MEMAHAMI KEBERADAAN PARTAI POLITIK DALAM SISTEM
KENEGARAAN INDONESIA
(Studi Hukum dan
Kehidupan Kenegaraan
Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2011)
Oleh:
Turiman
Fachturahman Nur
Jika
kita membaca teks hukum negara dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Partai Politik yang menyatakan, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. (Pasal
1 angka 1).
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 2 Tahun
2011, jelaslah, bahwa keberadaan Partai Politik sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, adalah
dalam rangka mewujudkan
kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi
manusia yang harus dilaksanakan untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis. Hak untuk berserikat dan
berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam pembentukan Partai Politik sebagai
salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia atau dalam hukum tata negara sebagai sistem
kenegaraan.
Berkaitan dengan
keberadaan terhadap Partai Politik
sebagai pilar demokrasi, berkaitan
dengan penataan dan penyempurnaan sistem politik yang demokratis guna mendukung sistem presidensiil
yang efektif, tentunya dibarengi dengan penataan dan penyempurnaan Partai
Politik sebagai salah satu elemen infra struktur politik dalam kehidupan
kenegaraan.
Dalam
hal penataan dan
penyempurnaan Partai Politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu, Pertama, membentuk sikap dan perilaku
Partai Politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik
yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukan
dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang memiliki sistem seleksi dan
rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan dan
kepemimpinan politik yang kuat. Kedua,
memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai Politik terhadap negara
maupun fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan
pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader
calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik
Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem
presidensiil, paling tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama,
mengkondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong
terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga,
mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel
dan keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat
masyarakat.
Sebagai
diketahui bersama Indonesia pasca demokrasi saat ini sedang melakukan upaya pemberdayaan kultur
politik rakyat yang demokratis dan untuk pemberdayaan kultur politik rakyat
yang demokratis, tentunya diperlukan salah satu
kekuatan infra struktur dalam sistem kenegaraan Indonesia, karena parpol
adalah salah satu dari infrastruktur politik, sedangkan
infrastruktur politik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang
diperlukan di bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang
berkenaan dengan asal mula, bentuk dan proses pemerintahan pada sebuah negara dan salah
satu tugas partai politik, adalah pendidikan politik yaitu
proses pembelajaran dan
pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun ada kecenderungan demokrasi sering dipertukar-maknakan dengan kebebasan, sehingga dapat
dipergunakan keduanya sekaligus.
Demokrasi bisa dilihat sebagai satu perangkat praktek dan prinsip yang
sudah dilembagakan dan selanjutnya melindungi kebebasan itu sendiri. Demokrasi semestinya melibatkan konsensus di
dalamnya, namun secara minimal persyaratan demokrasi terdiri dari: pemerintahan
yang dipilih dari suara mayoritas dan memerintah berdasarkan persetujuan
masyarakat, keberadaan pemilihan umum yang bebas dan adil, proteksi terhadap
kaum minoritas dan hak asasi dasar manusia, persamaan perlakuan di mata hukum,
proses pengadilan dan pluralisme politik.
Karakteristik dasar demokrasi seperti telah disebutkan di atas
membukakan pandangan bahwa inti dari demokrasi adalah kebebasan rakyat dalam
menentukan arah kebijakan pemerintah. Artinya demokrasi tidak hanya sekedar
melibatkan kebebasan masyarakat dalam sistem politik, akan tetapi lebih dari
itu sampai dengan tata cara melibatkan rakyat dalam demokrasi.
Dengan
demikian keberadaan Partai Politik yang sehat dan fungsional akan dapat memungkinkan
untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan
politik dan kontrol sosial yang sehat dan dengan
berfungsinya Partai Politik yang sehat pula, konflik
dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat.
Selain
itu juga, pada umumnya, partai politik sebagai poros utama yang menjembatani
aspirasi dan tuntutan rakyat juga tidak menjaga relasi politik yang baik dengan
para pemilihnya. Para anggota parleman merasa lebih dekat dan terikat pada
partainya daripada dengan para pemilihnya, sehingga perilaku politik seperti
itu dapat melemahkan kualitas dukungan politik konstituen. Maka tidak jarang
bila masyarakat semakin tambah apatis dan memberikan pandangan minor terhadap
partai politik karena para politisi dalam upaya kerja-kerja politiknya hanya
mengejar jabatan politik saja.
