SEJARAH KABUPATEN AMBAL DAN DINAMIKA DAERAH “URUT SEWU”
(Sebuah Fakta Sejarah Yang Terabaikan)
Oleh:
Turiman Fachtuhrahman Nur
1.Sejarah Kabupaten Ambal Dalam Catatan “Fakta Sejarah” Yang Terabaikan
Saya (Penulis) bukanlah putra kelahiran asli Ambal, menulis
deskripsi fakta sejarah ini adalah saya
hanya sekedar urun rembug, tetapi saya tertarik dengan Kecamatan Ambal yang
unik, karena biyung (ibu) saya orang asli Ambal Jayan dan jawara yang
menyebrang ke Borneo (Desa Jawa Tengah Kec Sei Ambawang Kalimantan Barat),
yaitu Mbah Satirah Binti Dasuki keturunan Sutawijaya, Mbah ini yang jago
silat Mbah Khasan Gendon yang juga memiliki ilmu kanuragan ilmu alif atau ilmu
putih dan memang keilmuan ini sulit untuk dicerna akal sehat, tetapi nyata ada
satu pesan yang saya pegang hari ini ”jasad ini calon bangkai jangan dibela,
yang dibela itu qalbu yaitu kebersihan qalbu” makna jangan lihat casting atau
kulit luar tetapi kedalam. Beliau adalah salah satu gadis semasanya yang dibawa oleh tokoh Ambal Gondang Legi
yaitu K.H. Khasan Gendon ke tanah Borneo (Kal Bar) hanya dalam waktu 10 menit dengan “kapal” yang
diberikan oleh Gusti Allah SWT alias “tampak kaki”, saya adalah konsultan hukum
dan salah satu pembina pencak silat perguruan, atau menurut orang desa Gondang
Legi mbah Gimun dinamakan “kunto”, sedangkan di Kal Bar: namanya adalah
perguruan pencak silat “Wekasan Suprih
Ngudi Tunggal”. Tulisan ini awalnya bertujuan menulis riwayat hidup K.H
Khasan Gendon, tetapi dalam pemetaan ada sesuatu yang menarik dari Ambal.
Apalagi keluarga besar saya ada diwilayah itu, ternyata saat ini ada mimpi
besar masyarakat Ambal, agar menjadi sebuah Kabupaten Ambal seperti pernah
dirintis K.R.A.H.
Poerbanagara. Kabupaten
Ambal hanya berlangsung 44 tahun dari tahun 1828 – 1872.
Untuk mengapresiasi juga saya angkat
di dunia maya kesenian kepang pur di youtube ”Kesenian Kuda Lumping Ambal
Unik” 21 Februari 2015, yang terabaikan pembinaannya. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah Kabupaten Ambal ada dalam fakta sejarah,
jika ada kapan dan bagaimana deskripsinya dan bagaimana perjuangan rakyat untuk
mewujudkan harapan para leluhur agar bisa menjadi “Kabupaten Ambal”. Tulisan
ini adalah catatan sebulan penulis memetakan fakta sejarah lewat literatur dan
empirik wawancara dan mengamati dinamika kehidupan masyarakat Kecamatan Ambal
yang agak miris, tetapi juga ada setitik harapan cerah ternyata masih ada
penerus dan pejuang-pejuang yang mimpi besar agar Kabupaten Ambal terwujud,
tetapi sayang belum ada sinergisitas antar kecamatan dan desa di Kabupaten
Kebumen khususnya di wilayah “urut sewu” belum ada pemetaan yang komprehensif.
Dalam catatan sejarah Kabupaten Ambal
tak bisa dipisahkan dengan desa Ambal Resmi. Desa Ambal Resmi adalah
merupakan salah satu desa di kecamatan Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Dahulu
daerah ini merupakan sebuah kadipaten selama kurang lebih 3,5 tahun. Kesenian tradisional yang
khas daerah ini antara lain Kepang Pur (sejenis tarian kuda lumping ) lihat di youtube “Kesenian
Kuda Lumping Unik Ambal” dan Janeng (sejenis musik rebana).
Makanan khas yang terkenal dari
daerah ini adalah Sate Ambal.
Budaya lainnya adalah Enthak-Enthik (diadakan
setiap bulan Maulid) dan Sabanan (diadakan setiap bulan Saban).
Hampir semua budaya di daerah ini
berhubungan dengan laut, karena Ambal terletak di daerah Urut Sewu (bibir pantai samudera Hindia). Idul Fitri di Ambal di
rayakan selama hampir 2 minggu. Lomba pacuan kuda diadakan setiap tahun
(terutama saat Idul Fitri).
Wisata yang ada di daerah ini berupa wisata laut, pasar malam, hiburan
ketoprak, dll.masih ada lagi makanan khas nya yaitu emping melinjo yang renyah
dan gurih.. Selain Kapung Wetan, di Ambalresmi
juga pedukuhan lain seperti Kapung Kulon, Alun-alun, Kebonan dan Manisjangan.
Ada dua pemakaman besar yang cukup angker disebelah timur namanya Kranji dan di
barat nama makamnya adalah Kalijo.
Orang Ambal menyebut makam adalah "stono". Sebelum JLSS (jalur
lintas selatan selatan) dibuka, Ambalresmi
termasuk daerah yang terisolir. Jembatan Rowo dan Lukulo dibangun menjadikan
jalan Daendels menjadi ramai, apalagi setiap Lebaran menjadi tambah ramai.
Terakhir jalan tersebut menjadi jalan alternatif karena Jalur Purworejo Kebumen
putus karena meluapnya sungai Butuh, Prembun, Kutoarjo.
Pusat pemerintahan Ambalresmi bergeser setiap ada
pergantian Kepala desa. Kapung Wetan yang letaknya di barat laut pasar Ambal menjadikan daerah paling
favorit untuk dikunjungi. Konon dulu kabarnya banyak pendatang dari Mataram
yang menetap di Ambalresmi, bahkan termasuk pada jamannya Diponegoro. Di salah
satu bekas rumah dinas Bupati masih dijumpai peninggalan-peninggalan Mataram.
Ambalresmi juga menyimpan banyak pesona
lainnya. Pantainya yang indah, gumuk pasir berjajar sepanjang pantai, menambah
asrinya kawasan ini. Sate, emping melinjon dan emping budin, rempeyek undur
undur pacuan kuda dan pantai menjadi sajian khas Ambalresmi.
Potensi wisata begitu dahsyatnya
mustinya dikelola dengan tepat. Pantai masih cukup gersang jika ditanami cemara
udang ataupun pohon lain seperti ketapang boto dll pasti akan lebih adem.
jalanan yang disana-sini rusak juga perlu perbaikan serius. Namun yang paling
utama Bupati bekerja bersama tokoh masyarakat harus membuat grand design pantai Ambal mau dibawa kemana. Kalau
perlu rencana besar jangka panjang. 30 tahun yang akan datang. Tentu tujuan
akhirnya untuk kesejahteraan bersama
Dalam catatan fakta sejarah Ambal- Kebumen dulu pernah menjadi pusat pemerintahan kabupaten. Ceritanya
begini: Pada masa perang Diponegoro, Ambal dan pantai pesisir selatan,
yang dikenal dengan Urut Sewu,
dikuasai berandalan kejam dan menakutkan bernama Puja atau Gamawijaya. Dia sangat terkenal
hingga warga mulai dari Karangbolong hingga Kesultanan Yogyakarta mendengar
namanya.
Untuk menumpasnya pemerintah
kolonial Belanda mengadakan sayembara yang isinya: barang siapa yang mampu
menangkap Puja akan mendapat hadiah besar. Ternyata tidak ada yang berani
mengikuti sayembara itu.
Pada zaman perang Diponegoro itu, Semedi, putra dari selir Hamengku
Buwono III, mengungsi ke Kedu. Pangkatnya naik dari ordenans menjadi kolektur di Kebumen dengan nama Raden Ngabehi
Mangunprawira. Dia pemberani, dan berniat mengikuti sayembara itu. Dia
kemudian berbicara dengan Lurah Desa Sijeruk, Wargantaka dan putranya
Andaga. Wargantaka dan Puja adalah saudara seperguruan. Mereka sama-sama
berguru pada Gamawikangka.
Berkat kerjasama itu, rahasia kekuatan dan kelemahan Puja akhirnya bisa
diketahui Mangunprawira. Wargantaka mendukung Mangunprawira menumpas penjahat
tersebut. Puja pun terbunuh. Mangunprawira
dipromosikan menjadi Bupati Ambal seumur hidup, dengan nama K.R.A.H. Poerbanagara. Kabupaten Ambal hanya berlangsung 44 tahun
dari tahun 1828 – 1872.
2.Bagaimana Diponegoro sampai di daerah “urut
sewu” atau pantai selatan Ambal?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita
harus menelusuri fakta sejarah perang Diponegoro
terlebih dahulu. Perang Diponegoro
dimulai pada tanggal 20 Juli 1825. Perlawanan rakyat yang gagah berani di Tegalrejo disambut oleh
masyarakat luas di luar daerah tersebut.
Diponegoro Pengikut Pangeran kian hari kian banyak. Hal ini
mengakibatkan Belanda semakin takut, terlebih setelah bergabungnya Kyai Maja,
seorang ulama besar dari Maja (sebuah tempat di sebelah Barat Laut Surakarta).
Kyai Maja kemudian menjadi penasehat Pangeran Diponegoro. Beliau wafat dalam pembuangan di Minahasa pada tanggal 20 Desember 1849 setelah sebelumnya dapat ditangkap
oleh Belanda melalui muslihat liciknya.
Kyai Maja ditangkap bersama putranya yang
bernama Kyai Gazali, dan seorang saudara Beliau yang bernama Embah Sepuh
Baderan. Selain Kyai Maja, pasukan Pangeran Diponogoro diperkuat oleh Sentot
alias Alibasah Abdul Mustafa Prawiradirja.
Sentot adalah cucu dari Sultan Hamengku
Buwana I (dari jalur Ibu). Ayah Sentot bernama Raden Rangga Prawiradirja III,
tewas dalam pertempuran karena menentang Gubernur Jenderal Daendels (Belanda).
Keberanin Sentot sangat diakui Belanda. Hal
ini dibuktikan dalam salah satu surat Belanda. Sentot ditangkap dengan akal
licik Belanda pada tanggal 24 Oktober 1829 di Yogyakarta, lalu ia dibawa ke Jakarta dan kemudian
diasingkan di Bengkulu. Sentot wafat dalam pembuangan di Bengkulu pada tanggal 17 April 1855, kira-kira pukul 10 malam dalam usia
kurang lebih 47 tahun.
Pangeran Diponegoro menggunakan strategi perang gerilya. Taktik ini
membuat Belanda semakin gentar karena kemenangan besar selalu diperoleh
Pangeran Diponogoro dan pasukannya. Dengan akal liciknya, Belanda kemudian
berhasil menghasut Pemerintahan Kraton pada saat itu dengan menyebarkan berita
bahwa Pangeran Dipanegara adalah penghianat dan pemberontak.
Beberapa Tokoh pembesar di kraton yang silau dengan iming-iming Belanda
pun makin membuat sukses akal Belanda dalam mengalahkan Pangeran Diponegoro.
Akhirnya karena situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan, Pangeran
Diponegoro beserta pasukannya meninggalkan Mataram menuju ke arah barat.
2.1.Long
March Pangeran Diponegoro dan Daerah Urut Sewu
Untuk membangkitkan semangat juang rakyat di berbagai
penjuru, Pangeran Diponogoro mengadakan
perjalanan dimulai dari kaki gunung Merapi sampai ke Pedalaman Banyumas. Dari
Pekalongan utara, sampai ke pesisir selatan Bagelen.
2.1.1.
Pos–Pos Pertahanan Pangeran Diponogoro di
Medan Pertempuran Barat
Dalam melakukan pertempuran, Pangeran Diponogoro selalu berpindah-pindah dan mendirikan pos-pos
pertahanan. Beliau menggunakan wilayah di Jalur Selatan sebagai petahanan utama
karena di daerah itu banyak sekali kekuatan Belanda yang akan digunakan untuk
membantu pasukan lain di sebelah timur. Dengan mematahkan kekuatan dari barat,
kekuatan Belanda di timur (Mataram) akan mudah dikalahkan oleh pasukan yang
berada di pos-pos pasukan Dipanogoro di sana.
Pertahanan Pangeran Diponegoro di medan barat antara lain di Pekeongan, Kemit, Panjer, Merden, Ambal, Ngaran
(Ungaran), Telaga (Wawar; Mirit), Gunung Persada, Linggis, Cengkawak,
Kalibawang dan lain-lain.
Ketika Belanda yang mengetahui adanya kekuatan pasukan
Pangeran Diponogoro di
daerah tersebut, segera mendirikan pula pos-pos tandingan di daerah yang sama.
Belanda membangun pos pertahanan tandingan di Pekeongan, Kemit dan Panjer
(selesai 16
Juli 1828), di Merden (selesai 1 Agustus 1828).
Dalam musim kemarau tahun 1828
dapat dikatakan di hampir seluruh daerah pertahanan Pangeran Dipanogoro telah berdiri pos pertahanan
tandingan milik Belanda.
Selain mendirikan pos-pos tandingan, Belanda juga
menggertak rakyat dengan membakar desa-desa yang dicurigai mendukung pejuangan
Pangeran Diponegoro.
Di desa Wanakrama, Belanda melakukan perampasan terhadap ternak rakyat.
Daerah gerilya pasukan Pangeran Diponegoro
yang sangat terkenal kuat dan aktif oleh Belanda adalah di daerah Grogol.
Perlawanan di daerah ini dipimpin oleh Dipanegara Anom (putra Pangeran Diponegoro), Imam Musbah, Mas Lurah,
Pangeran Sumanegara, Pangeran Dipakusuma dan lain-lain. Dikarenakan begitu kuatnya
pasukan Pangeran Dipanegoro di
Grogol, akhirnya atas perintah Jenderal De Kock, pasukan Belanda di bawah
pimpinan Mayor Van Gazen yang berada di pertahanan Bantulkarang dan
pasukan pimpinan Letnan Kolonel Le Bron De Vexela yang berada di Kembangarum
digerakkan menuju Grogol membantu Letnan Kolonel Ledel beserta pasukannya yang
sebelumnya telah berada di daerah tersebut.
Belanda juga menggunakan pembesar-pembesar yang
dianggap berpengaruh di daerah tersebut untuk membantu menyerang kekuatan
Dipanegoro dan menghasut rakyatnya. Pembesar – pembesar tersebut antara
lain Tumenggung Sindunegara
(kemudian menjadi Bupati Roma) dan Tumenggung Arungbinang (Bupati
Kebumen).
Pada tanggal 7
November 1828 Perlawanan rakyat di daerah Kemukus berkobar
hebat. Sepasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Mess mencoba menggempur
pasukan Dipanegoro di bawah pimpinan Tumenggung Mertanegara. Pasukan Kapten
Mess dikepung oleh Pasukan Tumenggung Mertanegara. Kapten Mess beserta pasukan
Belanda yang berhasil lolos dari kepungan di desa Kemukus tersebut berlarian
menuju Banyumas. Kedudukan Belanda di Banyumas pun terancam. Pada pertempuran
tersebut Pangeran Dipanegara berkedudukan di Karangduwur.
2.1.2
Periode Perundingan
Pada tanggal 31
Oktober 1828 diadakanlah perundingan antara pihak Pangeran Diponegoro yang
diwakili oleh Kyai Maja dengan pihak Belanda di Mlangi. Perundingan tersebut
gagal dan dilanjutkan perundingan yang kedua pada tanggal 5 November 1828 dimana pihak Belanda
diwakili oleh Letnan Roeps, Letnan Kolonel Wiranegara, ulama-ulama dan patih-patih
dari Yogyakarta dan Surakarta.
Perundingan dilakukan di daerah Pengasih. Perundingan
ini pun gagal karena Kyai Maja tidak mendapat kekuasaan yang penuh dari
Pangeran Dipanegoro. Dalam
perundingan inilah, Kyai Maja ditangkap oleh Belanda. Ikut tertangkap pula kyai
Tuku Maja, Kyai Baderan, Kyai Kasan Besari (kakak Kyai Maja), Pati Urawan,
Tumenggung Pajang dan lain-lain. Belanda juga berhasil melucuti 50 laras
senapan dan kurang lebih 300 pucuk tombak dari pasukan Kyai Maja yang ikut
dalam perundingan tersebut. Kyai Maja dan tawanan lain kemudian diserahkan
langsung kepada Jenderal De Kock di Klaten yang sengaja mengawasi langsung
perundingan tersebut.
Setelah berbagai perundingan mengalami kegagalan, maka
pada tanggal 10 April 1829
petempuran antara pasukan Diponegoro dan Belanda dimulai
kembali. Untuk mempersempit gerak pasukan Diponegoro, pertahanan pasukan
Belanda yang tadinya berada di Kalibawang, dimajukan ke desa Wadas.
Pasukan Belanda dipimpin oleh Kolonel Chocius, Overste
Sollewijn, dan Mayor van Spengler. Pada saat itu posisi Pangeran Diponegoro berada
di daerah Gowong. Pasukan Diponegoro D di bawah pimpinan
Pangeran Sumanegara berusaha menyerang Grogol yang pada waktu itu telah behasil
direbut Belanda. Pertempuran pada kurun tahun ini sangat luar biasa hingga
Belanda mendatangkan bala bantuan dari luar Jawa seperti : Menado, Ambon, dan
lain – lain. Semua didatangkan ke daerah pertempuran di barat.
