalan rusak, Rp1,4 miliar
untuk tata ruang dan sisanya untuk perbaikan sarana air bersih, ujarnya.
Kadis PU Kalbar menyatakan, dari
sekitar 1.500 kilometer jalan nasional yang ada di provinsi itu, sekitar 20
persen di antaranya dalam kondisi rusak berat hingga ringan. PU memprioritas
perbaikan jalan status nasional pada 2011 untuk poros Jalan Tayan ke Sanggau,
Sanggau - Sekadau, Tebelian - Nanga Pinoh dilanjutkan dengan Jalan Sintang -
Bukit Kelam.
Berkaitan dengan kerusakan jalan
nasional di Kal-Bar atau yang berada di kab Sanggau, Gubernur Kalbar, Cornelis
menyurati Menteri Pekerjaan Umum (PU) RI, Djoko Kirmanto perihal penanganan
mendesak jalan Nasional di Kabupaten Sanggau yang sudah rusak parah. Surat
tertanggal 28 November 2013 lalu itu, diterima Bupati Sanggau, H Setiman H
Sudin yang disampaikan pada sejumlah media di Kantor Bupati Sanggau, pada Kamis
(5/12/2013). Terdapat lima pertimbangan disampaikan Gubernur terhadap jalan
yang kondisinya sudah semakin memprihatinkan tersebut agar bisa diperbaiki.
Pertama, terkait ruas jalan yang rusak itu menghubungkan ibukota provinsi
dengan lima kabupaten kota dan menghubungkan ruas jalan lintas antar Negara,
Malaysia.Kedua, yakni kondisi kerusakan akan menimbulkan implikasi luas di
masyarakat. Implikasi itu terkait dengan keresahan masyarakat, rawan
kecelakaan, dan terhambatnya distribusi kebutuhan pokok ke daerah perhuluan. Dengan
luasnya wilayah, Pemerintah Provinsi Kalbar kewalahan menangani jalan
penghubung antarprovinsi .Ketika jalur Pantai Utara (Pantura) dipelihara
terus-menerus sepanjang tahun, bahkan dituding sebagai proyek abadi, di bagian
Indonesia lainnya berbanding terbalik 180 derajat.
Lihat saja perbatasan Kalimantan
Barat. Ruas-ruas jalan menuju kawasan perbatasan di daerah itu kondisinya
sangat memprihatinkan. Rusak parah. Sisa-sisa aspal sudah tak terlihat, hanya
lubang-lubang besar yang menyentakkan badan jika kendaraan melewatinya. Contohnya, jalan dari ibu kota kabupaten
Sambas menuju Aruk sejauh sekitar 30 km masih belum terhubung. Padahal jalan
tersebut akan menjadi jalan internasional, dengan adanya rencana pembukaan
pintu gerbang perbatasan Aruk dalam waktu dekat.
Tak jarang kendaraan yang melintas
terperosok dalam kubangan, dari sepeda motor, mobil, hingga truk peti kemas.
Jika truk sudah terperosok, antrean panjang tidak terelakkan lagi dan perlu
waktu berjam-jam hingga lalu lintas kembali normal.
Contoh lainnya, jalan nasional
Tayan-Sanggau di Kalimantan Barat, khususnya ruas Sosok-Tayan dan
Tanjung-Sanggau, kondisinya sangat rusak parah. Banyak lubang-lubang terjadi
akibat truk-truk bermuatan besar yang kapasitasnya melebihi 8 ton melewati
jalan yang berkapasitas hanya 8 ton.
Jalan penghubung antara Kalbar dan
Kalteng juga masih belum tembus (terhubung). Sekitar 72 km lebih masih berupa
jalan tanah, sedangkan jalan penghubung antara Kaltim dan Kalteng sudah mulus
beraspal.
Ruas Tayan-Sanggau dengan panjang
total 78,9 kilometer tersebut harus ditempuh dalam 5-6 jam. Bandingkan, jalan
nasional dari Pontianak-Tayan sepanjang 120 kilometer dengan kondisi mantap 98
persen, dapat ditempuh hanya dengan waktu 2,5 jam.
Mengapa
Pembangunan terpusat Cuma di Jawa, karena parameter
pendanaan pembangunan jalan diukur berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah
kendaraan, bukan panjangnya jalan, oleh tidak bisa dipungkiri, selama ini
pembangunan dan pengembangan infrastruktur lebih banyak dilakukan di Pulau
Jawa, sehingga kondisi di daerah sangat memprihatinkan. Pembangunan
infrastruktur di Kalimantan masih belum merata. Hingga kini, jalan-jalan yang
sudah dibuat dinas PU Kalimantan, khususnya Kalbar masih ada yang belum bisa
menghubungkan satu desa ke desa lain.
Wilayah Kalbar dengan luas 146.807
km dan penduduk 4,39 juta orang memiliki ruas jalan yang terbagi atas jalan
nasional 1.664,55 km, jalan provinsi 1.517,93 km, dan jalan kabupaten 4.630 km.
Dari ketiga ruas itu terbagi lagi
menjadi Jalan Lintas Kalimantan Poros Selatan (wilayah I dengan total pagu Rp
494,82 miliar) mulai dari Sambas-Singkawang-Mempawah-Sungai Pinyuh-Pontianak-Tayan-Balai
Bekuah-Sandai-Nanga Tayap hingga Batas Kalteng (Kudangan).