Kelemahan
partai politik makin tampak dari pola kerja kepartaian yang lebih cenderung
sebagai struktur politik untuk menggendalikan dan mengorganisir kelompok massa
tanpa ada upaya memperkuat kesadaran pendidikan politiknya. Ditambah lagi
dengan faksionalisasi aliran partai-partai politik yang berdasar atas dikotomi
pelbagai ideologi yang melekat pada azaz masing-masing partai politik, sehingga
partai politik banyak disibukkan oleh drama politik yang miskin tawaran solusi
atas pelbagai persoalan yang mendera kehidupan rakyat sehari-hari.
Partai-partai politik tidak pernah berfokus menawarkan kebijakan yang jelas dan
kongkret.[1]
Dengan demikian keberadan Partai politik sebagai sebuah institusi yang hakiki di dalam sebuah sistem demokrasi. Pada hekakatnya Partai
politik sesungguhnya adalah representatif
dari aspirasi rakyat didalam tatanan demokrasi. Partai politik ada karena
kebutuhan hubungan yang intensif antara masyarakat sipil dengan pemerintah. Pada sisi
lain Partai politik dapat menjadi penghubung
antara pemilih, proses pemilihan umum, dan pemerintah yang dihasilkan dari
proses tersebut.
Secara
formal partai politik menyediakan wadah penyaluran aspirasi politik rakyat, hanya yang menjadi
permasalahan kemudian adalah, seberapa jauh partai politik tersebut mampu untuk
mengakomodasi kepentingan aspirasi rakyat. Ketika Pemilu
berlangsung ada kecenderungan fungsi-fungsi parpol
tersebut terpenuhi melalui rutinitas politik seperti pemilihan umum, kelemahan
yang mendasar dari partai politik di Indonesia adalah rendahnya kapasitas dan
kapabilitas partai untuk mengakomodasi kepentingan rakyat. Padahal, keterikatan
sebuah parpol dengan rakyat sesungguhnya merupakan substansi yang melengkapi
prosedur formal dalam sebuah sistem demokrasi.
Sumber dari kelemahan tersebut memang beragam, namun yang belakangan
ini menonjol dan cukup memprihatinkan adalah tentang manajemen partai politik.
Manajemen partai politik sebagai satu dari empat dimensi utama dalam proses
institusionalisasi sistem kepartaian di sebuah negara. Institusionalisasi
dianggap penting karena meningkatkan kepastian dan kestabilan politik negara
pada jangka panjang. Tanpa manajemen partai politik yang baik,
institusionalisasi akan terjerembab di dalam personalisasi politik yang hanya
akan mengedepankan kepentingan sesaat elit politik yang bersangkutan.
Kegagalan
manajemen parpol dapat dipersalahkan pada hampir tidak adanya prosedur
demokratis di dalam partai politik. Segala keputusan penting dan strategis
diserahkan sepenuhnya di tangan pimpinan partai. Implikasinya, ketika hal-hal
penting dan strategis ini bersinggungan dengan hak-hak demokratis dari pengurus
di daerah, atau anggota partai, seringkali pimpinan bertindak otoriter dan
mengabaikan aspirasi dari anggota demi ‘kepentingan partai’.[2] Keputusan
pimpinan partai bersifat final dan mutlak dan tidak dapat ditantang secara
demokratis. Sebagai tambahan, pemberlakuan hukuman tidak lain diperuntukkan
sebagai tindakan penangkal, sebuah pencegahan terhadap tindakan serupa yang
mungkin dilakukan oleh anggota atau pengurus daerah partai di tempat lain.
Berikut ini berkaitan dengan
Fungsi Partai Politik dan demokrasi, sebagaimana dipaparkan oleh Jimly Asshiddiqie dalam satu tulisan yang berjudul
Dinamika Partai Politik dan Demokrasi[3], seperti
berikut ini.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
a.
bahwa dalam
rangka menguatkan pelaksanaan demokrasi dan sistem kepartaian yang efektif
sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
diperlukan penguatan kelembagaan serta peningkatan fungsi dan peran Partai
Politik;
b.
bahwa
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik perlu diubah sesuai
dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;
c.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik;
Mengingat:
1.
Pasal 20, Pasal
21, Pasal 22E ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan
Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK.
Pasal
I
Beberapa ketentuan dalam Undang‑Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4801) diubah sebagai berikut:
1.