2.1.3.Dukungan
Kabupaten Roma (sekarang Kab KarangAnyar)
terhadap Diponegoro
Pada saat terjadinya perang Diponogoro,
Raden Tumenggung Kertanegara IV selaku bupati Roma saat itu bersama warganya
ikut mendukung Pangeran Diponogoro. Kertanegara IV
kemudian diberi gelar Senopati Banyakwide oleh Pangeran Diponogoro.
Pada tanggal 18
April 1829 Tumenggung Banyakwide tertangkap oleh Mayor Buschkens
di Kemit. Meskipun Bupati Roma IV ini tertangkap oleh Belanda,
perlawanan rakyat Roma terus berlangsung. Bahkan pasukan Belanda secara
sekonyong-konyong diserang oleh pasukan rakyat di desa Candi.
Penyerangan mendadak ini mengakibatkan jatuhnya korban
dipihak Belanda, sehingga desa Candi pun kemudian dibumihanguskan Belanda
sebagai wujud kemarahan mereka, sekaligus untuk memberi peringatan pada rakyat
yang mendukung Diponegoro.
Pada tanggal 31
Mei 1829 pertahanan Belanda di Merden diserang oleh pasukan Diponoegoro di bawah pimpinan Kertapengalasan,
Jayasenderga dan lain-lain. Belanda pun memperkuat pertahanan di kawasan
selatan dimulai dari Kemiri, Bayam, Bandong, Glagah, Linggis, Wawar
(Mirit), dan Petanahan.
Pada tanggal 14
Oktober 1829 sepasukan
patroli Belanda yang dipimpin oleh Mayor Dudzeele menangkap Kanjeng Ratu Ageng
(Ibu Pangeran Dipanegara) dan RA. Mertanegara (putri Sentot Prawiradirja yang
menjadi isteri Basah Mertanegara) di daerah Karangwuni, timur Kretek (sekarang masuk
dalam wilayah kecamatan Rawakele).Peristiwa ini dilanjutkan dengan Perundingan
Sentot Prawiradirja di Imogiri pada tanggal 17
Oktober 1829 yang berakhir dengan pernyataan Sentot untuk
mengakhiri perlawanan terhadap Belanda.
Petempuran yang berlangsung lama dan berbagai tekanan
terhadap beberapa pimpinan pasukan Pangeran Diponegoro ternyata
mengakibatkan semakin berkurangnya kekuatan Dipanegara. Banyaknya tokoh yang
menyerah kepada Belanda seperti : Pangeran Aria Suriakusuma (pada tanggal 1 November 1829) dan Kertapengalasan
(pada pertengahan November 1829), Tumenggung Kasan Munadi dan lain-lain,
digunakan Belanda untuk berhubungan dengan Diponegoro.
Pada suatu ketika pernah pula terjadi pertempuran di
tepi jurang. Pasukan Pangeran Diponegoro disergap oleh
Belanda. Bahkan Belanda berhasil merampas beberapa ekor kuda pasukan Dipanegara.
Pangeran Dipanegara beserta beberapa kawannya berhasil meloloskan diri.
Pangeran Dipanegara sempat jatuh sakit dan dirawat di hutan Bulugantung.
Beliau ditemani pengikut setianya bernama Rata dan
Bantengwareng. Setelah sembuh, Beliau melanjutkan perjuangannya kembali.
Sesampainya di hutan Laban, Pangeran Diponegoro kembali jatuh sakit.
Bahkan tergolong lebih keras dari sakitnya yang sudah-sudah. Setelah sembuh,
Beliau kembali melanjutkan perjuangannya di desa Kejawan. Di daerah tersebut
Pangeran Diponegoro
mengadakan perundingan dengan pemimpin-pemimpin pasukan yang masih setia.
Mereka datang dari Mataram antara lain: Mas Pengulu, Kyai Mlangi, Haji Imam
Raji dan lain-lain.
Belanda dibuat panik dengan berita keberadaan Pangeran
Diponogoro di
berbagai tempat. Patroli pun lebih giat dilakukan. Pada tanggal 8 Januari 1830 Pangeran Dipakusuma
(putra Pangeran Diponegoro) berhasil ditangkap
Belanda. Dilanjutkan pada tanggal 18 Januari 1830 Patih
Danuredja (Patih Perjuangan Pangeran Diponogoro yang diangkat oleh rakyat) menyerahkan diri.
Peristiwa beruntun ini semakin melemahkan kekuatan perjuangan pasukan Pangeran Diponogoro.
2.1.4.Pertemuan
Pertama Pihak Belanda dengan Pangeran Diponegoro
Pada tanggal 16
Februari 1830, terjadilah petemuan yang pertama antara Pangeran
Dipanegara dan wakil tentara Belanda yakni Kolonel Cleerens (mewakili Jenderal
de Kock yang sedang berada di Batavia) di desa Roma Kamal, di
sebelah utara Roma Jatinegara. Pangeran Diponegoro berada di Roma Kamal
bersama Kyai Mohammad Syafi’i, penasehat Pangeran Diponegoro pasca penangkapan
Kyai Maja. Kyai Mohammad Syafi’i sendiri adalah adik ipar Pangeran Diponegoro (ia menikah dengan BRA. Maryam, adik Pangeran Diponegoro).
Pangeran Diponegoro menolak mengadakan
perundingan dengan Kolonel Cleerens karena Beliau menganggap Kolonel tersebut
tidak setingkat dengan Pangeran Dipanegoro sebagai pemimpin perang. Pangeran Diponegoro
kemudian berpindah tempat di desa Kejawang, utara Soka, menunggu
Jenderal De Kock kembali dari Batavia.
Pada tanggal 17
Februari 1830 untuk
kedua kalinya Kolonel Cleerens menemui Pangeran Diponegoro. Kali ini Beliau
ditemui di desa Kejawang. Dengan alasan yang disampaikan Kolonel Cleerens
akhirnya Pangeran Diponegoro bersedia mengadakan
perundingan dengan Jenderal De Kock di Magelang. Pangeran Diponegoro
pun berangkat dari desa Kejawang beserta rombongan menuju Magelang.
2.1.5.Penangkapan
Pangeran Diponegoro
Di sepanjang jalan menuju Magelang, Pangeran Diponegoro disambut hikmat oleh dan hormat oleh rakyat.
Pada tanggal 25 Februari 1830
Jenderal De Kock tergesa – gesa meninggalkan Batavia setelah mendengar kabar
bahwa Kolonel Cleerens berhasil mengadakan perjanjian perundingan dengan
Pangeran Diponegoro.
Pada tanggal 8
Maret 1830 jam 12 Siang betepatan di bulan Ramadhan, Pangeran
Dipanegara bersama rombongan kurang lebih 800 orang memasuki kota Magelang.
Beliau disambut dengan upacara kehormatan oleh Jenderal De Kock beserta
opsir-opsir Belanda seperti : Kolonel Cochius, Letnan Kolonel Roest dan
lain-lain. Jenderal De Kock juga mempersembahkan kuda tunggangan yang bagus
sekali kepada Pangeran Diponegoro sebagai tipu
muslihat. Sebelum kedatangan Pangeran Diponegoro di Magelang, ternyata Belanda telah menyebarkan
berita palsu bahwa kepada rakyat bahwa kedatangan Pangeran Diponegoro bukan untuk berunding melainkan untuk
meyerahkan diri.
Kuda tunggangan pemberian Jenderal De Kock diserahkan
oleh Tumenggung Mangunkusuma sebagai tanda persahabatan. Esok paginya Pangeran Diponegoro diberi
uang F 5000 untuk membeli barang-barang keperluan Beliau. Belanda juga
mengirimkan lagi dua ekor kuda tunggangan Pangeran Diponegoro yang berhasil ditangkap ketika peperangan.
Pangeran Dipanegoro dan putra-putranya juga diberi kain laken untuk pakaian.
Untuk biaya-biaya selama bulan puasa Belanda memberikan uang lagi sebesar f
5000.
Perundingan akhirnya dilaksanakan pada hari Minggu
tanggal 28 Maret 1830 (2
Syawal Tahun Jimawal 1758). Pangeran Dipanegoro
datang berkuda diiringi oleh beberapa putera Beliau, pengikut-pengikut setia
dan sekitar 100 pasukan bersenjata pada pukul setengah delapan pagi. Pangeran Diponoeoro
disambut oleh Jenderal De Kock.
Beliau bersama dengan Dipanegoro Muda (putra Beliau), RM. Jonad (putra Beliau), RM. Raab
(putra Beliau), Basah Mertanegara dan Kyai Badaruddin. Pihak Belanda diwakili
oleh jenderal De Kock, Residen Valck, Letnan Kolonel Roest, Mayor Ajudan De
Stuers dan Kapten Roeps sebagai juru bahasa. Perundingan dilakukan di kamar
kerja Jenderal De Kock. Letnan Kolonel yang lain mengawasi perundingan di kamar
yang lain.
Inti dari Perundingan adalah Pangeran Diponegoro tidak pernah sedikit pun berubah tekad untuk
mendirikan negara merdeka di bawah pimpinan seorang pemimpin dan mengatur agama
Islam di pulau Jawa.
Pangeran Diponegoro yang tadinya berniat
kembali di kediaman Beliau di Meteseh dan akan melanjutkan perundingan keesokan
harinya akhirnya ditangkap Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Du Perron
pada pukul sepuluh pagi.
Tempat perundingan yang telah dikepung oleh Belanda
membuat pasukan Dipanegoro tidak berdaya. Pangeran Diponegoro kemudian dimasukkan ke dalam kereta Residen
yang sudah disiapkan. Beliau kemudian secepatnya dibawa keluar dari Magelang
menuju ke Ungaran dengan pengawalan pasukan yang dipimpin oleh Mayor Ajudan De
Stuers dan Kapten Roeps. Dari benteng Belanda di Ungaran, Pangeran Diponegoro segera
dibawa ke Semarang dan kemudian diangkut dengan kapal ke Batavia. Dari Batavia
Beliau kemudian dibawa ke Makasar di Benteng Ujung Pandang. Akhirnya setelah
menjadi tawanan yang terkurung di dalam Benteng Ujung Pandang selama 25 tahun
lamanya, pada tanggal 8 Januari 1855
Pangeran Diponegoro wafat pada usia
70 tahun.
Berikut salinan laporan berita kematian Pangeran
Dipanegoro yang ditulis oleh pemerintah Belanda dalam Proses Verbal:
2.1.6. Fakta Sejarah
Proses Verbal Pangeran Diponegoro
Pada hari ini,tanggal delapan
Januari seribu delapan ratus lima puluh lima, kami yang bertanda tangan di
bawah ini telah pergi bersama-sama keruangan yang terletak di dalam Fort
Rotterdam dan dipergunakan untuk tempat tinggal tawanan negara Pangeran
Dipanegara dan keluarga serta pengiringnya dan mendapati bahwa tawanan negara
tersebut pada pagi hari ini pukul setengah tujuh telah wafat dan menurut
pendapat perwira kesehatan yang juga menjadi panitia ini kewafatan itu
disebabkan berkurangnya kekuatan akibat usia yang lanjut.
Demikian dibuat dalam rangkap empat untuk dipergunakan
dimana perlu.
Anggota-anggota
panitia
(tt.)
J.G. CRUDELBACH
Assisten – residen dan magistraat,
J. LION, mayoor – infanteri,
F.A.M. SCHMITZ, perwira kesehatan kelas satu.
(tt.)
J.G. CRUDELBACH
Assisten – residen dan magistraat,
J. LION, mayoor – infanteri,
F.A.M. SCHMITZ, perwira kesehatan kelas satu.
Pada hari itu juga, atas permintaan Pangeran Diponegoro sebelum Beliau wafat, jenazahnya dimakamkan di
kampung Melayu di kota Makasar. Isteri Beliau beserta putra – putranya antara
lain RM Kindar (25 tahun) dan M. Dul Kalbi (20 tahun) memutuskan untuk tidak
pulang ke Jawa. Di kota Makasar, pangeran Diponegoro meninggalkan seorang isteri bernama
Ratnaningsih dan tujuh orang anak. Mereka kemudian diberi tanah dan rumah oleh
Pemerintah Belanda.
Setelah Pangeran Diponegoro dapat
ditangkap, maka tersingkirlah ganjalan penting pemerintahan kolonial. Ini kita
mengerti, karena perang yang sudah berlangsung lima tahun telah menyedot biaya
besar. Maka yang harus segera menyusul adalah pemberlakuan trantib.
2.1.7.Pasukan
dan Pengikut setia Diponegoro masih leluasa bergerak dan Kabupaten Kebumen.
Itulah yang membuat Belanda
menempatkan dua bupati, yaitu untuk
Kabupaten Puworejo dan Kabupaten Kebumen.
Batas daerah Purworejo dan Yogyakarta adalah Pegunungan Menoreh, tanpa jalan
sebagai sarana perhubungan, kecuali di bagian selatan dekat laut, daerah Urutsewu, yang masih merupakan
bagian dari daerah Kasultanan Yogyakarta.
Kabupaten
Kebumen di sisi selatan berbatasan juga dengan Urutsewu, dan barat dengan Kabupaten
Roma yang masuk Kasultanan Yogyakarta. Batasnya sangat tajam karena berupa
sungai, K.Lukulo. Bupati Purworejo ialah KRAA Tjokronegoro I sedang Bupati Kebumen KRAA Aroeng Binang I,
dua-duanya diambil Belanda dari Surakarta.
Jika kita bertanya dari nama Purworejo kita dapat menyimpulkan bahwa
kota itu baru, maknanya “yang paling dulu makmur”. Belanda membangun kota itu
pada awal mereka menata keprajaan daerah Kedu Selatan bagian timur dan
Purworejo dijadikan ibukota Keresidenan Bagelen.
Itulah saat Bagelan muncul sebagai
nama tempat kedudukan pemerintahan.
Pada tahun 1901 Keresidenan Bagelen
dihapus, dan Kabupaen Purworejo disatukan dengan daerah Kabupaten Wonosobo yang ada di utaranya. Kota Wonosobo juga
dibangun Belanda di tempat yang bernama Ledok, semacam lembah, karena
sekitarnya tinggi. Berapa pengamat menyatakan,bahwa lingkungan yang umumnya berlereng curam itu
rentan longsor dan pernah ada sepetak hutan yang bergerak. Dari sana muncul
kata wanasaba, hutan melanglang. Karena Belanda menempatkan di sana
pejabat yang berasal yang dikuasai—boleh jadi dari Solo sama halnya dengan
Purworejo—dengan sendirinya kota itu lalu disebut Wonosobo. Maka terbentuklah
Keresidenen Kedu dengan ibukota Magelang.
Bentuk Keresidenan Kedu tampak aneh
dan tidak ada jalan penghubung Purworejo dengan Ibukota Magelang. Bentuk itu
tak lain adalah hasil “bagi-bagi daerah” dengan pihak yang ketika itu masih
perlu diperhitungkan, Sultan Yogyakarta.
Baru sekitar tahun 1920-an,
jalan penghubung Purworejo-Magelang terwujud, setelah bagian tanjakan yang sangat
tajam dapat diatasi dan sekarang dikenal dengan nama Margoyoso. Jalan besar lintas selatan menuju Yogyakarta lewat Wates
rampung setelah jembatan baru melintasi Kali Bogowonto di dekat Cangkrep
dibangun. Itu terjadi setelah 1930, pengamat sejarah menyatakan, bahwa hal ini
adalah karya insinyur Roosseno
Soerjohadikoesoemo, salah seorang insinyur sipil Indonesia lulusan awal TH
Bandung, Ia juga yang merencanakan jembatan Kali Serayu yang jauh lebih
panjang. Sebelum jembatan Cangkrep ada, untuk menuju ke Yogyakarta dari Kedu
Selatan, orang harus menyeberangi Kali Bogowonto dengan rakit di dekat
Purwodadi.
Pada zaman Perang Diponegoro, di barat Kebumen terdapat
Kabupaten Roma dengan pusatnya di Jatinegara yang letaknya seperti telah
disinggung di atas, di tempat pasar Gombong. Kata “roma'” berasal dari bahasa
Sunda reuma, yang artinya ladang setelah hutan asli ditebang. Tak
perlu heran kita, dari segi sejarah, daerah Roma yang semula Reuma masuk ke
“barat”. Karena yang berkuasa dari “timur”, Mataram, maka nama Roma diucapkan
“Romo”. Kabupaten (semula Kadipaten) Roma dibentuk pada tahun 1553 sebagai hasil
penggabungan dua kadipaten, Kadipaten Pucang dengan pusatnya di timur Gombong
dan Kadipaten Kaleng yang daerahnya di tepi pantai selatan. Nama Pucang kini
hanya dikenal penduduk setempat; dan yang ada sekarang Desa Kedungpuji.
Pada saat perang meletus, Bupati
Roma dijabat K.R.T. Kertanegara IV (atau Kertonegoro jika kita menggunakan
logat Timur). Bupati dengan rakyatnya berpihak pada Pangeran dan oleh Pangeran
diangkat jadi senopati (panglima) dengan nama Banyak Widé.
Dalam perkembangan selanjutnya, Bupati Banyak Wide disertai isteri bergerilya
dengan berkuda di daerah Banyumas. Akhirnya mereka tertangkap Belanda dan
diasingkan ke Ternate. Karena usia bertambah dan makin rentan, keluarga Banyak
Wide mengajukan permohonan agar yang bersangkutan dapat kembali ke Jawa, dan
diizinkan untuk bertempat tinggal di Pejagoan di barat Kebumen, di seberang Kali Lukulo. Ketika meninggal,
jenazah dimakamkan di Pekuncen di utara Gombong.
