Senin, 23 November 2015

ANTISIPASI SARA DAN RADIKALISME DALAM PILKADA

                     ANTISIPASI SARA DAN RADIKALISME DALAM PILKADA

                                                     Oleh: Turiman Fachturahman Nur            

1.                 Titik paling rawan dari tahapan PILKADA ataupun pemilu secara langsung selama ini berdasarkan pengalaman empirik dan fenomena yang terjadi diberbagai daerah adalah menjelang hari H dan pasca Hari H Pemilihan, karena pada saat-saat tersebut bisa saja terjadi “provokasi politik” dari pihak-pihak yang memandang, bahwa PILKADA atau pemilu adalah hanya  masalah menang dan kalah dalam perhelatan demokrasi.
2.        Sejumlah fakta-fakta dari pengalaman PILKADA adalah beredar informasi-informasi dengan menggunakan media sosial publik ataupun selebaran yang isinya bisa saja menimbulkan pemahaman-pemahaman yang keliru dimasyarakat pemilih, bahkan menjurus pada hal-hal yang sangat sensitif, yaitu SARA dan Radikalisme.
3.        Pertanyaannya adakah Pasal dalam hukum untuk menjerat penyebar kebencian SARA yang menggunakan media selurer? Sebenarnya perangkat hukum untuk masalah tersebut secara hukum tata negara, sudah ada, yaitu UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, permasalahannya efektifkah Undang-Undang ini untuk diterapkan? J
4.                  Secara khusus sebenarnya secara hukum tata negara, negara ini sudah memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis, pasal 4 dan 16. Persoalanya secara hukum bagaimana jika persoalan SARA dan Radikalisme disebarkan melalui media teknologi selurer.
5.                   Jika kita menyimak Pasal 28 ayat (2) UU No 11 Tahun 2008 menyatakan : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (Sara).
6.      Sebenarnya, tujuan pasal ini adalah mencegah terjadi permusuhan, kerusuhan atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif. Isu SARA dalam pandangan massyarakat merupakan isu yang cukup sensitif. Oleh karena itu pasal ini diatur dalam delik fornal dan bukan delik materiil.
7.            Contoh penerapannya adalah apabila seseorang menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau melakukan anaki terhadap kelompok tertentu, maka secara langsung Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini dan secara langsung dapat digunakan oleh aparat Penegak Hukum untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tersebut.
8.      Ancaman pidana dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU ITE yaitu dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun/atau denda paling banyak Ro 1000.000.0000 (satu milyar).
9.      Bagaimana efektivitas pasal ini jika diterapkan , tentunya dapat dilihat dari setidaknya dua sisi, yaitu penegakan pengaturan dan peneraan/ penegakan hukum. Secara pengaturan, perumusan pasal ini sudah cukup memadai. Sedangkan dalam aspek penerapan/pengakan pasal ini tergantung pada tiap-tiap kasus yang terjadi atau dengan kata lain penerapan pasal tersebut relatif sulit diukur parameter efektivitasnya.
10.  Berkaitan dengan Radikalisme dalam PILKADA atau pemilu sebenarnya tidak akan terjadi jika ada kedewasaan politik rakyat, apalagi diera otonomi daerah dibutuhkan new strategy. Akar dari otonomi daerah adalah desentralisasi. Secara teoritis, desentralisasi ini diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan atau kebijakan publik ke tingkat pemerintah yang lebih paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap.
11.  Selain itu, kelembagaan-kelembagaan pun terpengaruh. Kelembagaan pemerintahan dan kelembagaan kepentingan masyarakat yang lain tidak lagi sepenuhnya dapat melayani kebutuhan masyarakat, tetapi menjadi lembaga yang menyebabkan individunya menolong diri sendiri. Lembaga hanya berfungsi sebagai fasilitator. Individunya yang lebih aktif. Tuntutan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan publik semakin kuat sehingga apabila tidak diikutsertakan sering menimbulkan konflik.
12.  Keterkaitan individu selain sebagai warga negara yang melekat hak asasi manusia kepadanya, terkait juga dengan masyarakat di negara-negara lain akan melahirkan masyarakat internasional. Akibatnya terjadi individualisasi, internasionalisasi, sosialisasi dan humanisasi. Timbul budaya global dan kesadaran global sehingga terjadi hubungan sistematik, kontraksi, sifat reflektif (tumbuh kesadaran dan kemanusiaan) terhadap sekat pembatas ruang dan waktu, sehingga timbul serba muka antara resiko dan kenyataan.   
13.  Sebagai manajer pemerintahan, pemerintahan daerah kabupaten dan kota mempunyai peranan yang besar dalam mentransformasikan perubahan yang menggambarkan perpaduan antara kenyataan yang ada dalam masyarakat dengan kebijaksanaan politik yang dikeluarkan pemerintah. Khusu untuk Kal-Bar harus ada pola berpikir juga harus diselaraskan kewawasan global (global mind set) :                     
1.         Peka terhadap perubahan yang cepat dan sistematik
2.         Kemampuan manajemen konflik
3.         Lebih menghargai proses organisasi daripada struktur hirarki formal
4.       Toleransi terhadap multikultural dan keragaman, luwes dan peka, tetapi memiliki identitas pribadi yang kuat
5.         Kemampuan memanfaatkan perubahan sosial budaya
6.         Terus menerus mempertajam keabsahan paradigma dalam berbagai kondisi sosial budaya (sui generis)
7.         Kemampuan menyusun skala prioritas secara terpadu yang berbentuk jaringan 