Ketentuan
Pasal 1 angka 7 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat
nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela
atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya
disingkat AD, adalah peraturan dasar Partai Politik.
3. Anggaran Rumah Tangga Partai Politik,
selanjutnya disingkat ART, adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran
AD.
4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran
dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan
kewajiban Partai Politik yang dapat dinilai dengan uang, berupa uang, atau
barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab
Partai Politik.
6. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan
hukum dan hak asasi manusia.
7. Kementerian adalah Kementerian yang membidangi
urusan hukum dan hak asasi manusia.
2.
Ketentuan Pasal
2 ayat (1) dan ayat (5) diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat
yakni ayat (1a) dan ayat (1b) serta pada ayat (4) ditambahkan 4 (empat) huruf
yakni huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf m, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 2
(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh
paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia
21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi.
(1a) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili
seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris.
(1b) Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang
merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.
(2) Pendirian dan pembentukan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus)
keterwakilan perempuan.
(3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)
harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.
(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat
paling sedikit:
a. asas dan ciri
Partai Politik;
b. visi dan misi
Partai Politik;
c. nama, lambang,
dan tanda gambar Partai Politik;
d. tujuan dan
fungsi Partai Politik;
e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan
keputusan;
f. kepengurusan
Partai Politik;
g. mekanisme
rekrutmen keanggotaan Partai Politik dan jabatan politik;
h. sistem
kaderisasi;
i. mekanisme
pemberhentian anggota Partai Politik;
j. peraturan dan
keputusan Partai Politik;
k. pendidikan
politik;
l. keuangan Partai
Politik; dan
m. mekanisme
penyelesaian perselisihan internal Partai Politik.
(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menyertakan paling sedikit 30% (tiga
puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
3.
Ketentuan Pasal
3 ayat (1) dan ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e diubah, sehingga Pasal 3
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Partai Politik harus didaftarkan ke
Kementerian untuk menjadi badan hukum.
(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Partai Politik harus mempunyai:
a. akta notaris pendirian Partai Politik;
b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,
atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
c. kepengurusan pada setiap provinsi dan paling
sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada
provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari
jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan;
d. kantor tetap pada tingkatan pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum; dan
e. rekening atas nama Partai Politik.
4.
Ketentuan Pasal
4 ayat (1) diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Kementerian menerima pendaftaran dan melakukan
penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2).
(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak
diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.
(3) Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum
dilakukan dengan Keputusan Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya
proses penelitian dan/atau verifikasi.
(4) Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai
Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
5.
Ketentuan Pasal
5 diubah sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) AD
dan ART dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan Partai Politik.
(2) Perubahan
AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil forum
tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik.
(3) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didaftarkan ke Kementerian paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut.
(4) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD dan ART.
6.
etentuan Pasal
16 ayat (2) diubah sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
(1)
Anggota Partai
Politik diberhentikan keanggotaannya dari Partai Politik apabila:
a.
meninggal dunia;
b.
mengundurkan
diri secara tertulis;
c.
menjadi anggota
Partai Politik lain; atau
d.
melanggar AD dan
ART.
(2)
Tata cara
pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur di dalam AD dan ART.
(3)
Dalam hal
anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga perwakilan
rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan
pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
7.
Di antara ayat
(3) dan ayat (4) Pasal 19 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3a), sehingga
Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
(1)
Kepengurusan
Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.
(2)
Kepengurusan
Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3)
Kepengurusan
Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
3a) Kepengurusan
Partai Politik tingkat kecamatan berkedudukan
di ibu kota kecamatan.
(4)
Dalam hal
kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan
lain, kedudukan kepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang bersangkutan.
8.
Ketentuan Pasal
23 ayat (2) diubah sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
(1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di
setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
(2) Susunan kepengurusan hasil pergantian
kepengurusan Partai Politik tingkat pusat didaftarkan ke Kementerian paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbentuknya kepengurusan yang baru.
(3) Susunan kepengurusan baru Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri paling
lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya persyaratan.
9.
Ketentuan Pasal
29 ayat (1) huruf c dan huruf d serta ayat (2) diubah, dan di antara ayat
(1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a) sehingga Pasal 29
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29
(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap
warga negara Indonesia untuk menjadi:
a. anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah; dan
d. bakal
calon Presiden dan Wakil Presiden.