Setelah Bupati Banyak Wide
tersingkir, Belanda mengangkat R.T. Sindoenegoro, bupati nayaka dari Yogyakarta
untuk mengurus pemerintahan daerah Roma. Agar kewenanganya lebih luas, bupati
diberi pangkat militer mayor. Pergolakan yang terus terjadi membuat Bupati R.T.
Sindoenegoro keplayu (kabur atau 'hengkang', istilah Jepang
dari zaman pendudukan) dan kembali ke Yogya.
3.Fakta Sejarah Kabupaten Ambal Priode
1830-1872 (44 Tahun)
Belanda memang tidak berdiam diri,
tetapi terus melangkah. Selain Kabupaten Roma, atas dasar pertimbangan luas
daerah Kedu Selatan di luar Purworejo dan Kebumen—yang
dinilai sudah bisa dikelola—kemudian dibentuk
Kabupaten Ambal yang mencakup daerah
Urutsewu.
Bentuk daerah kabupaten ini memang
aneh, memanjang lebih dari 60 kilometer dengan lebar tak seberapa. Aneh bentuk
tidak berarti justru baik dipandang dari segi lain, yaitu kepemerintahan. Oleh
sebab itu, pusatnya, ibukota, ditempat di tengah, bagian yang agak lebar,
berseberangan dengan Petanahan yang
telah disinggung di atas.
Selain masalah tenaga dan asal calon
pejabat, ada gunanya kita mengetahui sejarah daerah yang bersangkutan. Sri
Sultan berpendapat bahwa orang yang akan ditempatkan sebagai pimpinan kedua
daerah itu sebaiknya R.M. Abdoeldjalil
alias R.M. Djojoprono dan R.M.
Semedi alias R.M. Mangoenprawiro. Kedua-duanya masih dalam tahanan. Belanda
dapat menyetujuinya, tetapi sebelumnya mereka harus dijinakkan dan dipersiapkan
untuk tugas mereka.
Dengan istilah Inggris
sekarang, debriefed dan conditioned. Mereka
kemudian di”titipkan” pada bupati yang bertugas dalam kepemerintahan kolonial:
R.M Mangoenprawiro diserahkan kepada Bupati Magelang, R. Adipati Danoeningrat,
dan R.M. Djojoprono diserahkan kapada Bupati Purworejo, R. Adipati Tjokronegoro
I. Yang penting, mereka jangan sampai menjalin hubungan dengan orang banyak.
Setelah kelihatan dapat memenuhi apa
yang diharapkan, R.M. Mangoenprawiro jadi pembantu kolektur (hulpcollecteur,
pengumpul pajak) di Muntilan, dan R.M. Djojoprono jadi anggota Landraad (Pengadilan
Negeri) Purworejo.
Setelah dinilai ada kemajuan,
jabatannya naik. R.M. Mangoenprawiro jadi collecteur di Kebumen, di
bawah pengawasn Bupati Kebumen, R.
Adipati Aroeng Binang I, sedang R.M.Djojoprono ketika jabatan beskal (fiscaal,
sekarang jaksa) lowong, diangkat untuk menduduki tempat itu..
Pascaperang, Kabupaten Roma masih
tetap masuk wilayah Kasultanan Yogya, dengan pengawasan Belanda. Pimpinan
pemerintahan umum adalah R.T.Sindoenegoro dibantu oleh Bupati Anom R.T.
Koesoemoredjo yang mengurus pembangunan kembali desa yang rusak sebagai akibat
perang dan perpajakan.
Sekitar tahun 1839, di daerah Roma dan Ambal timbul huru-hara. Siapakah yang
ada di belakangya? Tentu saja para mantan pengikut Pangeran Diponegoro. Sampai-sampai para bupati
hengkang lagi. Agar trantib terjamin, Sri Sultan mengusulkan, bupati dua daerah
itu dijabat oleh mantan pengikut Pangeran. Setelah para pemimpin gerakan
tertangkap, R.M. Mangoenprawiro
dijadikan wakil bupati di Ambal dan R.M. Djojoprono jadi wakil bupati di
Roma. Karena dua daerah itu jadi aman, kedua orang itu selanjutnya ditetapkan
jadi Bupati, R.M. Djojoprono untuk Kabupaten Roma dengan nama KRMAA
Djojodiningrat dan R.M. Magoenprawiro
dengan namaa KRMAA Poerbonegoro untuk Kabupaten Ambal. Kedekatan dua mantan
ajudan Pangeran itu ternyata terus berlangsung. Dalam perkembangan sejarah,
kawin-mawin terjadi di antara keturunan kedua-duanya sejak peringkat cucu.
Mereka memerintah hingga saat mereka
mundur, setelah melewati masa penuh gejolak. Bupati Karanganyar Djojodiningrat
mengundurkan diri pada tahun 1868,
karena hubungannya dengan asisten residen tidak lagi seperti semestinya, dan Bupati Ambal Poerbonegoro bertugas
hingga wafat pada 7 Maret 1871.
Maret tahun 1872, Kabupaten Ambal dihapus, disowak, afgeschaft,
Pendopo dengan empat 'soko guru', tiang utamanya yang terbuat dari kayu jati
mitu-tinggi yang sangat langka dipindah ke rumah kediaman Bupati Karanganyar. Bupati Poerbonegoro sempat memperoleh
penghargaan bintang emas, dan barangnya kini disimpan oleh keturunannya.
Sejarah Kedu Selatan mengenal dua
tokoh itu sebagai tonggak awal 'aturan main baru'. Merekalah yang jadi
jembatani masa peralihan, dari yang semula daerah kasultanan kemudian berubah
jadi daerah 'gubermen' seperti daerah yang lain.
Upaya pemerintahan Hindia Belanda
dalam memutus ikatan antara pimpinan dan rakyat di dua daerah kabupaten baru
itu tidak setengah-setengah Bagi keturunan dua bupati itu tidak lagi ada
kesempatan untuk berkiprah di Karanganyar dan Ambal, apalagi mereka yang dianggap Belanda diehards,
yaitu mereka yang tidak dapat diajak bekerja sama. Itu sebabnya, daripada
mendapat kesulitan, para keturunan itu memilih menyingkir ke daerah lain, dan
kalau perlu 'menutup buku' sejarahnya. Jika nama juga disoal, yaah, apa boleh
buat, menggunakan nama lain. Belanda juga tahu, justru si kepala batu itu yang
dapat memimpin karena merasa memiliki dignity, martabat.
Nama RMAA Djojodiningrat dan RMAA Poerbonegoro tidak dapat
dipisahkan dari pacificatie daerah yang pada saat ini merupakan
bagian barat Kedu Selatan. Pacificatie adalah kata Belanda yang
menunjuk kepada upaya mereka memberlakukan trantib (ketenteraman dan
ketertiban) seusai Perang Diponegoro.
Perang yang berlangsung antara
tahun 1825—30 itu oleh Belanda
disebut Java-oorlog (Perang Jawa), karena dianggap sebagai
perlawanan terakhir orang Jawa terhadap upaya Belanda dalam memberlakukan
kekuasaan mereka di negeri ini.
Perang itu benar-benar telah
menguras tenaga dan keuangan pemerintah Belanda, sehingga mereka terpaksa
'menjual' yang kemudian dikenal sebagai Pamanoekan-Tjiasem Landen, tanah
partikelir Pamanoekan-Tjiasem yang sekarang jadi bagian dari daerah Kabupaten
Subang di Jawa Barat. Di daerah Jawa Timur ada juga tanah yang 'dijual'
(digadaikan) seperti itu untuk menutup kekurangan anggaran negara.
Pemerintah Hindia Belanda juga
memberlakukan yang disebut Cultuurstelsel, undang-undang wajib
tanam. Pokok-pangkalnya karena pemerintah sudah kepayahan menghadapi anggaran
yang terus tekor. Menurut teori, jangan sampai tindakan itu membebani rakyat,
karena hanya sepertiga lahan milik rakyat yang digunakan untuk keperluan
tanam-paksa, dan itu dibebaskan dari pajak. Hasilnya dijual di pasar dunia.
Pelaksanaannya diserahkan kepada para kepala yang pribumi. Kenyataannya, rakyat
dipaksa membudidayakan tanaman yang hasilnya laku di pasar dunia. Sebagai
akibatnya, penderitaan rakyat makin menjadi-jadi, tentu saja di mana-mana
terjadi penyimpangan.
Sejak tahun 1841, Kabupaten Roma
berubah jadi Kabupaten Karanganjar, dan ibukotanya pindah dari Jatinegara ke
Karanganyar yang baru dibangun. Ini berbeda dengan Kabupaten Ambal yang dibiarkan ada di daerah Urutsewu.
Pertimbangan pemerintah jajahan sudah
jelas karena melihat ke masa depan. Tidak jauh di barat Purworejo dibangun
Ibukota Kabupaten Kutoarjo, disisipkan di antara Kebumen dan Purworejo, dengan
daerahnya membujur utara-selatan, dan bagian selatannya mencakup Urutsewu, dan ibukotanya terletak tidak
menyimpang dari jalur jalan raya penghubung antaribukota Kedu Selatan. R.M. Sarwits Poerboatmodjo, buyut
Poerbonegoro masih sempat jadi Bupati Kutoardjo.
Sama dengan Kabupaten Karaganjar,
Kabupaten Kutoarjo dihapus ketika terjadi malaise. Kota Kutoarjo beruntung karena jadi
persimpangan jalur rel keretapi lintas selatan Jawa, alih-alih Purworejo yang
terletak menyimpang. Sewaktu pendudukan Jepang, jalur rel Kutoarjo-Purworejo
dibongkar, tetapi dalam Pelita atas perintah Menteri Harjono Danutirto
dipulihkan dengan alasan agar selain beban jalan raya berkurang—terutama waktu
Lebaran—juga karena membludaknya pemudik dari arah barat.
Jika kita menelusuri sumber sejarah
kabupaten lain, seperti kabupaten Banyumas memang nama Ambal
banyak disebut sebagai tempat berdiamnya sejumlah keturunan Majapahit. Namun
sejauh ini belum ada bukti arkeologis yang menyertainya.
Majapahit
sendiri runtuh pada 1527
M pasca serbuan Demak. Mayoritas keturunan Majapahit -yang enggan bergabung
dengan Demak- kemudian menyingkir ke Bali. Namun memang ada sebagian kecil
komunitas Majapahit, yang telah berkembang sejak akhir abad ke-15, yang
menempati wilayah barat nan terpencil seperti lereng Gunung Lawu. Disini
komunitas pelarian itu mengembangkan budayanya sendiri yang cenderung flashback
ke budaya prasejarah.
Pendirian
Candi Sukuh dan Candi Cetho, yang kini masuk wilayah Kabupaten Karanganyar,
menunjukkan hal itu. Kedua candi memiliki bentuk punden berundak, dengan ragam
hias sederhana dan dihiasi beberapa relief yang sangat vulgar menunjukkan
phalus (alat kelamin laki-laki) dan wiwara (alat kelamin perempuan). Ini
berbeda dengan tradisi Hindu yang menyimbolisasikan keduanya secara lebih halus
sebagai lingga dan yoni.
Ada sebuah lumpang batu (dengan corak prasejarah) yang pernah ditemukan di Ambal. Mungkinkah ini merupakan sisa peninggalan pelarian Majapahit? Bisa saja. Namun sejauh ini penyelidikan belum dilakukan.
Ada sebuah lumpang batu (dengan corak prasejarah) yang pernah ditemukan di Ambal. Mungkinkah ini merupakan sisa peninggalan pelarian Majapahit? Bisa saja. Namun sejauh ini penyelidikan belum dilakukan.
Ketika
berdiri Kadipaten Panjer (pada 1642 M), sebenarnya kabupaten ini juga
dikelilingi oleh kadipaten-kadipaten lainnya yang berdiri pada saat bersamaan
maupun menyusul kemudian, seperti Kadipaten Kaleng (Puring), Kadipaten Kutowinangun, Kadipaten
Karanganyar dan Kadipaten Ambal.
Dalam Perkembangannya, Belanda kemudian menggabungkan Kaleng dan Karanganyar
menjadi satu dengan nama regentschaap Karanganyar.
Dan akirnya
pada 31 Desember
1935, Gubernur Jenderal de
Jonge memutuskan untuk menggabungkan empat regentschaap yakni Karanganyar, Kebumen, Kutowinangun dan
Ambal menjadi satu wilayah yang disebut Kabupaten Kebumen. Keputusan ini
berlaku efektif pada 1 Januari 1936
Ada hal yang terabaikan dalam sejarah
saat ini, yakni makam Bupati Ambal,
berikut ini hasil penelusurannya kondisi makam Alm.K.R.A.A.
Poerbonegoro bupati Ambal I dari keturunan trah Kolopaking babad alas
Kebumen yang memimpin Kabupaten Ambal dari 1830-1872,
kondisi saat ini kurang di perhatikan oleh Pemerintah daerah Kebumen, makam Alm
K.R.A.A Poerbonegoro sebagai situs sejarah yang sangat mahal harganya, serta
investasi wisata untuk ziarah dan studi sejarah ini belum sepenuhnya
diperhatikan.
Hasil wawancara penulis dengan juru junci makam K.R.A.A Poerbonegoro, merupakan Bupati 1 kabupaten bapak Slamet
(59) 11 Februari
2015 mengatakan, ”Jalan ke lokasi belu beraspal,
penerangan makam belum ada, tidak adanya kesejehteraan kepada juru kunci
(penjaga makam), serta tidak adanya rumah juru kunci untuk melayani tamu yang
hendak datang ke makam R.A.A Bapal Slamet bercerita,” Alm K.R.A.A Poerbonegoro merupakan Bupati 1 kabupaten Ambal sebelum
terbentuknya kabupaten Kebumen, dikala itu memimpin Kabupaten Ambal yang
mempunyai wilayah dari dari timur Congot sampai Karangbolong yang sering
terkenal nama urut sewu.
Pada masa kepmimpinannya K.R.A.A Poerbonegoro adalah sosok Bupati yang berjuang keras melawan penjajah Belanda bersama rakyatnya
melakukan perang gerilya diwilayah urut sewu daerah Kebumen selatan,
ungkapnya” beliau menyatakan, bahwa “Saya sudah mulai tahun 1972 sebagai juru kunci, 4 turunan dari Eyang,
Kakek, Mbah dan orang tuanya saya untuk menja makam ini, dulu pernah
dikumpulkan Pemda kebumen, yang intinya akan di beri kesejahteraan atau gaji
yang sepantas kepada penjaga juru kunci makam se kabupaten kebumen, tetapi
sampai sekarang belum kunjung datang dan bahkan tidak ada berita akan di beri
kesejahteraan,” bebernya’ “Walaupun
tidak diperhatikan dari pemerintah, baik kabupaten, atau desa ini kami
tetap melayani tamu jika ada yang hendak berziarah, pada prinsipnya ini
sebuah tugas saya turun temurun IV turunan penjaga dari mbah, kakek, bapak
dan saya sekarang ini. sebagai bentuk pengabdian dan merasa tanggungjawab
atas konsdisi makam ini
Jika kita menilik jumlah desa di
Kecamatan Ambal
16. Kenoyojayan
24. Pucangan
25. Sidorejo
30. Sinungrejo
Sebuah
wilayah yang cukup luas dan patut, atau layak dipersiapkan menjadi Kabupaten
tersendiri seperti dalam sejarah Kabupaten Ambal selama 1830-1872 (44 tahun).
4.Sebuah Fenomena “mimpi
Kabupaten Ambal”
4.1.Kadipaten Ambal dalam versi
wayang golek
Menurut hasil wawancara dengan dengan
Dalang Basuki 7 Mei 2015 sebenarnya jika
maujujur dan tak mengabaikan fakta sejarah secara semiotika kabupaten Ambal
secara tersirat dan tersurat bisa diamati
melalui lakon wayang golek versi Ambal- Kebumen dulu pernah menjadi
pusat pemerintahan kabupaten. Ceritanya begini: Pada masa perang Diponegoro,
Ambal dan pantai pesisir selatan, yang dikenal dengan Urut Sewu, dikuasai
berandalan kejam dan menakutkan bernama Puja atau Gamawijaya. Dia sangat
terkenal hingga warga mulai dari Karangbolong hingga Kesultanan Yogyakarta
mendengar namanya.Untuk menumpasnya pemerintah kolonial Belanda mengadakan
sayembara yang isinya: barang siapa yang mampu menangkap Puja akan mendapat
hadiah besar. Ternyata tidak ada yang berani mengikuti sayembara itu.
Pada zaman perang Diponegoro itu, Semedi,
putra dari selir Hamengku Buwono III, mengungsi ke Kedu. Pangkatnya naik dari
ordenans menjadi kolektur di Kebumen dengan nama Raden Ngabehi Mangunprawira.
Dia pemberani, dan berniat mengikuti sayembara itu. Dia kemudian berbicara
dengan Lurah Desa Sijeruk, Wargantaka dan putranya Andaga. Wargantaka dan Puja
adalah saudara seperguruan. Mereka sama-sama berguru pada Gamawikangka.
Berkat kerjasama itu, rahasia kekuatan
dan kelemahan Puja akhirnya bisa diketahui Mangunprawira. Wargantaka mendukung
Mangunprawira menumpas penjahat tersebut. Puja pun terbunuh. Mangunprawira
dipromosikan menjadi Bupati Ambal seumur hidup, dengan nama K.R.A.H.