     14.Radikalisme ditandai tiga hal, menurut  Horace Kalen radikalisme ditandai dengan kecendurangan umum, pertama, Radikalisme merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respon tersebut muncul dalam bentuk  evaluasi, penolakan atau  perlawanan. Kedua, Radikalisme  tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus mengganti tatanan lain. Ciri –ciri ini menunjukan bahwa radikalisme terkandung suatu program atau pandangan  tersendiri. Kaum radikalisme berupaya kuat untuk menggantikan tatanan tersebut sebagai panganti dari tatanan yang sudah ada.Ketiga, Kaum radikalisme memiliki keyakianan akan kebenaran program atau ideologi yang dibawa. Dalam gerakan sosial.

15 komentar:

Unknown mengatakan...

Nama : Dwi Bintang Arrafig
Nim : A1011141279
Matakuliah : Ilmu Perundang-Undangan
Kelas : B
Reguler : A
Dosen : Turiman Fachturahman Nur,SH,MH
Assalamualaikum. Wr. Wb

Dari sekian pemaparan yang telah bapak jelaskan di artikel ini yang berjudul “Antisipasi Sara Dan Radikalisme Dalam Pilkada” saya sangat setuju dan sangat mengapresiasikannya karena benar-benar materi yang penting bilamana kita lihat dari segi pemikiran orang-orang sekarang yang memiki akun sosial media selalu menggunakan akun sosial medianya untuk melakukan hal yang bisa dikatakan negatif dalam artian tidak dengan benar cara penggunaannya karena kebanyakan tidak bahkan jarang berpikir bagaimana dampak apabila undang-undang yang mengatur tentang hal ini diberlakukan seperti halnya dalam Pasal 28 Ayat 2 UU No. 11 Tahun 2008 maka saya beranggapan apabila pasal tersebut benar-benar 100% dijalankan dan diberlakukan maka akan begitu banyak orang-orang yang akan memiliki perkara seperti ini dan akan mendapatkan ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU ITE yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Karena memang begitu banyak orang yang melakukan hal yang cenderung merugikan orang lain dengan menghasut atau menjelek-jelekkan agar orang lain terpengaruhi dan ikut-ikutan untuk membenci tanpa adanya dasar yang benar dan bahkan tak tahu mengapa harus membencinya apabila dipertanyakan alasannya.
dan juga hal yang tidak dapat dihindarkan lagi apabila kita membahas tentang ini yaitu masalah Radikalisme. Hal tersebut selalu cenderung dialami apabila seseorang ingin melakukan suatu tindakan yang ia ingin rubah tetapi tak menemui titik terang atau keberhasilan, maka satu-satu cara yang dapat ia lakukan adalah dengan melakukan Radikalisme. Ini adalah suatu perbuatan yang benar-benar merugikan orang lain sama halnya yang saya katakan diatas. Dan diakhir materi, bapak juga memberitahukan secara jelas bagaimana tanda-tanda radikalisme.
Mungkin hanya itu yang dapat saya komentari dari blog bapak ini, apabila ada kesalahan dalam kalimat komentar, saya mohon maaf.
Terima Kasih.

Unknown mengatakan...

