Senin, 23 November 2015

KONSTRUKSI HUKUM TERHADAP “PERSELISIHAN INTERNAL PERTANGGUNJAWABAN KEUANGAN PARTAI POLITIK” DPD PAN KOTA PONTIANAK“ SECARA PROGRESIF BERDASARKAN HUKUM TATA NEGARA DAN ATAU HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

KONSTRUKSI  HUKUM TERHADAP “PERSELISIHAN INTERNAL PERTANGGUNJAWABAN KEUANGAN  PARTAI POLITIK”  DPD PAN KOTA PONTIANAK“ SECARA PROGRESIF  BERDASARKAN HUKUM TATA NEGARA DAN ATAU HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Oleh:
Saksi Ahli
Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur,SH,MH
Web: Rajawali Garuda Pancasila
HP 081310651414

A.Peristiwa  Hukum
 1. Fokus Peristiwa hukum yang  dimohonkan kepada saya sebagai saksi ahli  adalah  permasalahan  Pertanggungjawaban Keuangan Partai Politik dalam hal ini perselisihan internal PAN Kota Pontianak berkaitan sumber keuangan partai Politik, yakni berdasarkan Pasal 34 UU No 2 Tahun 2011 Tentang  Partai Politik menyatakan
1)        Keuangan Partai Politik bersumber dari:
a.    iuran anggota;
b.    sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c.    bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
2)        Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
3)        Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.

         2.Dalam peristiwa hukum ini sumber keuangan partai politik yang didapatkan salah satunya adalah sumbernya dari iuran anggota bahwa berdasarkan  Surat  Ketua DPD PAN Kota Pontianak Nomor PAN/17.01/A/K-S/121 2010 tanggal 28 Januari 2010 berkaitan dengan keunagan partaipolitik yang berasal  iuran anggota, konstruksi hukumnya atau das seinnya, bahwa manakala pemotongan iuran anggota yang berasal dari gaji dan tunjangan anggota DPRD Kota Pontianak dengan mekanisme pemotongan dilakukan oleh Bendahara DPRD Kota Pontianak dan setelah uang iuran anggota tersebut mekanisme selanjutnya disetorkan kepada Bendahara Partai untuk selanjutnya disetorkan ke Rekening DPD PAN Kota Pontianak di Bank Kal-Bar, namun  fakta hukumnya pada bulan Juni 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013 diambil oleh Ketua DPD PAN Kota Pontianak (Mujiono,Spd,MM) saat ini dalam kedudukan anggota DPRD kota Pontianak dengan cara memerintahkan seseorang untuk mengambil uang iuran anggota  langsung dari Bendahara DPRD kota Pontianak melalui seseorang (saksi Herman), kemudian menerima uang iuran tersebut kepada Ketua DPD PAN  kota Pontianak dan tidak disetorkan  ke Bendahara Partai dan tidak dimasukan ke rekening DPD PAN kota Pontianak  di bank  Kal-Bar, akan  tetapi ke rekening pribadi sehingga  patut diduga tidak melaksanakan mekanisme pengelolaan keuangan Partai Politik tersebut.

      3. Peristiwa hukum tersebut di atas dipertanyakan kepada  saya selaku saksi ahli yang  ditunjuk untuk memberikan keterangan sebagai Ahli Hukum Tata Negara sehubungan dengan Surat dari Kapolresta Pontianak Kota nomor : R / 250 / XII / 2014 / Resta-Ptk, tanggal 31 Desember 2014 perihal : Bantuan pemeriksaan ahli hukum pidana dan ahli hukum tata negara dan Surat Tugas dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak nomor : .106/ UN22.1 / 2015, tanggal 7 Januari 2015. Atas dasar itu saya dimintakan keterangan ahli terhadap  peristiwa hukum tersebut dari sisi hukum tata negara.