Poerbanagara. Pada masa itu moyang saya diangkat menjadi Penghulu Kabupaten
Ambal, namanya KH Yahya. Beliau adalah salah satu keturuan Brawijaya V.
Kabupaten Ambal hanya berlangsung 44
tahun dari tahun 1828 – 1872.
Setelah itu kabupaten Ambal dihapus dan dimasukkan ke dalam kabupaten Kebumen.
Peninggalan pendopo kabupaten Ambal kemudian menjadi milik pribadi. Pada
sekitar tahun 1940-an,
kakek saya membeli bekas pendopo itu dengan cara dicicil dari gaji sebagai
kepala sekolah SR (Sekolah Rakjat). Kemudian pada jaman perang kemerdekaan,
sebagian rumah kakek saya itu dijadikan markas pejuang. Akibatnya bekas pendopo
kabupaten itu dibom Belanda.
Untuk menghindari dijadikan sasaran
lagi maka masyarakat beramai-ramai membongkar pendopo itu. Tumpukan kayu jati
bekas pendopo itu menumpuk di samping rumah utama yang tidak ikut dibongkar.
Tapi ada sedikit masalah ketika membongkar pendopo itu, 4 soko guru (tiang
utama) pendopo tidak bisa dibongkar, bahkan ketika hendak digotong ramai-ramai
tidak ada yang kuat. Kemudian nenek saya memerintahkan membuat “sego rosulan”,
semacam selamatan bersih desa. Setelah selamatan itu, 4 soko guru dicoba
digotong beramai-ramai, tapi tiba-tiba keempat soko guru yang masih tegak
berdiri itu melompat pindah ke samping rumah utama. Dan di tempat itu soko guru
itu dengan mudah dibongkar seperti pilar-pilar yang lain. Dan setelah itu, mata
kakek saya tiba-tiba menjadi buta. Dan sekarang bekas pendopo kabupaten Ambal
sudah tidak ada bekasnya lagi.
4.2.Kasus Petanahan
Setelah
sekian lama dinanti, akhirnya muncul juga kesadaran masyarakat Ambal Resmi
untuk berorganisasi dan bergerak bersama desa-desa lain di Urutsewu yang
berjuang melawan ketidakadilan yang telah dialami bertahun-tahun. Entah sejak
kapan mereka merencanakan, tapi yang jelas malam itu (Selasa, 9 September 2014) mereka, warga masyarakat yang sudah
lelah merasakan penindasan, berkumpul di sebuah rumah sederhana untuk
menyatukan sikap terhadap apa yang terjadi di desanya.
Ambal Resmi adalah salah satu desa di
wilayah Kecamatan Ambal, desa yang sangat beruntung karena mempunyai banyak
keistimewaan dibanding desa-desa yang lain. Selain sebagai pusat kuliner “Sate
Ambal” yang kondhang sampai
kemana-mana, desa ini juga merupakan pusat wisata musiman lebaran dengan
atraksi wisata pacuan kuda, pasar malam dan wisata pantai. Selain itu desa ini
juga dikenal sebagai pusat kesenian tradisional, yaitu kethoprak dan wayang
kulit, disamping juga merupakan situs sejarah karena merupakan bekas ibu kota Kadipaten
Ambal.
“Kemakmuran” Ambal Resmi ternyata tidak secara otomatis membawa
kesejahteraan bagi warganya, terbukti bahwa sebagian masyarakat yang jumlahnya
cukup banyak yang hidup dengan cara bertani di kawasan pesisir merasa gelisah
karena didzolimi oleh penguasa. Pemagaran yang telah dilakukan oleh TNI AD atas
restu kepala desa, tidak saja melukai hati para petani, tapi juga menjadi
ancaman yang serius karena sewaktu-waktu mereka bisa kehilangan lahan
pertaniannya.
4.5. Pemagaran di tanah Warga
Kurang lebih 6 bulan yang lalu, ketika
TNI AD mensosialisasikan rencana pemagaran kawasan pesisir Urutsewu, masyarakat
sudah menyampaikan penolakannya kepada kepala desa, akan tetapi diam-diam Kepala Desa Ambal Resmi, atas nama
masyarakat, melayangkan surat “persetujuan bersyarat” kepada TNI AD, dan
kemudian, ketika masyarakat mempertanyakan adanya kegiatan pemagaran di
lahan-lahan mereka, dengan enteng Pak Kades menjawab “saya juga tidak tahu”.
Malam itu, ketika generasi tua dan
muda berkumpul, terbukalah semua fakta tentang pemagaran dan tanah pesisir
Urutsewu. Sebut saja Mbah Suto (75),
dengan sangat meyakinkan beliau menceritakan bahwa dulu kepemilikan tanah
masyarakat adalah sampai dengan pantai, terbukti bahwa akad jual beli pada
waktu itu selalu menyebutkan bahwa batas sebelah selatan adalah banyuasin/pantai, “Rumiyin menawi sade siti nggih
dumugi Banyuasin” tegasnya dengan berapi-api. Hal itu juga
dibenarkan oleh Mbah Noyo (71) yang
mengaku pernah melakukan transaksi jual beli tanah pesisir selatan dengan batas
selatan laut.
Suasana diskusi malam itu begitu hangat meski angin yang
menerobos jendela-jendela tak berdaun itu serasa menusuk tulang.
Setelah
generasi tua menyampaikan sejarah kepemilikan tanah dengan “bahasa dongeng,” generasi muda segera menimpali fakta
yang mereka temukan seputar pemagaran. “Bagaimana mungkin pak lurah tidak tahu
menahu tentang pemagaran jika beliau membuat surat persetujuan ini,” kata
Thomas (nama samaran) seraya menunjukkan foto copy surat persetujuan pemagaran
yang ditandatangani kades dan ketua BPD. “Jadi sekarang apa yang harus kita
lakukan?” tegasnya berapi-api, disambut kebingungan dari peserta rapat yang shock.
Songsong agung yang dipundi-pundi dan
diposisikan sebagai ratu adil itu ternyata telah mengkhianati
mereka, rakyat yang memberinya tahta. Dan, celetuk salah seorang pemuda yang
polos memecah kesunyian, “Lurah kan dipilih rakyat, jadi rakyat kan atasannya
lurah, ya dia harus nurut sama rakyat.”
4.6.Gerakan Bersemi di wilayah “urut
sewu”
Diskusi berlanjut dengan merumuskan
apa yang harus dilakukan masyarakat untuk menyikapi pemagaran. Apalagi didengar
kabar bahwa di wilayah Kecamatan Mirit BPN telah memproses pengajuan
sertifikasi tanah pesisir oleh TNI-AD.
Akhirnya,
setelah diskusi panjang lebar dan ngalor ngidul diperoleh
kesimpulan bahwa harus dibentuk organisasi di desa untuk mewadahi perjuangan
dan segera merapatkan barisan dengan desa-desa lain di Urutsewu dalam wadah
USB-FPPKS.
Belajar
dari sejarah perjuangan di Urutsewu, untuk menguatkan organisasi dan untuk
menghilangkan ketergantungan pada seorang tokoh, maka organisasi dibentuk
dengan menerapkan sistem kepemimpinan kolektif. Organisasi yang kemudian diberi
nama GERAK BERSEMI (singkatan dari Gerakan Masyarakat Bersatu Membangun Ambal Resmi) ini
dipimpin oleh dewan pimpinan yang berjumlah 3 orang. Dibentuk juga perangkat
organisasi yang lain, yaitu sekretaris dan bendahara.
Agenda terdekat yang akan dilakukan
organisasi ini adalah konsolidasi anggota, pengumpulan data dan informasi
mengenai tanah pesisir selatan yang saat ini diklaim oleh TNI-AD sebagai “tanah
Negara yang dikuasakan kepada TNI.” Di samping juga mengidentifikasi
masalah-masalah lain yang dialami masyarakat dan penting untuk disikapi dan
diselesaikan. Untuk itu telah dibentuk tim-tim kerja untuk masing-masing sub
kegiatan.
Munculnya GERAK BERSEMI adalah bukti
bahwa rakyatlah pemegang kebenaran, karena rakyat kecil ataupun tani kluthuk tidak akan mungkin bergerak jika tidak
berpegang pada kebenaran dan benar-benar telah terinjak. Karena itu sudah
saatnya pemerintah menunjukkan itikad baik untuk membela hak-hak rakyat, karena
jika tidak maka hal ini akan menjadi bom waktu yang semakin lama daya ledaknya
akan semakin besar dan dapat meledak sewaktu-waktu.
Bupati atau Juru Bicara TNI ?
Tanggapan
FPPKS terhadap Surat Bupati ke Komisi Nasional No:590/6774
Pada
alamat pengiriman Bupati menulis:
Kepada :
Yth. Ketua Komisi Nasional
Di JAKARTA
Yth. Ketua Komisi Nasional
Di JAKARTA
Tanggapan
FPPKS:
Tak bisa
diterima, penulisan alamat tujuan yang tidak lengkap, apalagi untuk sebuah
lembaga sekelas Komisi Nasional HAM yang punya legalitas dan legitimasi tinggi.
Skema berikut ini:
- Isi Surat Bupati (dicetak miring)
- Tanggapan (petani) FPPKS
- Isi Surat Bupati (dicetak miring)
- Tanggapan (petani) FPPKS
Pada item selanjutnya Bupati menulis:
(1)
Latihan TNI di
Urutsewu (wilayah di pantai selatan Jawa Tengah yang meliputi desa-desa di
Kecamatan Mirit, Ambal dan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen) dilaksanakan sejak
tahun 1937 memanfaatkan tanah Negara dengan lebar k.l 500 m dari air laut ke
utara sepanjang k.l 22,5 km. Dengan status sebagai tanah Negara maka tidak
melalui proses peminjaman dengan warga sekitar sebagaimana dimaksud dalam surat
dari FPPKS kepada Komnas HAM
(2)
Tanggapan FPPKS:
Pelaksanaan latihan tahun 1937 itu jelas-jelas bukan latihan
TNI, tetapi latihan tentara kolonial. Sehingga mewarisi tradisi tentara
kolonial yang merugikan kehidupan petani, tak bisa dibenarkan bagi cita-cita
negara yang telah merdeka.
Pernyataan tanah negara dengan lebar k.l 500 meter, jelas merupakan klaim sefihak yang selalu dibuat-buat dan dibawa-bawa sebagai dalih untuk melegitimasi batas semu mengenai tanah negara.
Pernyataan tanah negara dengan lebar k.l 500 meter, jelas merupakan klaim sefihak yang selalu dibuat-buat dan dibawa-bawa sebagai dalih untuk melegitimasi batas semu mengenai tanah negara.
Karena fakta mengenai sejarah tanah di pesisir Urutsewu adalah
apa yang dihasilkan dari Klangsiran Tanah pada tahun 1932, oleh pemerintah
kolonial dengan partisipasi petani Urutsewu. Bukti yang berkaitan dengan batas
tanah negara dan tanah rakyat adalah keberadaan Pal-Budheg; dan ditandai dengan
kodevikasi Q222 untuk desa Setrojenar (Buluspesantren), Q216 untuk desa Entak
(Ambal) dan Q215 untuk desa Kaibon (Ambal)
Catatan: Pal-Budheg dalam idiom lokal adalah sebutan untuk patok batas
tanah, sesuai dengan statement ”nDoro Klangsir” (petugas Agraria). Patok batas tanah
ini di desa Entak (Kec.Ambal sebelah barat) disebut Pal-Keben, sedangkan di
daerah Ambal timur, desa Kaibon, Kaibon Petangkuran, dst; disebut pal
Tanggulasi.
(3) Terkait dengan pengaduan perihal
pemasangan patok oleh TNI dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pada bulan
Maret sampai dengan April 1998 dilaksanakan pengukuran batas tanah untuk daerah
latihan dan ujicoba mulai dari muara sungai/kali Lukulo desa Ayamputih Kec.
Buluspesantren sampai dengan muara sungai Wawar Desa Wiromartan Kec. Mirit
dengan lebar k.l 500 meter dari air laut ke utara dan panjang k.l 22,5 Km dan
ditandatangani oleh Kepala Desa yang lokasinya berbatasan dengan area Lapangan
Tembak;
Tanggapan FPPKS:
3.a Konteks
pelaksanaan pengukuran 500 meter itu semata-mata merupakan kepentingan
DislitbangAD dalam memenuhi kebutuhan untuk terutama ujicoba senjata alutista.
Tetapi substansi yang melekat di dalam jarak 500 m itu adalah fakta mengenai
kepemilikan tanah sejak turun temurun. Sehingga segala bentuk kegiatan terkait
pengukuran 500 meter ini bukan secara otomatis merupakan proses mutasi dan/atau
pengalihan hak kepemilikan atas tanah.
Pemasangan patok pernah disebut oleh TNI
sebagai penanda peringatan untuk saat latihan dan/atau uji coba senjata. Tetapi
warga tidak percaya, karena jika untuk penanda (warning) maka cukup dengan
pemasangan bendera merah seperti sebelumnya.
Di dalam item ”ditandatangani oleh Kepala Desa yang lokasinya berbatasan dengan Area Lapangan Tembak”konteksnya bukan persetujuan penyerahan dan/atau pengalihan status kepemilikan tanah; melainkan diketahui telah dilakukan pengukuran area untuk digunakan sebagai Lapangan Tembak.
Dengan kata lain, tandatangan Kepala Desa bukan merupakan persetujuan apalagi dijadikan legitimasi mutasi hak kepemilikan, tetapi konteksnya tetap dalam peminjaman area untuk latihan TNI dan area uji coba senjata.
Di dalam item ”ditandatangani oleh Kepala Desa yang lokasinya berbatasan dengan Area Lapangan Tembak”konteksnya bukan persetujuan penyerahan dan/atau pengalihan status kepemilikan tanah; melainkan diketahui telah dilakukan pengukuran area untuk digunakan sebagai Lapangan Tembak.
Dengan kata lain, tandatangan Kepala Desa bukan merupakan persetujuan apalagi dijadikan legitimasi mutasi hak kepemilikan, tetapi konteksnya tetap dalam peminjaman area untuk latihan TNI dan area uji coba senjata.
Pengukuran 500 meter, yang dilakukan
belakangan, telah membuktikan bahwa ”sebenarnya” tanah negara itu bukan sejauh
k.l 500 meter dari bibir pantai ke utara.
Meskipun begitu, bagi TNI dapat dibiaskan
maknanya, yakni dilakukan semata-mata untuk mencari legitimasi baru mengenai
batas tanah negara; sebuah konspirasi yang memanipulasi fakta sejarah. Akan
tetapi, sejatinya, batas tanah negara itu berada pada bukti sejarah, yakni
keberadaan ”pal-budheg” sebagai fakta sejarah
yang sebenar-benarnya dan yang semestinya.
b. Surat Kades Setrojenar Kec. Buluspesantren
Nomor 340/XII/2006 tanggal 12 Desember 2006 perihal pernyataan resmi Kades
Setrojenar tentang tanah Berasengaja menyatakan bahwa berdasarkan musyawarah
dan kesepakatan warga desa Setrojenar dengan TNI-AD …………….. pada 1 (satu)
yaitu: “Masyarakat desa menyetujui dengan adanya tanah berasengaja digunakan
untuk latihan dan ujicoba senjata oleh TNI-AD. Dan tidak menyangkut siapa
pengelola serta apa status pengelola lokasi tersebut”;
Tanggapan FPPKS:
3.b Substansi
sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Kades Setrojenar mengenai pemanfaatan
tanah Bera sengaja untuk latihan TNI itu bukan berarti penghilangan dan/atau
pengabaian terhadap hak kepemilikan yang melekat di atas tanah-tanah dalam zona
Berasengaja.
Persetujuan Kepala Desa, tidak bisa
diklaim sebagai representasi persetujuan masyarakat (para) pemilik tanah. Harus
dicatat pula bahwa persetujuan mengenai tanah ”berasengaja” itu digunakan untuk
latihan dan uji coba senjata.
Menurut Mantan Kades Nur Hidayat, Penyebutan (surat Kades) ini sebagai manipulatif dan tidak sesuai dengan kenyataannya; karena yang sebenarnya merupakan “bantahan”, terkait dengan pembagian hasil bumi atas pemanfaatan tanah areal latihan, tetapi dalam item ini dinukil hanya sepotong saja; sehingga membiaskan substansi dan konteksnya.
Menurut Mantan Kades Nur Hidayat, Penyebutan (surat Kades) ini sebagai manipulatif dan tidak sesuai dengan kenyataannya; karena yang sebenarnya merupakan “bantahan”, terkait dengan pembagian hasil bumi atas pemanfaatan tanah areal latihan, tetapi dalam item ini dinukil hanya sepotong saja; sehingga membiaskan substansi dan konteksnya.
Secara
historis, munculnya zona ”berasengaja” sebenarnya harus dilihat dengan 2
perspektif:
Pertama, merupakan manifestasi konsep ekologi masyarakat tradisi masa lalu di Urutsewu.
Kedua, oleh karena keterbatasan mobilitas tenaga sehingga zona itu masih ”sengaja diberakan” (belum dibudidayakan); akan tetapi juga semua ini dalam konteks pemenuhan kebutuhan tersediakannya area penggembalaan bagi ternak petani di desa-desa pesisir Urutsewu. Secara dialektis, perkembangan kebutuhan hidup seiring mekarnya jumlah populasi penduduk, maka zona Berasengaja yang di dalamnya melekat hak ulayat dan/atau hak kepemilikan petani setempat; zona ini dibudidayakan untuk pertanian, khususnya tanaman holtikultura.