Lalu Jalan Lintas Kalimantan Poros
Tengah (wilayah II dengan total pagu Rp 194,12 miliar) mulai dari Sungai
Pinyuh-Ngabang-Sosok-Tanjung-Bodok-Sanggau-Sintang-Ngah Pinoh. Terakhir, Jalan
Lintas Kalimantan Poros Utara (wilayah III dengan total pagu Rp 413,43 miliar)
dari Temaju-Jagur Babang-Balai Karangan-Entikong-Senaning-Badau-Putussibau.
Jalan-jalan menuju perbatasan
Kalimantan Barat dengan Malaysia telah dibangun sejak 1978. Bahkan, sejak
selesai dibangun tahun 1984 dengan biaya dari Colombo Plan, ruas-ruas jalan
menuju kawasan perbatasan itu menjadi urat nadi perekonomian masyarakat
sekitarnya.
Alasan klasik adalah akibat anggaran minim, sehingga wacana perbaikan jalan
ini sebenarnya sudah lama direncanakan akhirnya tinggal wacana. Dengan luasnya
wilayah, Pemerintah Provinsi Kalbar kewalahan menangani jalan penghubung antar provinsi
dan antar kabupaten, sehingga memerlukan bantuan dari pusat. Dinas PU
Kalimantan Barat dalam satu tahun hanya dapat mengerjakan sekitar 5 km.
Anggaran yang dikucurkan, misalnya
untuk ruas Sosok-Tayan dan Tanjung-Sanggau, hanya Rp 1,9 miliar per tahun. Saat
ini hanya mampu melakukan tambal sulam untuk mengatasi kerusakan jalan. Paling
tidak, jangan sampai jalan-jalan itu semakin berlubang.
Saat ini, pemerintah hanya sanggup
melakukan pemeliharaan rutin atau berkala dengan anggaran terbatas sehingga
perbaikan tak signifikan. Umur jalan sudah sangat tua. Perlu peningkatan
struktur jalan yang lebih signifikan.
Apalagi, seiring pertumbuhan
ekonomi, ruas jalan di Kalbar harus menanggung beban kendaraan sangat berat,
tidak hanya kelapa sawit, tetapi juga semakin banyak truk tronton yang membawa
bauksit, besi baja, dan kendaraan berat membawa muatan lainnya, termasuk bus
angkutan penumpang lintas negara. Jumlah kendaraan yang melintas sangat banyak
setiap harinya. Bahkan, bisa terus-menerus selama 24 jam.
“Umur jalan memang sudah sangat tua,
dengan beban kendaraan sangat berat saat melintas maka kerusakan jalan tidak
bisa dihindarkan lagi,” kata Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Peningkatan Jalan
Sosok-Tayan (41,35 km) dan Tanjung-Sanggau (37,55 km), kondisi jalan yang sudah
sangat rusak itu mendesak untuk segera dilakukan peningkatan struktur jalan.
Tak mungkin lagi hanya mengandalkan perbaikan rutin atau berkala, apalagi
anggaran perbaikan rutin yang disediakan pemerintah saat ini hanya Rp 1,9
miliar untuk kedua ruas jalan tersebut, yang kerusakannya telah mencapai 70-80
persen.
Pembangunan infrastruktur dan
sarana-prasarana di daerah-daerah perbatasan Indonesia wajib diperhatikan.
Kemajuan Indonesia secepat di daerah-daerah perbatasan Malaysia. Hal ini
menyebabkan ketergantungan mereka (masyarakat Indonesia di perbatasan) kepada
Malaysia (yang menyediakan kebutuhan hidup lebih baik dan banyak). Waktu dulu Entikong dibuka, yang ingin sekali
adalah Malaysia, karena pada waktu itu Indonesia lebih unggul. Waktu itu pun,
jalan menuju Entikong belum semuanya mulus. Akan tetapi, hingga 32 tahun lebih
pembangunan infrastruktur di Entikong tidak meningkat secara signifikan.
Bahkan, listrik dan air juga tidak
sampai ke perbatasan Entikong maupun daerah-daerah pedalaman. Padahal Entikong
merupakan pintu gerbang perbatasan yang paling banyak digunakan pelintas batas,
baik warga Indonesia maupun Malaysia.
Kemajuan kawasan perbatasan sangat
penting bagi masyarakat, karena suatu saat mereka bisa lepas ke Malaysia. Hal
ini terjadi bukan karena perang, melainkan hatinya telah terpincut penanganan
pembangunan di daerah-daerah perbatasan yang dilakukan negara tetangga.
Padahal, kita tahu kawasan perbatasan berperan penting dalam menjaga keutuhan
negara.
Rasanya tidak berlebihan jika saat ini
menyebut Indonesia mengalami darurat infrastruktur, khususnya jalan. Secara
umum, mungkin sejumlah jalan kategori nasional dan provinsi kondisinya bisa
dikatakan mantap. Namun, kenyataan tidak berlaku bagi jalan kabupaten/kota atau
akses jalan menuju kawasan perbatasan.