Nama : ANDRY APRIYADI
Kelas : B/REG A
Makul : Ilmu Perundang-Undangan
Dosen : Subiyatno, SH/ Turiman Faturrahman Nur, SH MH
Fakultas Hukum Universitas TanjungPura
Assalamualaikum, Wr. Wb
Dari artikel diatas yang sudah bapak upload dan bapak bagikan. Saya berterima kasih dengan adanya artikel diatas dapat menambah ilmu saya. Artikel yang berjudul “Antisipasi Sara dan Rasisme Pilkada” sikap sara dan rasisme ini bukan hanya terjadi menjelang saat pilkada akan tetapi ada saja oknum-oknum melakukan sikap rasisme disebabkan ras/agama yang berbeda. Sikap yang mereka lakukan kadang konyol hanya karena mereka kaum mayoritas bisa menginjak-nginjak kaum minoritas tanpa alasan yang jelas. Dan sikap sara serta rasisme ini juga sangat erat sekali kaitannya ketika menjelang pilkada, penyebar kebencian di media publik sering dilakukan untuk memenangkan pengusung calon dari berbagai pihak. Dengan menyandarkan ras dan agama tak pelak sikap rasisme antar suku/agama pun sering terjadi. Sikap yang ditujukan dari para pendukung para calon pun perlu dipertanyakan, kenapa harus menjelekk-jelekkan dari calon pesaing ? Apakah sikapnya itu dianggap sebagai sebuah kewajaran atau ada biang dari perbuatan itu menggunakan demokrasi sebagai batu loncatan untuk duduk di kursi singgasana kepemerintahan daerah. Padahal sudah ada aturan mengenai sara dan rasisme yaitu UU NO. 11 Tahun 2008 dan UU NO.40 Tahun 2008, di dalam Pasal 28 ayat(2) dan Pasal 45 ayat(2) UU ITE ini memberikan ancaman kepada para penyebar kebencian dengan ancaman pidana yakni pidana penjara paling lama 6 tahun/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000(satu milyar rupiah). Tetapi masih saja banyak tindakan yang dilakukan berkaitan dengan sara dan rasisme dengan menyebarkan kebencian-kebencian di media. Keefektifan dari Undang-Undang ini pun patut dipertanyakan. Didalam tulisan artikel bapak pun mengungkapkan kelembagaan pemerintahan kadang terpengaruh sehingga lembaga yang ada hanya berfungsi sebagai fasiliator yang membuat masyarakat harus lebih aktif lagi untuk ikut berpartisipasi disetiap kebijakan publik, dan kadang pula disetiap kebijakan publik yang keluar menimbulkan terjadinya konflik baik dari masyarkat awam maupun kaum intelek. Sikap sara dan rasisme pun berujung pada sikap radikal. Persoalan Radikalisme yang terjadi berupa penolakan atau perlawan dengan membawa keyakinan akan kebenaran ideologi yang dibawa disetiap gerakan yang ada. Maka dari itu perlu dilakukan penanganan terhadap sikap sara dan rasisme yang targetnya pada penebar kebencian membuat negara ini terhindar dari hal-hal yang berbau radikal. Sekiranya segitu saja yang dapat saya tanggapi dari artikel bapak. Mohon maaf apabila ada kesalahan dari tulisan saya. Terima kasih

Unknown mengatakan...

Nama : Andrie Marpaung
Nim : A1011141065
Matakuliah : Ilmu Perundang-Undangan
Kelas : B
Reguler : A
Dosen : Turiman Fachturahman Nur,SH,M.Hum

Saya sangat setuju dan mengapresiasi artikel di atas karena dengan adanya artikel tersebut , diharapkan agar tidak ada lagi terjadinya sara dan radikalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya dalam hal pilkada . Pemerintah dan tokoh agama serta tokoh masyarakat harus bekerjasama dalam memberikan pandangan yang baik dan benar dalam kehidupan politik di Indonesia . Dengan adanya ketentraman antar umat beragama dan berbagai suku yang ada , maka Indonesia akan menjadi semakin maju dengan modal persatuan bangsa .

EMC mengatakan...