Pertama, merupakan manifestasi konsep ekologi masyarakat tradisi masa lalu di Urutsewu.
Kedua, oleh karena keterbatasan mobilitas tenaga sehingga zona itu masih ”sengaja diberakan” (belum dibudidayakan); akan tetapi juga semua ini dalam konteks pemenuhan kebutuhan tersediakannya area penggembalaan bagi ternak petani di desa-desa pesisir Urutsewu. Secara dialektis, perkembangan kebutuhan hidup seiring mekarnya jumlah populasi penduduk, maka zona Berasengaja yang di dalamnya melekat hak ulayat dan/atau hak kepemilikan petani setempat; zona ini dibudidayakan untuk pertanian, khususnya tanaman holtikultura.
c. Surat
Camat Buluspesantren Nomor 621.11/236 tanggal 10 November 2007 perihal tanah
TNI dari hasil musyawarah permasalahan tanah TNI pada tanggal 8 November 2007
di pendopo Kec. Buluspesantren yang dihadiri oleh Muspika, Kodim 0709/Kebumen,
Sidam IV Purworejo, Dislitbang Buluspesantren, Kepala Desa Ayamputih,
Setrojenar dan Brecong, Ketua BPD (3 desa), mantan Kades (2 orang) dan warga
masyarakat dari 3 desa, yang intinya pada point 5 (lima) yaitu: ”TNI tidak akan
mengklaim tanah rakyat kecuali yang 500 m dari bibir pantai tersebut sesuai
aturan yang ada”;
Tanggapan
FPPKS:
2.c: ”tanah rakyat
kecuali yang 500 m dari bibir pantai”;
Bahwa di dalam 500 meter dari bibir pantai itu terdapat tanah rakyat yang disamping dari dahulu sudah merupakan”tanah pemajekan” sehingga terdata pula di Buku C Desa dan ber SPPT (dulu disebut ”pethuk”); juga merupakan warisan para leluhur. Ini menunjukkan bahwa secara historis dan hukum administrasi pertanahan, itu milik petani. Tetapi hak kepemilikan ini telah diabaikan oleh klaim sefihak tentang batas 500 m dari bibir pantai. Fakta lain terkait ”penetapan” 500 m ini adalah bukan dengan dasar hukum yang valid. Penetapan batas 500 m hanya didasarkan pada tradisi (baca: kebiasaan) tentara Kompeni; pun semua itu diragukan validitasnya.
Kesaksian warga menyebutkan, bahwa pada zaman fasisme Jepang pun; latihan kemiliteran dilakukan di selatan ”pal-budheg” dengan dibuat lorong dan kamuflase rumput ”gulung-gulung”. Makna dari testimoni ini adalah fasisme Jepang pun tahu ”hukum-hukum teritorial” yang telah jadi penetapan aturan sejak sebelumnya, yakni sejak paska Klangsiran Tanah tahun 1932; dimana batas ”tanah negara” adalah dari garis air hingga sejauh ”pal-budheg” saja; yakni sejauh k.l 200-230 meter.
Berdasarkan kesaksian lain, yakni Agus Suprapto, mantan anggota DPRD Kab. Kebumen; yang pernah melihat dokumen peta tanah pada Kantor BPN Jateng; tak ada tanah Hankam di Urutsewu. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan BPN Kebumen yang dikonfirmasi pada agenda audiensi dengan DPRD Kab. Kebumen, 13 Desember 2007: bahwa sampai sekarang tak ada tanah TNI di Urutsewu dan belum pernah mengajukan permohonan ke BPN.
Bahwa di dalam 500 meter dari bibir pantai itu terdapat tanah rakyat yang disamping dari dahulu sudah merupakan”tanah pemajekan” sehingga terdata pula di Buku C Desa dan ber SPPT (dulu disebut ”pethuk”); juga merupakan warisan para leluhur. Ini menunjukkan bahwa secara historis dan hukum administrasi pertanahan, itu milik petani. Tetapi hak kepemilikan ini telah diabaikan oleh klaim sefihak tentang batas 500 m dari bibir pantai. Fakta lain terkait ”penetapan” 500 m ini adalah bukan dengan dasar hukum yang valid. Penetapan batas 500 m hanya didasarkan pada tradisi (baca: kebiasaan) tentara Kompeni; pun semua itu diragukan validitasnya.
Kesaksian warga menyebutkan, bahwa pada zaman fasisme Jepang pun; latihan kemiliteran dilakukan di selatan ”pal-budheg” dengan dibuat lorong dan kamuflase rumput ”gulung-gulung”. Makna dari testimoni ini adalah fasisme Jepang pun tahu ”hukum-hukum teritorial” yang telah jadi penetapan aturan sejak sebelumnya, yakni sejak paska Klangsiran Tanah tahun 1932; dimana batas ”tanah negara” adalah dari garis air hingga sejauh ”pal-budheg” saja; yakni sejauh k.l 200-230 meter.
Berdasarkan kesaksian lain, yakni Agus Suprapto, mantan anggota DPRD Kab. Kebumen; yang pernah melihat dokumen peta tanah pada Kantor BPN Jateng; tak ada tanah Hankam di Urutsewu. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan BPN Kebumen yang dikonfirmasi pada agenda audiensi dengan DPRD Kab. Kebumen, 13 Desember 2007: bahwa sampai sekarang tak ada tanah TNI di Urutsewu dan belum pernah mengajukan permohonan ke BPN.
Kesaksian
lainnya, Sugeng, Paryono, Nur Hidayat (Setrojenar), pada saat
Musyawarah 8 November 2007 sebagaimana dimaksud dalam item (2.c) surat Bupati; fihak DislitbangAD (Alimudin) hanya menyosialisasikan bahwa “menurut Undang-Undang yang ada, di sepanjang pantai di seluruh Indonesia adalah tanah negara atau ’tanah hankam” , tanpa menyebut UU apa yang mengatur itu.
Ini dipandang sebagai tindakan pembodohan dan pembohongan public dan semata-mata hanya mengacu pada kepentingan sefihak DislitbangAD.
Tetapi, yang jelas, tak semua pemilik tanah di zona 500 meter dilibatkan dalam musyawarah ini; dan sejak dahulu hingga kini; belum pernah sekalipun tercapai kata sepakat maupun persetujuan dari masyarakat dalam berkali-kali musyawarah atau sosialisasi.
d. Patok dan peringatan kepada masyarakat yang letaknya berada di pinggir Jl.Diponegoro (JJLS) merupakan Ring Pengamanan terjauh sebagai tanda pemberitahuan oleh personel pengamanan supaya masyarakat tidak masuk melebihi jarak ......................... selanjutnya untuk menghindari anggapan dan pemahaman yang kurang tepat dari masyarakat /warga, sebagian besar patok itu sudah dilepas dan sebagian dicabut oleh masyarakat;
Musyawarah 8 November 2007 sebagaimana dimaksud dalam item (2.c) surat Bupati; fihak DislitbangAD (Alimudin) hanya menyosialisasikan bahwa “menurut Undang-Undang yang ada, di sepanjang pantai di seluruh Indonesia adalah tanah negara atau ’tanah hankam” , tanpa menyebut UU apa yang mengatur itu.
Ini dipandang sebagai tindakan pembodohan dan pembohongan public dan semata-mata hanya mengacu pada kepentingan sefihak DislitbangAD.
Tetapi, yang jelas, tak semua pemilik tanah di zona 500 meter dilibatkan dalam musyawarah ini; dan sejak dahulu hingga kini; belum pernah sekalipun tercapai kata sepakat maupun persetujuan dari masyarakat dalam berkali-kali musyawarah atau sosialisasi.
d. Patok dan peringatan kepada masyarakat yang letaknya berada di pinggir Jl.Diponegoro (JJLS) merupakan Ring Pengamanan terjauh sebagai tanda pemberitahuan oleh personel pengamanan supaya masyarakat tidak masuk melebihi jarak ......................... selanjutnya untuk menghindari anggapan dan pemahaman yang kurang tepat dari masyarakat /warga, sebagian besar patok itu sudah dilepas dan sebagian dicabut oleh masyarakat;
Tanggapan
FPPKS:
2.d Tindakan
pencabutan patok TNI oleh masyarakat, lebih karena perwujudan melindungi hak
kepemilikan tanah rakyat yang terancam.
Disebut terancam karena memang paska tindakan ini muncul ancaman dari Panglima Kodam IV / Diponegoro waktu itu (SM,...) yang intinya: akan dilakukan pematokan ulang dan barangsiapa yang merusak patok TNI, akan diambil tindakan tegas.
Apa makna dari ”ancaman” ini, adalah menggugah ingatan kolektif massa akan sejarah meletusnya Perang Diponegoro, dimana tentara Kumpeni melakukan pematokan tanah-tanah rakyat.
Disebut terancam karena memang paska tindakan ini muncul ancaman dari Panglima Kodam IV / Diponegoro waktu itu (SM,...) yang intinya: akan dilakukan pematokan ulang dan barangsiapa yang merusak patok TNI, akan diambil tindakan tegas.
Apa makna dari ”ancaman” ini, adalah menggugah ingatan kolektif massa akan sejarah meletusnya Perang Diponegoro, dimana tentara Kumpeni melakukan pematokan tanah-tanah rakyat.
Disamping
ancaman ini, tengara patok sejauh ”ring Pengamanan I” 750 m dan bahkan “ring
pengamanan lain” sejauh 1000 m; pada perkembangannya dijadikan dalih penguasaan
dan/atau dalih yang mengarah pada kepemilikan DislitbangAD atas tanah di situ.
Bukti dari
sinyalement ini adalah ”konsideran” apa yang kemudian muncul dalam naskah
Bantek ”Executive Summary” penyusunan Draft RaPerda RTRW yang pertama. Draft
RaPerda ini dipaparkan di DPRD pada 13 Desember 2007 oleh Konsultan Teknis dari
CV. Wisanggeni, Magelang. Dan saat itu, ditolak, baik oleh DPRD apalagi oleh
petani Kebumen Selatan.
Substansi dari
Draft RaPerda RTRW-I adalah: rancangan penetapan kawasan Hankam/ TNI 1000 meter
kali 22,5 Km. Juga bunyi fasal ”di kawasan Hankam tidak boleh ada kegiatan lain selain kegiatan
pertahanan dan keamanan.
Betapa berbahayanya ”ruh” militerisme ini. Tetapi rupanya Bupati dan pejabat lembaga Negara lainnya tidak menyadarinya. Dan bahkan “lupa” dengan apa yang menjadi tuntutan petani dalam upaya-upaya hingga aksi demonstrasi massa sebelumnya.
e. Sebagai bukti jika tanah tersebut merupakan tanah warga (selain tanah berasengaja) yaitu pada saat Pemerintah Kabupaten Kebumen melaksanakan pembebasan tanah yang terkena Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) semua warga yang memiliki tanah tersebut mendapat ganti rugi dari Pemerintah Kabupaten Kebumen;
Tanggapan FPPKS:
Betapa berbahayanya ”ruh” militerisme ini. Tetapi rupanya Bupati dan pejabat lembaga Negara lainnya tidak menyadarinya. Dan bahkan “lupa” dengan apa yang menjadi tuntutan petani dalam upaya-upaya hingga aksi demonstrasi massa sebelumnya.
e. Sebagai bukti jika tanah tersebut merupakan tanah warga (selain tanah berasengaja) yaitu pada saat Pemerintah Kabupaten Kebumen melaksanakan pembebasan tanah yang terkena Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) semua warga yang memiliki tanah tersebut mendapat ganti rugi dari Pemerintah Kabupaten Kebumen;
Tanggapan FPPKS:
2.e Item ini tak
lebih hanya upaya manipulatif dalam TNI-AD membangun opini yang seakan
“pro-rakyat”. Diktum dalam kurung (selain tanah berasengaja) itu, harus
dimaknai ke dalam 2 perkara: pertama, bahwa tanah berasengaja, pada dasarnya
-secara histories- adalah “tanah rakyat” karena berada di utara “pal-budheg”.
Kedua, bahwa -secara filosofis- “tanah berasengaja” adalah tanah rakyat yang
sengaja diberakan, dalam makna, tidak dibudidayakan untuk pertanian; karena dua
hal: sebagai ”sabuk hijau” konsep ekologi dalam masyarakat tradisi dan sebagai
zona untuk penggembalaan ternak penduduk.
Penjelasan ini
mengandung “dualisme” dan tidak memiliki integritas. Faktanya pada awal
penentuan trash jalan JJLS, Panglima Kodam IV/Diponegoro mengajukan permohonan
pemberian ganti rugi pembebasan tanah TNI-AD kepada Gubernur Jateng sebagai
Ketua Tim Pengadaan Tanah Provinsi. Artinya apa? TNI-AD berasumsi memiliki
tanah di kawasan (Urutsewu) yang akan dijadikan trash JJLS.
(3) Terkait dengan kerusakan tanaman pertanian milik petani dapat dijelaskan sebagai berikut:
(3) Terkait dengan kerusakan tanaman pertanian milik petani dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Surat Camat
Buluspesantren Nomor: 621.11/236 tanggal 10 November 2007 perihal tanah TNI
yang diralat/disusuli dengan Surat Camat Buluspesantren Nomor: 141/261 tanggal
1 Desember 2007 dari hasil musyawarah permasalahan tanah TNI pada tanggal 8
November 2007 di pendopo Kec. Buluspesantren yang dihadiri oleh Muspika, Kodim 0709/Kebumen,
Sidam IV Purworejo, Dislitbang Buluspesantren, Kepala Desa Ayamputih,
Setrojenar dan Brecong, Ketua BPD 3 (tiga) desa, mantan Kades (2 orang) dan
warga masyarakat dari 3 desa, yang intinya yaitu: ”Apabila pada saat terjadi
pelatihan yang mengakibatkan kerusakan tanaman milik warga yang berada di luar
tanah milik TNI yang 500 m dari bibir pantai agar diberikan ganti rugi
kerusakan yang dikoordinir oleh Bpk. Kapt. Suseno , sedangkan kerusakan yang
ada di wilayah 500 m tidak ada penggantian kalau terjadi/ menimpa tanaman atau
benda di sekitar tempat latihan;
b.
Tanggapan FPPKS:
3.a Bahwa segala proses
yang dilakukan, termasuk musyawarah, bersifat persetujuan pemakaian tanah
(berasengaja, 500m) untuk latihan TNI. Hal ini tidak kemudian merupakan legitimasi
pemakaian tanah dengan tujuan tersebut di atas dan menjadi dasar substansial
dari kata tanah milik TNI yang 500 m, sehingga:
- tidak membedakan pengertian pemberian ganti rugi kerusakan tanaman di lokasi tertentu;
- kerusakan tanaman saat ada latihan bukan melulu yang diakibatkan langsung; tetapi akibat pelaksanaan latihan yang diikuti oleh larangan melakukan pekerjaan bagi petani (juga nelayan) jelas-jelas telah mengakibatkan kerusakan tanaman, terutama, pada saat harus merawat, menyiram serta penanggulangan di musim hama; tetapi lantaran ada latihan, tak bisa melakukan apa-apa..
- Disamping dampak kerusakan tanaman ini, kerugian petani (dan bahkan juga nelayan) yang tidak bekerja karena larangan selama ada latihan; tak pernah diperhitungkan.
b. Surat Kades Setrojenar Kec. Buluspesantren Nomor: ..... pernyataan resmi Kades Setrojenar tentang Tanah Bera Sengaja menyatakan bahwa hasil musyawarah dan kesepakatan warga Desa Setrojenar dengan TNI-AD yang intinya dan tertuang pada point 3 (tiga) yaitu: “Jika sewaktu-waktu tanah tersebut tidak digunakan TNI untuk latihan , masyarakat berhak untuk menanam tanaman di lokasi tersebut dan apabila rusak akibat kegiatan latihan TNI masyarakat tidak berhak menuntut ganti rugi”;
- tidak membedakan pengertian pemberian ganti rugi kerusakan tanaman di lokasi tertentu;
- kerusakan tanaman saat ada latihan bukan melulu yang diakibatkan langsung; tetapi akibat pelaksanaan latihan yang diikuti oleh larangan melakukan pekerjaan bagi petani (juga nelayan) jelas-jelas telah mengakibatkan kerusakan tanaman, terutama, pada saat harus merawat, menyiram serta penanggulangan di musim hama; tetapi lantaran ada latihan, tak bisa melakukan apa-apa..
- Disamping dampak kerusakan tanaman ini, kerugian petani (dan bahkan juga nelayan) yang tidak bekerja karena larangan selama ada latihan; tak pernah diperhitungkan.
b. Surat Kades Setrojenar Kec. Buluspesantren Nomor: ..... pernyataan resmi Kades Setrojenar tentang Tanah Bera Sengaja menyatakan bahwa hasil musyawarah dan kesepakatan warga Desa Setrojenar dengan TNI-AD yang intinya dan tertuang pada point 3 (tiga) yaitu: “Jika sewaktu-waktu tanah tersebut tidak digunakan TNI untuk latihan , masyarakat berhak untuk menanam tanaman di lokasi tersebut dan apabila rusak akibat kegiatan latihan TNI masyarakat tidak berhak menuntut ganti rugi”;
Tanggapan FPPKS:
- Nukilan atas Surat Kades Setrojenar ini diambil sepotong dan tidak secara keseluruhan, sehingga dapat dilihat konteksnya secara lebih obyektif.