     4.  Selaku yang berkompeten memberikan keterangan ahli sesuai dengan keahlian saya pada kajian  hukum tata negara khususnya pemangku mata kuliah studi kasus Hukum Tata Negara pada fakultas hukum Universitas Tanjungpura, maka saya memberikan keterangan ahli, oleh karena itu ketika di pertanyaan kepada “Coba Ahli jelaskan riwayat Pendidikan dan kerja serta jabatan Ahli saat ini, Jelaskan? Perlu saya jelaskan bahwa Saya sebagai ahli Hukum Tata Negara dan menjadi beberapa nara sumber masalah-masalah hukum tata pemerintahan daerah jabatan saya saat ini adalah dosen di fakultas hukum tata negara. (Keterangan Ahli butir point 3)

     5. Berdasarkan butir 4 di atas, maka keterangan saya selaku saksi ahli dimulai dengan pertanyaan oleh penyidik kepada saya. Coba Ahli jelaskan, Apakah yang di maksud dengan : Hukum Tata Negara?  dan oleh saya selaku saksi ahli memberikan keterangan, bahwa Hukum Tata Negara adalah seperangkat peraturan perundang-undangan tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan dengan kenegaraan baik ditingkat supra struktur kenegaraan maupun ditingkat infra struktur kemasya-rakatan, baik secara vertikal maupun horisontal dan sinergisitas keduanya yang mengatur tentang kelembagaan negara dari sisi struktur, fungsi, wewenang dan tugas, serta hubungan antar kelembagaan negara baik secara vertikal dan atau horisontal serta struktur kelembagaan pemerintahan daerah, demikian juga peraturan perundang-undaangan yang mengatur hubungan warga negara sebagai rakyat dengan negara sebagai institusi kenegaraan dan atau dengan kelembagaan pemerintahan daerah dan jaminan perlindungan atas hak-hak warga negara (HAM). (Butir Keterangan ahli Nomor 5 a), demikian juga ketika dipertanyakan kepada saya tentang Undang-undang partai Politik dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai politik serta Peraturan Organisasi partai politik.

      6.  Berkaian dengan point 5 di atas saya selaku saksi ahli menerangkan, bahwa Undang-undang partai politik adalah Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan Partai Politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan baik kepentingan anggotanya maupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum dan didalamnya berkaitan dengan Kedaulatan Partai Politik berada ditangan anggotanya, kedudukan, fungsi, hak, dan kewajiban partai politik dan status Partai Politik yang bersifat mandiri dalam mengatur rumah tangga organisasinya. Dengan demikian hubungan hukum tata negara dengan UU Partai Politik adalah bagian dari perangkat hukum tata negara yang merupakan salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur salah satu unsur Infra struktur kenegaraan dalam hal ini Partai Politik, karena substansi pengertian Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  
           Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai politik serta Peraturan Organisasi partai politik adalah Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD, adalah peraturan dasar Partai Politik. Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya disingkat ART, adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD. Dengan demikian secara konstruksi hukum tata negara, bahwa peraturan organisasi sebagai peraturan dasar dari Partai Politik. Dan Partai Politik sebagai salah satu bagian infra struktur kenegaraan, maka semua peraturan yang dikeluarkan oleh partai politik secara hukum terikat atau berpedoman kepada peraturan perundang-undangan agar supaya partai politik memiliki legitimasi hukum, atau terdaftar secara resmi di kementerian hukum dan HAM. Dengan demikian substansi atau isi AD harus juga memenuhi yang dipersyaratkan oleh Pasal 2 ayat 4 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK yang menurut pasal 2 ayat (4) isinya adalah AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
a.    asas dan ciri Partai Politik;
b.    visi dan misi Partai Politik;
c.    nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
d.   tujuan dan fungsi Partai Politik;
e.    organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f.     kepengurusan Partai Politik;
g.    mekanisme rekrutmen keanggotaan Partai Politik dan jabatan politik;
h.    sistem kaderisasi;
i.      mekanisme pemberhentian anggota Partai Politik;
j.     peraturan dan keputusan Partai Politik;
k.    pendidikan politik;
l.      keuangan Partai Politik; dan
m.  mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik. (butir point 5 c, d)
      7. Selanjutnya dipertanyakan kepada saksi ahli beberapa pertanyaan,  yani Hubungan antara hukum tata negara dengan undang-undang partai politik ? Hubungan antara hukum tata negara dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai politik serta Peraturan Organisasi partai politik,Jelaskan ? (butir 5 huruf d,e,f) kemudian saya jawab selaku saksi,  ahli, bahwa hubungan antara hukum tata negara dengan undang-undang partai politik adalah Undang-Undang Partai Politik adalah merupakan salah satu peraturan perundang-undangan hukum tata negara yang mengatur salah satu infra strukur politik yakni partai politik. Dan Hubungan antara hukum tata negara dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai politik serta Peraturan Organisasi partai politik adalah bahwa hukum tata negara pada tataran infra struktur politik merupakan salah satu unsur dari sistem kenegaraan, yakni partai politik Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian dalam hubungan dengan AD dan ART Partai Politik secara subtansi adalah sebagai konstitusi partai yang perumusan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan kedudukan sebagai peraturan organisasi yang merupakan kajian hukum tata negara. (butir 5 Pemeriksaan Ahli)
      8. Selanjutnya dipertanyakan kepada saya selaku saksi ahli Apakah yang menjadi dasar hukum dari jawaban Ahli pada point (5) , jelaskan ?
           Selaku saksi ahli saya memberikan keterangan “Dapat saya jelaskan bahwa dasar hukum jawaban saya sesuai point (5) adalah Bahwa dalam berkaitan dengan AD salah satu subtansi yang paling penting dan sangat mendasar adalah masalah keuangan partai politik, disamping partai politik mendapatkan sumber keuangan juga memiliki kewajiban Pasal (34A) yang menyatakan :Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
1)   Audit laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2)   Hasil audit atas laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Partai Politik paling lambat 1 (satu) bulan setelah diaudit. Secara logika hukum, karena partai politik wajib pertanggungjawaban keuangan, jika demikian apabila ada penyimpangan keuangan adalah menjadi tanggung jawab pengurus partai politik.