Pertanyaan yang perlu diajukan
mengapa terjadi ketimpangan pembangunan infra struktur jalan antara jawa dan
luar jawa ? Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan aspek
yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada
dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan
perbedaan kondisi geografi yang terdapat pada masing – masing wilayah. Akibat
dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan
juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap
daerah biasanya terdapat wilayah maju (Development Region) dan wilayah
terbelakang (Underdevelopment Region). Terjadinya ketimpangan antar
wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar
wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini juga
mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Pertanyaan yang menarik adalah
mengapa pada waktu proses pembangunan dilaksanakan di negara sedang berkembang,
justru ketimpangan meningkat? Jawabannya adalah karena pada waktu proses
pembangunan baru dimulai di negara sedang berkembang. Kesempatan dan peluang
pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah – daerah yang kondisi
pembangunan sudah lebih baik. Sedangkan daerah – daerah yang masih sangat
terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana
dan sarana serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Hambatan ini tidak saja
disebabkan oleh factor ekonomi, tetapi juga oleh factor social-budaya sehingga
akibatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih cepat di daerah
dengan kondisinya lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak
mengalami kemajuan.
Keadaan yang berbeda terjadi di
Negara yang sudah maju dimana kondisi daerahnya ummnya telah dalam kondisi yang
lebih baik dari segi prasarana dan sarana serta kualitas sumberdaya manusia.
Disamping itu, hambatan-hambatan social dan budaya dalam proses pembangunan
hampir tidak ada sama sekali. Dalam kondisi yang demikian, setiap kesempatan
peluang pembangunan dapat dimanfaatkan secara lebih merata antar daerah.
Akibatnya, proses pembangunan pada Negara maju akan cenderung mengurangi
ketimpangan pembangunan antar wilaah.
Melihat ketimpangan pembangunan antar
wilayah dalam suatu Negara atau suatu daerah bukanlah hal yang mudah karena hal
ini dapat menimbulkan debat yang berkepanjangan. Adakalannya masyarakat
berpendapat bahwa ketimpangan suatu daerah cukup tinggi setelah melihat banyak
kelompok miskin pada daerah bersangkutan. Akan tetapi ada pula masyarakat
merasakan adanya ketimpangan yang cukup tinggi setelah melihat adanya
segelintir kelompok kaya ditengah-tengah masyarakat yang umumnya masih miskin.
Perlu diingat disini bahwa, berbeda dengan distribusi pendapatan yang melihat
ketimpangan antar kelompok masyarakat., ketimpangan pembangunan antar wilayah
melihat perbedaan antar wilayah. Hal yang dipersoalkan disini bukan antara
kelompok kaya dan kelompok miskin, tetapi adalah perbedaan antar daerah maju
dan daerah terbelakang.
Studi tentang ketimpangan
Pembangunan Antara wilayah sebenarnya telah dilakukan studi Williamson (1965),
dan studi ini telah mendorong pula
beberapa ahli untuk melakukan studi tentang ketimpangan pembangunan antar
wilayah di Indonesia. Studi pertama dilakukan oleh Hendra Esmara (1975) yang
menggunakan Williamson Index sebagai ukuran ketimpangan antar wilayah.
Untuk mempertajam analisa, kalkulisasi indeks ketimpangan disni dibedakan
antara PDRB termasuk dan diluar minyak dan gas alam. Namun demikian, karena
ketersediaan data tentang Pendapatan Regional di Indonesia pada saat itu masih
sangat terbatas, maka jangka pembahasan pada analisa juga masih terbatas
sehingga generalisasi untuk mendapatkan kesimpulan umum masih sulit dilakukan.
Kemudian studi ini dilanjutkan oleh Uppal, J.S and Budiono Sri Handoko (1986)
menggunakan cara yang sama dan seri data yang lebih panjang. Pada kedua studi
ini, ketimpangan yang dimaksud adalah antar provinsi.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
kedua studi ini adalah bahwa ketimpangan antar wilayah di Indonesia ternyata
lebih tinggi dibandingkan dengan Negara maju. Bahkan diantara sesame Negara
berkembang, ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia termasuk yang
lebih tinggi. Kenyataan ini terlihat pula bahwa indek ketimpangan tersebut
cenderung meningkat antar waktu yang menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan
antar wilayah di Indonesia masih belum mencapai puncaknya. Peningkatan ketimpangan
ini membawa implikasi negative dan cenderung mendorong timbulnya kecemburuan
social daerah terbelakang terhadap daerah maju yang dapat menimbulkan dampak
politisi bila tidak diatasi segera mungkin.
Studi lainnya yang membahas ketimpangan
pembangunan antar wilayah di Indonesia adalah Sjarizal (2002) untuk periode
1993-2000. Disamping mengukur tingkat ketimpangan dan tendensinya, studi ini
juga mencoba melihat pengaruh ibukota Jakarta terhadap ketimpangan pembangunan
antar wilayah. Untuk keperluan ini, maka indeks ketimpangan diukur baik
menggunakan data termasuk DKI Jakarta dan diluar DKI Jakarta. Temuan yang
menarik dari studi ini adalah bahwa pengaruh ibukota Jakarta terhadap
ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia ternyata cukup besar karena
strukur ekonomi kota yang sangat berbeda dibandingkan dengan provinsi. Namun
demikian, hasil perhitungan dengan mengeluarkan DKI Jakarta ternyata indeks
ketimpangan tersebut masih juga cukup tinggi yaitu sekitar 0,50 dibandingkan
Negara lain juga mempunyai tendensi yang terus meningkat antar waktu
sebagaimana ditemukan terdahulu. Dengan demikian terlihat bahwa perhitungan
indeks ketimpangan dengan mengeluarkan DKI Jakarta ternyata lebih tepat karena
perbedaan struktur perekonomian daerah.