Nama : Meilyta Chang
NIM : A1011141172
Mata kuliah : ilmu perundang-undangan
Kelas : B
Regular: A

Radikalisme di berbagai wilayah NKRI memerlukan penangganan yang cepat. Semua permasalahan bisa dituntaskan dengan mengedepankan kebersamaan, senasib berbangsa dan negara. Pemerintah harus mampu memberikan solusi agar kecenderungan bergabung dengan kelompok radikal bisa diatasi.
Permasalahan daerah bekas konflik di NKRI harus ditanggapi secara cepat agar tidak terjadi konflik horizontal dan vertikal. Masalah pengamanan dan mencarikan solusi kesejahteraan sosial merupakan langkah penting yang dilakukan pemerintah. Persoalan daerah bekas konflik tersebut bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat sehingga tidak terpengaruh dengan kelompok radikal.
Sementara langkah solutif yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan upaya-upaya sosialisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kehidupan keagamaan, dengan mendayagunakan organisasi keagamaan, FKUB, MUI, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Membangun kesadaran dan sikap toleransi masyarakat dalam kehidupan beragama dan berkeyakinan.

Mendorong peran majelis-majelis agama untuk meningkatkan pemahaman keagamaan masyarakat sesuai dengan agamanya masing-masing. Memberikan kepercayaan dan keleluasaan kepada aparat keamanan untuk terus pro aktif dan bertindak tegas dalam mengantisipasi terjadinya konflik sosial atas nama SARA.

Unknown mengatakan...

Nama : Wela Hari Saputro
Nim : A1012171037
Matakuliah : Pendidikan Pancasila
Kelas : A
Semester : 1 (satu)
Reguler : B
Dosen : Turiman Fachturahman Nur,SH,MH
Assalamualaikum. Wr. Wb

Dalam artikel yang bapak tulis diatas mengenai antisipasi sara dan radikalisme dalam pilkada, saya sangat sependapat dengan apa yang bapak utarakan. Karena hal tersebut sangat penting bagi masyarakat umum khususnya bagi generasi muda saat ini dan juga bagi para calon-calon pasangan pemimpin yang akan bersaing dalam kontes pilkada. Agar selalu mengedepankan nilai-nilai yang baik, bersaing secara sehat tanpa harus melakukan provokasi-provokasi yang bersifat negatif baik secara langsung maupun dalam media elektronik dan cetak.
Selain itu, perlu dihimbau juga kepa para penggunai media elektronik sekarang ini agar selalu teliti dalam mengunggah konten-konten di media agara tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat akibat dari konten apa yang sudah kita unggah. Karena, apabila kita melakukan perbuatan provokasi yang bersifat negatif baik kepada kelompok masyarakat maupun pribadi/individu dapat dikenakan Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 mengenai ITE.
Sungguh sangat disayangkan sekali apabila kita tidak teliti dalam melakukan suatu perbuatan yang dapat merugikan diri kita sendiri dan orang lain. Untuk para penegak hukum juga harus lebih tegas lagi dalam menangani berbagai macam kasus tanpa melihat dari mana asal si pelanggar hukum tersebut, karena semua masyarakat mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum.
Mungkin itu yang dapat saya sampaikan dalam artikel ini, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar besarnya dan mohon bimbingan agar kedepan dapat lebih baik lagi. Terimakasih

Dina dino mengatakan...

Nama : Mardina Risti Sinambela
Nim : A1012171034
Matakuliah : Pendidikan Pancasila
Kelas : A
Semester : 1 (satu)
Reguler : B
Dosen : Turiman Fachturahman Nur,SH,MH

Salam Sejahtera

Dalam artikel bapak mengenai antisipasi sara dan radikalisme dalam PILKADA saya sangat sepndapat dgn bapak, karena hal tsb dapat membuat masyrkat lebih peduli dan memperhatikan terhadap PILKADA ataupun pemilu, karena dilihat dari kenyataannya selama ini pilkada ataupun pemilu selalu saja terjadi provokasi politik pdhal dari pihak2 yang memandang bahwa Pilkada ataupun pemilu hanyalah masalah menang dan kalah dalam perhelatan demokrasi. Seperti yang bapak tulis penerapan masalah ini adalah secara langsung pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat digunakan oleh aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tentang sara. Karena jika pasal ini diterapkan tentunya dapat memadai masyarakat tidak asal sembarang berkomentar dimedia sosial....
Hanya ini yang bisa saya sampaikan dalam artikel bapak... saya mohon maaf jika ada kata yang salah dalam berkomentar, saya ucapkan terima kasih.

Dina dino mengatakan...