    9.  Selanjutnya dipertanyakan kepada saya selaku saksi ahli Coba Ahli jelaskan struktur atau tatanan perundang-undangan di tinjau dari sudut pandang hukum tata negara dan jika dihubungkan dengan undang-undang partai politik dan AD/ART partai politik serta Peraturan Organisasi partai politik, dimanakah letak atau termasuk dalam golongan apakah UU partai politik dan AD/ART partai politik serta peraturan organisasi dalam struktur atau tatanan perundang-undangan tersebut, jelaskan?(butir 9 Berita Pemeriksaan Ahli)
          Kemudian selaku saksi ahli menjawab, bahwa secara normatif PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011.
1)       Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a.         Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.        Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.         Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.        Peraturan Pemerintah;
e.         Peraturan Presiden;
f.         Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.        Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penjelasan Ayat (2) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

      10.Apakah dasar hukum jawaban Ahli pada point (9) tersebut diatas ? Dasar hukum jawaban saya pada point (9) tersebut diatas adalah Pasal 8 ayat (1)Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Ayat (2)Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Partai Politik dibentuk oleh masyarakat dan dilegitimasi oleh pemerintah atau negara melalui kementerian hukum dan HAM dan peraturan partai politik dibentuk mengacu pada peraturan perundang-undangan.

      11.Kemudian dipertanyakan kepada saya selaku saksi ahli dengan prolog berikut ini: Sehubungan dengan kasus yang ditangani oleh Penyidik Sat Reskrim Polresta Kota tentang adanya suatu peristiwa dimana seorang anggota Partai PAN yang bertugas selaku anggota DPRD Kota Pontianak dari Partai PAN Kota Pontianak an. Sy. ALWI ALMUTAHAR, S.Sos, M.Si melaporkan sdr. MUJIONO, S.Pd, SMn selaku Ketua DPD PAN Kota Pontianak yang tidak menyetorkan uang Kontribusi milik sdr. Sy. ALWI ALMUTAHAR, S.Sos, M.Si dan 3 (Tiga) orang anggota DPRD Kota Pontianak dari fraksi PAN Kota Pontianak kepada Kas DPD PAN Kota Pontianak dari bulan Juni 2013, Juli 2013 dan Agustus 2013 sebesar Rp. 21.500.000,- (Dua Puluh Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) dan uang tersebut disimpan oleh sdr MUJIONO, S.Pd, SMn di rekening pribadi miliknya, akibatnya partai mengalami kerugian sebesar Rp. 21.500.000,- (Dua Puluh Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) dan uang kontribusi tersebut seharusnya di pergunakan untuk membayar gaji pengurus partai PAN Kota Pontianak yang ada di DPC-DPC Kota Pontianak maupun DPRt-DPRt Kota Pontianak, pada bulan Juni 2014 uang tersebut dilaporkan oleh sdr MUJIONO untuk Kampanye Pilpres tahun 2014, pertanyaannya adalah bagaimana menurut Ahli tentang peristiwa tersebut jika di tinjau dari sudut pandang hukum tata negara maupun pidana ? (butir 11 Berita Pemeriksaan Ahli)
Kemudian saya terangkan, bahwa menurut saya peristiwa tersebut adalah Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 16 ayat (1) UU No 2 Tahun 2011 bahwa salah satu sumber keuangan dapat berasal dari kontribusi anggota Partai Politik dalam hal ini anggota partai politik yang menjadi anggota DPRD. Menurut saya peristiwa tersebut adalah peristiwa hukum secara pidana yang patut diduga tindak pidana penggelapan, tetapi secara hukum tata negara adalah tindakan merugikan Partai Politik yang diawali dengan penyimpangan administrasi keuangan Partai Politik. Termasuk tindakan yang melanggar hukum.