Apa Penyebab Ketimpangan
Pembangunan Antar Wilayah? Beberapa faktor utama yang menyebabkan atau
memicu terjadinya ketimpangan pembangunan wilayah tersebut. Dengan adanya
analisa ini, akan dapat dijelaskan secara empirik unsur penyebab terjadinya
ketimpangan pembangunan wilayah tersebut. Disamping itu, analisa ini juga
sangat penting artinya karena hasilnya dapat memberikan informasi penting untuk
pengambilan keputusan dalam melakukan perumusan kebijakan untuk menanggulangi
atau mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah tersebut.
Pertama, Perbedaan Kandungan Sumber
Daya Alam
Penyebab utama yang mendorong
timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah adanya perbedaan yang
sangat besar dalam kandungan sumberdaya alam pada masing-masing daerah.
Sebagiamana diketahui bahwa perbedaan kandungan sumberdaya alam ini di
Indonesia ternyata cukup besar. Ada daerah yang mempunyai minyak dan gas alam,
tetapi daerah lain tidak mempunyai. Ada daerah yang mempunyai deposit batubara yang
cukup besar, tapi daerah lain tidak ada. Demikian pula halnya dengan tingkat
kesuburan lahan yang juga sangat bervariasi sehingga mempengaruhi upaya untuk
mendorong pembangunan pertanian pada masing-masing daerah.
Perbedaan kandungan sumberdaya alam
ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah
dengan kandungan sumberdaya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi
barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah
lain yang mempunyai kandungan sumberdaya alam lebih rendah. Kondisi ini
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat.
Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumberdaya alam akan lebih kecil
hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi
sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah
bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Dengan
demikian terlihat bahwa perbedaan kandungan sumberdaya alam ini dapat mendorong
terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah yang lebih tinggi pada suatu
negara.
Kedua, Perbedaan Kondisi Demografis
Faktor utama lainnya yang juga dapat
mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah bilamana
terdapat perbedaan kondisi demografis yang cukup besar antar daerah. Kondisi
demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan
struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan
kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta
etos kerja yang dimliki masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis ini akan dapat
mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena hal ini akan
berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah bersangkutan.
Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mepunyai
produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong
peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan
kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Sebaliknya, bila pada suatu
daerah tertentu kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan meneybabkan
relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang menimbulkan
kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi
daerah bersangktan akan menjadi lebih rendah.
Ketiga, Kurang Lancarnya Mobilitas
Barang dan Jasa
Kurang lancanya mobilits barang dan
jasa dapat pula mendorong terjadinya peningkatan ketimpangan pembangunan antar
wilayah. Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antar
daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrsi
spontan. Alasannya adalah karena bila mobillitas tersebut kurang lancar maka
kelebihan produksi atau daerah tidak dapat dijual kedaerah lainyang
membutuhkan. Demikian pula halnya dengan migrsi yang kurang lancar menyebabkan
kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain
yang sangat membutuhkan. Akibatnya, ketimpangan pembangunan antar wilayah akan
cenderung tinggi karena kelibahan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh
daerah lian yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong
proses pembangunannya. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana, ketimpangan
pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi pada negara sedang berkembang
dimana mobilitas barang dan jasa kurang lancar dan masih terdapatnya beberapa
daerah yang terisolir.
Keempat, Konsentrasi Kegiatan
Ekonomi Wilayah
Terjadinya konsentrasi kegiatan
ekonomi yag cukup tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi
ketimpangan pembangunan antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan
cenderung lebih cepat pada daeerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi
yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan
daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan
masyarakat. Demikian pula sebaliknya bilamana, konsentrasi kegiatan ekonomi
pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi
pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat.
Konsentrasikegiatan ekonomi tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena terdapatnya
sumberdaya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu, misalnya minyak bumi,
gas, batubara dan bahan mineral lainnya. Disamping itu terdapat lahan yang
subur juga turut mempengaruhi, khusunyamenyangkut dengan pertumbuhan kegiatan
pertanian. Kedua, meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut dan
udara, juga ikut mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomiantar daerah. Ketga,
kondisi demografis (kependudukan) juga ikut mempengaruhi karenakegiatan ekonomi
akan cenderung terkonsentrasi dimana sumberdaya manusia tersediadengan kualitas
yang lebih baik.
Kelima, Alokasi Dana Pembangunan
Antar Wilayah
Tidak dapat disangka bahwa investasi
merupakan salah satu yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Karena itu, daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari
pemetintah, atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung
mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini
tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan
lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih
tinggi. Demikian pula sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan
swasta yang masuk kesuatu daerah ternyarta lebih rendah.
Alokasi investasi pemerintah
kedaerah lebih banyak ditentukan oleh sistem pemerintah daerah yang dianut.
Bila sistem pemerintah daerah yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi
dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat,
sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi. Akan
tetapi, sebaliknya bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau
federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak di alokasikan ke daerah sehingga
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah.
Tidak demikian halnya dengan
investasi swasta yang lebih banyak ditentukan oleh kekeuatan pasar. Dalam hal
ini kekuatan yang berperan banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini
kekeuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swsta kesuatu daerah
adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah. Sedangkan keuntungan
lokasi tersebut ditentukan pula oleh ongkos transfor baik untuk bahan baku dan
hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh,
konsentrasi pasar,tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Termasuk kedalam
keuntungan lokasi ini adalah keuntungan aglomerasi yang timbul karena
terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah
tertentu. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana invetasi cenderung lebih
banyak terkonsentrasi didaerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat
dibandingkan dari daerah pedesaan.