- Substansi dari item ini cuma retorika untuk dalih dan tujuan menguasai tanah milik petani dan/atau tanah milik desa.
c.
Setiap TNI-AD selesai
melaksanakan latihan menembak selalu dilakukan pembersihan lapangan maupun
pengecekan tanaman masyarakat yang terkena dampak dari latihan, jika ada
kerusakan tanaman sudah pasti dimusyawarahkan terhadap pemilik tanaman tentang
kerugian. Hal tersebut sudah merupakan ketentuan dan aturan TNI setiap latihan;
d.
Tanggapan FPPKS:
- Pembersihan lapangan
memang harus dilakukan; tetapi pernah terjadi kasus ditemukannya bom mortir
bersirip di lahan pertanian. Lalu diambil dan dibawa pulang oleh anak-anak dan
meledak di rumah penduduk yang mengakibatkan kematian 5 anak secara tragis;
- Kerusakan tanaman tidak semata yang
diakibatkan langsung dari pelaksanaan latihan, tetapi sebagai dampak tak
langsung karena larangan melakukan kegiatan pertanian, sehingga tanaman
holtikultura menjadi layu dan sebagian mati; terlebih ketika musim serangan
hama.
4. Terkait dengan uji coba
senjata berat berdasarkan keterangan dari pihak TNI-AD dapat dijelaskan sebagai
berikut: a. Kegiatan uji coba yang dilaksanakan terutama penembakan dengan
amunisis mulai dari caliber 5,56 mm sampai dengan radius maksimal bau yang
masih terasa k.l 300 m sudah hilang terpecah angin sedang jarak dari pemukiman
ke arah latihan k.l 800 m;
Tanggapan FPPKS: 4.a Penting diketahui
bahwa latihan uji coba senjata berat menimbulkan bukan cuma dampak lingkungan
saat terjadi latihan; akan tetapi dan terutama paska latihan dengan jeda waktu
tak terukur, di kemudian hari dilakukan pemusnahan sisa latihan. Disamping
amunisi mortir sisa latihan yang ditanam di lahan pertanian dan jelas-jelas
berbahaya. Melainkan juga tindakan pemusnahan sisa-sisa amunisi dan
barang-barang lain dengan cara dibakar di lokasi sebelah barat jalan akses ke
pantai dan bahkan pembakaran amunisi yang juga dilakukan di tempat terbuka, di
jalan rintisan perkebunan holtikultura.
b. Jenis rudal atau bom yang disebutkan
oleh masyarakat, pengujian materiil ini bersifat menguji kemampuan terbang dan
kecepatan meluncurnya badan roket dan tidak dilengkapi dengan hulu ledak sesuai
perkiraan masyarakat, roket buatan PT. Dirgantara Indonesia hanya dilengkapi
munisi caliber 90 mm menguji kemampuan ledakan yang ditembakkan ke tanggul atau
gunungan kurang lebih 1.000 m;
Tanggapan FPPKS:
Perlu pengecekan terhadap amunisi (bom)
mortir dengan kodevikasi 105 H HC SMOKE CTG M84C1; apakah berhulu ledak atau
tidak.
Juga fakta penemuan bom sisa latihan TNI yang ditemukan anak desa Setrojenar, kemudian meledak dan menyebabkan kematian dengan cara yang tragis.
Substansi item b ini juga tidak secara jelas merupakan tanggapan atas pengaduan kami, sehingga jadi bias dan merupakan ”plintiran” masalah. Karena PT Dirgantara Indonesia, memang bukan “pabrik senjata”.
Juga fakta penemuan bom sisa latihan TNI yang ditemukan anak desa Setrojenar, kemudian meledak dan menyebabkan kematian dengan cara yang tragis.
Substansi item b ini juga tidak secara jelas merupakan tanggapan atas pengaduan kami, sehingga jadi bias dan merupakan ”plintiran” masalah. Karena PT Dirgantara Indonesia, memang bukan “pabrik senjata”.
c. Di setiap pelaksanaan latihan TNI-AD
sebelumnya sudah dilaksanakan peninjauan medan terkandung maksud untuk
mengetahui keadaan medan sehingga dapat menyesuaikan dengan medan yang
sebenarnya untuk kendali sarana dan prasarana maupun senjata yang digunakan.
Demikian untuk menjadikan maklum.
Demikian untuk menjadikan maklum.
Bupati Kebumen; H. BUYAR WINARSO, SE
Tanggapan
FPPKS:
- tanggapan untuk item yang bernada
retorika ini, sudah cukup jelas tergambar pada tanggapan kami sebelumnya.
- Secara keseluruhan nampak bahwa dalam hal ini, Bupati Kebumen, yang relative masih baru menjabat; tidak paham persoalan kami dan tidak mau bicara terlebih dahulu kepada rakyat, khususnya petani Kebumen selatan yang merupakan kontributor amat signifikan dalam pemenangan bursa pemilukada lalu. Kini petani kecewa pada Bupati yang diketahui “cacat budaya”.
‘
Sumber Buku:
- Brandes, J, BABAD TANAH JAWI
Deel LI, 1900, Batavia: Albrecht Co, Martinus Nyhoff.
- De Graaf, H.J, HISTOGRAFI
HINDIA BELANDA, Jakarta, Bhratara, 1971.
- P.J.F Louw, Kaarten En
Teekeningen DE JAVA – OORLOG van 1825 – 1830, No. 2; Vestelijk Gedeelte
van het Oorlogtoonel; Batavia; Topographisch Bureau 1897.
- M.D, Sagimun, Pahlawan
Dipanegara Berjuang (Bara Api Kemerdekaan Nan Tak Kunjung Padam), 1956,
Jogjakarta, Tjabang Bagian Bahasa, Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P.
dan K. Jogjakarta MCMLVII.
SEJARAH CIKAL BAKAL
KABUPATEN KEBUMEN
Oleh : Sayyid
R. Ravie Ananda
(sebuah sumber yang patut diapresiasi )
Pendahuluan
Seperti halnya Daerah-daerah di Indonesia yang mempunyai latar belakang kultur budaya dan sejarah yang berbeda-beda, Kabupetan Kabumen memiliki sejarah tersendiri yaitu berdiri Kabupaten Kebumen dimana maksud yang dikandung untuk memberikan rasa bangga dan memiliki bagi warga masyarakat Kabupaten Kebumen yang selanjutnya dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada sehingga dapat memajukan pembangunan di segala bidang .
Seperti halnya Daerah-daerah di Indonesia yang mempunyai latar belakang kultur budaya dan sejarah yang berbeda-beda, Kabupetan Kabumen memiliki sejarah tersendiri yaitu berdiri Kabupaten Kebumen dimana maksud yang dikandung untuk memberikan rasa bangga dan memiliki bagi warga masyarakat Kabupaten Kebumen yang selanjutnya dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada sehingga dapat memajukan pembangunan di segala bidang .
Sejarah awal mulanya adanya Kebumen tidak dapat dipisahkan dengan sejarah
Mataram Islam. Hal ini disebabkan adanya beberapa keterkaitan peristiwa yang
ada dan dialami Mataram membawa pengaruh bagi terbentuknya Kebumen yang masih
didalam lingkup kerajaan Mataram. Di dalam Struktur kekuasaan Mataram lokasi
kebumen termasuk di daerah Manca Negara Kulon ( wilayah Kademangan Karanglo )
dan masih dibawah Mataram.
Berdasarkan Perda Kab. Kebumen nomor 1 tahun 1990 tentang Penetapan Hari
Jadi Kabupaten kebumen dan beberapa sumber lainnya dapat diketahui latar
belakang berdirinya Kabupaten kebumen antara lain ada beberapa versi yaitu :
Versi I
Versi Pertama asal mula lahirnya Kebumen dilacak dari
berdirinya Panjer . Menurut sejarahnya menurut sejarahnya, Panjer berasal dari
tokoh yang bernama Ki Bagus Bodronolo.Pada waktu Sultan Agung menyerbu ke Batavia ia membantu
menjadi prajurit menjadi pengawal pangan dan kemudian diangkat menjadi
senopati. Ketika Panjer dijadikan menjadi kabupaten dengan bupatinya Ki
Suwarno( dari Mataram ), Ki Bodronolo diangkat menjadi Ki Gede di Panjer Lembah
( Panjer Roma ) dengan gelar Ki Gede Panjer Roma I, Pengangakatan tersebut
berkat jasanya menangkal serangan Belanda yang akan mendarat di Pantai
Petanahan sedangkan anaknya Ki Kertosuto sebagai patihnya Bupati Suwarno.Demang
Panjer Gunung, Adiknya Ki Hastrosuto membantu ayahnya di Panjer Roma, kemudian
menyerahkan jabatannya kepada Ki Hastrosuto dan bergelar Ki Panjer Roma II.
Tokoh ini sangat berjasa karena memberi tanah kepada Pangeran Bumidirja. yang
terletak di utara Kelokan sungai Lukulo dan kemudian dijadikan padepokan yang
amat terkenal. Kedatangan Kyai P Bumidirja menyebabkan kekhawatiran dan
prasangka, maka dari itu beliau menyingkir ke desa Lundong sedang Ki panjer
Roma II bersama Tumenggung Wongsonegoro Panjer gunung menghindar dari kejaran
pihak Mataram. Sedangkan Ki Kertowongso dipaksa untuk taat kepada Mataram dan
diserahi Penguasa dua Panjer, sebagai Ki Gede Panjer III yang kemudian bergelar
Tumenggung Kolopaking I ( karena berjasa memberi kelapa aking pada Sunan
Amangkurat I ). dari Veri I dapat disimpulkan bahwa lahirnya Kebumen mulai dari
Panjer yaitu tanggal 26 Juni 1677.
Versi II
Sejarah Kabupaten Kebumen dimulai sejak Tumenggung
Arung Binang I yang masa mudanya bernama JAKA SANGKRIP yang berdarah Mataram
dan dititipkan kepada pamannya Demang Kutawinangun. Setelah dewasa lalu mencari
ayahnya ke keraton Mataram dan setelah membuktikan keturunan Raja maka ia
diangkat menjadi Mantri Gladag, kemudian sampai Bupati Nayaka dengan Gelar
Hanggawangsa. setelah diambil menantu oleh Patih Surakarta kemudian diangkat
menjadi Tumenggung Arung Binang I sampai dengan keturunannya yang Ke III
sedangkan Arung Binang IV sampai ke VIII secara resmi menjadi Bupati Kebumen.
Versi III
Asal mula nama Kebumen adalah adanya tokoh KYAI.
PANGERAN BUMIDIRJA. Beliau adalah bangsawan ulama dari Mataram, adik Sultan
Agung Hanyokro Kusumo. Ia dikenal sebagai penasihat raja, yang berani
menyampaikan apa yang benar itu benar dan apa yang salah itu salah. Kyai P
Bumidirjo sering memperingatkan raja bila sudah melanggar batas-batas keadilan
dan kebenaran. Ia berpegang pada prinsip : agar raja adil dan bijaksana.
Disamping itu juga ia sangat kasih dan sayang kepada rakyat kecil. Kyai P
Bumidirjo memberanikan diri memperingatkan keponakannya, yaitu Sunan Amangkurat
I. Karena sunan ini sudah melanggar paugeran keadilan dan bertindak keras dan
kejam. Bahkan berkompromi dengan VOC (Belanda) dan memusuhi bangsawan ,ulama
dan rakyatnya. Peringatan tersebut membuat kemarahan Sunan Amangkurat I dan
direncanakan akan dibunuh, Karena menghalangi hukum qishos terhadap Kyai P
Pekik dan keluarganya ( mertuanya sendiri ).
Untuk menghadapi hal itu, Kyai P Bumidirjo lebih baik
pergi meloloskan diri dari kungkungan sunan Amangkurat I. Dalam perjalanan ia
tidak memakai nama bangsawan , namun memakai nama Kyai Bumi saja. Kyai P Bumidirjo sampai ke Panjer dan
mendapat hadiah tanah di sebelah utara kelok sungai Lukulo , pada tahun 1670.
Pada tahun itu juga dibangun padepokan/pondok yang kemudian dikenal dengan nama
daerah Ki bumi atau Ki-Bumi-An, menjadi KEBUMEN. Oleh karena itu bila lahirnya Kebumen diambil dari segi nama, maka
versi Kyai Bumidirjo yang dapat dipakai dan mengingat latar belakang
peristiwanya tanggal 26 Juni 1677.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah bahwa Kebumen berasal
dari kata Bumi, nama sebutan bagi P Kyai Bumidirjo , mendapat awalan Ke dan
akhiran an yang menyatakan tempat.
Hal itu berarti Kabumen mula mula adalah tempat tinggal P Bumidirjo.
Di dalam perjalanan sejarah Indonesia pada saat dipegang Pemerintah Hindia Belanda telah terjadi pasang surut dalam pengadaan dan pelaksanaan belanja negara , keadaan demikian memuncak sampai klimaksnya sekitar tahun 1930.
Di dalam perjalanan sejarah Indonesia pada saat dipegang Pemerintah Hindia Belanda telah terjadi pasang surut dalam pengadaan dan pelaksanaan belanja negara , keadaan demikian memuncak sampai klimaksnya sekitar tahun 1930.
Salah satu perwujudan pengetatan anggaran belanja
negara itu adalah penyederhanaan tata pemerintahan dengan penggabungan
daerah-daerah Kabupaten (regentschaap) . Demikian pula halnya dengan Kabupaten
Karanganyar dan Kebupaten Kebumen telah mengalami penggabungan menjadi satu
daerah Kabupaten menjadi Kabupaten Kebumen.
Surat keputusan tentang penggabungan kedua daerah ini tercatat dalam lembaran
negara Hindia Belanda tahun 1935 nomor 629. Dengan ditetapkannya Surat
Keputusan tersebut maka Surat Keputusan terdahulu tanggal 21 juli 1929 nomor
253 artikel nomor 121 yang berisi penetapan daerah kabupaten Kebumen dinyatakan
dicabut atau tidak berlaku lagi. Ketetapan baru tersebut telah mendapat
persetujuan Majelis Hindia Belanda dan Perwakilan Rakyat (Volksraad).
Sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan tersebut
maka luas wilayah Kabupaten Kebumen yang baru yaitu : Kutowingun , Ambal , Karanganyar dan Kebumen. Dengan
demikian Surat Keputusan Gubernur Jendral De Jonge Nomor 3 tertanggal 31
Desember 1935 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 1936 dan sampai saat ini
tidak berubah. Sampai sekarang Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa
Tengah, telah memiliki
Tumenggung/Adipati/ Bupati sudah sampai 29 kali.
Kabupatren
Kebumen Letak Wilayah: 7°27’ - 7°50’ Lintang Selatan 109°33’- 109°50’ Bujur
Timur. Batas Wilayah: Sebelah Timur; Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo
Sebelah Utara; Kabupaten Banjarnegara Sebelah Barat; Kabupaten Banyumas &
Kabupaten Cilacap Sebelah Selatan; Samudera Indonesia. Luas Wilayah dan
Penggunaan: Kabupaten Kebumen secara administratif terdiri dari 26 kecamatan
dengan luas wilayah sebesar 128.111,50 Ha atau 1.281,115 Km2, dengan kondisi
beberapa wilayah merupakan daerah pantai dan pegunungan, sedangkan sebagian
besar merupakan dataran rendah. Dari luas wilayah Kabupaten Kebumen, pada tahun
2010 tercatat 39.768,00 hektar atau sekitar 31,04% merupakan lahan sawah dan
88.343,50 hektar atau 68,96% lahan kering. Menurut sistem irigasinya, sebagian
besar lahan sawah beririgasi teknis (50,34%), dan hampir seluruhnya dapat
ditanami dua kali dalam setahun, beririgasi setengah teknis (9,23%), beririgasi
sederhana (5,77%), beririgasi desa (2,65%) dan sebagian berupa sawah tadah
hujan dan pasang surut (32,02%). Penggunaan lahan kering (bukan sawah) dibagi
menjadi untuk lahan pertanian sebesar 42.799,50 hektar (48,45%) dan bukan untuk
pertanian sebesar 45.544,00 hektar (51,55%). Lahan kering untuk pertanian
terbagi menjadi untuk tegal/kebun seluas 27.629,00 hektar, ladang/huma seluas
745,00 hektar, perkebunan seluas 1.159,00 hektar, hutan rakyat seluas 3.011,00
hektar, tambak seluas 24,00 hektar, kolam seluas 53,50 hektar, padang
penggembalaan seluas 33,00 hektar, sementara tidak diusahakan seluas 231,00
hektar, dan lainnya seluas 9.914,00 hektar. Sedangkan lahan kering bukan untuk
pertanian digunakan untuk bangunan seluas 26.021,00 hektar, hutan negara seluas
16.861,00 hektar, rawa-rawa seluas 12,00 hektar serta lainnya seluas 2.650
hektar. Iklim Pada tahun 2010 curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Kebumen
lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Tercatat curah hujan selama tahun 2010
sebesar 4.100,21 mm lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 2,127,00 mm dan
hari hujan sebanyak 172 hari lebih sering dari tahun sebelumnya sebanyak 107
hari. Suhu terendah yang terpantau di stasiun pemantauan Wadaslintang pada
bulan Juli dengan suhu sekitar 23,20°C dan tertinggi 34,00°C pada bulan
Februari dan Maret. Rata-rata kelembaban udara setahun 84,08% dan rata-rata
kecepatan angin 0,94 meter/detik. Sedangkan pada stasiun pemantauan Sempor suhu
terendah 21,16°C terjadi pada bulan Desember dan tertinggi 33,50°C pada bulan
Februari. Rata-rata kelembaban udara setahun 85,83% dan rata-rata kecepatan
angin 1,59 meter/detik.