    12   Kemudian ketika dipertanyakan Apakah untuk menjadi pelapor dalam perkara ini sdr Sy. ALWI ALMUTAHAR,S.Sos, M.Si harus menggunakan mekanisme yang ada di partai mengingat kejadian ini adalah suatu peristiwa Pidana sebagaimana jawaban ahli pada poin (14) tersebut diatas ? Menurut saya memang pada tahap pertama adalah mekanis penyelesaian administrasi keuangan partai politik sebagai organisasi partai politik, tetapi jika didalam administrasi tersebut diindikasikan ada perbuatan pidana atau tindak pidana, maka hal tersebut sudah masuk ke ranah peristiwa pidana atau masuk ranah hukum pidana, maka siapapun berhak melaporkan peristiwa pidana tersebut. (butir Point 17 Bukti Pemeriksaan saksi ahli) 

  B.  Analisis Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
     13. Berdasarkan keterangan saya selaku saksi ahli jelaslah, bahwa saksi ahli menggunakan konstruksi hukum yang mengacu kepada peraturan perundangan-undangan dalam hal ini UU Nomor 2 Tahun 2011 Tentang perubahan UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, mengapa demikian ? karena fokus masalah adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban keuangan Partai Politik, yang menurut UU Nomor 2 Tahun 2011 mekanisme penyelesaiannya ada di AD (anggaran dasar) sebagai “konstitusi tertinggi Partai Politik”  atau peraturan dasar Partai Politik, karena isi AD (anggaran dasar)  harus juga memenuhi yang dipersyaratkan oleh Pasal 2 ayat 4 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK yang menurut pasal 2 ayat (4) isinya adalah AD (anggaran dasar)  sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
a.       asas dan ciri Partai Politik;
b.      visi dan misi Partai Politik;
c.       nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
d.      tujuan dan fungsi Partai Politik;
e.       organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f.       kepengurusan Partai Politik;
g.      mekanisme rekrutmen keanggotaan Partai Politik dan jabatan politik;
h.      sistem kaderisasi;
i.        mekanisme pemberhentian anggota Partai Politik;
j.        peraturan dan keputusan Partai Politik;
k.      pendidikan politik;
l.        keuangan Partai Politik; dan
m.    mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik.

 14.  Jelaslah, bahwa di dalam materi muatan AD (anggaran dasar)  partai Politik minimal memuat peraturan dasar yang minimal dipersyaratakan pada huruf a s/d huruf m Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 2 Tahun 2011, ketika dihubungkan dengan konstruksi hukum atau peristiwa hukum di DPD PAN Kota Pontianak sebagai das sein, maka harus melihat bagaimana pengaturan pertanggungjawaban keuangan Partai Politik (lihat huruf l Pasal 2 ayat (4) UU No 2 Tahun 2011) tentang isi AD Partai Politik) dan mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik (lihat huruf m Pasal 2 ayat(4), Pasal 32, 33  UU No 2 Tahun 2011)  yang dijabarkan dalamm peratuyran dasar  di Partai PAN.
Dengan analisis konstruksi hukum di atas, maka fokus  konstruksi hukumnya atau peristiwa hukum yang terjadi di DPD PAN Kota Pontianak, bisa diajukan pertanyaan dengan pendekatan Yuridis Normatif dengan model konstruksi hukum, yaitu: apakah fokus awal masalahnya berkaitan dengan keuangan partai politik atau masalah mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik atau masalah peraturan dan keputusan Partai Politik ? dan bagaimana tahapan mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik ? Apakah perselisihan internal Partai Politik adalah masalah awalnya penyalahgunaan wewenang atau pertanggung jawaban keuangan partai politik?