Nama : Mardina Risti Sinambela
Nim : A1012171034
Matakuliah : Pendidikan Pancasila
Kelas : A
Semester : 1 (satu)
Reguler : B
Dosen : Turiman Fachturahman Nur,SH,MH

Salam Sejahtera

Dalam artikel bapak mengenai antisipasi sara dan radikalisme dalam PILKADA saya sangat sepndapat dgn bapak, karena hal tsb dapat membuat masyrkat lebih peduli dan memperhatikan terhadap PILKADA ataupun pemilu, karena dilihat dari kenyataannya selama ini pilkada ataupun pemilu selalu saja terjadi provokasi politik pdhal dari pihak2 yang memandang bahwa Pilkada ataupun pemilu hanyalah masalah menang dan kalah dalam perhelatan demokrasi. Seperti yang bapak tulis penerapan masalah ini adalah secara langsung pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat digunakan oleh aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tentang sara. Karena jika pasal ini diterapkan tentunya dapat memadai masyarakat tidak asal sembarang berkomentar dimedia sosial....
Hanya ini yang bisa saya sampaikan dalam artikel bapak... saya mohon maaf jika ada kata yang salah dalam berkomentar, saya ucapkan terima kasih.

henida putri mengatakan...

Nama : Henida Putri Rachmadanty
NIM/Angkatan : A1011171120/2017
Mata Kuliah : Ilmu Negara
Kelas : C ( Reg A )
Semester : 1
Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura

Saya berterimakasih kepada Bapak yang telah membuat artikel ini.
Isu SARA ini memang sensitif untuk dibicarakan. Menurut saya, isu ini tidak hanya terjadi pada saat menjelang hari H pilkada saja. Hal ini makin sering kita temui dengan adanya perkembangan zaman. Sekarang, hal ini makin mudah dilakukan karena adanya media sosial. Masyarakat sering membuat tulisan di media sosial dengan tidak menggunakan etika sehingga menimbulkan kesan benci terhadap suku, agama dan ras. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya rasa toleransi, rasa menerima keberagaman yang ada serta wawasan global yang sedikit.
Dalam perundang-undangan, hal ini diatur dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE. Keefektifan UU ini bisa dilihat dari aparat penegak hukumnya dan dari masyarakat itu sendiri. Dalam aspek aparat hukum, kita bisa lihat dari kasus-kasus yang ada. Keefekifan itu relatif sulit diukur dengan parameter. Sedangkan dari masyarakat itu sendiri, UU ini efektif apabila masyarakat mempunyai kesadaran diri dan pola pikir yang terbuka. Masyarakat sering terprovokasi dengan adanya penebar isu SARA ini. Kemudian, radikalisme yang juga sering kita dengar dan bicarakan. Hal ini sangatlah tidak bagus bagi negara khususnya bagi remaja yang ada di negara tersebut. Remaja lebih mudah terpengaruh dengan ajaran yang mereka ajarkan, apalagi dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih sehingga membuat remaja mudah mengakses dan mudah tersusupi oleh kelompok radikalisme. Hal ini menyebabkan adanya kelompok-kelompok ekstrim di dalam negara.
Intinya, masyarakat perlu lebih terbuka lagi wawasannya dan tidak mudah untuk percaya atau terprovokasi berita-berita yang menebarkan kebencian serta menyaring informasi-informasi yang didapatkan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Fiona Tiara Dewi mengatakan...

Nama : fiona tiara dewi
Nim : A1012171023
Matkul : pend pancasila
Kelas : A reg B
Jika kita menyimak Pasal 28 ayat (2) UU No 11 Tahun 2008 menyatakan : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (Sara).
6. Sebenarnya, tujuan pasal ini adalah mencegah terjadi permusuhan, kerusuhan atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif. Isu SARA dalam pandangan massyarakat merupakan isu yang cukup sensitif. Oleh karena itu pasal ini diatur dalam delik fornal dan bukan delik materiil.
Saya sangat setuju dengan pendapat bapak diatas, pasal tersebut memang tujuannya mencegah permusuhan antar sara, artikel bapak sangat mudah dipahami pembaca dan saya mengerti apa yang bapak jelaskan di artikel tersebut, artikel ini menguntungkan pembaca yang terkadang kurang mengerti dengan bahasa yang berat.

Unknown mengatakan...