Ada juga pendapat yang
mengkaji dari studi ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa kesenjangan yang terjadi
pada pembangunan ekonomi adalah sebuah persoalan vital dalam kajian ilmu
pembangunan ekonomi daerah di Negara Indonesia. Terdapat dua pendekatan yang
bisa dijadikan ukuran kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah-daerah di
Indonesia, ialah dengan memakai pendekatan pendapatan & memakai pendekatan
pengeluaran konsumsi rumah tangga. Jika memakai pendekatan pendapatan (PDRB),
maka dapat diketahui bersama bahwa provinsi-provinsi di Pulau Jawa mengambil
porsi terbesar yaitu lebih dari 60% terhadap total PDB Indonesia sejak tahun
1990-an. Wilayah yang kaya SDM dan sarana prasarana lebih layak dan baik
mempunyai bagian yang besar. Misalnya DKI Jakarta mendapat 15%-16% bagian dari
PDB nasional, Kemudian Jawa Timur menikmati sebesar 15%, dan Jawa Tengah
mendapat bagian sebesar 10%. Sedangkan kawasan yang kaya SDAmempunyai bagian
yang lebih kecil. Misalnya : Provinsi Riau dan Kalimantan Timur yang
masing-masing mendapat bagian 5%. DI Aceh yang hanya menyumbang 3% pada PDB
nasional.
Kesenjangan yang terjadi pada
pembangunan ekonomi antar daerah sering bersinggungan dengan taraf kemiskinan
di beberapa daerah di Indonesia. Di Pulau Jawa, Misalnya : Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta merupakan kawasan yang banyak terdapat kemiskinan di Indonesia
barat, sebagai akibat kepadatan penduduk. Sedangkan NTB dan NTT merupakan pusat
kemiskinan di Indonesia kawasan timur, karena daerah tersebut tidak memiliki
SDM, teknologi, infrastruktur, dan kewirausahaan yang baik.
Kesenjangan antar daerah juga ada
kaitannya dengan perbedaan pola pembangunan secara sektoral. Misalnya : proses
Industrialisasi di Indonesia kawasan barat lebih baik dibandingkan di Indonesia
kawasan timur. Adapun Sebab-sebab ketimpangan pembangunan ekonomi di daerah-
daerah di Negara Indonesia yaitu:
1. Terpusatnya
kegiatan ekonomi hanya pada beberapa wilayah, misalnya : pembangunan hanya di
pulau Jawa.
2. Alokasi
investasi yang tidak seimbang.
3. Perbedaan
SDA antar provinsi yang timpang antara daerah satu dengan lainnya.
4. Arus
sirkulasi faktor produksi yang rendah antar daerah satu dengan lainnya.
5. Kondisi
demografis antar wilayah yang berbeda-beda, kadang pula sulit terjangkau.
6. Perdagangan
antar provinsi kurang lancar dan sering mengalami kendala transportasi.
Untuk mengurangi kepentingan pembangun antar
wilayah, kebijakan dan upaya lain yang dapat dilakukan adalah mendorong
pelaksanaan transmigrasi dan migrasi spontan. Transmigrasi adalah pemindahan
penduduk ke daerah kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan
pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang
dilakukan secara sukarela menggunakan biaya sendiri. Melalui proses
transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh
daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga prosees pembangunan daerah
bersangutan akan dapat pula digerakan.
Indonesia sudah sejak lama melakukan
proses transmigrasi ini untuk mencapai dua tujuan secara sekaligus. Pertama,
program transmigrasi ini dilakukan untuk dapat mengurangi kepadatan penduduk
yang terdapat di pulau Jawa yang telah memicu peningkatan pengganguran dan
kemiskinan. Kedua, program transmigrasi tersebut juga dilakukan dalam
rangka mendorong proses pembangunan di daerah terbelakang yang menjadi tujuan
transmigrasi sehingga lahan yang luas tetapi belum dapat dimanfaatkan karena
keterbatasan tenaga kerja akan dapat diatasi. Dengan dipergerakannya kegiatan
pertanian melalui pemanfaatan tenaga transmigran tersebut, maka kegiatan
ekonomi pada daerah terbelakang tujuan transmigrasi akan dapat ditingkatkan
sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.
Kebijakan lain yang dapat dilakukan
untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah melalui
pengembangan pusat pertumbuhan (Growth Poles) secara tersebar. Kebijakan
ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah
karena pusat pertumbuhan tersebut menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi
secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperluka agar penyebaran kegiatan
pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat
efesiensi usaha yang sangat diperlukan untuk mengembangkan usaha tersebut.
Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan
antar daerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan
dapat dikurangi.
Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini
untuk mendorong proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi
ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat dilakukan melalui pembangunan
pusat-pusat pertumbuhan pada kota-kota skala kecil dan menengah. Dengan cara
demikian, kota-kota skala kecil dan menengah akan berkembang sehingga kegiatan
pembangunan akan lebih disebarkan ke pelosok daerah. Sedangkan upaya untuk
mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah melalui peningkatan pembangunan
daerah pedesaan ternyata sering gagal dilakukan karena hal ini tidak dapat
mempertahankan efesiensi karena lokasinya yang sangat terpencar. Disamping itu,
pemilihan lokasi kegiatan ekonomi di daerah pedesaan juga seringkali tidak
memenuhi persyaratan ekonomi dari segi analisa keuntungan lokasi yang dapat
mendukung pengembangan usaha bersangkutan.