(1a) Rekrutmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui seleksi
kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan
paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
(2) Rekrutmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART
serta peraturan perundang-undangan.
(3) Penetapan
atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (1a), dan ayat (2) dilakukan
dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan AD dan ART.
10. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga
Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Perselisihan
Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di
dalam AD dan ART.
(2) Penyelesaian
perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk
oleh Partai Politik.
(3) Susunan
mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian.
(4) Penyelesaian
perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari.
(5) Putusan
mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara
internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.
11. Ketentuan Pasal 33 ayat (1) diubah,
sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
(1) Dalam hal penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan
dilakukan melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan
tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah
Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak
gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah
Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di
kepaniteraan Mahkamah Agung.
12. Di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal
34 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b) serta ayat (4) diubah
sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
(1) Keuangan
Partai Politik bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Sumbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
(3) Bantuan
keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara
proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.
(3a) Bantuan
keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan untuk melaksanakan
pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat.
(3b) Pendidikan
Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan:
a. pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan
bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga
negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan
c. pengkaderan anggota Partai Politik secara
berjenjang dan berkelanjutan.
(4) Bantuan
keuangan dan laporan penggunaan bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan (3a) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
13. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35
disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34A
(1) Partai
Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan
pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (1) huruf c kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1
(satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
(2) Audit
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 3 (tiga) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.
(3) Hasil
audit atas laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Partai Politik paling lambat 1 (satu)
bulan setelah diaudit.
14. Ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf c
diubah, sehingga Pasal 35
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1) huruf b yang diterima Partai Politik berasal dari:
a. perseorangan
anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART;
b. perseorangan
bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan
c. perusahaan
dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh miliar
lima ratus juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1
(satu) tahun anggaran.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab,
serta kedaulatan dan kemandirian Partai Politik.
15.
Ketentuan
Pasal 39 diubah, sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
(1) Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan
secara transparan dan akuntabel.
(2) Pengelolaan keuangan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu)
tahun dan diumumkan secara periodik.
(3) Partai Politik wajib membuat laporan keuangan
untuk keperluan audit dana yang meliputi:
a. laporan realisasi anggaran Partai Politik;
b. laporan neraca; dan
c. laporan arus kas.
16.
Ketentuan
Pasal 45 diubah, sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
Pembubaran Partai Politik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh
Kementerian.
17. Ketentuan Pasal 47 ayat (1) diubah,
sehingga Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1)
dikenai sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran Partai Politik
sebagai badan hukum oleh Kementerian.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf h dikenai sanksi administratif berupa teguran
oleh Pemerintah.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf i dikenai sanksi administratif berupa penghentian
bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sampai laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf j dikenai sanksi administratif berupa teguran
oleh Komisi Pemilihan Umum.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif yang
ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan
martabat Partai Politik beserta anggotanya.
18. Ketentuan Pasal 51 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (4) diubah, ayat (3) dihapus, di antara ayat (1) dan ayat (2)
disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (1a), ayat (1b) dan ayat (1c), sehingga
Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(1)
Partai Politik yang telah disahkan
sebagai badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tetap
diakui keberadaannya dengan kewajiban melakukan penyesuaian menurut
Undang-Undang ini dengan mengikuti verifikasi.
(1a) Verifikasi Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan Partai Politik yang dibentuk setelah Undang-Undang ini
diundangkan, selesai paling lambat 2 ½ (dua setengah) tahun sebelum hari
pemungutan suara pemilihan umum.
(1b) Dalam hal Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak memenuhi syarat verifikasi, keberadaan Partai Politik tersebut
tetap diakui sampai dilantiknya anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota hasil Pemilihan Umum tahun 2014.
(1c) Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota dari Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) tetap
diakui keberadaannya sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sampai
akhir periode keanggotaannya.
(2) Perubahan AD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (4) huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf m wajib dipenuhi pada
kesempatan pertama diselenggarakan forum tertinggi pengambilan keputusan Partai
Politik sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Dihapus.
(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang
sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus sebelum
Undang-Undang ini diundangkan, penyelesaiannya diputus berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
(5) Perkara Partai Politik yang telah
didaftarkan ke pengadilan sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum
diproses, perkara dimaksud diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal 15
Januari 2011
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15
Januari 2011
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 8
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN
2008 TENTANG PARTAI POLITIK
I. UMUM
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, kemerdekaan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk
memperkuat semangat kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam
pembentukan Partai Politik sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem
politik Indonesia.
Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata
dan disempurnakan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna
mendukung sistem presidensiil yang efektif. Penataan dan penyempurnaan Partai
Politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu, Pertama, membentuk sikap dan perilaku Partai Politik yang terpola
atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip
dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukan dengan sikap dan perilaku Partai Politik
yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta
mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua, memaksimalkan fungsi Partai
Politik baik fungsi Partai Politik terhadap negara maupun fungsi Partai Politik
terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen
politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang
memiliki kemampuan di bidang politik
Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem
presidensiil, paling tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama,
mengkondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong
terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga,
mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel
dan keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat
masyarakat.
Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam penataan dan
penyempurnaan Partai Politik di Indonesia adalah persyaratan pembentukan Partai
Politik, persyaratan kepengurusan Partai Politik, perubahan AD dan ART,
rekrutmen dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan Partai Politik dan
kemandirian Partai Politik.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup
jelas.
Angka 2
Pasal 2
Cukup
jelas.
Angka 3
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
”mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,
dan tanda gambar Partai Politik lain” adalah memiliki kemiripan yang menonjol
dan menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan,
cara penulisan maupun kombinasi antara unsur-unsur yang terdapat dalam nama,
lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain.
Huruf c
Kota/kabupaten administratif
di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta kedudukannya setara dengan
kota/kabupaten di provinsi lain.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kantor
tetap” adalah kantor yang layak, milik sendiri, sewa, pinjam pakai, serta
mempunyai alamat tetap.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Angka 4
Pasal 4
Ayat (1)
Penelitian dan/atau verifikasi
Partai Politik dilakukan secara administratif dan periodik oleh Kementerian
bekerja sama dengan instansi terkait.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Angka 5
Pasal 5
Cukup
jelas.
Angka 6
Pasal 16
Cukup
jelas.
Angka 7
Pasal 19
Cukup
jelas.
Angka 8
Pasal 23
Cukup
jelas.
Angka 9
Pasal 29
Cukup
jelas.
Angka 10
Pasal 32
Ayat
(1).
Yang dimaksud dengan
“perselisihan Partai Politik” meliputi antara lain: (1) perselisihan yang
berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota Partai
Politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan;
(5) pertanggung jawaban keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadap keputusan
Partai Politik.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Angka 11
Pasal 33
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 34
Cukup
jelas.
Angka 13
Pasal 34A
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 35
Cukup
jelas.
Angka 15
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “akuntan
publik” adalah akuntan yang terdaftar dalam organisasi profesi Ikatan Akuntan
Indonesia.
Yang dimaksud dengan
“diumumkan secara periodik” adalah dipublikasikan setiap setahun sekali melalui
media massa.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Angka 16
Pasal 45
Cukup
jelas.
Angka 17
Pasal 47
Cukup
jelas.
Angka 18
Pasal 51
Cukup
jelas.
Pasal II
Cukup
jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5189
[1]Firman Firdhousi, Potret Parpol-Pasca Reformasi, Suar (Suara Redaksi Okezone) diunduh 18 Maret 2014.
[2] Rezkarezka, Hubungan Demokrasi dengan Partai Politik, 19
Desember 2012
[3] www.jimly.com.diunduh, Dinamika
Partai Politik dan Demokrasi, diunduh 17
Maret 2014.
[4] Robert Michels, Partai Politik: Kecenderungan Oligarkis dalam
Birokrasi, Penerbit Rajawali, Jakarta, 1984, hal.23.
[5] Yves Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in
Western Europe: Britain, France, Italy, Germany, third edition, Oxford
University Press, 1998, hal. 86.
[6] Ibid. hal. 7.
[7] Monica and Jean Charlot, ‘Les Groupes Politiques dans
leur Environement’ in J. Leca and M. Grawitz (eds.), Traite de Science
Politique, iii (Paris: PUF, 1985), 437; dalam Ibid., hal. 89.
[8]Miriam Budiardjo,
Pengantar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta,
2000, hal. 163-164.
[9] [9] Yves
Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in Western Europe: Britain,
France, Italy, Germany, third edition, Oxford University Press, 1998.
[11] Lihat Dawn Oliver, Constitutional Reform in the UK,
Oxford University Press, 2003, hal. 35.
0 komentar:
Posting Komentar