NAMA : RANI APRILIASARI IRENNNAWATI
NIM : A1011171007
KELAS : A/PAGI
SEMESTER : 1
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
NAMA DOSEN : TURIMAN, S.H, M.Hum

Assalamualaikum Wr.Wb,
Salam sejahtera untuk kita semua. Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Turiman, S.H, M.Hum yang telah membuat artikel tentang “Antisipasi SARA dan RADIKALISME dalam PILKADA”

Konflik SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) telah meluas di Indonesia. Ada bentrokan, pembunuhan, perampokan, pencurian, kecemburuan sosial, dan sebagainya. Contohnya waktu hari H PILKADA dan adanya perkembangan zaman makin mudah dilakukan karena adanya media sosial yang makin canggih dengan menjelek-jelekkan orang lain. Maka dari itu tentunya kita tidak menginginkan ketegangan dan perpecahan ini terus terjadi. Hal –hal yang perlu kita lakukan sebagai upaya mengatasi konflik SARA di Indonesia:
• Berdoa pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
• Mengendalikan emosi.
• Jangan memanggil orang lain dengan julukan berdasarkan SARA.
• Jangan menghakimi dan berpikiran negatif tentang suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda.
• Jangan memaksakan kehendak pada orang lain.
• Menghormati dan mengasihi orang lain.
• Melakukan dan memikirkan hal-hal positif secara bersama-sama.
Mengatasi konflik SARA di Indonesia dimulai bukan dari orang lain tapi dari diri sendiri, namun dapat berpengaruh pada orang-orang di sekitar kita.

Terima kasih,
Wassalamualaikum Wr.Wb

Unknown mengatakan...

Nama : Diva Luthfiyah
NIM : A1011171164
Kelas : C
Reg : A
Semester : 1
Mata Kuliah : Ilmu Negara
Fakultas : Hukum
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Dengan komen ini saya ingin menyampaikan terimakasih kepada bapak karena telah mengangkat artikel berjudul “Antisipasi SARA dan Radikalisme dalam PILKADA” yang diharapkan agar tidak ada lagi terjadinya sara dan radikalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya dalam hal pilkada.
Dalam artikel ini saya sangat setuju dengan apa yang bapak katakan mengenai antisipasi sara dan radikalisme dalam PILKADA, karena hal tersebut dapat membuat masyarakat lebih perduli dan memperhatikan PILKADA ataupun pemilu, karena dilihat dari kenyataannya dalam hal ini masyarakat selalu terjadi provokasi politik. Selain itu perlu diperhatikan juga bagi para pengguna sosial media sekarang ini karena jika kita mengunggah konten – konten yang akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat atau pun hal yang bersifat negatif dapat dikenakan pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 mengenai ITE. Namun menurut saya walaupun sudah ada pasal yang mengatur tentang ITE tetap saja masih ada masyarakat yang mengunggah konten yang menimbulkan kegaduhan dan kebanyakan masyarakat sering terprovokasi. Kemudian, radikalisme. Hal ini sangat tidak bagus bagi generasi muda bangsa Indonesia. Remaja lebih mudah terpengaruh dengan ajaran yang mereka ajarkan dan dengan teknologi canggih yang remaja biasa gunakan dengan mudah mengakses dan menerima oleh kelompok radikalisme. Saya harap masyarakat lebih berhati – hati untuk mempercayai oleh berita – berita yang menebarkan kebencian dan menyaring – menyaring informasi yang didapat.
Sekian dari saya terimakasih.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Tulisan Tanpa Arti mengatakan...

NAMA: HENRICHO SINAGA
NIM: A1011171165
KELAS C (REG A)
SEMESTER : 1
MATA KULIAH : ILMU NEGARA
FAKULTAS : HUKUM
SELAMAT SIANG,Salam sejahtera untuk kita semua. Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Turiman, S.H, M.Hum yang telah membuat artikel tentang “Antisipasi SARA dan RADIKALISME dalam PILKADA”