  15   Untuk memberikan keterangan terhadap pertanyaan konstruksi hukum di atas, bahwa selaku saksi ahli, menerangkan dalam persidangan ini menerangkan, bahwa jika kita cermat dan cerdas membaca UU Nomor 2 Tahun 2011, dapat lihat konstruksi hukumnya atau das seinnya, yakni sesuai dengan proposisi saya pada keterangan ahli butir 17 yang menyatakan, bahwa “Menurut saya memang pada tahap pertama adalah mekanis penyelesaian administrasi keuangan partai politik sebagai organisasi partai politik, tetapi jika didalam administrasi tersebut diindikasikan ada perbuatan pidana atau tindak pidana, maka hal tersebut sudah masuk ke ranah peristiwa pidana atau masuk ranah hukum pidana, maka siapapun berhak melaporkan peristiwa pidana tersebut.”
            Berdasarkan penyataan atau proposisi keterangan ahli pada berkas pemeriksaan tersebut diatas, jika menggunakan peraturan perundang-undangan dengan analisis secara hukum tata negara dimana Partai Politik  dalam sistem kenegaraan adalah salah satu bagian infra struktur politik kenegaraan yang tunduk dengan peraturan perundang-undangan, yakni UU Nomor 2 Tahun 2011, maka secara subtansi ada dua mekanisme penyelesaian jika terjadi perselisihan didalam Partai Politik, yakni:
            
          
           Pertama Penyelesaian tahap Pertama, mengacu Pada Pasal 32  ayat (1), (2):
            Ayat (1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART
            Ayat   (2)   Penyelesaian perselisihan  internal Partai Politik  sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dilakukan oleh  suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik.
           Mengacu pada pasal 32 ayat (1) UU No 2 tahun 2011 ada klasul “sebagaimana diatur di dalam AD dan ART“ Jika melihat kembali materi muatan yang diatur dalam AD berdasarkan Pasal 2 ayat (4) UU No 2 Tahu 2011 salah satu muatan yang diatur dalam AD adalah pada huruf l keuangan Partai Politik; dan huruf m mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik
            Jika kita analisis lebih jelas lagi apa yang dimaksud dengan perselisihan partai politik pada Penjelasan Pasal  32 ayat (1) menyatakan,, bahwa yang dimaksud dengan“ perselisihan Partai Politik”  meliputi antara lain :
1.      Perselisihan yang berkenaan dengan Kepengurusan,
2.      Pelanggaran terhadap  hak anggota Partai politik;
3.      Pemecatan tanpa alasan yang jelas;
4.      Penyalahgunaan Kewenangan;
5.      Pertanggungjawaban keuangan, dan atau;
6.      Keberatan terhadap Keputusan Partai Politik.

     16. Konstruksi Hukumnya, yakni ketika Ketua DPD PAN Kota Pontianak mengeluarkan Surat Ketua DPD PAN Kota Pontianak Nomor Pan /17.01/A/K-S/121/1/2010 Tanggal 28 Januari 2010 yang mengatur tentang adanya konstribusi uang atau bahasa hukum UU No 2 Tahun 2011 adalah iuran anggota sebagai salah satu sumber keuangan partai Politik (Pasal 34 ayat (1) UU No 2 Tahun 2011), maka secara hukum Administrasi Negara aturan tersebut  atau  peraturan yang ditetapkan oleh Ketua DPD PAN kota Pontianak tersebut, maka diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan, dengan analisis:
           a.  Jika dengan kewenangan yang melekat pada dirinya menimbulkan perselisihan dipartai politik,  maka dapat dikategorikan tindak penyalah gunaan kewenangan. (Pasal 32 ayat (1) dan penjelasannya huruf l)
           b.  Tetapi jika berkaitan dengan perselisihan partai politik yang berkaitan dengan pertanggungjawaban keuangan Partai Politik, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pertangungjawaban keuangan. (Pasal 32 ayat (1) dan penjelasannya huruf m)