Sejarah
Seperti halnya Daerah-daerah di Indonesia yang mempunyai latar belakang kultur
budaya dan sejarah yang berbeda-beda, Kabupetan Kabumen memiliki sejarah
tersendiri yaitu berdiri Kabupaten Kebumen dimana maksud yang dikandung untuk
memberikan rasa bangga dan memiliki bagi warga masyarakat Kabupaten Kebumen
yang selanjutnya dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada sehingga
dapat memajukan pembangunan di segala bidang . Sejarah awal mulanya adanya
Kebumen tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Mataram Islam. Hal ini disebabkan
adanya beberapa keterkaitan peristiwa yang ada dan dialami Mataram membawa
pengaruh bagi terbentuknya Kebumen yang masih didalam lingkup kerajaan Mataram.
Di dalam
Struktur kekuasaan Mataram lokasi kebumen termasuk di daerah Manca Negara Kulon
(wilayah Kademangan Karanglo) dan masih dibawah Mataram. Berdasarkan Perda Kab.
Kebumen nomor 1 tahun 1990 tentang Penetapan Hari Jadi Kabupaten kebumen dan
beberapa sumber lainnya dapat diketahui latar belakang berdirinya Kabupaten
kebumen antara lain ada beberapa versi yaitu: Versi I Versi Pertama
asal mula lahirnya Kebumen dilacak dari berdirinya Panjer.
Menurut
sejarahnya, Panjer berasal dari tokoh yang bernama Ki Bagus Bodronolo. Pada
waktu Sultan Agung menyerbu ke Batavia ia membantu menjadi prajurit menjadi
pengawal pangan dan kemudian diangkat menjadi senopati. Ketika Panjer dijadikan
menjadi kabupaten dengan bupatinya Ki Suwarno (dari Mataram), Ki Bodronolo
diangkat menjadi Ki Gede di Panjer Lembah (Panjer Roma) dengan gelar Ki Gede
Panjer Roma I, Pengangakatan tersebut berkat jasanya menangkal serangan Belanda
yang akan mendarat di Pantai Petanahan sedangkan anaknya Ki Kertosuto sebagai
patihnya Bupati Suwarno. Demang Panjer Gunung, Adiknya Ki Hastrosuto membantu
ayahnya di Panjer Roma, kemudian menyerahkan jabatannya kepada Ki Hastrosuto
dan bergelar Ki Panjer Roma II. Tokoh ini sangat berjasa karena memberi tanah
kepada Pangeran Bumidirja. yang terletak di utara Kelokan sungai Lukulo dan
kemudian dijadikan padepokan yang amat terkenal. Kedatangan Kyai P Bumidirja
menyebabkan kekhawatiran dan prasangka, maka dari itu beliau menyingkir ke desa
Lundong sedang Ki panjer Roma II bersama Tumenggung Wongsonegoro Panjer gunung
menghindar dari kejaran pihak Mataram. Sedangkan Ki Kertowongso dipaksa untuk
taat kepada Mataram dan diserahi Penguasa dua Panjer, sebagai Ki Gede Panjer
III yang kemudian bergelar Tumenggung Kolopaking I (karena berjasa memberi
kelapa aking pada Sunan Amangkurat I). dari Versi I dapat disimpulkan bahwa
lahirnya Kebumen mulai dari Panjer yaitu tanggal 26 Juni 1677. Versi
II Sejarah Kabupaten Kebumen dimulai sejak Tumenggung Arung Binang I yang
masa mudanya bernama JAKA SANGKRIP yang berdarah Mataram dan dititipkan kepada
pamannya Demang Kutawinangun. Setelah dewasa lalu mencari ayahnya ke keraton
Mataram dan setelah membuktikan keturunan Raja maka ia diangkat menjadi Mantri
Gladag, kemudian sampai Bupati Nayaka dengan Gelar Hanggawangsa. setelah
diambil menantu oleh Patih Surakarta kemudian diangkat menjadi Tumenggung Arung
Binang I sampai dengan keturunannya yang Ke III sedangkan Arung Binang IV
sampai ke VIII secara resmi menjadi Bupati Kebumen. Versi III Asal
mula nama Kebumen adalah adanya tokoh KYAI PANGERAN BUMIDIRJA.
Beliau
adalah bangsawan ulama dari Mataram, adik Sultan Agung Hanyokro Kusumo. Ia
dikenal sebagai penasihat raja, yang berani menyampaikan apa yang benar itu
benar dan apa yang salah itu salah. Kyai P. Bumidirjo sering memperingatkan
raja bila sudah melanggar batas-batas keadilan dan kebenaran. Ia berpegang pada
prinsip: agar raja adil dan bijaksana. Disamping itu juga ia sangat kasih dan
sayang kepada rakyat kecil. Kyai P. Bumidirjo memberanikan diri memperingatkan
keponakannya, yaitu Sunan Amangkurat I. Karena sunan ini sudah melanggar
paugeran keadilan dan bertindak keras dan kejam. Bahkan berkompromi dengan VOC
(Belanda) dan memusuhi bangsawan, ulama dan rakyatnya. Peringatan tersebut
membuat kemarahan Sunan Amangkurat I dan direncanakan akan dibunuh, karena
menghalangi hukum qishos terhadap Kyai P. Pekik dan keluarganya (mertuanya
sendiri). Untuk menghadapi hal itu, Kyai P. Bumidirjo lebih baik pergi
meloloskan diri dari kungkungan sunan Amangkurat I. Dalam perjalanan ia tidak
memakai nama bangsawan, namun memakai nama Kyai Bumi saja. Kyai P. Bumidirjo
sampai ke Panjer dan mendapat hadiah tanah di sebelah utara kelok sungai
Lukulo, pada tahun 1670. Pada tahun itu juga dibangun padepokan/pondok yang
kemudian dikenal dengan nama daerah Ki bumi atau Ki-Bumi-An, kemudian menjadi
KEBUMEN. Oleh karena itu bila lahirnya Kebumen diambil dari segi nama, maka
versi Kyai Bumidirjo yang dapat dipakai dan mengingat latar belakang
peristiwanya tanggal 26 Juni 1677. Berdasarkan bukti-bukti sejarah bahwa
Kebumen berasal dari kata Bumi, nama sebutan bagi Kyai P. Bumidirjo, mendapat
awalan Ke dan akhiran an yang menyatakan tempat. Hal itu berarti Kabumen
mula-mula adalah tempat tinggal P. Bumidirjo.
Di dalam
perjalanan sejarah Indonesia pada saat dipegang Pemerintah Hindia Belanda telah
terjadi pasang surut dalam pengadaan dan pelaksanaan belanja negara, keadaan
demikian memuncak sampai klimaksnya sekitar tahun 1930. Salah satu perwujudan
pengetatan anggaran belanja negara itu adalah penyederhanaan tata pemerintahan dengan
penggabungan daerah-daerah Kabupaten (regentschaap).
Demikian
pula halnya dengan Kabupaten Karanganyar dan Kebupaten Kebumen telah mengalami
penggabungan menjadi satu daerah Kabupaten menjadi Kabupaten Kebumen. Surat
keputusan tentang penggabungan kedua daerah ini tercatat dalam lembaran negara
Hindia Belanda tahun 1935 nomor 629. Dengan ditetapkannya Surat Keputusan
tersebut maka Surat Keputusan terdahulu tanggal 21 Juli 1929 nomor 253 artikel
nomor 121 yang berisi penetapan daerah kabupaten Kebumen dinyatakan dicabut
atau tidak berlaku lagi. Ketetapan baru tersebut telah mendapat persetujuan
Majelis Hindia Belanda dan Perwakilan Rakyat (Volksraad). Sebagai akibat
ditetapkannya Surat Keputusan tersebut maka luas wilayah Kabupaten Kebumen yang
baru yaitu: Kutowingun, Ambal, Karanganyar dan Kebumen. Dengan demikian Surat
Keputusan Gubernur Jendral De Jonge Nomor 3 tertanggal 31 Desember 1935 dan
mulai berlaku tanggal 1 Januari 1936 dan sampai saat ini tidak berubah.
Kabupaten Kebumen telah memiliki Tumenggung/Adipati/Bupati sampai dengan 29
kali (Sumber: Humas Kab. Kebumen). Nama Tumenggung/Adipati/Bupati yang
Pernah Memimpin Kebumen No. Nama Tahun Nama Daerah 1 Panembahan Bodronolo
1642-1657 Panjer 2 Hastrosuto 1657-1677 Panjer 3 Kalapaking I 1677-1710 Panjer
4 KRT.Kalapaking II 1710-1751 Panjer 5 KRT.Kalapaking III 1751-1790 Panjer 6
KRT.Kalapaking IV 1790-1833 Panjer 7 KRT. Arungbinang IV 1833-1861 Panjer 8
KRT. Arungbinang V 1861-1890 Kebumen 9 KRT. Arungbinang VI 1890-1908 Kebumen 10
KRT. Arungbinang VII 1908-1934 Kebumen 11 KRT. Arungbinang VIII 1934-1942
Kebumen 12 R. Prawotosoedibyo S. 1942-1945 Kebumen 13 KRT. Said Prawirosastro
1945-1947 Kebumen 14 RM. Soedjono 1947-1948 Kebumen 15 R.M. Istikno Sosrobusono
1948-1951 Kebumen 16 R.M. Slamet Projorahardjo 1951-1956 Kebumen 17 R.
Projosudarto 1956-1961 Kebumen 18 R. Sudarmo Sumohardjo 1961-1963 Kebumen 19
R.M. Suharjo Notoprojo 1963-1964 Kebumen 20 DRS. R. Soetarjo Kolopaking
1964-1966 Kebumen 21 R. Suyitno 1966-1968 Kebumen 22 Mashud Mertosugondo
1968-1974 Kebumen 23 R. Soepeno Soerjodiprodjo 1974-1979 Kebumen 24 DRS. H.
Dadiyono Yudoprayitno 1979-1984 Kebumen 25 Drs. Iswarto 1984-1985 Kebumen 26 H.
M.C. Tohir 1985-1990 Kebumen 27 H.M. Amin Soedibyo 1990-1995 Kebumen 28 H.M.
Amin Soedibyo 1995-2000 Kebumen 29 Dra. Rustriningsih, M.Si. 2000-2005 Kebumen
30 Dra. Rustriningsih, M.Si. 2005-2008 Kebumen 31 K.H. Nashiruddin Al Mansyur
2008-2010 Kebumen 32 H. Buyar Winarso, SE 2010- 2014.
Destinasi
Pariwisata Kabupaten Kebumen
Kebumen Tempat-tempat Wisata Kebumen Arung Jeram Padegolan,
Kebumen Wisata Arung Jeram Kebumen dimulai di Desa Sendang Dalem,
Prembun, kawasan Waduk Wadas Lintang, dengan air yang jernih, sungai berkelok
dengan batu-batu besar serta jeram yang membutuhkan ketrampilan,sampai titik
akhir di Bendungan Pejengkolan. Benteng Van Der Wijck Kebumen
Benteng Van Der Wijck Wisata Kebumen di Kota Gombong, 21 km dari Kota Kebumen,
dengan luas 3607 m2 dua lantai bagian atas dan bawah, tinggi benteng 10 m, cerobong
3 m, dan terdapat 16 barak. Dibangun Belanda pada abad ke-18. Gua Jatijajar
Gombong Wisata Kebumen di kaki pegunungan kapur, 21 Km dari Gombong,
dengan stalaktit dan stalagmit indah, panjang gua 250 m, seluruhnya sudah
diterangi dengan lampu listrik, dihiasi rangkaian patung yang menggambarkan
legenda Raden Kamandaka, serta empat buah mata air jernih. Di area ini ada Goa
Intan, Goa Dempok, dan Pulau Kera. Tarif masuk bagi pengunjung cukup murah. Goa
Jatijajar Gombong Kabupaten Kebumen Gua Petruk Gombong Wisata
Kebumen di Dukuh Mandayana, Desa Candirenggo, 6 Km dari Gua Jatijajar, suara
tetesan air kapur tak pernah henti.
Stalaktitnya
sangat indah, menyerupai Semar, bapak jenggot, anjing duduk serta, maaf,
payudara wanita, yang bisa dijangkau tangan. Kelenteng Kong Hwie Kiong
Wisata Kebumen di Jln. Pramuka No. 41, Kebumen, dibangun oleh para pedagang
Cina pada tahun 1898; pernah terbakar pada tahun 1947 dan dipugar kembali pada
tahun 1969. Tuan rumahnya Thian Siang Seng Boo, Dewi Penguasa Laut. Masjid
Saka Tunggal Kebumen Wisata Kebumen di Desa Pekuncen, Kec. Sempor, 15 km
dari kota Gombong, yang diyakini merupakan masjid tertua di Kebumen; dibangun
sekitar 1719 pada masa Adipati Mangkuprojo. Pantai Logending
Gombong Pantai Karang Bolong Wisata Kebumen di Kec. Ayah, 9 Km dari Goa
Jatijajar dengan tepian pantai luas yang dapat dinikmati dengan menyewa perahu
menyusuri muara Sungai Bodo, serta menyaksikan keindahan matahari
tenggelam. Pantai Karangbolong Wisata Kebumen 40 km dari pusat kota,
dengan pantai landai luas berpasir kelabu, ada Gua Karangbolong sepanjang 30 m,
lebar 10 m dan tinggi 5 m berumur 15-30 juta tahun, sebagai tempat sarang
burung walet. Pantai Petanahan Kebumen Wisata Kebumen di Desa
Karanggadung, Kec Petanahan, 17 Km dari Kota Kebumen, dengan ombak pantai
selatan yang besar dan berkejaran tanpa henti dengan suara debur ombak yang
keras. Pantai Tanjung Bata dan Pantai Menganti Kebumen Wisata
Kebumen yang berjarak sekitar 7 Km dari Pantai Ayah, dengan pasir putih, karang
terjal menyerupai batu raksasa dan perbukitan; dicapai dengan berjalan kaki
sejauh 3 Km dari lokasi parkir kendaraan. Pantai Suwuk Kebumen
Wisata Kebumen ini berada di desa Suwuk Kecamatan Puring. Lokasi wisatanya
bersebelahan dengan Pantai Karangbolong Pemandian Air Panas Krakal
Obyek wisata ini dapat dikatakan sebagai Wisata Medis, karena orang yang datang
ke tempat tersebut biasanya untuk berobat. Penyakit yang dapat diobati di sini
khusus penyakit kulit.
Kesenian
Khas Kebumen Kesenian tradisional dan kontemporer Kebumen yang eksis
sampai saat ini dapat dibaca dibawah ini. Calung Bambu Calung Kebumen
menggunakan bambu, sama seperti daerah lain di Jawa. Bedanya dengan calung
Sunda ialah kalau di Parahyangan instrumen calung dipegang menggantung di
tangan, sedang di Kebumen dirangkai berjejer kesamping (direnteng) dan
diletakan di lantai/panggung. Jumlah paguyuban calung di Kebumen mencapai 21
grup. Campursari Campursari termasuk musik kontemporer
kolaborasi/ramuan dari gending jawa-keroncong-dangdut yang diaransmen
sedemikian rupa sehingga lahir jenis musik baru dengan ritmik lebih dinamis
namun masih memperlihatkan warna aslinya.
Di Kebumen
terdapat 28 grup yang eksis. Dalang Jemblung Dalang Jemblung adalah
pertunjukan wayang yang seluruh dialog dan musiknya diganti dengan suara
manusia yaitu oleh dalang dan para nayaganya. Mirip musik akapela (kalau orang
Banyumas mengibaratkan seperti wong gemblung yang bicara/ngromed sendiri). Di
sini tidak ada instrumen gamelan yang tersedia. Walau di daerah lain seperti di
Banyumas dan Cilacap Dalang Jemblung juga ada, di Kebumen masih lebih dominan.
Namun sayang, pertunjukan Dalang Jemblung sudah semakin langka. Gebyak
Cah Angon Acara diadakan dalam rangka memperingati lahirnya Nabi Muhammad
Saw. Waktu Pelaksanaan: Setiap tanggal 12 Maulud, Lokasi : Pantai Entak Desa
Entak Kecamatan Ambal.
Ingkung
Suran Kegiatan Upacara adat selamatan dalam rangka memperingati tokoh
ulama besar Jawa bernama Syech Ibrahim Asmoro Kondi. Pelaksanaannya pada bulan
Syura/Muharam yang jatuh pada Jum’at Kliwon atau kalau tidak ada hari Jum’at
Kliwon pada bulan itu, maka dilaksanakan pada hari Jum’at Pon. Peserta adalah
warga Dusun Kuwarisan Kelurahan Panjer baik itu muslim, non muslim, penduduk
asli maupun pendatang yang sudah menikah atau pernah menikah dan para keturunan
yang ada di luar daerah. Dimana setiap tahun jumlah peserta meningkat. Tahun
1995 oleh MURI dijadikan Event Budaya Tumpengan dan Ingkung terbanyak se
Indonesia yaitu 4557 buah. Waktu Pelaksanaan : Dilaksanakan pada setiap bulan
Suro/Muharam. Lokasi : Masjid Banyumudal, Kewarisan, Panjer, Kelurahan
Kebumen Janeng Musik Janeng atau Jamjaneng adalah musik tradisional
asli Kabupaten Kebumen. Kesenian Janeng adalah suatu bentuk perpaduan dari
alat musik pukul tradisional yang syair-syairnya bernafaskan Islami.