Selain itu pelaksanaan otonomi
daerah dan desentralisasi pembangunan juga dapat digunakan untuk mengurangi
tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hal ini jelas, karena dengan
dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan, maka aktifitas
pembangunan daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakan
karena ada wewenang yang berada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Dengan adanya kewenangan tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi
masyarakat untuk menggali potensi daerah akan dapat lebih digerakan. Bila hal
ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan
dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antar
wilayah akan dapat pula dikurangi.
Pemerintah Indonsia telah melakukan
otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan mulai tahun 2001 yang lalu.
Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar
dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerahnya masing-masing (desentralisasi
pembangunan). Sejalan dengan hal tersebut, masing-masing darah juga diberikan
tambahan alokasi dana yang diberikan dalam bentuk “Block Grant” berupa dana
perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan cara demikian
diharapkan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan akan dapat
berjalan dengan baik sehingga proses pembangunan daerah dapat ditingkatkan dan
ketimpangan pembangunan antar wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.
Alternatif
yang ditawarkan, agar terjadinya semangat nasional dan menjaga integrasi
nasional dan selaras dengan nilai-nilai “gotong royong” agar persatuan
Indonesia sesuai sila ketiga Pancasila dan tidak terjadi “ketidak adilan antara
jawa dan luar jawa”, perlu digagas ARISAN NASIONAL.
Adapun caranya setiap provinsi ikut arisan
nasional dengan besaran dana 3 (Tiga) milyar, jika Indonesia memiliki 34
Provinsi, maka dapat dibayangkan terkumpulkan sekian milyar Untuk Pertama kali
diundi di Istana Negara dan satu kali cabut undian arisan nasional dibagi
menjadi lima kali pencabutan, sehingga ada 5 (lima) Provinsi pada semester
pertama mendapat arisan nasional, dan untuk menentukan siapa yang menjadi tuan
rumah, maka dari lima provinsi yang mendapat arisan nasional cabut undi kembali
untuk menentukan siapa yang akan menjadi tuan rumah arisan nasional. Jika sudah
terpilih satu provinsi, maka provinsi tersebut yang akan menyelenggarakan cabut
undi lima provinsi selanjutnya.Untuk memeriahkan pelaksanaan cabut undi arisan
nasional, diwajibkan semua provinsi hadir dengan perwakilan dengan membawa produk
unggulan untuk dipamerkan dan dipasarkan di provinsi yang menjadi tuan rumah
arisan nasional, Apapun namanya kegiatan tersebut yang terpenting skala
nasional. Untuk menjadi bermanfaat dana arisan nasional yang didapatkan
tersebut, maka Presiden mengeluarkan sebuah kebijakan atau regulasi, bahwa hasil arisan nasional tersebut, hanya
digunakan untuk pembangunan infra struktur Jalan Provinsi dan Nasional di
Kabupaten di Indonesia yang masih belum memadai.
Jika model arisan nasional ini bisa
berjalan, maka bisa dikembangkan pada tingkat provinsi, peserta arisan provinsi
tentulah semua kabupaten di wilayah provinsi tersebut. Inilah semangat gotong
royong yang berbasiskan pada nilai persatuan Indonesia. Presiden Indonesia atau
Gubernur mana yang berani menggagas Arisan Nasional dan Arisan Provinsi,
bukankah ditingkat kampung atau desa bahkan di komunitas tertentu arisan sudah
rutin dilaksanakan, mengapa negara sebesar Indonesia tidak bisa melakukan
kebijakan yang terlihat “ndeso” tetapi dapat memperkuat PERSATUAN INDONESIA.
6 komentar:
NAMA : YUSRAN
NIM : A1012131148
MATA KULIAH : ILMU NEGARA
KELAS : 1 / C REGULER B
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TANJUNGPURA
Arisan Nasional akan pemikiran yang arif dan bijaksana, sudah selayaknya pemerintah mendukung gagasan ini, itupun kalau memang pemerintah peka terhadap permasalahan infrastruktur akses jalan masyarakat di daerah pelosok desa yang memerlukan bantuan serta
perhatian yang harus segera ditangani dengan baik dan benar, pemerintah pusat
jangan kebakaran jenggot kalau pulau
atau ada provinsi di wilayah NKRI ini ingin
memisahkan diri atau dicaplok oleh
negara tetangga, kalau pemerintah masih
adem ayem mengatasi permasalahan ini,
maka era reformasi birokrasi ataupun
yang lain gagal total, semoga gagasan
tentang "Arisan Nasional" dapat terlaksana, semuanya itu tak akan berhasil kalau tanpa dukungan pemerintah
NAMA : DESMOND PIURES
NIM : A11112138
KELAS : E (REG B)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TANJUNGPURA
Menurut saya adanya gagasan "ARISAN NASIONAL" merupakan bentuk kekecewaan masyarakat sekaligus juga merupakan lambatnya tindakan dari pemerintahan di daerah daerah yang jalan maupun infrastrukturnya yang rusak maupun tidak layak untuk digunakan.