"ANTISIPASI SARA DAN RADIKALISME DALAM PILKADA" Yyang diharapkan agar toidak terjadi lagi sara dan radikalisme dalam kehidupan berbangsa ban bernegara khususnya negara INDONESIA. lebih khususnya dalam artikel ini ialah PILKADA. contohnya sajala dalam penerapannya adalah apabila seseorang menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau melakukan anaki terhadap kelompok tertentu, maka secara langsung Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini dan secara langsung dapat digunakan oleh aparat Penegak Hukum untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tersebut. dalam pasal 28 ayat 2 UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU ITE yaitu dipidana penjara. menurut saya dalam hal pilkada ini kita harus menimbulkan kedewasaan politik masyarakat. dan selain itu lembaga lembaga kenegaraan di harapkan tidak terpengaruh. apalagi lembaga lembaga yg penting lembaga ini berfungsi sebagai fasilitator. dan Sebagai manajer pemerintahan, pemerintahan daerah kabupaten dan kota mempunyai peranan yang besar dalam mentransformasikan perubahan yang menggambarkan perpaduan antara kenyataan yang ada dalam masyarakat dengan kebijaksanaan politik yang dikeluarkan pemerintah. dan saran saya ialah sebagai generasi muda diharapkan tidak terpengaruh terhadap sara-sara atau orasi-orasi yang dapat mempecah belah kita Indonesia.

Unknown mengatakan...

Nama : Yovianus Ado
Nim : A1012171036
Kelas : A - Reguler B (PPAPK)
Semester : 1
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Dosen : Turiman SH,MH

Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi Pancasila, saya rasa artikel ini sudah dapat menjelaskan ANTISIPASI SARA Dan RADIKALISME Dalam PILKADA
Memang tidak dapat dipungkiri jika diihat dari kenyataannya, dalam Pemilu terdapat adanya praktek kampanye hitam, adu domba SARA yang telah memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan fitnah, kebencian, hoax sehingga dapat menimbulkan pandangan masyarakat yang berbeda terhadap Paslon, dan parah nya dapat memecah belah negeri ini.
Salam Pancasila, Salam kebajikan
Lawan Radikalisme, Lawan Intoleransi, Lawan Kebencian untuk NKRI yang Aman, Adil dan Makmur.

Unknown mengatakan...

Nama : Agustinus Wahyu
Nim : A1011171152
Kelas : A-Regular A
Semester : 1
Mata Kuliah Ilmu Negara
Fakultas : Hukum

Dalam artikel yang bapak tulis saya dapat memahami beberapa hal antara lain adalah .Radikalisme ditandai tiga hal, menurut Horace Kalen radikalisme ditandai dengan kecendurangan umum, pertama, Radikalisme merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respon tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau perlawanan. Kedua, Radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus mengganti tatanan lain. Ciri –ciri ini menunjukan bahwa radikalisme terkandung suatu program atau pandangan tersendiri. Kaum radikalisme berupaya kuat untuk menggantikan tatanan tersebut sebagai panganti dari tatanan yang sudah ada.Ketiga, Kaum radikalisme memiliki keyakianan akan kebenaran program atau ideologi yang dibawa. Dalam gerakan sosial. Sekian komentar dari saya terimakasih.

anisa mengatakan...


Nama : Annisa Afrizah 
Nim : A1012171027
Tahun ajaran : 2017/2018
Kelas : A/PPAPK 
Mata kuliah : Pendidikan Pancasila
Fakultas/Prodi : Hukum/Ilmu hukum 


Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh. . .

Terimakasih untuk informasi artikel kepada Bapak Turiman, S.H, M.Hum yang telah membuat artikel tentang “Antisipasi SARA dan RADIKALISME dalam PILKADA”

Indonesia adalah Negara kepulauan dan memiliki berbagai suku, agama, ras, budaya,  bahasa daerah, dan golongan serta beberapa agama yang diperbolehkan berkembang di Indonesia. Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Selain itu masing-masing suku bangsa juga memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar taat dan melakukan segala yang tertera didalamnya. Dalam hal cara pandang terhadap suatu masalah atau tingkah laku memiliki perbedaan.
Padat saat Pilkada banyak orang memilih dengan mengikuti agama,suku,dan orang orang yang masih keturunan daerah tersebut.Contoh penerapannya adalah apabila seseorang menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau melakukan anaki terhadap kelompok tertentu, maka secara langsung Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini dan secara langsung dapat digunakan oleh aparat Penegak Hukum untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tersebut.Inilah yang harus di hindari yaiti masyarakat sendiri harus sadar jangan terlalu mudah untuk terprovokasi melalu status dan jejaring sosial , yang menyebarkan berita hoax.Yang memungkinkan mereka untuk mudah mengikutinya.
Sekian dari pendapat saya.
Terimakasih.

Posting Komentar