Kesenian
Jamjaneng Sebenarnya kata Janeng diambil dari nama penemunya, yaitu Kyai
Zamzani. Akan tetapi lidah orang Jawa lebih mudah untuk mengucapkan Jamjaneng,
sehingga sampai sekarang musik ini tetap dikenal sebagai musik Jamjaneng, atau
lebih akrab disebut Janeng. Pada awalnya musik Janeng hampir sama fungsinya
dengan wayang kulit semasa zaman Walisongo, digunakan sebagai sarana dakwah
agama Islam. Hal ini karena masyarakat zaman itu lebih mudah menerima
pencerahan agama dalam bentuk hiburan. Sekarang musik Janeng lebih sering
dimainkan sebagai sarana hiburan di acara-acara hajatan, misalnya perkawinan,
khitanan, serta peringatan hari besar. Karena merupakan sarana dakwah Islam,
kesenian Jamjaneng lebih menjurus ke syair-syair yang bernafaskan Islami. Syair
dalam kesenian Janeng menggunakan bahasa Jawa. Namun tak semua lagu Jamjaneng
merupakan lagu dakwah. Kethoprak Adalah seni pertunjukan khas Jawa,
mirip kesenian tonil di daerah lain. Di Kebumen Kethoprak sangat digemari,
paguyubannyapun mencapai 23 grup.
Kirab
Pusaka Tradisi dalam rangka melestarikan, menjaga dan merawat benda-benda
pusaka peninggalan jaman Kerajaan. Waktu Pelaksanaan: Setiap bulan Muharam pada
Jumat Kliwon. Lokasi : Kirab dari Desa Candi Karanganyar sampai dengan Rumah
Sakit Medika desa Jatiluhur Karanganyar. Kuda Lumping Kuda Lumping
pemecah rekor MURI Jenis Kesenian ini sangat merakyat di Kabupaten Kebumen.
Puluhan kelompok grup kesenian kuda lumping terbentuk. Jumlah grup mencapai 95.
Jumlah Grup
Kesenian Kuda lumping merupakan yang terbanyak di Kabupaten Kebumen, bahkan
dalam rangka menyambut Hari Jadi Kabupaten Kebumen Tahun 2008, Kabupaten
Kebumen menciptakan kudalumping ukuran paling besar dan mendapatkan piagam
rekor MURI kategori Kuda Lumping terbesar se Indonesia. Lengger
Tradisional dan Lengger Tari Lawet Lengger tradisional adalah kesenian
sindhen dan tari dengan iringan musik khas calung bambu. Sedang Lengger Tari
Lawet adalah lengger kontemporer, diciptakan pada tahun 1995 oleh seniman
Kebumen. Menceritakan tentang aktifitas burung lawet dalam mencari makan sampai
kembali ke sarangnya. Diperagakan minimal 2 orang penari perempuan. Durasi 10
menit. Waktu Pelaksanaan: Dilaksanakan pada saat ada kegiatan untuk memeriahkan
suatu acara/resepsi.
Lokasi:
Kabupaten Kebumen Pengundhuhan Sarang Burung Lawet Kegiatan pengunduhan
(Indonesia: memetik/mengambil) sarang burung lawet dilakukan 4 kali dalam satu
tahun, pelaksanaannya diawali dengan ritual doa, serta kesenian daerah berupa
lengger, wayang kulit tanpa kelir di goa tiruan Pantai Karangbolong dengan
lakon Rama Tambak. Waktu Pelaksanaan: Upacara dilaksanakan menggunakan kalender
Jawa pada bulan kesembilan.
Lokasi:
Obyek wisata Pantai Karangbolong. Kesenian Lengger terdiri dari 11
grup. Pacuan Kuda Tradisional Diadakan dalam rangka
memeriahkan acara Syawalan. Waktu Pelaksanaan : Satu minggu setelah Idul Fitri,
lokasi : Pantai Ambal, Kecamatan Ambal Kebumen. Rebana Di daerah
lain ada yang menyebut Genjringan, Slawatan, Hadrah dsb. Kesenian ini tumbuh di
dekat pusat-pusat dawah Islam atau pesantren. Rebana biasanya digelar tanpa
kendhang atau instrumen lainnya seperti pada Janeng. Di Kebumen ada 17
grup. Wayang Kulit Kesenian Wayang Kulit adalah kesenian yang
menduduki rangking ke 2 dari keseluruhan jumlah kesenian yang ada di Kabupaten
Kebumen. Dalang-dalangnya juga sudah terkenal di luar Kabupaten Kebumen. Di
Kebumen terdapat 80 grup Grup Wayang Kulit termasuk
karawitan/uyon-uyonnya. Kuliner Makanan Khas Kebumen dan Gombong
yang dapat dinikmati atau sebagai oleh-oleh wisata sebenarnya cukup banyak
macamnya, diantaranya: Soto Gombong dengan tambahan gethuk kunir, sate Ambal,
mendhoan, peyek yutuk, jipang kacang, lanthing bumbu, serta hasil bumi
bengkuang. Kuliner Khas Kebumen dan Gombong
Hotel di
Kebumen 1. Aman Hotel Kebumen Jl. Revolusi 88, Karanganyar, Kebumen. Telp
0287-551006, 551018 2. Benteng Hotel di Kebumen Jl. Sapta Marga 100,
Gombong Selatan, Kebumen. 0287-473460 3. Candisari Hotel di Kebumen Jl.
Raya Timur Km 2, Karanganyar, Kebumen. 0287-551336, 551337 4. Dunia Hotel
di Kebumen Jl. Pemuda 13 Gombong, Kebumen. 0287-471285 5. Ganesha Hotel
Kebumen Jl. Yos Sudarso 434, Gombong, Kebumen. 0287-471098 6. Grafika
Hotel Kebumen Jl. Yos Sudarso 565, Gombong,Kebumen. 0287-471552 7. Graha
Putra Hotel Kebumen Jl. Stasiun, Gombong, Kebumen. 0287-471066 8. Istana
Hotel Kebumen Jl. Yos Sudarso 559, Gombong, Kebumen. 0287-471484 9.
Lukulo Hotel di Kebumen Bocor Pasar Hewan, Kebumen. 0287-382966 10. Marsiwo
Hotel di Kebumen Jl. Yos Sudarso 72, Gombong, Kebumen. 0287-471176 11. Nasional
Hotel Kebumen Pemuda 63, Kebumen. 0287-381083 12. Patra Hotel Kebumen Pemuda
71, Kebumen. 0287-381520 13. Permata Hotel Kebumen Jl. Yos Sudarso 455,
Gombong, Kebumen. 0287-471371 14. Puri Laras Hotel Kebumen Pemuda 109, Kebumen.
0287-385589 15. Pusaka Hotel Kebumen Pemuda 123, Kebumen. 0287-382227 16.
Putera Hotel Kebumen Pemuda 27, Kebumen. 0287-382021 17. Sejahtera Hotel
Kebumen Pemuda 114, Kebumen. 0287-381331 18. Slamet Hotel Kebumen Jl. Yos
Sudarso 391, Gombong, Kebumen. 0287-473580 19. Trio Hotel di Kebumen Jl. Yos
Sudarso 441, Gombong, Kebumen. 0287-471103
Situs Panembahan yang ada di
wilayah urut sewu. Kebumen banyak makam sejarah yang belum di ketahui
oleh para pejabat maupun masyrkat pada umnya seperti yang terdapat makam-makam
para adipati dan senopati agung dari kerajaan mataram belum diketahui khalayak
umumdi desa klapasawit dukuh joho RT 03/02, buluspesantren kebumen
nama-nama yang tercantum adalah :
nama-nama yang tercantum adalah :
1. Mbah patra leksana/R. mas ngabei surantika/mbah soleh/R Joko purna
2. Wangsa dipa/kyai sawunggalih/syeh abdurrahman
3. Mbah soka pura/ kyai patah/kyai selo/kyai soka leksana/raden jaka umbaran
4. Mbah singayuda/kyai mataram/R. sancang yuda/ R. setro jenar
5. Mbah suliwarni/R. mas kalinyamat/ R. soka nata
Desa sidomukti ambal (dukuh daratan)
Syeh abdul qodir an-daratansyeh bledug jagung
Syeh Abdul Qodir An-Daratany, Daratan Sidomukti Ambal
Syeh Bledug Jagung, Daratan Sidomukti Ambal
Mbah Kyai Sodri, Daratan Sidomukti Ambal
Eyang Doro Bei, Kradenan Ambal
Syeh Bledug Jagung, Daratan Sidomukti Ambal
Mbah Kyai Sodri, Daratan Sidomukti Ambal
Eyang Doro Bei, Kradenan Ambal
Di wilayah kebumen barat :
1. Panembahan Agung Kajoran, Kajoran, Karanggayam
2. Panembahan Eyang Sepuh Purnomo Sidik, Candi, Karanganyar
3. Panembahan Duryudana, Sempor
4. Panembahan Eyang Tumenggung Singa Taruna, Tresnorejo, Petanahan
5. Panembahan Eyang Tumenggung Singa Ndanu, Puring
6. Panembahan Eyang Tumenggung Carangnolo, Puring
7. Panembahan Eyang Tumenggung Wono Salam, Sekarteja, Adimulyo
8. Panembahan Eyang Dipawetjana, Sidomulyo, Adimulyo
9. Panembahan Eyang Sepuh Joko Puring, Puring
10. Syaikh Abbas, Dorowati, Klirong
11. Syaikh Pandan Arum, Karangreja, Petanahan
12. Panembahan Kalang Kadirja, Braja, Karangduwur, Petanahan
1. Panembahan Agung Kajoran, Kajoran, Karanggayam
2. Panembahan Eyang Sepuh Purnomo Sidik, Candi, Karanganyar
3. Panembahan Duryudana, Sempor
4. Panembahan Eyang Tumenggung Singa Taruna, Tresnorejo, Petanahan
5. Panembahan Eyang Tumenggung Singa Ndanu, Puring
6. Panembahan Eyang Tumenggung Carangnolo, Puring
7. Panembahan Eyang Tumenggung Wono Salam, Sekarteja, Adimulyo
8. Panembahan Eyang Dipawetjana, Sidomulyo, Adimulyo
9. Panembahan Eyang Sepuh Joko Puring, Puring
10. Syaikh Abbas, Dorowati, Klirong
11. Syaikh Pandan Arum, Karangreja, Petanahan
12. Panembahan Kalang Kadirja, Braja, Karangduwur, Petanahan
Daerah kebumen kota
1. syech bagus ‘ali (panggel, panjer, kebumen)
2. syech sirnoboyo (kuwarisan, panjer, kebumen)
3. syech gesing (gesing, adikarso, kebumen)
1. syech bagus ‘ali (panggel, panjer, kebumen)
2. syech sirnoboyo (kuwarisan, panjer, kebumen)
3. syech gesing (gesing, adikarso, kebumen)
Di wilayah timur
Desa Ambal Resmi
Makam Mbah Joko Resmi lor Pasar
Ambal Resmi
Desa Mirit
Makam Mbah Lancing
BULUPITU; di Desa Tunjungseto
Kutowinangun bukanlah makam, tapi petilasan, tempat bertapa Joko Sangkrib.
Konon setelah semedi 72 hari, ia diberi senjata cemeti oleh Dewi Nawangwulan,
bekal untuk mengabdi ke Kraton Mataram. Putra Demang Kutowinangun itu menjadi
sakti dan karena prestasinya ia diberi jabatan menjadi Adipati Kebumen sebagai
Arungbinang 1. Makanya ada yang mengisahkan, Dewi Nawangwulan itu “kekasih
gelap” Joko .
Sumber: http://paguyuban-linggamas.blogspot.com wisata-kabupaten-kebumen diunduh 1 Mei 2015
Sumber Pustaka :
Sejarah Nasional Indonesia
Babad Kadhiri
Kidung Kejayaan Mataram
Babad Kebumen, R. Soemodidjojo
21 komentar:
sangat menarik bagi saya pembaca yang masih mencari silsilah keluarga saya.
pokoke Top .
Bagus banget bung......!
Sebenarnya masih ada aset lagi,mungkin anda belum mengetahui ini.
Di desa Entak-Ambal ternyata ada sebuah peninggalan sejarah yang tertinggal/terlewatkan dan belum diketahui banyak orang yaitu :
1.Makam Auliya/Wali besar yang merupakan keturunan ke 5 dari Sultonul Aulia Syeh Abdul Qodir Jailani Rodiallohu Anhu yaitu Syeh Maulana Nurul Duhur ( Mbah Duhur ) yang terletak di Bukit Kalen Gunung Tugel ) Dukuh Pranji Desa Entak - Ambal,yang riwayatnya beliau ini adalah Ulama besar /Tokoh Urut Sewu pada jaman pemerintahan Panembahan Senopati ing Metaram.di tempat makamnya tertulis juga alur / silsilahnya sampai kepada Nabi M6hammad SAW.
2.Petilasan / Pesanggrahan Gunung Gede juga terletak di Dukuh Pranji Desa Entak Ambal Kebumen ( sekitar 300m ketimur dari makam Mbah Duhur ( Syeh Maulana Nurul Duhur ) yang konon kabarnya tempat ini dulunya adalah tempat penyimpanan logistik,tempat menghimpun kekuatan sekaligus pesanggrahan Kanjeng Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram waktu penyerangan ke Batavia dulu.
3.Peninggalan berupa Kebudayaan yang sampai saat ini masih di uri uri menjadi icount Desa Entak yaitu Gebyag Cah Angon Urut Sewu yang sudah ratusan tahun silam Berpusat Di Pantai Pranji Desa Entak- Ambal Kebumen.
4.Masih banyak lagi Bung utk info lengkapnya.....,hehe biasa lah bisa ditanyakan ke Mbah Google dah banyak ko infanya dengan kata kunci entak ambal / tradisi cah angaon dan sebagainya.
Atau monggo main saja ke Desa Entak ini Bung.
Maturnwun
Wah maturnuwun bisa tukaran info ini hp ana 081310651414
Emangnya ada keluarga di ambal dan siapa yg dicari bung
Piye kabare nur khamid saat ini alamat dimana
Bagus top piye kabare alamat sampeyan dimana ngkik tak goleti yo
Bagus top piye kabare alamat sampeyan dimana ngkik tak goleti yo
se-kecamatan ambal nama desa blengorkulon ko g ada gan??
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
permisi, ingin berbagi artikel tentang hubungan Kyai Modjo (Jumal Korib) dari baderan, klaten dan Kyai Abdul Jalal, Kaliyoso, Sragen berikut https://datacomlink-blogspot-com.cdn.ampproject.org/c/s/datacomlink.blogspot.com/2017/06/Penelusuran-Sejarah-Kelurahan-Kaliyoso-di-Dungaliyo-Gorontalo.html?m=1
terima kasih..
Salam sedulur ku neng desa pucangan. -putu ne mbah marsini karo soederi. Sing manggon neng pontianak.
Salam,
U mentioned that Kyai yahya is your monyang, so where do u sit in the silsilah?
Kyai Yahya is in my silsilah ... Satu barisan dengan Raden Kusen, Raden Tjarangnolo, Wonoyudo Inggil, Wonoyudo Pametjut (Wongsojojo III), Wonoyodo Berbang (Wongsojojo IV), Wongsojojo Halus V, Raden Tjokdojudo (Gunung), Kyai Hj Yahya Penhgulu Mukim Kabupaten Ambal. Seterusnya masuk ke keluarga sebelah ibu saya Kyai Hj Zakaria Ketip Lurah Ambal.
Persoalannya, kamu di mana?
Email saya di shariza24@gmail.com
Salam,
Saya sedang mencari silsilah keluarga saya, kata Ibu saya kami ada kaitannya dengan Bupati Ambal, yang setelah saya baca artikel ternyata hanya ada satu yaitu KRAH Poerbanagara.
Ibu saya Rr Christina Usdiawati, eyang kakung Raden Abdul Syukur. Apakah masih satu trah?
Saya tidak tau nama buyut saya, hanya dengar ceritanya wafat di tangan Belanda, saat ngikut eyang kakung saya berjuang di daerah wonosobo (eyang kakung Tentara pejuang).
Mohon pencerahannya, terima kasih
✋
Wah bagus juga artikelnya menambah wawasan tentang yang namanya Kec.Ambal, cuman saya belum ngerti kenapa kok pantai selatan Kebumen disebut dengan Urutsewu yaa mohon bantuan pencerahannya mas Trims
Maaf mau bertanya, apakah kisah dari KRAH Poerbonegoro bisa dipertanggungjawabkan? Dan apakah silsilah beliau yg adalah putra dari HB III benar adanya? Karena saya pernah membaca silsilah putra2 dari HB III kok tidak tercantum nama beliau nggih.. Maturnuwun
Maaf mau bertanya, apakah kisah dari KRAH Poerbonegoro bisa dipertanggungjawabkan? Dan apakah silsilah beliau yg adalah putra dari HB III benar adanya? Karena saya pernah membaca silsilah putra2 dari HB III kok tidak tercantum nama beliau nggih.. Maturnuwun
Mbah buyut saya biasa disebut oleh keluarga besar dengan mbah lurah senen..ambalresmi klo tidak salah makamnya di Stono Kalijo...apa betul ada mbah lurah senen di ambalresmi....matur nuwun jika ada infonya
Tokoh utama dan watak crita diatas apa?
Tolong di jawab ya
Posting Komentar