Pembangunan jalan maupun infrastruktur memang tidak bisa di bebankan kepada pemerintah pusat, tetapi saya melihat dari sisi anggaran yang menjadi kendala bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki jalan maupun infrastruktur , sebab seperti yang kita tau , daerah daerah berkembang kebanyakaan mendapat anggaran yang lebih kecil di banding daerah daerah yang telah maju seperti jawa barat ,jawa tengah dll, oleh karena itu menurut saya "ARISAN NASIONAL" ini sangat tidak tepat untuk dilaksanankan ,sebab jika memang hal ini benar benar ter-realisasi maka sama saja ini merupakan sebuah "kegagalan" bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas mereka, menurut saya lebih baik pemerintah meng-intropeksi sistem kerja yang saat ini di gunakan dan ubah menjadi sistem yang tertata dengan baik dan rapi, saya hanya ingin bahwa kita tidak boleh berfikir dengan cara yang praktis, karena setiap permasalahan harus di perbaiki dari akar permasalahannya bukan memikirkan cara praktisnya, dan mungkin bisa kita bayangkan jika nanti ada masalah di bidang lain , apakah kita harus mengadakan "ARISAN NASIONAL " lagi??
Nama : Tommy Pratama
NIM : A11112140
Kelas : E / Turiman Fachturahman SH, M.Hum
Semester : 3 / reg B
Anggaran kebanyakan daerah di Indonesia masih belum mencukupi untuk memfasilisitasi biaya pembangunan infrastruktur jalan masing – masing wilayah. Dana yang diberikan pemerintah pusat pada saat ini masih jauh dari anggaran yang di butuhkan
Maka dari sebab itu sangat di butuhkan arisan nasional untuk menambah anggaran daerah yang masih kurang untuk pembangunan daerah
Selain arisan nasional pembangunan ekonomi juga harus merata pada daerah – daerah , khususnya pada daerah – daerah tertinggal yang masih minim nya fasilitas infrastruktur dan anggaran daerah
Dan di butuhkannya kerjasama dari kepala daerah seperti bupati masing masing wilayah untuk membangun infrastruktur masing - masing wilayahnya
Diharapkan cara – cara tersebut dapat meningkatkan pembangunan yang merata di setiap daerah
NAMA : ARDIANTO
NIM : A1011151004
KELAS : E
REG. : A
Arisan Nasional untuk pembangunan ifrastruktur jalan merupakan pemikiran yang sangat bagus dan ide yang tidak terpikir oleh orang lain dalam rangka membangun jalan. Karena pembangunan jalan sangat minim dilaksanakan di Kalbar. Konon katanya pembangunan ini hanya dilaksanakan di Jawa karena Jawa padat penduduknya, jika seperti itu maka sampai kapan pun pembangunan jalan di kota-kota yang tidak padat penduduknya tidak akan dilirik oleh pemerintah pusat. Dan dalam keadaan seperti ini ada ide yang sangat bagus untuk dijadikan patokan sebagai pemerataan pembangunan jalan yaitu dengan cara arisan nasional. Seharusnya arisan nasional ini baiknya didukung oleh pemerintah pusat. Karena jalan merupak salah satu faktor pendukung dalam daerah untuk memajukan pendapatan daerah. Jika akses jalan di daerah-daerah maka akan memudahkan akses keluar masuk barang atau keluar masuknya barang yang menjadi pendapatan ekonomi daerah. Jika jalannya jelek maka semua aset yang ada disetiap daerah akan terbengkalai.
Maka dari itu alangkah baiknya pemerintah pusat lebih memperhatikan pemerataan dalam pembangunan jalan di daerah-daerah yang minim pembangunan jalan yang dimana daerah tersebut terdapat aset daerah yang nantinya aset itu bisa dijadikan sebagai APBD dari daerah. Jika semua kota yang disetiap daerah itu diperhatikan secara signifikan maka akan adanya kenaikan APBD DAN APBN.
Yang saya ketahui tentang pembangunan jalan ini sangat minim di daerah saya khususnya di Sambas yang mana di sana jalan sangat sangat tidak layak untuk di jadikan sebagai jalan kabupaten sebab keadaannya yang sangat rusak parah. Sebenarnya di Sambas sana ada aset daerah yaitu Jeruk Sambas dll. Jika saja pembangunan jalan di dukung maka itu sebagai salah satu jalan kelur untuk menaikkan APBD daerah Sambas.
Ini lah yang saya bilang mengapa jalan itu paktor yang mendukung akses untuk suatu daerah melakukan transaksi.
Jalan ini di bangun menggunakan APBN dan APDB, yang mana itu sedikit banyaknya dari pembayarab pajak. Nah di Kalbar ini juga masyarakatnya membayar pajak juga maka perlu juga diperhatikan kesejahteraan jalannya. Jangan samapai masyarakat Kalbar jenuh untuk membayar pajak karena jalannya tidak diperhatikan. Maka dari itu jika pemerintahh pusat tidak memperhatikan keadaan jalan di Kalbar maka alangkah baiknya Arisan Nasional ini dipikirkan dengan baik-baik untuk dijadikan sebagai patokan pemerataan pembangunan jalan.
NAMA : YUDA MIFTAHUL HUDA
NIM : A1011151027
MATA KULIAH : HUKUM TATA NEGARA
KELAS : E
REG : A
Assalamualaikum Wr Wb.