            Kedua, Penyelesaian tahap Kedua mengacu Pada Pasal 33. Konstruksi hukumnya adalah jika penyelesaian baik huruf a dan b point nomor 15 di atas tidak selesai diinternal Partai Politik yang dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai atau sebutan lain yang dibentuk Partai politik sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (2) UU No 2 Tahun 2011, maka penyelesaiannya memasuki tahap kedua, sebagaimana dimaksud 33 ayat (1), (2), (3) UU No 2 Tahun 2011 yang menyatakan:

           Ayat (1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadian negeri.
           Ayat  (2) Putusan pengadiln negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkmah Agung.
           Ayat (3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh hari) hari sejak  gugatan perkara didaftarkan kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh hari) sejak memori kasasi terdaftar di kepanitraan Mahkah Agung.

           Berdasarkan perkembangan yang saya ikuti sebagai saksi ahli ternyata penyelesaian sudah memasuki tahap kedua sesuai konteks Pasal 33 UU No 2 Tahun 2011, yakni dengan dikeluarkan PUTUSAN SELA Nomor 469/Pid.b/2015/PN.Ptk) yang menarik adalah petimbangan hukum dan kesimpulan majelis hakim, membuat proposisi “menurut penilaian Majelis Hakim, hal ini harus dianggap sebagai perbuatan atau tindakan penyalahgunaan kewenangan, dan bukan kategori perbuatan pidana” kemudian pada pendapat, penilaian dan pertimbangan hukum yang diuraikan di atas Majelis Hakim berkesimpulan berhubung perkara aquo ternyata pokok permasalahannya berawal atau menyakut atau berhubungan dengan persoalan internal Partai, maka Pengadilan Negeri Pontianak belum berwenang memeriksa dan perkara aquo, maka dengan mempedomani SMA No 04 Tahun 2003, Majelis Hakim berpendapat bahwa Surat Dakwaan Penuntut Umum Haruslah dinyatakan tidak dapat diterima” (putusan  Sela halaman 12)
            Terlepas dari Putusan Sela Majelis Hakim di atas, hanya patut dipertanyakan demi kapastian hukum, keadilan dan asas kemanfaatan apakah yang dimaksud persoalan internal Partai ? menurut saya sebagai saksi ahli, bahwa konstruksi hukumnya harus diperjelas mekanisme penyelesaian persoalan internal Partai pada Partai Politik, dalam hal ini peristiwa hukum pada DPD PAN Kota Pontianak berdasarkan hukum tata negara dan hukum administrasi negara atau secara peraturan perundang-undangan lebih dahulu tetang proposisi majeis hakim “pada pendapat, penilaian dan pertimbangan hukum yang diuraikan di atas Majelis Hakim berkesimpulan berhubung perkara aquo ternyata pokok permasalahannya berawal atau menyakut atau berhubungan dengan persoalan internal Partaisebagaimana paparan berikut ini.