Menurut pandangan saya selaku mahasiswa. Arisan Nasional merupakan suatu gagasan yang bisa digunakan untuk membuat indonesia lebih baik yang mencakup beberapa bidang, tidak hanya bidang infrastruktur (transportasi jalan), namun juga bidang ekonomi. Dan cara yang tepat untuk mencegah terjadinya kesenjangan masyarakat yang dewasa ini sudah menjadi hal umum dimasyarakat adalah pembangunan yang merata. Ulasan yang saya bahas disini, salah satunya memuat tentang kesenjangan (dalam hal ini kebijakan pilih kasih) yang dilakukan oleh pemerintah terhadap daerah daerah di NKRI yang kita cintai ini. “kenapa pembangunan hanya bersifat membangun didaerah yang padat penduduknya (jawa), sedangkan yang sedikit penduduknya(Kalimantan Barat) menjadi tidak terlalu di fokuskan. Sedangkan di Pancasila kita yaitu sila ke 5 (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia) dapat kita bayangkan bagaimana rasa atau keadaan yang dirasakan oleh masyarakat yang terpencil yang akses penerangan, akses jalan, akses air bersihnya belum ada” ini menjadi PR atau Tugas kita selaku warga negara yang baik untuk ambil bagian untuk memberikan suara, saran, pendapat, secara baik dan benar. Jangan sampai masyarakat didaerah terpencil merasa jenuh untuk membayar pajak karena hanya sedikit timbal balik yang diperoleh untk daerahnya sendiri. Jika pemerataan pembangunan akses jalan didaerah terpencil disamakan dengan daerah padat penduduk, maka perputaran ekonomi akan terjadi dan mendorong kemajuan daerah terpencil tersebut, karen seiring kemajuan wilayah terpencil tersebut maka akan ada trasmigrasi dari daerah padat penduduk ke wilayah yang terpencil namun akan segera berkembang tersebut.
Solusi yang ditawarkan disini adalah Arisan Nasional. Hal ini sangat bagus karena sangat melekat pada jati diri negara Indonesia sendiri yang menganut asas gotong royong saling membantu antara satu dengan yang lain. Arisan merupakan suatu budaya yang melekat dari masyarakat biasa hingga kelas atas. Oleh sebab itu sangat sulit jika hal ini alot untuk dicerna dan dipraktekkan
Sekian terima kasih
Wasalamualaikum Wr Wb
Nama:Wahyu Israniar
NIM: A1011151026
Semester: 2
Kelas:E/Reg:A
Mata Kuliah: Hukum Tata Negara
Masalah jalanan yang rusak dan tak kunjung diperbaiki, tampaknya cukup jadi masalah serius bagi warga dan pengendara di Kalimantan barat. Anggaran kebanyakan daerah di Indonesia masih belum mencukupi untuk memfasilisitasi biaya pembangunan infrastruktur jalan masing – masing wilayah. Dana yang diberikan pemerintah pusat pada saat ini masih jauh dari anggaran yang di butuhkan.
Mengapa seringkali terjadi, infrastruktur yang rusak, terlambat penanganannya oleh pemerintah. Harus menunggu benar-benar rusak parah dan tidak bisa digunakan lagi baru kemudian diperbaiki. Seperti infrastuktur jalan di daerah saya. Salah satunya Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu. Sebenarnya kondisi jalan dan jembatan ini sudah lama rusak, sejak beberapa tahun lalu. Tetapi, karena jalan tersebut tidak juga kunjung diperbaiki. Padahal, sudah sering dikeluhkan oleh masyarakat soal kondisi jembatan tersebut.
Jika saja, pemerintah perhatian dan merespon cepat kerusakan jembatan. Kemungkinan anggaran yang dikeluarkan tidak begitu besar. Dan tidak berdampak kepada kerusakan-kerusakan lainnya. Dan lagi-lagi alasannya selalu anggran APBD nya kecil, kenapa saat rusaknya kecil tidak diperbaiki ? infrastruktur yang belum rusak parah belum menjadi prioritas. Setelah rusak parah dan benar-benar tidak bisa lagi diakses, baru kemudian diperbaiki dengan dana yang cukup besar. Menurut saya bukan anggran APBDnya yang kecil namun oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab sering kali memanfaatkan anggrannya dengan tidak bertanggungjawab.
Pemerintah sebagai “perawat” jalan sudah menentukan anggaran, pastinya cukup untuk membuat jalan yang bagus sesuai standar. Bagian perencanaan juga sudah survey dan menentukan jenis material di sesuaikan dengan kondisi alam dan sosial setempat (kondisi tanah dan kondisi lalu lintas). Nah ketika pelaksanaan ini muncul berbagai kepentingan yang kompleks dan sambung menyambung.
Arisan nasional merupakan sebuah kebijakan yang bagus dan bijaksana, karena jalan merupkan fasilitas infrastruktur yang harus terus diperbaiki, dan jalan merupakan sarana pra sarana atau akses untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain, dengan jalan yang bagus penduduk di desa dengan mudahnya menjual hasil kekayaan alamnya ke kota-kota,dengan jalan yang bagus masyarakat dengan mudahnya medatangi kota-kota entah itu untuk mencari ilmu, bekerja atau berobat. Sepertiyang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan bahwa jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
Hanya saja jika ingin menerapkan Arisan Nasional ini, alangkah baiknya ini menjadi patokan bila perbaikan jalan tidak berjalan secara maksimal, perlunya pemeriksaan-pemeriksaan kendaraan-kendaraan yang harusnya membayar pajak, jangan sampai masyarakat tidak mau membayar pajak namun hanya menuntut perbaikan jalan. Mengingat perbaikan jalan juga terpengaruh dari pembayaran pajak tersebut. Dan di butuhkannya kerjasama dari kepala daerah seperti bupati masing masing wilayah untuk membangun infrastruktur masing - masing wilayahnya.
Posting Komentar