 C. Konstruksi Hukum Penyelesaian Peristiwa Hukum Pada DPD PAN Kota Pontianak
   17.   Berdasarkan dua tahapan tersebut diatas, yakni  Tahap Pertama mengacu pada Pasal 32 dan tahap kedua mengacu  pada pasal 33 UU Nomor 2 tahun 2011, maka menurut saya selaku saksi ahli, bahwa kedua belah pihak yang berselisih menempuh penyelesaian baik tahap pertama lebih dahulu, tetapi jika tidak tercapai penyelesaian tahap pertama, maka salah satu pihak yang berselisih didalam partai politik berhak menyelesaikan mekanisme tahap kedua. Secara kontekstual sebenarnya saat ini sudah sampai pada tahap kedua, karena Pasal 33 UU Nomor 2 Tahun 2011 sudah digunakan dengan adanya Putusan Sela PUTUSAN SELA Nomor 469/Pid.b/2015/PN.Ptk, tetapi semua itu dikembalikan pada interen cara pandang anggota Partai Politik itu sendiri dalam melihat konteks perselisihan partai politik saat ini, namun jika didalam mekanisme hukum administrasi negara dengan menggunakan aturan hukum yang tersedia peraturan perundang-undangan dalam hal ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun  2011, maka menurut para pihak yang berselisih, bahwa  jika didalam administrasi tersebut diindikasikan ada perbuatan pidana atau tindak pidana, maka hal tersebut sudah masuk ke ranah peristiwa pidana atau masuk ranah hukum pidana, maka siapapun berhak melaporkan peristiwa pidana tersebut. Maka dibuktikan perbuatan pidananya berdasarkan laporan pihak yang dirugikan pada persidangan ini, namun jika ada penyelesaian hukum secara progresif oleh para pihak, maka penyelesaian menjadi elegan dan bermartabat, mengapa demikian ?
            Sebagai tambahan karena ini menyangkut delik aduan dan juga perkembangan terakhir sudah ada ada penyelesaian secara internal partai Politik (saksi Muhammad,Ssi,SH,MM), maka menurut saya selaku saksi ahli, bahwa Surat Rekomendasi  DPC PAN sekota Pontianak 15 juli 2014 kekuatan hukumnya untuk diselesaikan  secara interen oleh Partai Politik, artinya apabila ada intruksi dari Partai Politik tersebut untuk pencabutan laporan, maka persoalan hukum ini selesai, tetapi jika salah satu pihak berpendapat tahap penyelesaian tahap pertama berdasarkan pasal 32 ayat 1,2 UU  Nomor 2 Tahun 2011 tidak tercapai, maka penyelesaian melalui pengadilan negeri untuk mendapatkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan berdasarkan Pasal 33 UU No 2 Tahun 2011 dipersilahkan untuk ditempuh, yakni  apabila  penyelesaian secara internal partai gagal dan direkomendasikan diselesaikan secara hukum melalui jalur pengadilan. Hal ini saksi ahli selaras dengan pertimbangan majeklis hakim yang menyatakan : “ bahwa oleh karena eksepsi Panasehat Hukum terdakwa dinyatakan dikabulkan atau diterima, maka pemeriksaan aquo haruslah dinyatakan dihentikan atau tidak perlu dilanjutkan, kecuali nantinya penyelesaian secara internal partai gagal dan direkomendasikan diselesaikan secara hukum mellalui jalur Pengadilan” (Putusan Sela halaman 13) Namun sebenarnya saksi ahli penyelesaian interen Partai PAN yang seharusnya ditempuh sesuai Pasal 32 ayat (1), (2) UU No 22 Tahun 2011, karena lebih elegan sebagai tujuan  hukum, yaksi asas kemanfaatan, yakni dengan Musyawarah DPD PAN Kota Pontianak salah satu agendanya adalah  pertanggungjawaban keuangan Partai Politik sesuai AD (Anggaran dasar) sebagai peraturan dasar Partai  Politik.  

  18. Apabila asas kemanfaatan lebih besar dalam arti menyangkut “marwah Partai Politik” karena kedaulatan ada ditangan anggota Partai Politik yang bersangkutan, hal ini sesuai hakekat Partai Politik, yakni bahwa Partai Politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan baik kepentingan anggotanya maupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum dan didalamnya berkaitan dengan Kedaulatan Partai Politik berada ditangan anggotanya, kedudukan, fungsi, hak, dan kewajiban partai politik dan status Partai Politik yang bersifat mandiri dalam mengatur rumah tangga organisasinya, maka menurut saya peristiwa hukum ini adalah salah satu pendidikan politik dan sekaligus pemahaman penegakan hukum berdasarkan hukum tata negara dan hukum administarsi negar, berpikir benar secara hukum itu baik dan akan lebih baik berpikir tepat secara hukum, tetapi akan lebih baik berpikir benar dan tepat secara hukum, karena berpikir benar dan tepat secara hukum berpikir dengan mata hati, sesungguhnya hukum itu tidak bisa hanya dipahami secara tekstual, tetapi secara konstektual dan yang lebih penting adalah konstektualisasinya diselaraskan dengan tujuan hukum itu sendiri sebagaimana klasul Putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa itulah hakekat penegakan hukum di dalam paradigma negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila, keseimbangan antara kepastian hukum, keadialan dan kemanfaatan perlu untuk dipertimbangkan.

                                                 
                                                                               Pontianak,  Kamis 05 November 2015

                                                                                                     Saksi Ahli






                                               Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur,SH,MH

0 komentar:

Posting Komentar